BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Learning Obstacle pada Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Learning Obstacle pada Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Learning Obstacle pada Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Setelah melakukan uji instrumen pada beberapa jenjang pendidikan, ditemukan beberapa learning obstacle yang terkait dengan konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Learning obstacle tersebut dibagi menjadi 4 tipe, yaitu: Tipe 1: Learning obstacle terkait konteks variasi informasi yang ada pada soal. Tipe 2: Learning Obstacle terkait dengan konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Tipe 3: Learning Obstacle terkait dengan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yang harus dimodelkan terlebih dahulu. Tipe 4: Learning Obstacle terkait koneksi konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan konsep matematis yang lain. 1. Learning Obstacle Tipe 1 Learning Obstacle tipe 1 yang muncul pada konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yakni terkait dengan variasi informasi yang tersedia pada soal dan materi dasar mengenai pengertian bilangan bulat. Ketika 21

2 22 siswa diberikan soal sederhana mengenai materi contoh dan non-contoh bilangan bulat. Terlihat masih banyak siswa yang bingung dan salah dalam menjawab soal tersebut. Hasil uji instrumen yang telah dilakukan menunjukkan bahwa beberapa siswa dari berbagai jenjang pendidikan dan bahkan siswa kelas XII pun masih banyak yang belum paham, seperti pada soal berikut: 1. Perhatikan daftar bilangan berikut yaitu -3, 2, +5, 14 2, +4, -10, Manakah bilangan di atas yang merupakan bilangan: 6, 0, 12, -9, - 4 a. Bilangan bulat positif c. Bilangan bulat bukan positif dan negatif b. Bilangan bulat negatif d. Yang bukan bilangan bulat Dari pertanyaan (a), beberapa siswa masih ada yang salah dalam memberikan jawaban. Rata-rata mereka bingung dalam membedakan bilangan positif yang ada tanda positif dengan yang tidak ada tanda positifnya. Dari pertanyaan (b), banyak sekali siswa yang masih salah mengira bahwa bukan bilangan bulat, padahal jika dihitung hasilnya adalah -7. Dari pertanyaan (c), siswa banyak yang tidak tahu dan salah dalam menjawabnya. Dari pertanyaan (d), siswa masih salah membedakan yang contoh dan non-contoh bilangan bulat.

3 23 Beberapa contoh jawaban siswa dari soal 1 uji instrumen Gambar 4.1. Gambar Beberapa Jawaban Siswa dari Soal 1 Uji Instrumen Tabel 4.1. Tabel Hasil Uji Instrumen Soal 1 pada Tingkat SMP No 1 Langkah- Langkah a. menentukan bilangan bulat positif b. menentukan bilangan bulat negatif c. menentukan bilangan bulat bukan positif dan negatif Kelas VII (37 orang ) Kelas VIII (34 orang ) Kelas IX (36 orang ) B S % B B S % B B S % B ,5 % ,6 % ,2 % ,7 % ,3 % ,3 % ,9 % ,1 % ,2 %

4 24 d. menentukan yang bukan ,7 % ,9 % % bilangan bulat Tabel 4.2. Tabel Hasil Uji Instrumen Soal 1 pada Tingkat SMA No 1 Langkah- Langkah a. menentukan bilangan bulat positif b. menentukan bilangan bulat negatif c. menentukan bilangan bulat bukan positif dan negatif d. menentukan yang bukan bilangan bulat Kelas X (40 orang ) Kelas XI (32 orang ) Kelas XII (31 orang ) B S % B B S % B B S % B ,5 % ,1 % ,4 % ,5 % ,1 % ,7 % % ,9 % ,4 % ,0 % ,1 % ,2 %

5 25 Terlihat bahwa siswa masih banyak yang kurang mengerti definisi bilangan bulat itu sendiri. Siswapun masih bingung membedakan contoh dan non-contoh bilangan bulat. Seharusnya definisi bilangan bulat itu sudah dikuasai sebelum melangkah ke materi selanjutnya dan seharusnya siswa mampu menyelesaikan soal yang diberikan. Menurut teorema Kontras-Variasi dalam Teori Bruner (Suherman, 2008) bahwa dalam pembelajaran matematika seharusnya menggunakan contoh dan non-contoh serta variasi yang beragam, sehingga pemahaman konsep menjadi lebih mantap. Siswa bisa memilih mana yang termasuk dan tidak termasuk ke dalam konsep tersebut, serta bisa menunjukkan lebih banyak contoh untuk konsep tersebut sebagai aplikasinya. Kenyataannya dalam pembelajaran konsep penjumlahan dan pengurangan selama ini, seperti yang terlihat dalam buku-buku yang digunakan sebagai bahan ajar, belum terdapat variasi soal yang dapat membantu siswa untuk dapat lebih memahamkan materi yang berkaitan dengan kemampuan memilih informasi pada soal. Dalam hal ini, tentu harus dilakukan perbaikan sebagai upaya untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih pada siswa agar siswa dapat lebih siap dalam menghadapi berbagai permasalahan terkait dengan variasi informasi pada soal.

6 26 2. Learning Obstacle Tipe 2 Learning obstacle tipe 2 terkait konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Siswa diberikan soal sederhana mengenai operasi bilangan bulat positif dan bilangan bulat negatif. Dari uji instrumen kepada beberapa jenjang pendidikan, siswa masih memiliki kendala dalam menjumlahkan ataupun mengurangkan bilangan bulat terutama antara bilangan bulat positif dan negatif. Contoh soalnya sebagai berikut: 2. Dalam suatu permainan, Mail ikut bermain sebanyak lima kali dan memperoleh nilai sebagai berikut: -10, 35, 20, 0, dan -40. Berapa jumlah nilai yang diperoleh Mail? 3. Daging ayam dimasukan kedalam ruang pendingin bersuhu 20 0 C. kemudian daging ayam dikeluarkan untuk dijual. Suhuny naik 3 0 C setiap 1 jam. Daging ayam tersebut terjual pada jam ke-6 setelah dikeluarkan dari ruang pendingin. Berapakah suhunya ketika itu? Dari soal no.2 dan no.3 ini, untuk tingkat SMP masih banyak yang salah terutama dalam mengoperasikan bilangan tersebut, walaupun rata-rata untuk siswa SMA sudah benar dalam menyelesaikannya. Dari gambaran hasil kerja beberapa siswa, menunjukan bahwa siswa tersebut belum bisa dalam mengoperasikan bilangan tersebut. Siswa hanya diajarkan cara-cara pengerjaan soal tanpa benar-benar memahami konsep tersebut. Menurut teori Piaget (Suherman, 2008) bahwa pada tahap operasi formal yaitu usia 11 tahun ke atas, siswa sudah bisa berpikir abstrak, tanpa dibantu dengan benda konkret lagi. Kemampuan analisis, sintesis, kombinatorial, eksplorasi, menemukan, pemecahan masalah sedikit demi sedikit bisa dikembangkan.

7 27 Beberapa contoh jawaban siswa dari soal 2 uji instrumen Gambar 4.2. Gambar Beberapa Jawaban Siswa dari Soal 2 Uji Instrumen Beberapa contoh jawaban siswa dari soal 3 uji instrumen Gambar 4.3. Gambar Beberapa Jawaban Siswa dari Soal 3 Uji Instrumen Tabel 4.3. Tabel Hasil Uji Instrumen Soal 2 dan Soal 3 pada Tingkat SMP No Langkah- Langkah Kelas VII (37 orang ) Kelas VIII (34 orang ) Kelas IX (36 orang ) 2 Menjumlahkan bilangan bulat ,2 % ,6 % ,6 %

8 28 menghitung peningkatan ,6 % ,9 % ,9 % 3 suhu menghitung hasil akhir ,5 % ,1 % ,9 % Tabel 4.4. Tabel Hasil Uji Instrumen Soal 2 dan Soal 3 pada Tingkat SMA No 2 3 Langkah- Langkah Menjumlahkan bilangan bulat menghitung peningkatan suhu menghitung hasil akhir Kelas X (40 orang ) Kelas XI (32 orang ) Kelas XII (31 orang ) B S % B B S % B B S % B ,0 % ,9 % ,8 % ,5 % ,9 % ,1 % ,5 % ,3 % ,8 % 3. Learning Obstacle Tipe 3 Learning Obstacle tipe 3 ini terkait dengan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yang harus dimodelkan terlebih dahulu kedalam model matematika. Pada

9 29 pembelajaran bilangan bulat disekolah, hanya menekankan kepada penyelesaian soal-soal saja tanpa membiarkan siswa untuk memodelkan sendiri ataupun dibantu oleh guru dalam menyelesaikan persoalan yang membutuhkan permodelan matematika terlebih dahulu. Contoh soal yang diberikan peneliti kepada siswa adalah: 4. My Name Is Udin My Name Is Idin Gambar 4.4. Gambar Soal Lembar Instrumen Bilangan Bulat Pada suatu hari, Udin dan Idin bermain kelereng, sebelum bermain Udin mempunyai 4 buah kelereng. Setelah bermain, banyaknya kelereng Udin menjadi 11 kelereng dan Idin menjadi 5 kelereng. Berapa buah kelereng yang didapat oleh Udin setelah bermain dengan Idin? Berapakan kelereng Idin sebelum bermain? Dalam soal ini, dapat terlihat sejauh mana kemampuan siswa dalam memodelkan soal. Pada soal ini, siswa dituntut untuk bisa memodelkan soal terlebih dahulu sehingga mengurangi atau menghindari terjadinya kesalahan dalam menyelesaikan soal. Dari jawaban siswa, masih banyak yang menjawab salah dan bahkan dari beberapa siswa ada yang menggunakan gambar pada soal untuk menjawab dengan cara menghitungnya. Menurut Bruner (Suherman, 2008) dalam Teorema konstruksi (penyusunan) adalah bahwa siswa akan memahami suatu konsep jika mereka diajak bersama mengkontruksi konsep tersebut. Sama halnya dalam menyelesaikan soal ini, siswa dituntut untuk bisa memodelkan soal kedalam

10 30 model matematika, kemudian baru soal itu diselesaikan. Namun hal tersebut belum terjadi karena keterbatasan informasi yang diperoleh siswa serta kurangnya pengalaman belajar yang diberikan pada siswa, sehingga siswa belum mampu mengembangkan kemampuannya dalam hal memodelkan soal kedalam model matematika. Beberapa contoh jawaban siswa dari soal 4 uji instrumen Gambar 4.5. Gambar Jawaban Siswa dari Soal 4 Uji Instrumen Tabel 4.5. Tabel Hasil Uji Instrumen Soal 4 pada Tingkat SMP No 4 Langkah- Langkah membuat model matematika Kelas VII (37 orang ) Kelas VIII (34 orang ) Kelas IX (36 orang ) B S % B B S % B B S % B ,2 % ,4 % %

