III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Perkembangan suatu wilayah selain ditentukan oleh wilayah itu sendiri uga dipengaruhi oleh perkembangan wilayah lain di sekitarnya. Salah satu indikator maunya suatu wilayah adalah peningkatan umlah penduduk. Peningkatan umlah penduduk akan menyebabkan peningkatan aliran barang dan mobilisasi. Permintaan atas barang tersebut mendorong timbulnya aliran baik yang berasal dari dalam wilayah itu sendiri maupun dari luar wilayah. Sub sektor memiliki berbagai yang menadi konsumsi pangan masyarakat. Bentuk yang khas berupa makhluk hidup menyebabkan dalam produksi dan ya membutuhkan sarana dan prasarana pendukung agar produksi dan produktivitasnya tinggi. Pemasaran antar wilayah hingga saat ini belum banyak diamati khususnya pergerakan ternak antar wilayah. Adanya kecenderungan konsumsi hasil ternak yang terus meningkat, mendorong teradinya aliran. Akibat permintaan yang tinggi, aliran ternak terkadang tidak efiesien sehingga harga yang diterima konsumen menadi lebih tinggi. Tingginya permintaan mendorong setiap wilayah untuk bersaing dalam menghasilkan tersebut. Prilaku ini menyebabkan pemanfaatan sumberdaya yang tidak rasional karena tidak lagi melihat potensi yang ada. Beberapa parameter sub sektor yang dapat digunakan untuk mengembangkan adalah potensi lahan, kondisi masyarakat, kondisi alam, dan infrastruktur pendukung. Dengan diketahuinya potensi wilayah maka dapat dirumuskan strategi pembangunan sub sektor di wilayah tersebut. Tahapan atau alur kerangka berfikir yang digunakan dalam penelitian ini disaikan dalam bentuk diagram pada Gambar 1.
Produksi Komoditas Kabupaten/Kota Potensi Wilayah Minus Impor Ternak (Dari Luar Provinsi) Surplus Wilayah Pemasaran Wilayah Produksi TataNiaga Pemasaran Aliran Pemasaran Infrastruktur Strategi Pembangunan Provinsi Riau Infrastruktur Hirarki Wilayah Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Riau yang meliputi 2 kota dan 9 kabupaten. Waktu pengumpulan data penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2009 dan dilanutkan dengan pengolahan data. 3.3 Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara : a. Studi data sekunder Data sekunder terdiri dari data tabulasi yang diperoleh dari berbagai instansi terkait seperti BPS, Dinas dan Kesehatan Hewan, Bappeda Provinsi Riau dan peta tematik berupa peta administrasi, peta tutupan lahan,
peta aringan alan Provinsi Riau yang kesemuanya diperoleh dari Bappeda Provinsi Riau. b. Wawancara Wawancara dilakukan kepada pedagang pelaku. Pemilihan responden dilakukan dengan metode purposive sampling, sedangkan umlah responden hasil wawancara didapatkan sebanyak 47 responden. Selanutnya secara rinci mengenai aspek, tuuan, analisis, parameter, data, sumber dan cara pengumpulan data serta output penelitian disaikan pada Tabel 3. Tabel 3 Aspek, tuuan, analisis, parameter, data, sumber dan cara pengumpulan data dan output penelitian Aspek Tuuan Analisis Parameter Data Daya dukung lahan Interregional Karakteristik Infrastruktur Perencana an pembangunan Mengetahui Potensi Komoditas Mengkai aliran antar wilayah Menganalisis tata niaga Menentukan arah pengembangan Menyusun strategi pembangunan Provinsi Riau Analisis Daya Dukung Analisis Gravitasi dan Entropy Berkenda la Ganda Analisis Tata Niaga Analisa skalogra m Sintesis analilis Luas lahan sumber pakan ternak Jumlah keluar dan masuk antar wilayah Harga, Margin dan kelembagaan Jenis dan umlah infrastruktur Luas lahan HMT, Luas Tanaman pangan sumber pakan Jumlah keluar masuk di setiap wilayah Harga beli, harga ual serta biaya-biaya masing pelaku tata niaga Infrastruktur, pelayanan, Sumber dan Cara Pengumpulan Dinas, BPS dan Bappeda Provinsi Riau Data Skunder di Dinas / membidangi fungsi di kab/kota se Provinsi Riau Dinas, wawancara dengan pedagang Data Skunder di Dinas / membidangi fungsi di kab/kota se Provinsi Riau - - Hasil analisis sebelumnya Output Potensi pengembangan Keterkaitan antar wilayah dalam produksi dan Efisiensi Hirarki kab/kota pusat pelayanan di Prov. Riau Strategi pembangun an Untuk memudahkan dalam merumuskan kerangka pemikiran maka dibuat alur kera penelitian seperti pada Gambar 2.