11 31 menyelesaikan modelnya ,4 % ,8 % ,6 % Tabel 4.6. Tabel Hasil Uji Instrumen Soal 4 pada Tingkat SMA No 4 Langkah- Langkah membuat model matematika menyelesaikan modelnya Kelas X (40 orang ) Kelas XI (32 orang ) Kelas XII (31 orang ) B S % B B S % B B S % B ,0 % ,0 % ,0 % ,0 % ,0 % ,9 % 4. Learning Obstacle Tipe 4 Learning Obstacle 4 terkait koneksi konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan konsep matematis yang lain. Jerome Bruner (Suherman, 2008) mengemukakan bahwa belajar akan efektif jika menggunakan struktur konsep sehingga tampak keterkaitan antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya serta antara hubungan konsep prasyarat dengan konsep suksesornya. Belajar dengan menggunakan struktur konsep adalah belajar secara komprehensif karena konsep dipahami secara

12 32 menyeluruh, implikasinya bahwa dengan belajar seperti ini retensi siswa menjadi kuat dan memorinya menjadi tahan lama. Penyajian materi, contoh soal maupun dalam latihan soal dalam hal keterkaitan konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan konsep matematis lainnya dalam buku ajar yang digunakan masih sangat kurang. Selain itu, data pada soal diberikan kurang lengkap, sehingga siswa harus berpikir lebih untuk menjawab soal, tidak bisa langsung menjawabnya saja. Contoh soal yang diujikan peneliti adalah sebagai berikut: 5. Dalam soal harian matematika, terdapat 50 soal. Jika satu jawaban benar diberi nilai 2, jawaban salah diberi nilai -1, dan yang tidak terjawab diberi nilai 0. Berapakah nilai yang diperoleh Fizi dengan menjawab soal benar sebanyak 35 dan 4 soal tidak terjawab? Dalam soal ini, mengaitkan antara konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan perkalian. Sedikit sekali siswa yang menjawab dengan benar. Hal ini mengindikasikan bahwa pembelajaran konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat masih belum mengaitkan dengan konsep-konsep matematis yang lain. Padahal keterkaitan itu tidak bisa dihindarkan dalam pemahaman matematis secara utuh.

13 33 Beberapa contoh jawaban siswa dari soal 5 uji instrumen Gambar 4.6. Gambar Jawaban Siswa dari Soal 5 Uji Instrumen Tabel 4.7. Tabel Hasil Uji Instrumen Soal 5 pada Tingkat SMP No 5 Langkah- Langkah melengkapi informasi soal menghitung nilai dari masingmasing soal menghitung nilai akhir Kelas VII (37 orang ) Kelas VIII (34 orang ) Kelas IX (36 orang ) B S % B B S % B B S % B ,8 % ,2% ,4 % ,1% ,3 % ,1 % ,8 % ,4 % ,1 %

14 34 Tabel 4.8. Tabel Hasil Uji Instrumen Soal 5 pada Tingkat SMA No 5 Langkah- Langkah melengkapi informasi soal menghitung nilai dari masingmasing soal menghitung nilai akhir Kelas X (40 orang ) Kelas XI (32 orang ) Kelas XII (31 orang ) B S % B B S % B B S % B ,5 % ,5 % ,9 % ,0 % ,4 % ,9 % ,0% ,4 % ,6 % B. Repersonalisasi Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat 1. Bilangan Bulat dan Lambangnya Himpunan semua bilangan bulat dalam matematika dilambangkan dengan Z (atau ), berasal dari Zahlen (bahasa Jerman untuk "bilangan"). Sebelum membicarakan tentang bilangan bulat, ingat kembali tentang beberapa himpunan bilangan yang telah di perkenalkan sebelumnya. Himpunan semua bilangan asli A adalah A {1, 2, 3, 4,...}. Himpunan semua bilangan cacah C adalah C {0, 1, 2, 3, 4,...}

15 35 2. Pengertian Bilangan Bulat Negatif Agar memahami pengertian bilangan bulat negatif, pelajarilah dengan teliti keterangan serta contoh-contoh berikut. Urutan bilangan cacah 0, 1, 2, 3,... dapat ditunjukkan sebagai titik-titik yang terletak pada sebuah garis lurus seperti tampak pada Gb. 1(i). Garis yang tampak pada Gb. 1(i) itu disebut garis bilangan cacah. Titik 0 (dibaca titik nol ) yang tampak pada garis bilangan itu disebut titik pusat atau titik asal. Perlu diketahui pula, bahwa jarak antara dua titik yang berdekatan disebut 1 satuan. Misalnya, jarak dan titik 0 ke titik 1 adalah 1 satuan, jarak dari titik 0 ke titik 2 adalah 2 satuan, dan jarak dan titik 1 ke titik 4 adalah 3 satuan. Tanda mata panah pada garis bilangan itu menunjukkan bahwa garis bilangan itu masih diteruskan ke kanan. (i) (ii) R P Q Gb. 1 Gambar 4.7. Gambar Garis Bilangan Cacah Sekarang perhatikan garis bilangan cacah yang terdapat pada Gb. 1(ii). Jika pada titik tempat bilangan 3 kita beri nama P, maka dikatakan bahwa titik P mempunyai koordinat 3, yang artinya P terletak pada jarak 3 satuan di sebelah kanan titik pusat 0. Pada Gb. 1(ii) tampak bahwa Q mempunyai koordinat 6, maka ini berarti bahwa titik Q terletak pada jarak 6 satuan di sebelah kanan titik pusat 0.

16 36 Jika titik R seperti tampak terletak pada jarak 2 satuan di sebelah kanan titik 0, berapakah koordinat titik R itu? Jelas, bahwa koordinat titik R itu adalah 2. Pada garis bilangan cacah hanya ditunjukkan titik-titik yang terletak di sebelah kanan titik 0, sedangkan titik-titik yang letaknya di sebelah kiri titik 0 tidak diperhatikan. Selanjutnya, sekarang akan kita coba untuk menentukan letak titik-titik yang ada di sebelah kiri titik 0 dengan cara memperpanjang garis bilangan cacah tadi kesebelah kiri dari titik 0, seperti diperlihatkan oleh garis bilangan yang tampak dalam Gb. 2. Pada garis bilangan yang terdapat dalam Gb. 2, tampak beberapa titik yang terletak di sebelah kanan titik 0 dan tampak pula beberapa titik yang terletak di sebelah kiri titik 0. Jarak antara dua titik yang berdekatan yang satu dengan jarak antara dua titik yang berdekatan lainnya adalah sama. B A R P Gb. 2 Gambar 4.8. Gambar Garis Bilangan Bulat Dengan memperhatikan Gb. 2, sebutkan koordinat titik A yang letaknya 1 satuan di sebelah kiri titik pusat 0! Andaikan titik A itu diberikan koordinat 1, maka berarti titik A terletak 1 satuan di sebelah kanan titik 0. Akan tetapi pada kenyataannya titik A itu terletak di sebelah kiri titik 0. Jadi tidak benar jika koordinat A itu adalah 1.

17 37 Oleh karena itu, maka untuk membedakan apakah suatu titik itu terletak disebelah kanan atau di sebelah kiri titik pusat 0, koordinatnya kita beri tanda sebagai berikut: Untuk titik yang terletak di sebelah kanan titik 0, koordinatnya diberi tanda + (positif), dan untuk titik yang terletak di sebelah kiri titik 0, koordinatnya diberi tanda - (negatif). Dengan demikian, maka pada Gb. 2, titik R koordinatnya +1 (positif satu), titik A koordinatnya -1 (negatif satu), titik P koordinatnya +4 (positif empat), dan titik B koordinatnya -3 (negatif tiga). Dengan dikenalnya koordinat-koordinat titik-titik yang positif dan negatif maka sekarang kita mempunyai garis bilangan yang lebih lengkap seperti tampak pada Gb. 3. Garis bilangan yang tampak dalam Gb. 3 itu disebut garis bilangan bulat Gb. 3 Gambar 4.9. Gambar Garis Bilangan Bulat Karena garis bilangan yang tampak pada Gb. 3 itu disebut garis bilangan bulat, maka sekarang kita memperoleh himpunan bilangan yang baru yaitu, himpunan semua bilangan bulat B yang dinyatakan sebagai berikut: B {..., -3, -2, -1, 0, +l, +2, +3,...}

18 38 Tiga titik yang ditulis pada himpunan bilangan bulat B itu artinya anggota-anggota dan himpunan itu masih dilanjutkan baik ke kiri ataupun ke kanan tanpa ada batasnya. Dari himpunan bilangan bulat itu ternyata dapat dibagi menjadi tiga himpunan bagian yang saling lepas, yaitu: (1) Himpunan semua bilangan bulat negatif B - = {..., -3, -2, -1} (2) Himpunan bilangan bulat bukan positif dan bukan negatif atau nol yaitu {0}, dan (3) Himpunan semua bilangan bulat positif B + = {+l, +2, +3,...} Dari ketiga himpunan bagian itu, maka bilangan-bilangan -1, -2, -3, -4,... dan seterusnya disebut bilangan bulat negatif sedangkan bilangan-bilangan +1, +2,+3,+4,... dan seterusnya disebut bilangan bulat positif. Perlu diketahui pula bahwa tanda-tanda + (positif) pada bilangan bulat positif biasanya tidak ditulis, jadi bilangan bulat positif cukup ditulis dengan 1, 2, 3, 4,... dan seterusnya. Dengan demikian, himpunan semua bilangan bulat positif B = {+l, +2, +3,...} biasanya dinyatakan sebagai himpunan B = {1, 2, 3, 4,...}. Dan karena himpunan B { 1,2,3,4,...} serupa dengan himpunan semua bilangan asli A = {1, 2, 3, 4,...}, maka himpunan semua bilangan asli seringkali juga disebut sebagai himpunan semua bilangan bulat positif. Dari keterangan di atas, ternyata bilangan 0 bukan bilangan bulat negatif dan juga bukan bilangan bulat positif. Oleh karena itu, maka 0 disebut bilangan netral.