Provinsi Riau Komoditas Infrastruktur Riau Analisis Daya Dukung Aliran Pemasaran Komoditas antar Wilayah (Kabupaten/Kota) Model Gravitasi dan Entropy Analisis Tata Niaga : - Efisiensi dan Margin - Lembaga Pemasaran - Harga Skalogram Hirarki Kab/Kota Berdasarkan Fasilitas Analisis Spasial Wilayah Pemasaran dan Produksi RTRW Provinsi Riau Strategi Pembangunan di Provinsi Riau Gambar 2 Skema alur kera penelitian 3.4 Analisis Data 3.4.1 Analisis Daya Daya Dukung Wilayah Analisis daya dukung wilayah dilakukan dengan melihat kapasitas tampung dari wilayah, yang didasarkan kepada ketersediaan hauan makanan ternak. Ketersediaan hauan pada status wilayah dihitung berdasarkan luasan lahan untuk berbagai macam penggunaan. Kapasitas tampung ternak sapi potong dan kerbau ditentukan dengan menggunakan rumus (Setyono 1995) : PMSL = a LG + b PR + c R dimana
PMSL = Populasi maksimum yang dapat ditampung oleh suatu wilayah (dalam bentuk satuan ternak) berdasarkan sumberdaya lahan LG = Luas lahan garapan tanaman pangan (Ha) a = Nilai koefisien yang menunukkan umlah maksimum ternak yang dapat dipelihara pada luasan satu Ha lahan tanaman pangan selama satu tahun dilihat berdasarkan ketersediaan limbah tanaman yang dihasilkan. Dalam hal ini digunakan angka rata-rata sebesar 1,36 ST/Ha PR = Luas padang rumput baik padang rumput alam maupun padang rumput alang-alang (Ha) b = Nilai koefisien yang menunukkan umlah maksimum ternak yang dapat dipelihara pada luasan satu Ha lahan padang rumput selama satu tahun dilihat berdasarkan perkiraan hasil hauan makanan ternak yang dihasilkan. Dalam hal ini digunakan angka rata-rata sebesar 4,0 ST/Ha R = Luas rawa baik air tawar maupum rawa pasang surut c = Nilai koefisien yang menunukkan umlah maksimum ternak yang dapat dipelihara pada luasan satu Ha rawa satu tahun. c = 2,0 ST/Ha, untuk rawa air tawar c = 1,2 ST/Ha, untuk rawa pasang surut. Potensi pengembangan ayam ras pedaging dan ayam buras dihitung dengan formula yang dilakukan Ilham (2001) yaitu : P t = (JPT t x KPPH) - (JPT t x KAKT t ) dimana : Pt = Potensi pada tahun t (ton) JPTt = Jumlah penduduk pertengahan tahun pada tahun t KPPH = Tingkat konsumsi menurut Pola Pangan Harapan (kg/kapita/tahun) KAKTt = Tingkat konsumsi aktual pada tahun t (kg/kapita/tahun) Hasil perhitungan dengan formula di atas di konversi ke dalam satuan ekor dengan faktor pengali : Ayam ras pedaging : 1,00 Ayam buras : 0,90
3.4.2 Analisis Interaksi Wilayah Komoditas Aliran antar wilayah merupakan bentuk hubungan dan interaksi antar wilayah. Analisis daya dorong dan daya tarik aliran dalam wilayah menggunakan Model Gravitasi. Secara klasik, konsep gravitasi interaksi manusia mendalilkan bahwa kekuatan yang membuahkan interaksi di antara dua wilayah dari aktivitas manusia diciptakan oleh massa populasi kedua wilayah, dan arak kedua wilayah. Hipotesis didasarkan pada alasan bahwa: Untuk memproduksi interaksi, individu-individu harus berkomunikasi, secara langsung atau tidak langsung dengan yang lainnya. Individu, sebagai unit dari grup yang besar, mungkin dipertimbangkan untuk membentuk pengaruh interaksi yang sama dengan individu lainnya. Frekuensi interaksi yang dibentuk oleh individu dalam lokasi tertentu berbanding terbalik secara proporsional dengan kesulitan pencapaian, atau komunikasi dalam lokasi tersebut. Model Gravitasi, menurut Rustiadi et al. (2008) dalam interaksi antar dua wilayah i dan dimodelkan sebagai fungsi dari massa kedua wilayah m i dan m, serta arak antar kedua wilayah d, sebagai berikut : T dimana: T m i m r = k m α i r m c β : Interaksi spasial i dan (peralanan, arus barang/orang, dll), : Massa wilayah asal i ( ), push factor : Massa wilayah tuuan ( ), pull factor : Jarak antar wilayah i dan (arak alan, waktu tempuh, ongkos peralanan, dll), α, β, c : Koefisien peubah massa wilayah asal i, massa wilayah tuuan dan arak d k : Konstanta