19 39 Dari hal-hal tersebut di atas, maka {0, 1, 2, 3, 4,...} seringkali disebut himpunan semua bilangan bulat tidak negatif sedangkan {..., -4, -3, -2, -1, 0} disebut himpunan semua bilangan bulat tidak positif. 3. Penjumlahan a. Mengingat Sifat Penjumlahan Bilangan Cacah Pada bagian terdahulu telah dibicarakan tentang sifat-sifat yang penting dari penjumlahan pada himpunan bilangan cacah. 1. Sifat tertutup Jika kita ambil dua buah bilangan cacah, misalnya 2 dan 8, maka jumlah kedua bilangan cacah itu adalah = l0 juga merupakan bilangan cacah. Keterangan di atas menunjukkan kepada kita, bahwa jumlah dua bilangan cacah merupakan bilangan cacah. Hal tersebut di atas dikatakan bahwa: Himpunan bilangan cacah tertutup terhadap penjumlahan 2. Sifat komunitatif dan asosiatif Karena = 27 dan = 27, maka = adalah kalimat yang benar. Dari jawaban di atas ini, memberi petunjuk kepada kita bahwa jumlah dua bilangan cacah hasilnya akan sama, jika letak kedua bilangan cacah itu dipertukarkan. Dengan kata lain, untuk tiap

20 40 bilangan-bilangan cacah a dan b berlaku a + b = b + a, yang disebut sifat komutatif (pertukaran) untuk operasi penjumlahan. Karena ( ) + 45 = = 85 dan 15 + ( ) = = 85, maka ( ) + 45 = 15 + ( ) adalah kalimat yang benar. Dari jawaban di atas memperlihatkan bahwa penjumlahan tiga buah bilangan cacah hasilnya akan sama, jika pengelompokan pada penjumlahan itu dipertukarkan. i. a + b = b + a yang disebut sifat komutatif (pertukaran) penjumlahan ii. (a + b) + c = a + (b + c) yang disebut sifat asosiatif (pengelompokan) penjumlahan 3. Sifat Distributif Perkalian terhadap Penjumlahan Untuk tiap bilangan cacah a, b, dan c belaku: a x (b + c) = (a x b) + (a x c) yang disebut sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan 4. Unsur Identitas pada Penjumlahan Untuk tiap bilangan cacah c belaku: c + 0 = 0 + c = c. Nol (0) disebut unsur identitas pada penjumlahan. b. Sifat Penjumlahan pada Himpunan Bilangan Bulat Penjumlahan pada himpunan bilangan bulat mempunyai sifat penting yang perlu diketahui. Untuk mengetahui sifat-sifat tersebut, pelajarilah keterangan serta contoh-contoh berikut.

21 41 1. Sifat Ketertutupan Perhatikan himpunan semua bilangan bulat B, yaitu : B {..., -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3,...). Kita ketahui bahwa -5 dan 2 masing-masing merupakan anggota dari himpunan B atau -5, 2 ϵ B. Sekarang coba kamu jumlahkan -5 dan 2 térsebut, kemudian periksa apakah hasilnya merupakan bilangan bulat lagi? Jumlah dari -5 dan 2 adalah = -3, dan ternyata -3 merupakan bilangan bulat. Seperti contoh di atas, cobalah ambil dua buah bilangan sembarang, kemudian di jumlahkan, apakah hasilnya selalu merupakan bilangan bulat lagi? Jika kita mengambil sebarang dua buah bilangan bulat, maka jumlah kedua bilangan bulat itu adalah bilangan bulat lagi Sifat penjumlahan bilangan bulat yang disebutkan di atas itu, memberi petunjuk bahwa himpunan bilangan bulat tertutup terhadap penjumlahan, yang berarti bahwa jumlah dua buah bilangan bulat merupakan bilangan bulat lagi. 2. Sifat Komutatif (Pertukaran) Perhatikan beberapa contoh dibawah ini: a = -3 dan 5 + ( -8) = -3 b (-50) = -l0 dan = -10 c (-40) = -50 dan (-10) = -50

22 42 d = -30 dan 45 + (-75) = 30 Dan hasil-hasil penjumlahan di atas ternyata, bahwa: a = 5 + (-8) c (-40) = (-10) b (-50) = d = 45 + (-75) Contoh soal-soal diatas memberi petunjuk kepada kita, bahwa: Jumlah dua buah bilangan bulat hasilnya akan tetap, walaupun letak kedua bilangan itu dipertukarkan Sifat penjumlahan pada bilangan bulat yang disebutkan di atas ini, dapat pula dinyatakan sebagai berikut: Untuk sebarang bilangan bulat a dan b berlaku a + b = b + a Sifat bahwa untuk sebarang bilangan bulat a dan b berlaku a + b = b + a disebut sifat komutatif atau sifat pertukaran pada penjumlahan. 3. Sifat Asosiatif Perhatikan beberapa contoh dibawah ini: a = 7 dan (3 + 4) + 5 = = = 9 dan 3 + (4 + 5) = = 12 b. 4 + (-6) = -2 dan ( 4 + (-6)) + 8 = = 6 (-6) + 8 = 2 dan 4+ ((-6) + 8) = = 6 c (-5) = -9 dan (-4 + (-5)) + (-7) = -9 + (-7) = (-7) = -12 dan -4 + ((-5) + (-7)) = -4 + (-12) = -16

23 43 d = 25 dan ( ) + -25) = 25 + (-25) = (-25) = -10 dan 10 + (15 + (-25)) = 10 + (-10) = 0 Dan jawaban soal-soal diatas ternyata bahwa: a. (3 + 4) + 5 = 3 + (4 + 5) b. (4 + (-6)) + 8 = 4 + ((-6) + 8) c. ((4 + (-5)) + (-7) = -4 + ((- 5) + (-7)) d. ( ) + (-25) = 10 + (15 + (-25)) Jawaban soal-soal di atas memberi petunjuk kepada kita, bahwa penjumlahan tiga buah bilangan bulat hasilnya akan sama, jika pengelompokkan pada penjumlahan itu dipertukarkan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa: Untuk sebarang tiga buah bilangan bulat a, b, dan c berlaku (a + b) + c = a + (b +c) yang disebut sifat asosiatif (pengelompokan) pada penjumlahan 4. Unsur Identitas Penjumlahan Perhatikan beberapa contoh dibawah ini: a = = 5 c = 0 + (-45) = -45 b = 0 + (-10) = -10 d = = 100 Ternyata keempat kalimat penjumlahan di atas adalah benar. Keempat kalimat penjumlahan di atas memberi petunjuk kepada kita, bahwa: Jumlah suatu bilangan bulat dengan nol adalah bilangan itu sendiri

24 44 Sifat bilangan nol pada penjumlahan tersebut dapat pula dinyatakan sebagai berikut: Untuk setiap bilangan bulat a selalu berlaku a + 0 = 0 + a = a Sehubungan dengan sifat bilangan nol pada penjumlahan tersebut, maka kita katakan bahwa 0 adalah unsur identitas pada penjumlahan. 4. Pengurangan Pada pasal terdahulu telah dijelaskan bahwa himpunan semua bilangan cacah tidak tertutup terhadap pengurangan. Artinya, apabila kita ambil sebarang 2 bilangan cacah, maka pengurangan bilangan-bilangan cacah itu hasilnya belum tentu merupakan bilangan cacah lagi. Seperti pada penjumlahan bilangan-bilangan bulat, pengurangan bilangan-bilangan bulatpun dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Salah satu caranya adalah mengurangkan bilangan-bilangan bulat dengan memakai garis bilangan. Untuk itu, pelajarilah keterangan serta contoh-contoh berikut. a. Gb (i) memperlihatkan pengurangan 6-2 = 4 dengan memakai garis bilangan. Pada garis bilangan itu tampak bahwa dari titik 6 yaitu bilangan yang dikurangi mundur 2 satuan ke kiri, sehingga hasilnya adalah 4, seperti diperlihatkan oleh garis lengkung berarah yang ditebalkan pada garis bilangan tersebut.

25 45 (Gb.i) (Gb.ii) Gambar Gambar Garis Bilangan Operasi Pengurangan b. Gb (ii) memperlihatkan pengurangan 6-9 = -3. Pada gambar itu tampak bahwa dari titik 6 yaitu bilangan yang dikurangi mundur 9 satuan ke kiri, sehingga hasilnya adalah -3 seperti diperlihatkan oleh garis lengkung berarah yang ditebalkan pada garis bilangan tersebut. Perhatikan beberapa contoh di bawah ini: a = 10 + (-3) = 7 d (-4) = (4) = -11 b (-3) = 10 + (3) = 13 e = 20 + (-25) = -5 c = (-4) = -19 f (-25) = = 5 Ternyata keenam kalimat penjumlahan di atas adalah benar. Keempat kalimat penjumlahan di atas memberi petunjuk kepada kita, bahwa: Mengurangi dengan suatu bilangan bulat sama saja dengan Menambah dengan bilangan bulat itu atau a b = a + (-b) Himpunan bilangan bulat tertutup terhadap pengurangan

26 46 C. Desain Didaktik Awal (Preliminary Didactical Design) Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Setelah melakukan uji coba instrumen keberbagai jenjang pendidikan, diperoleh learning obstacle mengenai konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah membuat suatu desain didaktis yang dapat mengatasi beberapa learning obstacle mengenai materi tersebut. 1. Mengembangan Pemahaman Konsep Definisi Bilangan Bulat Salah satu learning obstacle yang muncul yaitu mengenai variasi informasi dalam konteks definisi bilangan bulat itu sendiri. Selama ini, siswa hanya sekedar hafal atau mengetahui definisi bilangan bulat. Siswa tidak diarahkan untuk memahami secara benar apa itu bilangan bulat. Soal sederhana yang diberikan mengenai contoh dan non-contoh bilangan, siswa masih banyak yang kesulitan dalam menyelesaikannya. Siswa masih asing dengan contoh dan non-contoh bilangan bulat itu. Untuk lebih memahami bilangan bulat itu, siswa diarahkan untuk mengonstruksi sendiri definisi bilangan bulat itu dengan menggunakan situasi didaktis dalam bentuk soal cerita sebagai berikut:

27 47 Andi berdiri di atas lantai berpetak. Ia memilih satu garis lurus yang menghubungkan petak-petak lantai tersebut. Ia berdiri di satu titik dan ia namakan titik nol (0) Gambar Gambar Garis Bilangan Bulat Garis pada petak di depannya ia beri angka 1, 2, 3, 4,... Perhatikan bahwa posisi 2 langkah ke depan dari titik nol (0) dinyatakan dengan +2. Demikian pula posisi 4 langkah ke depan dinyatakan dengan +4. Oleh karena itu, posisi 2 langkah ke belakang dari titik nol (0) dinyatakan dengan -2. Adapun posisi 4 langkah ke belakang dari titik nol (0) dinyatakan dengan -4. Pasangan-pasangan bilangan seperti di atas jika dikumpulkan akan membentuk bilangan bulat. Jadi, apakah bilangan bulat itu? Ada beberapa kemungkinan berpikir siswa dalam menjawab pertanyaan diatas. Kemungkinan pertama, siswa akan menjawab bahwa bilangan bulat adalah bilangan positif, bilangan negatif, dan bilangan nol. Hal ini memungkinkan karena dilihat tanda bilangan pada gambar di soalnya. Kemungkinan jawaban ini masih kurang tepat sehingga perlu diarahkan lagi oleh guru. Kemungkinan kedua, siswa akan menjawab bilangan bulat adalah himpunan bilangan bulat positif {+l, +2, +3,...}, bilangan bulat negatif {..., - 3, -2, -1}, dan bilangan bulat nol{0}. Hal ini memungkinkan karena siswa sudah memahami arti himpunan itu sendiri. Kemungkinan ketiga, siswa akan menjawab bilangan bulat adalah himpunan bilangan asli, himpunan bilangan nol, dan himpunan negatif atau lawan dari bilangan asli. Hal ini memungkinkan karena siswa sebelumnya sudah mengenal bilangan asli dan himpunan.

28 48 Selanjutnya untuk lebih memahami contoh dan non-contoh bilangan bulat, siswa diberikan pengalaman menentukan mana yang merupakan bilangan bulat positif, bilangan bulat negatif, bilangan bulat bukan positif dan bukan negatif, dan yang bukan bilangan bulat. Situasi didaktisnya seperti berikut: 2. Perhatikan 10 bilangan yang berbeda di bawah ini! 3, -5, + 7, +6, 0, -12, 11, , -1, 2 5 Kelompokan bilangan-bilangan tersebut kedalam 4 bagian! a. Bilangan bulat positif : b. Bilangan bulat negatif: c. Bilangan bulat bukan positif dan bukan negatif: d. Bilangan yang bukan bilangan bulat: Kemungkinan beberapa siswa masih kesulitan dalam menentukan jawaban dari bilangan-bilangan tersebut. Untuk itu, guru berperan mengarahkan siswa untuk lebih memahami pengertian bilangan bulat. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan adalah guru meminta siswa untuk mengungkapkan pendapat mereka mengenai pengertian bilangan bulat dan contoh dan non-contoh bilangan bulat. Guru mengarahkan siswa untuk mendapatkan pemahaman yang benar mengenai bilangan bulat sehingga memberikan pengalaman belajar yang lebih kepada siswa.

29 49 2. Mengembangkan Pemahaman Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Learning obstacle yang muncul berikutnya adalah pemahaman konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Ini terkait dengan bagaimana siswa bisa mengoperasikan dengan benar bilangan bulat. Dari banyak siswa masih terdapat siswa yang kesulitan dalam penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Setelah siswa memahami definisi bilangan bulat, dalam desain ini dimunculkan situasi didaktis yaitu siswa bebas menentukan cara untuk mencapai jawabannya. Ini bertujuan agar siswa dapat berpikir terbuka dan tidak terpaku pada satu cara saja. Siswa bebas mengeksplorasi apa yang dalam pikirannya. Diharapkan siswa dapat berpikir kritis dan mengerti maksud yang tersirat dalam situasi didaktis ini bahwa dalam menyelesaikan suatu masalah matematika tidak hanya terpaku pada cara itu-itu saja tetapi banyak cara untuk mencapaikan penyelesaiannya. Situasi didaktisnya seperti berikut: 3. Dani berdiri di atas lantai berpetak yang dinamakan titik nol (0), seperti pada gambar di bawah ini. (Keterangan: Tambah dilakukan dengan melangkah maju. Kurang dilakukan dengan melangkah mundur. Negatif dilakukan dengan berbalik arah) Gambar Gambar Garis Bilangan Bulat

30 50 a. Jika Dani ingin berada di atas petak 6, bagaimana cara Dani untuk mencapainya (sebutkan minimal 5 cara)? b. Jika Dani ingin berada di atas petak -5, bagaimana cara Dani untuk mencapainya (sebutkan minimal 5 cara)? Ada banyak kemungkinan berpikir siswa dalam menjawab soal tersebut, tetapi terdapat beberapa ciri kemungkinan jawaban siswa. Kemungkinan pertama, siswa akan mencapai petak yang diinginkan dengan melangkah beraturan satu demi satu, dua, atau yang lainnya. Kemungkinan kedua, siswa akan mencapai petak yang diinginkan yaitu dengan melangkah maju ataupun melangkah mundur. Kemungkinan ketiga, siswa akan mencapai petak yang diinginkan dengan lebih kreatif memadukan antara melangkah maju dan mundur. Selanjutnya dalam desain diberikan situasi didaktis mengenai operasi penjumlahan dan pengurangan yang bilangannya siswa sendiri yang mengisinya beserta penyelesaiannya. Siswa akan berpikir untuk mencari bilangan-bilangan tersebut sehingga akan terjadi proses mental dalam diri siswa. Siswa juga diminta untuk menggambarkan operasi bilangan tersebut kedalam garis bilangan agar siswa lebih memahami dengan garis bilangan dalam bentuk konkret. Situasi didaktisnya seperti berikut:

31 51 4. Isilah titik-titik di bawah ini dengan bilangan bulat dalam operasi penjumlahan dan pengurangan beserta hasilnya, kemudian gambarkan dalam garis bilangannya pada kotak di bawah ini. (Keterangan: Tambah dilakukan dengan melangkah maju. Kurang dilakukan dengan melangkah mundur. Negatif dilakukan dengan berbalik arah). Sebutkan masing-masing minimal 5 operasi bilangan yang berbeda. a. (...) + (...) = (...). b. (...) - (...) = (...) 0 Gambar Gambar Garis Operasi Penjumlahan dan Pengurangan 0 Ada banyak kemungkinan berpikir siswa dalam menjawab soal tersebut, tetapi terdapat beberapa ciri kemungkinan jawaban siswa. Kemungkinan pertama, siswa akan mengoperasikan dua buah bilangan bulat positif. Kemungkinan kedua, siswa akan mengoperasikan dua buah bilangan bulat negatif. Kemungkinan ketiga, siswa kan mengoperasikan antara bilangan bulat positif dan bilangan bulat negatif. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan adalah awalnya guru meminta siswa untuk mengisi soal pada lembar jawaban masing-masing, kemudian guru menunjuk beberapa siswa untuk mengerjakan di papan tulis. Guru dan siswa membenarkan ataupun mengoreksi beberapa jawaban siswa tersebut sehingga pemahaman siswa akan lebih mantap.

32 52 3. Mengembangkan Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat dalam Konteks Mengkostruksi (Memodelkan) Learning obstacle yang muncul berikutnya adalah pemahaman konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dalam konteks memodelkan terlebih dahulu. Ini terkait dengan bagaimana siswa bisa mengoperasikan dengan benar bilangan bulat dengan memodelkan ke dalam model matematika, kemudian diselesaikan. Siswa masih banyak sekali yang belum bisa dalam mengkonstruksi atau memodelkan. Rata-rata siswa langsung mengerjakan soal sehingga banyak terjadi kesalahan yang seharusnya bisa dihindari. Sehingga pada desain ini disajikan situasi didaktis memodelkan untuk dapat meningkatkan kemampuan siswa dan memperkuat pemahamannya terkait konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Kemungkinan pertama, jawaban siswa bisa dengan memisalkan kedalam model matematika. Kemungkinan kedua, siswa bisa menggunakan garis bilangan yang telah didapatkan pada situasi didaktis sebelumnya. Kendala yang selalu muncul adalah siswa akan langsung mengerjakan soal tersebut. Namun, dengan cara tersebut siswa kemungkinan besar akan salah. Untuk menghindari itu, pada tahap ini perlu adanya pengarahan dari guru, dengan memberikan instruksi-instruksi sederhana untuk terlebih dahulu menciptakan proses berpikir dalam diri siswa. Sehingga siswa dapat terbiasa melakukan proses berpikir untuk memecahkan setiap persoalan.

33 53 4. Mengembangkan Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat dalam Konteks Koneksi Learning obstacle yang muncul terakhir adalah pemahaman konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dalam konteks koneksi. Ini terkait dengan bagaimana siswa bisa menggunakan konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dipadu dengan konsep lainnya dalam pelajaran matematika. Menurut Bruner (Suherman, 2010) bahwa dalam pembelajaran matematika hendaknya memiliki keterkaitan antara konsep yang satu dengan konsep lainnya, serta manfaat dalam kehidupan nyata sebagai aplikasinya yang disebut sebagai Teorema konektivitas. Kurangnya pengalaman belajar yang diberikan pada siswa terkait konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan materi yang lain yang sudah dipelajari menjadikan konsep yang dimiliki siswa menjadi terpisah-pisah. Padahal konsep-konsep tersebut dapat diintegrasikan untuk memperkuat pemahaman konsep yang dipelajari sehingga konsep tersebut dapat dipahami secara menyeluruh. Dalam desain ini disajikan koneksi antara konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan konsep perkalian yang sudah dikuasai oleh siswa. Namun, siswa harus terlebih dahulu melengkapi informasi yang masih kurang dalam situasi didaktis tersebut. Kemungkinan sulitnya disini, siswa harus membaca berulang kali agar lebih memahami soal tersebut lalu menyelesaikannya. Siswa disarankan untuk tidak tergesa-gera dalam

34 54 menjawab soal. Guru berperan mengarahkan siswa untuk memahami soal secara utuh. D. Implementasi Desain Didaktis Awal Setelah menyusun desain didaktis awal, langkah berikutnya adalah mengimplementasikan desain didaktis awal ini dilakukan ke kelas 7 atau 1 SMP dengan waktu 2 x 45 menit. Dari implementasi itu, didapat beberapa hal sebagai berikut: 1. Pengembangan Pemahaman Konsep Definisi Bilangan Bulat Pada bagian awal ini, respon sebagian siswa sudah sesuai dengan yang diprediksikan tetapi ada beberapa siswa yang masih menjawab kurang spesifik tentang pengertian bilangan bulat yaitu bilangan positif, negatif dan nol tanpa dsebutkan bahwa bilangan tersebut adalah bilangan bulat. Untuk mengantisipasi ini, guru memberikan contoh atau peragaan di depan kelas dengan lantai berpetak sehingga tercapai pemahaman yang diinginkan. Ada juga prediksi yang tidak muncul sama sekali yaitu mengenai himpunan karena siswa belum mendapatkan materi himpunan sebelumnya. Selanjutnya siswa diminta membedakan dengan contoh yang ada bilangan bulat positif, bilangan bulat negatif, bilangan bulat netral, dan yang bukan bilangan bulat. Sesuai prediksi, kesulitan yang masih dialami siswa yaitu membedakan yang bukan bilangan bulat. Dari contoh atau peragaan yang guru berikan diawal memberikan pemahaman kepada siswa bahwa

35 55 bukan bilangan pecahan sehingga siswa mengerti mana yang termasuk bilangan bulat. Desain pada bagian ini harus direvisi beberapa hal dibagian keterangan pada desain sehingga tidak terjadi kesalahan pemahaman siswa yang tidak diinginkan. 2. Pengembangan Pemahaman Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Selanjutnya pada bagian ini, yaitu siswa diminta berpindah dari berpetak nol ke berpetak yang diinginkan. Hampir seluruhnya sesuai dengan yang diprediksikan. Beberapa siswapun ada yang hanya menuliskan dengan menuliskan langkahnya seperti maju atau mundur. Gurupun memberikan arahan siswa untuk menuliskan juga dalam bentuk operasi bilangannya. Untuk lebih memahami konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, yaitu siswa mengisi titik-titik dengan bilangan bulat pada operasi penjumlahan dan pengurangan yang kemudian siswa juga menggambarkan dalam garis bilangan. Pada awalnya, siswa bingung bagaimana cara menggambarkan dalam garis bilangan sehingga guru memberikan contoh dan peragaan pada lantai berpetak pada bagian awal sebelumnya dan diberi arahan menggambar garis bilangan yang benar. Jawaban siswapun beragam sesuai prediksi tanpa ada kesulitan yang berarti.