Penyelesaian dari persamaan di atas dapat dipecahkan dengan pendekatan fungsi regresi linier dengan terlebih dahulu mentransformasikan persamaaan di atas ke dalam bentuk logistik normal (ln), sehingga menadi : lnt = lnk + α lnm + βlnm i clnr Selanutnya persamaan ini dapat dipecahkan sebagaimana persamaan regresi biasa menadi : Y = K + α X + βx i cd Dimana : Y =lnt, K=lnk, X i =lnm i, X=lnm dan d =lnr Nilai parameter-parameter yang dihasilkan dari analisis di atas dapat menggambarkan karakteristik suatu wilayah. Wilayah dengan nilai α lebih besar dari β, menunukkan karakter wilayah produksi, dimana kegiatan interaksi wilayah terutama ditimbulkan oleh aktivitas produksi di wilayah tersebut. Sedangkan wilayah dengan nilai β yang lebih tinggi dari α adalah karakteristik wilayah pasar. Daya tarik pasar menadi faktor daya tarik yang dominan di dalam interaksi antar sub-wilayah di wilayah tersebut. Nilai c menunukkan elastisitas perubahan interaksi (T ) untuk setiap perubahan/peningkatan arak, artinya, terdapat dampak yang tinggi dari setiap perubahan arak (aksesibilitas) terhadap interaksi antar-wilayah (Rustiadi et al. 2008). Dalam penelitian ini, selain variabel arak, uga ditambahkan variabel pendukung yang berumlah 12 variabel yang menadi variabel bebas yaitu : Pi : Populasi penduduk wilayah asal dalam satuan iwa; P : Populasi penduduk wilayah tuuan dalam satuan iwa; Pop Ti : Populasi ternak wilayah asal dalam satuan ekor; Pop T : Populasi ternak wilayah tuuan dalam satuan ekor; PSMDPi : Produktifitas sumber daya manusia wilayah asal dalam satuan Rupiah; PSDMP : Produktifitas sumber daya manusia wilayah tuuan dalam satuan Rupiah; PDRBi : Pendapatan domestik regional bruto per kapita wilayah asal berdasarkan harga konstan 2000 dalam satuan Rupiah;
PDRB : Pendapatan domestik regional bruto per kapita tuuan berdasarkan harga konstan 2000 dalam satuan Rupiah; KonSi : Konsumsi daging wilayah asal dalam satuan kg; KonS : Konsumsi daging wilayah tuuan dalam satuan kg; PMTi : Pemotongan ternak wilayah asal dalam satuan ekor; PMT : Pemotongan ternak wilayah tuuan dalam satuan ekor; Selanutnya persamaan ini menadi : T = k + a Pi + b P + c PopTi + d Pop T + e PSDMPi + f PSDMP + g PDRBi + h PDRB + i KonSi + l KonS + m PMTi + n PMT - d Pengolahan data Model Gravitasi menggunakan software Statistica 6 dengan dengan fungsi multiple regression dengan menghilangkan multikolinieritas dengan forward stepwise. Analisis Model Gravitasi menghasilkan variabel yang mempengaruhi aliran ternak yang berupa kekuatan daya dorong atau daya tarik total suatu wilayah. Untuk melihat unit wilayah yang mempunyai daya dorong dan daya tarik terhadap maka dilakukan analisis Model Entropy Interaksi Spasial Berkendala Ganda dengan persamaan : T Dimana : T Ai Oi B D β C = Ai. Oi. B. D.exp( βc ) : Intensitas aliran dari wilayah i ke wilayah : Koefisien kendala wilayah asal : Total intekasi yang berasal dari wilayah asal : Koefisien kendala wilayah tuuan : Total intekasi yang berasal dari wilayah tuuan : Koefisien kendala arak : arak antar wilayah i dan Pengolahan data menggunakan software Statistica 6 dengan fungsi General Linier Model dengan sebaran Poison dan aplikasi Microsoft Exel untuk mengui model dengan fungsi regresi.