36 56 Pada bagian ini, siswa diminta menuliskan minimal 5 cara. Ini bertujuan agar siswa lebih mengeksploitasi dan kreatif dalam menyelesaikan masalah matematika sehingga terjadi proses mental dalam diri siswa. Tujuan lainnya agar siswa tidak menjawab soal dengan ciri prediksi jawaban yang sama sehingga semua konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dapat dieksploitasi siswa lebih mendalam. seperti contoh operasi bilangan bulat negatif dan bilangan bulat negatif, kemungkinan siswa akan jarang menjawabnya dan untuk mengantisipasi itu, siswa diharuskan menjawab minimal 5 cara. Desain pada bagian ini tetap dipertahankan tetapi dirasa perlu direvisi dan diperjelas keterangan pada soal. Diharapkan pada bagian ini terjadi proses mental dalam diri siswa sehingga konsep tersebut benar dipahami oleh siswa. 3. Pengembangkan Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat dalam Konteks Mengostruksi (Memodelkan) Pada bagian ini, siswa masih ada yang belum mengerti sistematika pengerjaan soal ini sehingga guru sedikit memberikan instruksi agar siswa memahami langkah awal apa yang harus dilakukan. Siswa diminta memisalkan pada yang harus dicari untuk kemudian siswa terapkan dalam garis bilangan yang telah dipelajari sebelumnya untuk mencari penyelesaiannya.

37 57 Tidak terjadi banyak kendala pada bagian ini sehingga bagian ini tetap dipertahankan tetapi sesuai prediksi kendala yang muncul dapat diantisipasi dengan diberi arahan oleh guru tentang langkah-langkah pengerjaannya. 4. Pengembangkan Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat dalam Konteks Koneksi Pada bagian ini, siswa bisa mengaitkan antara konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan perkalian yang sudah mereka dapatkan di sekolah dasar sehingga siswa tidak perlu diingatkan tentang konsep tersebut. Dalam desain ini, siswa dituntut untuk mencari terlebih dahulu informasi yang kurang dalam soal sehingga informasi tersebut lengkap yang setelah itu siswa dapat menyelesaikannya. Namun, kebanyakan siswa tidak memahami soal, banyak yang masih langsung mengerjakan tanpa memahami soal terlebih dahulu. Sesuai prediksi, untuk mengantisipasi ini, siswa diberi instruksi agar membaca dan memahami soal lebih dalam serta diberi pancingan mengenai informasi dalam soal. Desain pada bagian ini tetap dipertahankan tetapi kesulitan-kesulitan yang muncul dapat diantisipasi dengan instruksi atau umpan yang berikan oleh guru sehingga kesulitan siswa dapat teratasi.

38 58 E. Revisi Desain Didaktis Revisi terhadap desain didaktis awal perlu dilakukan agar desain semakin mencapai kesempurnaan walaupun semua hal tidak akan pernah sempurna. Revisi ini bertujuan agar learning obstacle yang muncul kemudian dapat diantisipasi. Untuk itu, perlu diimplementasikan dalam pembelajaran di kelas yang bersangkutan. Desain didaktis revisi ini disusun dari desain awal yang telah direvisi berdasarkan implementasi dikelas dan respon siswa terhadap desain dedaktis awal. Sajian soal secara keseluruhan tidak banyak direvisi tetapi hanya redaksi pada soal agar siswa lebih memahami informasi yang terdapat pada soal. Beberapa revisi terkait keterangan pada soal agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan yaitu kesalahan konsep dan juga contoh cara pengerjaan pada soal seperti menggambarkan operasi bilangan-bilangan pada garis bilangan agar siswa mengerti secara konkret terlebih dahulu. Beberapa prediksi jawaban siswapun ada yang tidak muncul sehingga perlu direvisi setelah dilakukan implementasi di kelas. Hasil revisi dari desain didaktis awal ini terlampirkan pada bagian lampiran.

39 59 Tabel 4.9. Tabel Revisi Desain Didaktis Awal Situasi Didaktis Awal Temuan Masalah Didaktis Revisi Perhatikan petunjuk dan Terkait beberapa jawaban Revisi terkait dengan gambar dibawah ini! Andi berdiri di atas lantai berpetak. Ia memilih satu garis lurus yang menghubungkan petakpetak siswa, sebagian besar ada yang sesuai dengan prediksi, prediksi jawaban siswa dan keterangan pada soal lantai tersebut. Ia berdiri di satu titik dan ia namun ada pula yang diluar sehingga tidak terjadi namakan titik nol (0). prediksi dan prediksi yang kesalahan pemahaman Garis pada petak di depannya ia beri angka 1, 2, 3, 4,... Perhatikan bahwa posisi 2 langkah ke depan dan titik nol (0) dinyatakan dengan +2. Demikian pula posisi 4 langkah ke depan dinyatakan dengan +4. Oleh karena itu, posisi 2 langkah ke belakang dan titik nol (0) dinyatakan dengan -2. Adapun posisi 4 langkah ke belakang dan titik nol (0) dinyatakan dengan -4. Pasangan-pasangan bilangan seperti di atas jika dikumpulkan akan membentuk bilangan bulat. Jadi, apakah bilangan bulat itu? Perhatikan 10 bilangan yang berbeda di bawah ini! 3, -5, + 7 3, +6, 0, -12 4, 11, - 9, -1, Kelompokan bilanganbilangan tersebut kedalam 4 bagian! a. Bilangan bulat positif : b. Bilangan bulat negatif: tidak muncul. Seperti salah satunya ada yang menjawab bilangan cacah, bilangan negatif, nol. Ini kurang tepat tetapi perlu diarahkan lagi untuk mencapai pemahaman yang diinginkan. Guru memberikan instruksi sederhana dengan peragaan di atas lantai berpetak. Hampir semua jawaban siswa sesuai prediksi. Kendala yang telah diprediksi mengenai siswa yang masih kesulitan membedakan yang bukan dan jawaban siswa yang tidak diinginkan. Bagian keterangan pada soal perlu ditambah agar siswa tidak menjawab bilangan positif, negatif, dan nol saja, tetapi lebih spesifik yaitu bilangan bulat. Bagian ini tetap dipertahankan tanpa ada revisi.

40 60 c. Bilangan bulat bukan positif dan bukan negatif: d. Bilangan yang bukan bilangan bulat: Dani berdiri di atas lantai berpetak yang dinamakan titik nol (0), seperti pada gambar di bawah ini. (Keterangan: Tambah dilakukan dengan melangkah maju. Kurang dilakukan dengan melangkah mundur. Negatif dilakukan dengan berbalik arah). a. Jika Dani ingin berada di atas petak 6, bagaimana cara Dani untuk mencapainya (sebutkan minimal 5 cara)? b. Jika Dani ingin berada di atas petak -5, bagaimana cara Dani untuk mencapainya (sebutkan minimal 5 cara)? Isilah titik-titik di bawah ini dengan bilangan bulat dalam operasi penjumlahan dan pengurangan beserta hasilnya, kemudian gambarkan dalam garis bilangannya pada kotak di bawah ini. (Keterangan: Tambah dilakukan dengan melangkah maju. Kurang dilakukan dengan melangkah mundur. Negatif dilakukan dengan berbalik arah). Sebutkan masingmasing minimal 5 operasi contoh bilangan bulat dapat diatasi dengan peragaan pada bagian awalnya. Tidak terjadi banyak kendala karena siswa bebas menentukan langkahlangkahnya untuk mencapai lantai berpetak yang diinginkan. Jawaban siswa sudah sesuai dengan prediksi yang telah dibuat sebelumnya. Awalnya sebagian siswa bingung dengan cara atau prosedur pengerjaannya dalam garis bilangannya sehingga harus diberi pengarahan atau contoh. Kendala lainnya adalah Revisi terkait dengan keterangan pada soal agar siswa mengerti maksud dari soal ini, yaitu menuliskan langkahnya dalam operasi bilangan atau dengan garis bilangan. Revisi pada soal yaitu mengenai keterangan pengerjaan seperti tambah dilakukan dengan maju, kurang dengan mundur, bilangan negatif, posisi berbalik arah. Ini

41 61 bilangan yang berbeda. a. (...) + (...) = (...) b. (...) - (...) = (...) bagaimana semua siswa bisa mengeksploitasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat positif, bilangan bulat negatif, dan bilangan bulat diperjelas dan ditekankan dengan contoh agar siswa mengerti dan tidak bingung dengan cara pengerjaanya. Pada soal juga ditambah instruksi nol. Walaupun pada bagian untuk mengoperasikan desain sudah terdapat instruksi agar siswa mengerjakan minimal lima cara, tetapi pada kenyataanya bilangan bulat yang berbeda jenis seperti bilangan positif dan negatif atau negatif dan sebagian siswa hanya mengoperasikan hal yang seragam saja. negatif, semuanya oleh siswa. sehingga tereksploitasi Jono mempunyai utang 5 buah kelereng kepada Joni. Joni mempunyai utang 9 buah kelereng kepada Jini. Jika Jono hanya mempunyai 3 buah kelereng untuk membayarnya kepada Joni. Berapa kurangnya utang kelereng Jono sekarang? Jika Joni awalnya hanya mempunyai 2 kelereng. Berapa kurangnya utang Joni kepada Jini sekarang? Tidak terjadi kendala yang berarti, tetapi siswa harus diberi pengarahannya mengenai langkah pengerjaan soal. Tetap tanpa ada revisi. dipertahankan

42 62 Andi mengikuti ujian matematika yang terdiri dari 50 soal. Jika satu jawaban benar diberi nilai 2, jawaban salah diberi nilai -1, dan yang tidak terjawab diberi nilai 0. Andi hanya bisa menjawab 40 soal dengan 6 soal yang dijawab salah. Jika syarat kelulusan nilainya minimal 60. Apakah andi lulus? Beberapa dari jawaban siswa, ada yang tidak mengisi soal nomor enam. Kemungkinan karena kurangnya waktu dalam mengerjakannya. Tetap tanpa ada revisi. dipertahankan F. Pembahasan Penelitian ini dimulai dengan mencari learning obstacle terkait konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan melakukan uji instrumen ke beberapa jenjang pendidikan dan diperoleh sebagai berikut: Tipe 1: Learning obstacle terkait konteks variasi informasi yang ada pada soal. Tipe 2: Learning Obstacle terkait dengan konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Tipe 3: Learning Obstacle terkait dengan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yang harus dimodelkan terlebih dahulu. Tipe 4: Learning Obstacle terkait koneksi konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan konsep matematis yang lain. Setelah menemukan beberapa learning obstacle dari konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, selanjutnya menyusun desain didaktis awal untuk mengatasi learning obstacle tersebut. Desain didaktis awal ini

43 63 dibuat berdasarkan learning obstacle yang muncul, karakteristik siswa, dan teoriteori relevan yang mendukung untuk mengembangkan desain didaktis awal ini. Teori-teori tersebut adalah teori belajar bermakna Ausubel, teori Bruner yaitu teorema konstruksi, teorema notasi, teorema kontras-variasi, dan teorema konektivitas dalam membelajarkan siswa, teori Dewey, teori tentang struktur kognitif Piaget, teori APOS, dan teori David Tall. Dalam penyusunan desain ini, disusun pula prediksi jawaban siswa dan rencana penanganan terkait prediksi jawaban siswa yang muncul. Selanjutnya melakukan implementasi desain didaktis awal dalam pembelajaran matematika di kelas. Selama implementasi, jawaban siswa ada yang sesuai dengan prediksi yang telah disusun sebelumnya, ada pula prediksi jawaban yang tidak muncul, dan ada juga jawaban siswa yang diluar prediksi. Dari hasil implementasi di kelas, dibuatlah desain didaktis revisi berdasarkan desain didaktis awal menurut prediksi jawaban siswa yang muncul di kelas. Revisi juga dilakukan terkait prediksi jawaban siswa yang muncul untuk antisipasi pembelajaran. Pada bagian awal pembahasan di kelas mengenai konsep definisi bilangan bulat, ada beberapa siswa yang masih menjawab bilangan positif, bilangan negatif, dan nol. Ini kurang tepat sehingga guru harus memberikan pengarahan yang lebih agar siswa mencapai pemahaman yang diinginkan mengenai definisi bilangan bulat. Seperti bahwa lantai berpetak yang injak atau yang dilalui oleh andi adalah lantai utuh, bukan setengah atau sebagian dari lantai

44 64 berpetak tersebut. Dari penjelasan ini, pada soal membedakan contoh dan noncontoh, siswa rata-rata sudah bisa membedakannya. Pada bagian pembahasan mengenai konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, awalnya sebagian siswa bingung dengan cara atau prosedur pengerjaannya dalam garis bilangannya sehingga harus diberi pengarahan atau contoh. Pada situasi didaktis nomor tiga ini tidak terjadi banyak kendala karena siswa bebas menentukan langkah-langkahnya untuk mencapai lantai berpetak yang diinginkan. Pada situasi didaktis nomor empat, kendalanya adalah bagaimana semua siswa bisa mengeksploitasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat positif, bilangan bulat negatif, dan bilangan bulat nol. Walaupun pada bagian desain sudah terdapat instruksi agar siswa mengerjakan minimal lima cara, tetapi pada kenyataanya sebagian siswa hanya mengoperasikan hal yang seragam saja. Kendala ini dapat diantisipasi dengan menginstruksikan siswa agar mengoperasikan jenis bilangan bulat yang berbeda atau revisi pada bagian soal dalam desain didaktisnya. Pada bagian akhir, aplikasi bilangan bulat, tidak terjadi kendala yang berarti, tetapi siswa harus diberi pengarahannya mengenai langkah pengerjaan soal. Beberapa dari jawaban siswa, ada yang tidak mengisi situasi didaktis nomor enam. Kemungkinan karena kurangnya waktu dalam mengerjakannya. Antisipasi kendala ini dapat dilakukan oleh guru dengan mengatur waktu pengerjaan tiap soal sehingga waktu dapat diefisienkan untuk pembelajaran di kelas.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari hasil penelitian ini diantaranya adalah : siswa dan terkait variasi informasi yang ada pada soal.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari hasil penelitian ini diantaranya adalah : siswa dan terkait variasi informasi yang ada pada soal. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Kesimpulan dari hasil penelitian ini diantaranya adalah : 1. Learning obstacle yang ditemukan terkait konsep operasi bentuk aljabar dibagi menjadi 4 tipe, yaitu:

Lebih terperinci

Sumber: Kamus Visual, 2004

Sumber: Kamus Visual, 2004 1 BILANGAN BULAT Pernahkah kalian memerhatikan termometer? Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu suatu zat. Pada pengukuran menggunakan termometer, untuk menyatakan suhu di bawah 0

Lebih terperinci

BILANGAN BULAT. Operasi perkalian juga bersifat tertutup pada bilangan Asli dan bilangan Cacah.

BILANGAN BULAT. Operasi perkalian juga bersifat tertutup pada bilangan Asli dan bilangan Cacah. BILANGAN BULAT 1. Bilangan Asli (Natural Number) Bilangan Asli berkaitan dengan hasil membilang, urutan, ranking. Bilangan Cacah berkaitan dengan banyaknya anggota suatu himpunan. Definisi penjumlahan:

Lebih terperinci

Paket 2 BILANGAN BULAT DAN OPERASINYA

Paket 2 BILANGAN BULAT DAN OPERASINYA Pendahuluan Paket 2 BILANGAN BULAT DAN OPERASINYA Pada Paket 2 ini, topik yang dibahas adalah bilangan bulat dan operasinya. Pembahasan meliputi operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Kemampuan Mengurang Bilangan Bulat. 2010:10), mengartikan bahwa kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Kemampuan Mengurang Bilangan Bulat. 2010:10), mengartikan bahwa kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Kemampuan Mengurang Bilangan Bulat 2.1.1 Pengertian Kemampuan Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... ii. KATA PENGANTAR... iv. UCAPAN TERIMA KASIH... v. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... ii. KATA PENGANTAR... iv. UCAPAN TERIMA KASIH... v. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Intan Cahyaningrum, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Intan Cahyaningrum, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Hudojo (2001, hlm. 45) menyatakan bahwa matematika merupakan pengembang cara berpikir sehingga sangat diperlukan untuk kehidupan sehari-hari maupun untuk menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dhias Mei Artanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dhias Mei Artanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh guru sebagai pendidik dan siswa sebagai

Lebih terperinci

Bilangan Bulat. A. Pengenalan Bilangan Bulat Himpunan bilangan bulat terdiri dari bilangan bulat negatif, bilangan nol, dan bilangan bulat positif.

Bilangan Bulat. A. Pengenalan Bilangan Bulat Himpunan bilangan bulat terdiri dari bilangan bulat negatif, bilangan nol, dan bilangan bulat positif. Bilangan Bulat A. Pengenalan Bilangan Bulat Himpunan bilangan bulat terdiri dari bilangan bulat negatif, bilangan nol, dan bilangan bulat positif. mundur maju -5-4 -3-2 -1 0 1 2 3 4 5 negatif positif Bilangan

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN BULAT

SISTEM BILANGAN BULAT SISTEM BILANGAN BULAT A. Bilangan bulat Pengertian Bilangan bulat adalah bilangan yang tidak mempunyai pecahan desimal, misalnya 8, 21, 8765, -34, 0. Berlawanan dengan bilangan bulat adalah bilangan riil

Lebih terperinci

BILANGAN. Kita bisa menggunakan garis bilangan di bawah ini untuk memaknai penjumlahan 3 ditambah 4.

BILANGAN. Kita bisa menggunakan garis bilangan di bawah ini untuk memaknai penjumlahan 3 ditambah 4. BILANGAN A. BILANGAN BULAT Himpunan bilangan bulat adalah himpunan bilangan yang terdiri dari himpunan bilangan positif (bilangan asli), bilangan nol, dan bilangan bulat negatif. Himpunan bilangan bulat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya sadar yang dilakukan agar peserta didik atau siswa dapat mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013, guru harus mampu menciptakan strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salahsatu mata pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar sampai pendidikan tinggi. Pada jenjang

Lebih terperinci

Bab 1. Bilangan Bulat. Standar Kompetensi. 1. Memahami sifat-sifat operasi hitung bilangan dan pengunaannya dalam pemecahan masalah.

Bab 1. Bilangan Bulat. Standar Kompetensi. 1. Memahami sifat-sifat operasi hitung bilangan dan pengunaannya dalam pemecahan masalah. Bab 1 Bilangan Bulat Standar Kompetensi 1. Memahami sifat-sifat operasi hitung bilangan dan pengunaannya dalam pemecahan masalah. Kompetensi Dasar 1.1. Melakukan operasi hitung bilangan pecahan. 1.2. Menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mencapai tujuan-tujuan dalam penelitian, maka kita harus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mencapai tujuan-tujuan dalam penelitian, maka kita harus BAB III METODOLOGI PENELITIAN Untuk mencapai tujuan-tujuan dalam penelitian, maka kita harus mendukung para siswa dalam belajar dengan mengembangkan aktivitas belajar dan pembelajaran dalam kerangka teori

Lebih terperinci

P 45 DESAIN DIDAKTIS PENGENALAN KONSEP PECAHAN SEDERHANA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR

P 45 DESAIN DIDAKTIS PENGENALAN KONSEP PECAHAN SEDERHANA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR P 45 DESAIN DIDAKTIS PENGENALAN KONSEP PECAHAN SEDERHANA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR Yusuf Suryana 1, Oyon Haki Pranata 2, Ika Fitri Apriani 3 1,2,3 PGSD UPI Kampus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang berkaitan dengan aljabar banyak ditemukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang berkaitan dengan aljabar banyak ditemukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang berkaitan dengan aljabar banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain permasalahan yang berhubungan dengan perhitungan luas tanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran matematika sering kali ditafsirkan sebagai kegiatan yang dilaksanakan oleh guru, dengan mengenalkan subjek, memberi satu dua contoh, lalu menanyakan satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah et.al open ended

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah et.al open ended 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran matematika, menurut Holmes (1995:35) terdapat dua kelompok masalah yaitu masalah rutin dan masalah non-rutin. Masalah rutin dapat dipecahkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii v ix x xii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci

DESAIN DIDAKTIS KONSEP BARISAN DAN DERET ARITMETIKA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH ATAS

DESAIN DIDAKTIS KONSEP BARISAN DAN DERET ARITMETIKA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH ATAS DESAIN DIDAKTIS KONSEP BARISAN DAN DERET ARITMETIKA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH ATAS Tri Aprianti Fauzia Dadang Juandi Tia Purniati Departemen Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

DESAIN DIDAKTIS KONSEP VOLUME LIMAS PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP BERDASARKAN LEARNING TRAJECTORY

DESAIN DIDAKTIS KONSEP VOLUME LIMAS PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP BERDASARKAN LEARNING TRAJECTORY DESAIN DIDAKTIS KONSEP VOLUME LIMAS PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP BERDASARKAN LEARNING TRAJECTORY Siti Sarah Didi Suryadi Siti Fatimah Departemen Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Matematika merupakan disiplin ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern yang mempunyai peranan penting dalam memajukan daya pikir manusia. Pesatnya

Lebih terperinci

MATEMATIKA KONSEP DAN APLIKASINYA Untuk SMP/MTs Kelas VII

MATEMATIKA KONSEP DAN APLIKASINYA Untuk SMP/MTs Kelas VII MATEMATIKA KONSEP DAN APLIKASINYA Untuk SMP/MTs Kelas VII Pengetik : Siti Nuraeni (110070009) Dewi Komalasari (110070279) Nurhasanah (110070074) Editor : Dewi Komalasari Abdul Rochmat (110070117) Tim Kreatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam kehidupan dan kehadirannya sangat terkait erat dengan dunia pendidikan adalah Matematika.

Lebih terperinci

DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH LAYANG-LAYANG PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SEKOLAH DASAR

DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH LAYANG-LAYANG PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SEKOLAH DASAR DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH LAYANG-LAYANG PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SEKOLAH DASAR Aji Setiaji Hj. Epon Nur aeni L Rosarina Giyartini UPI Kampus Tasikmalaya Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi

Lebih terperinci

BILANGAN CACAH. b. Langkah 1: Jumlahkan angka satuan (4 + 1 = 5). tulis 5. Langkah 2: Jumlahkan angka puluhan (3 + 5 = 8), tulis 8.

BILANGAN CACAH. b. Langkah 1: Jumlahkan angka satuan (4 + 1 = 5). tulis 5. Langkah 2: Jumlahkan angka puluhan (3 + 5 = 8), tulis 8. BILANGAN CACAH a. Pengertian Bilangan Cacah Bilangan cacah terdiri dari semua bilangan asli (bilangan bulat positif) dan unsur (elemen) nol yang diberi lambang 0, yaitu 0, 1, 2, 3, Bilangan cacah disajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tri Aprianti Fauzia, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tri Aprianti Fauzia, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan salah satu ilmu yang paling mendasar dalam kehidupan manusia. Banyak filsuf yang tertarik untuk mempelajari matematika, bahkan sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Miftahul Hidayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Miftahul Hidayah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembelajaran matematika di sekolah masih memperlihatkan bahwa guru sebagai learning center, dimana guru menjadi pusat dalam kegiatan belajar mengajar. Harsono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pecahan merupakan materi dasar dalam matematika, oleh karena itu sangat penting bagi semua siswa untuk dapat menguasai materi tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari pecahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dwi Wahyuni, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dwi Wahyuni, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Geometri merupakan salah satu cabang dari matematika yang memuat konsep mengenai titik, garis, bidang, dan benda-benda ruang beserta sifat-sifatnya, ukuran-ukurannya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemecahan masalah matematis merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki siswa. Pengembangan kemampuan ini menjadi fokus penting dalam pembelajaran matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

PRAKATA. Cirebon, Oktober Penyusu

PRAKATA. Cirebon, Oktober Penyusu PRAKATA Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat, rahmat,dan karunia Nya, penyusun buku Matematika untuk SMA dan MA kelas XI dapat di selesaikan. Buku ini di susun sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. butuhkan dan berguna dalam kehidupan sehari-hari baik dalam sains, teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. butuhkan dan berguna dalam kehidupan sehari-hari baik dalam sains, teknologi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.. Matematika merupakan pelajaran yang di ajarkan disekolah dari tingkat SD sampai SMA, bahkan di perguruan tinggi. Hal ini disebabkan matematika sangat di butuhkan

Lebih terperinci

\MODEL DESAIN DIDAKTIS PENGURANGAN PECAHAN BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR

\MODEL DESAIN DIDAKTIS PENGURANGAN PECAHAN BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR \MODEL DESAIN DIDAKTIS PENGURANGAN PECAHAN BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR Epon Nur aeni L dan Dindin Abdul Muiz Lidinillah PGSD UPI Kampus Tasikmalaya E-mail: eponalamsyah@yahoo.com,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Nora Madonna, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Nora Madonna, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses dan cara bagi seseorang untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Di Indonesia, pendidikan dapat diperoleh salah satunya melalui cara formal

Lebih terperinci

Mengenal Bilangan Bulat

Mengenal Bilangan Bulat Mengenal Bilangan Bulat Kita sudah mempelajari bilangan-bilangan yang dimulai dari nol sampai tak terhingga. Selama ini yang kita pelajari 0 (nol) adalah bilangan terkecil. Tetapi tahukah kamu bahwa ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika dalam dunia pendidikan merupakan salah satu mata pelajaran terpenting. Dari jenjang pendidikan formal yang terendah hingga yang tertinggi pelajaran

Lebih terperinci

2015 DESAIN DIDAKTIS PERSAMAAN KUADRAT UNTUK SISWA SMP KELAS VIII

2015 DESAIN DIDAKTIS PERSAMAAN KUADRAT UNTUK SISWA SMP KELAS VIII BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Angka 1 yang menyatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 203 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap data penelitian, diperoleh beberapa temuan pokok hasil penelitian sebagai berikut. 1. Learning obstacles

Lebih terperinci

BAHAN AJAR MATEMATIKA KELAS 5 SEMESTER I

BAHAN AJAR MATEMATIKA KELAS 5 SEMESTER I BAHAN AJAR MATEMATIKA KELAS 5 SEMESTER I Oleh: Sri Subiyanti NIP 19910330 201402 2 001 DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN PATI KECAMATAN JAKEN SEKOLAH DASAR NEGERI MOJOLUHUR 2015 I. Tinjauan Umum A. Standar Kompetensi

Lebih terperinci

Melakukan Operasi Hitung Bilangan Bulat dalam Pemecahan Masalah

Melakukan Operasi Hitung Bilangan Bulat dalam Pemecahan Masalah Bab 1 Melakukan Operasi Hitung Bilangan Bulat dalam Pemecahan Masalah Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari bab ini, diharapkan siswa dapat: 1. menguasai sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat,. menjumlahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tia Agnesa, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tia Agnesa, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengelola pembelajaran di kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak (30-40 siswa) bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Sampai saat ini, pembelajaran

Lebih terperinci

A. Standar Kompetensi 4. Memahami dan menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan dalam pemecahan masalah.

A. Standar Kompetensi 4. Memahami dan menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan dalam pemecahan masalah. Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Sekolah : SD Negeri Klero 02 Mata Pelajaran : Matematika Kelas/Semester : IV/ 2 Pertemuan Ke : 1-2 Alokasi Waktu :

Lebih terperinci

Mengenal Bilangan Bulat

Mengenal Bilangan Bulat Mengenal Bilangan Bulat Kita sudah mempelajari bilangan-bilangan yang dimulai dari nol sampai tak terhingga. Selama ini yang kita pelajari 0 (nol) adalah bilangan terkecil. Tetapi tahukah kamu bahwa ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan informasi yang cepat berubah saat ini membutuhkan manusia yang siap dan tanggap. Salah satu cara untuk menghasilkan manusia yang dimaksud

Lebih terperinci

134 Ayo Belajar Matematika Kelas IV

134 Ayo Belajar Matematika Kelas IV Bilangan Bulat 133 134 Ayo Belajar Matematika Kelas IV Bab 5 Bilangan Bulat Mari menggunakan konsep keliling dan luas bangun datar sederhana dalam pemecahan masalah. Bilangan Bulat 135 136 Ayo Belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matermatika yang dilakukan di Indonesia kira-kira seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matermatika yang dilakukan di Indonesia kira-kira seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelajaran matermatika yang dilakukan di Indonesia kira-kira seperti yang diungkapkan oleh De Lange (dalam Turmudi,2010) bahwa pembelajaran matematika seringkali ditafsirkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. diperkenalkan lagi hal baru yaitu bilangan yang digunakan untuk menyatakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. diperkenalkan lagi hal baru yaitu bilangan yang digunakan untuk menyatakan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakekat Pengurangan Bilangan Pecahan 2.1.1 Pengertian Pecahan Menurut Sugiarto, (2006:36), pecahan adalah suatu bilangan cacah yang digunakan untuk menyatakan banyaknya anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia karena merupakan kebutuhan manusia sepanjang hidupnya. Pendidikan menjadi sarana untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Benyamin S. Bloom (dalam Siti, 2008 : 9) siswa dikatakan memahami

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Benyamin S. Bloom (dalam Siti, 2008 : 9) siswa dikatakan memahami 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pemahaman Konsep Menurut Benyamin S. Bloom (dalam Siti, 2008 : 9) siswa dikatakan memahami sesuatu apabila siswa tersebut mengerti tentang sesuatu itu tetapi tahap mengertinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Putri Dewi Wulandari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Putri Dewi Wulandari, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika adalah disiplin ilmu yang kaya konsep dan sangat mengutamakan keteraturan dan koneksitas. Konsep-konsep dalam matematika tidak terputusputus dan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 171 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian kualitatif tidak bersifat general, temuan temuan yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan berupa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pengembangan LKS berbasis masalah yang berorientasi pada kemampuan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pengembangan LKS berbasis masalah yang berorientasi pada kemampuan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pengembangan LKS berbasis masalah yang berorientasi pada kemampuan penalaran matematis siswa SMP kelas VII pada materi himpunan dilakukan dengan

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 06 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD BAB I BILANGAN Dra.Hj.Rosdiah Salam, M.Pd. Dra. Nurfaizah, M.Hum. Drs. Latri S, S.Pd., M.Pd. Prof.Dr.H. Pattabundu, M.Ed. Widya

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 BALONGAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 BALONGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI BALONGAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Kode. Dok PBM.0 Edisi/Revisi A/0 Tanggal 7 Juli 207 Halaman dari RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Lebih terperinci

TABEL ANALISIS HASIL IMPLEMENTASI DESAIN DIDAKTIS AWAL

TABEL ANALISIS HASIL IMPLEMENTASI DESAIN DIDAKTIS AWAL Lampiran B.2 TABEL ANALISIS HASIL IMPLEMENTASI DESAIN DIDAKTIS AWAL No Situasi Didaktis Prediksi Respon Siswa Respon yang Muncul Analisis 1 Siswa diberikan persoalan 1. Gambar 1 : 1. Siswa kebingungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN Pada BAB IV ini, peneliti akan mendeskripsikan dan menganalisis data tentang kemampuan berpikir matematis siswa berdasarkan Shafer dan Foster dalam memecahkan masalah aljabar ditinjau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan diberbagai jenis jenjang pendidikan, dimulai dari jenjang pendidikan dasar hingga jenjang perguruan tinggi.

Lebih terperinci

Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional

Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional Dilindungi Undang-undang Hak Cipta Buku ini dibeli oleh Departemen Pendidikan Nasional dari Penerbit CV. Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan Desain Didaktis Luas Daerah Lingkaran Pada Pembelajaran Matematika SMP

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan Desain Didaktis Luas Daerah Lingkaran Pada Pembelajaran Matematika SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengalaman belajar yang diperoleh siswa di kelas merupakan hasil dari serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh guru dan siswa. Kegiatan yang dilakukan guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wadah kegiatan yang dapat dipandang sebagai pencetak Sumber Daya Manusia

BAB I PENDAHULUAN. wadah kegiatan yang dapat dipandang sebagai pencetak Sumber Daya Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bertanah air. Pendidikan merupakan wadah kegiatan yang

Lebih terperinci

P 32 MODEL DISAIN DIDAKTIS PEMBAGIAN PECAHAN BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

P 32 MODEL DISAIN DIDAKTIS PEMBAGIAN PECAHAN BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR P 32 MODEL DISAIN DIDAKTIS PEMBAGIAN PECAHAN BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR Epon Nur aeni 1, Dindin Abdul Muiz Lidinillah 2, Ayi Sakinatussa adah 3 1,2,3 PGSD

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD Kegiatan Belajar 3 PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD A. Pengantar Seorang guru SD atau calon guru SD perlu mengetahui beberapa karakteristik pembelajaran matematika di SD. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,

Lebih terperinci

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang dewasa ini telah berkembang cukup pesat, baik secara teori maupun praktik. Oleh sebab itu maka konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang signifikan. Beberapa penerapan pola peningkatan kualitas pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang signifikan. Beberapa penerapan pola peningkatan kualitas pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah agen untuk menciptakan generasi yang berkarakter, intelektual, dan berdedikasi tinggi. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu pembelajaran terdapat dua aktivitas inti yaitu belajar dan mengajar. Menurut Hermawan, dkk. (2007: 22), Belajar merupakan proses perubahan perilaku

Lebih terperinci

Belajar Pengukuran Sudut Sambil Bermain Jam Analog. Novita Sari

Belajar Pengukuran Sudut Sambil Bermain Jam Analog. Novita Sari Belajar Pengukuran Sudut Sambil Bermain Jam Analog Novita Sari e-mail : novita_sari14@ymail.com A. PENDAHULUAN Belajar matematika merupakan hal yang menyulitkan bagi sebagian siswa. Pernyataan ini tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu

Lebih terperinci

MAKALAH PENDIDIKAN MATEMATIKA SD 1 PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PECAHAN. Dosen Pengampu : Dra. Siti Kamsiyati, M.Pd.

MAKALAH PENDIDIKAN MATEMATIKA SD 1 PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PECAHAN. Dosen Pengampu : Dra. Siti Kamsiyati, M.Pd. MAKALAH PENDIDIKAN MATEMATIKA SD 1 PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PECAHAN Dosen Pengampu : Dra. Siti Kamsiyati, M.Pd. Disusun oleh Kelompok 8/3C 1. Rahma Natatama K7116152 2. Rinda Suci Amalia K7116167 3.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional dilaksanakan melalui tiga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional dilaksanakan melalui tiga jalur yaitu jalur formal, non formal dan informal (Depdiknas, 2003). Salah satu pelajaran

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN BILANGAN

MODUL PEMBELAJARAN BILANGAN MODUL PEMBELAJARAN BILANGAN Oleh: Drs. I Ketut Suastika, M.Si Dyah Tri Wahyuningtyas, S.Si. M.Pd UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG 1 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan model pengembangan ADDIE yaitu tahap analysis (analisis),

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan model pengembangan ADDIE yaitu tahap analysis (analisis), BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan model pengembangan ADDIE yaitu tahap analysis (analisis), design (perancangan), development (pengembangan), implementation (implementasi),

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Ajar Diknas 2004 (Prastowo, 2012 : 203), lembar kegiatan siswa (student

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Ajar Diknas 2004 (Prastowo, 2012 : 203), lembar kegiatan siswa (student 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Lembar Kerja Siswa (LKS) a. Pengertian LKS Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu bentuk bahan ajar cetak (printed). Menurut Pedoman Umum Pengembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. pesan merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat

BAB II KAJIAN TEORETIS. pesan merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Alat Peraga a. Pengertian Alat Peraga Alat peraga adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyatakan pesan merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan

Lebih terperinci

2015 D ESAIN D IDAKTIS UNTUK MENGEMBANGKAN KOMPETENSI SISWA TERHAD AP KONSEP SUD UT PAD A BANGUN RUANG BERD ASARKAN LEARNING TRAJECTORY

2015 D ESAIN D IDAKTIS UNTUK MENGEMBANGKAN KOMPETENSI SISWA TERHAD AP KONSEP SUD UT PAD A BANGUN RUANG BERD ASARKAN LEARNING TRAJECTORY BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mencakup segala aspek dalam kehidupan manusia yang berpengaruh juga terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Begitupun sebaliknya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan ini berisi gambaran pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, mengapa masalah ini diangkat menjadi bahasan penelitian, rumusan

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dini Asri Kusnia Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Dini Asri Kusnia Dewi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat sangat membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa. Salah satu upaya

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN REAL

SISTEM BILANGAN REAL SISTEM BILANGAN REAL Materi : 1.1 Pendahuluan Sistem Bilangan Real adalah himpunan bilangan real yang disertai dengan operasi penjumlahan dan perkalian sehingga memenuhi aksioma tertentu, ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat pada jenjang pendidikan formal dari mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Bahkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk menggali dan menimba pengetahuan lebih lanjut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk menggali dan menimba pengetahuan lebih lanjut. Melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecakapan berpikir merupakan landasan pokok yang harus dimiliki siswa untuk menggali dan menimba pengetahuan lebih lanjut. Melalui kegiatan pendidikan di Sekolah Dasar

Lebih terperinci

matematika WAJIB Kelas X PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL K-13 A. PENDAHULUAN

matematika WAJIB Kelas X PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL K-13 A. PENDAHULUAN K-1 Kelas X matematika WAJIB PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi pertidaksamaan linear

Lebih terperinci

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Matematika merupakan salah satu dari mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh siswa sekolah dasar. Mata Pelajaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif berupa Penelitian Disain Didaktis (Didactical Design Research). Menurut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian tersebut akan diuraikan sebagai berikut. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A.1 Hasil Uji Validitas Validitas LKS ini dilakukan pada tiga bagian, yakni validitas materi, validitas konstruksi dan validitas bahasa. Adapun hasil validasi

Lebih terperinci

KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN

KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN KEVIN MANDIRA LIMANTA 1. Konstruksi Aljabar 1.1. Bilangan Natural. Himpunan bilangan paling primitif adalah bilangan natural N, yang dicacah dengan aturan sebagai berikut: (1)

Lebih terperinci

A. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD

A. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD 8 BAB II KAJIAN TEORI A. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD 1. Hakikat Pembelajaran Matematika di SD Belajar matematika merupakan konsep-konsep dan struktur abstrak yang terdapat dalam matematika serta mencari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Subjek Penelitian Dalam penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian adalah siswa pada jenjang SMA kelas XI di sekolah yang sama pada saat melakukan penelitian awal,

Lebih terperinci

Operasi hitung bilangan bulat

Operasi hitung bilangan bulat RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Sekolah : SDN SEDURI II Mata Pelajaran : Matematika Kelas/Semester : V/ I Pertemuan Ke : - Alokasi Waktu : x 3 Menit A. Standar Kompetensi :. Melakukan Operasi

Lebih terperinci

2015 DESAIN DIDAKTIS UNTUK MENGATASI LEARNING OBSTACLE TOPIK PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL

2015 DESAIN DIDAKTIS UNTUK MENGATASI LEARNING OBSTACLE TOPIK PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belajar matematika harus bermakna. Sebagaimana yang dikatakan oleh Piaget (dalam Kieran, 1979) setiap pengetahuan baru yang akan dipelajari harus ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang ada pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Matematika memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Bartle dan Sherbert, 1999:9). Misalnya diberikan fungsi f dan g dari R ke R,

BAB I PENDAHULUAN. (Bartle dan Sherbert, 1999:9). Misalnya diberikan fungsi f dan g dari R ke R, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menentukan komposisi dua fungsi merupakan salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh siswa SMA kelas XI. Pada dasarnya komposisi fungsi dapat dianalogikan

Lebih terperinci

MATEMATIKA DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR

MATEMATIKA DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR MATEMATIKA DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR Tatang Herman Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia Sejak puluhan tahun yang lalu perubahan secara substansial baik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdiri dari lima tahap yaitu Analysis (Analisis), Design (Perancangan),

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdiri dari lima tahap yaitu Analysis (Analisis), Design (Perancangan), BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pengembangan perangkat pembelajaran matematika materi Bangun Ruang Sisi Lengkung dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia telah

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN PENDEKATAN COLLABORATIVE PROBLEM SOLVING DALAMPEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUANKONEKSI MATEMATIS SISWA SMP

2014 PENERAPAN PENDEKATAN COLLABORATIVE PROBLEM SOLVING DALAMPEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUANKONEKSI MATEMATIS SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu ilmu pengetahuan eksakta sangat berperan penting dalam kehidupan umat manusia, matematika juga digunakan dalam berbagai bidang

Lebih terperinci

2015 DESAIN DIDAKTIS KONSEP ASAS BLACK DAN PERPINDAHAN KALOR BERDASARKAN HAMBATAN BELAJAR SISWA PADA TINGKAT SEKOLAH MENENGAH ATAS KELAS X

2015 DESAIN DIDAKTIS KONSEP ASAS BLACK DAN PERPINDAHAN KALOR BERDASARKAN HAMBATAN BELAJAR SISWA PADA TINGKAT SEKOLAH MENENGAH ATAS KELAS X BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Era globalisasi merupakan era dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang sangat pesat, dampak dari pesatnya perkembangan IPTEK tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi sekarang ini, semua hal dapat berubah dengan cepat dan oleh karena itu setiap manusia dituntut untuk mengembangkan seluruh potensi yang

Lebih terperinci