3.4.3 Analisis Tata Niaga Pemasaran Manfaat penggunaan analisis margin tata niaga adalah melihat efisiensi sistem distribusi dari petani ke konsumen. Umumnya semakin panang rantai tata niaga akan mengurangi persentase share petani dibandingkan dengan harga dipengguna akhir, sehingga keuntungan ekonomi tidak ditransfer ke petani tetapi ditransfer ke lembaga terlibat. Analisis margin tata niaga digunakan untuk mengetahui efesiensi. Data diperoleh melalui penelusuran mata rantai di lokasi. Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi margin adalah biaya angkutan, biaya perlakuan, biaya penyusutan, modal kera, biaya karantina dan holding groud, kapasitas penualan dan harga pembelian serta tingkat keterpaduan pasar (Purwono 1993). Untuk mengetahui efisiensi sistem tataniaga ternak dilakukan dengan analisis margin tataniaga dengan formula (Ilham 2001) : M = m C i i= 1 + n = 1 π dimana : M = Marin tataniaga C i m π n = Biaya tataniaga i (i= 1,2,3, m) = Jumlah enis pembiayaan = Keuntungan yang diperloleh lembaga tataniaga (=1,2,3,...n) = Jumlah lembaga tataniaga yang terlibat dalam sistem tataniaga Analisis kelembagaan dilakukan dengan melihat kelembagaan selama melalui wawancara. Wawancara akan dipandu dengan kuisioner. Contoh Kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 6. 3.4.4 Analisis Hirarki Wilayah Berdasarkan Infrastruktur Analisis pusat pelayanan menggunakan Metode Skalogram. Tuuan analisis ini adalah untuk memperoleh kemampuan suatu wilayah dalam mengembangkan enis usaha dalam bentuk Indeks Perkembangan
Wilayah. Pelaksanaan analisis dengan skalogram dilakukan dua kali dengan dua parameter yang berbeda, yaitu pertama melihat ketersediaan infrastruktur untuk wilayah dan yang kedua untuk wilayah produksi. Variabel tambahan berupa variabel bukan infrastruktur digunakan untuk mendukung fasilitas yang ada. Untuk menentukan hirarki wilayah produksi digunakan data populasi ternak dan untuk menentukan hirarki wilayah digunakan data konsumsi daging dari empat terpilih (sapi, kerbau, ayam ras pedaging dan ayam buras). Dalam metode skalogram dilakukan identifikasi enis dan umlah fasilitas yang mendukung kegiatan. Fasilitas ini mencakup tiga kelompok utama, yaitu : 1. Prasarana umum, meliputi fasilitas yang digunakan untuk pelayanan umum seperti karantina ternak, holding ground, pelayanan kesehatan ternak dan pusat pelatihan. 2. Prasarana, meliputi fasilitas yang mendukung kegiatan seperti rumah potong, pasar ternak dan pasar. 3. Prasarana budidaya, meliputi pelayanan penyuluhan, balai bibit, Pembibitan hauan makanan ternak, dan pos inseminasi buatan. Nilai Model skalogram dengan Indeks Perkembangan Wilayah, merupakan dasar dalam menentukan hirarki kabupaten/kota. Klasifikasi hirarki wilayah dikelompokan ke dalam tiga klasifikasi, yaitu hirarki 1 merupakan hirarki tinggi, hirarki 2 merupakan hirarki sedang dan hirariki 3 merupakan hirarki rendah. Wilayah yang mempunyai tingkat perkembangan yang tinggi merupakan pusat bagi wilayah yang hirarki lebih rendah. Sedangkan kabupaten/kota dengan tingkat perkembangan yang lebih rendah merupakan wilayah hinterland yaitu wilayah yang mendapat pelayanan dari wilayah pusat. Pada wilayah produksi, wilayah yang hirarki lebih tinggi merupakan wilayah pusat pengembangan, sedangkan wilayah dengan hirarki yang lebih rendah mendukung dan mengikuti perencanaan pengembangan pada wilayah pusat. Pada wilayah, wilayah yang mempunyai hirarki lebih tinggi merupakan wilayah pusat yang
berfungsi menyediakan kebutuhan di wilayah hinterlandnya atau wilayah yang hirarkinya lebih rendah. 3.4.5 Analisis Spasial Analisis spasial yang digunakan dalam penelitian ini memanfaatkan aplikasi Sistem Informasi Geografis dengan menggunakan software ArcGIS 9.0. Analisis yang digunakan adalah analisis overlay (tumpang tindih) dan klasifikasi. Pada analisis overlay ini operasi yang digunakan adalah spatial oin, intersect, dan oin atribut. Spatial oin adalah penggabungan dua atau beberapa peta sekaligus. Operasi intersect digunakan untuk memotong peta input dan secara otomatis meng-overlay antara peta yang dipotong dengan peta pemotongnya, dengan output peta memiliki atribut data dari kedua peta tersebut. Sedangkan oin atribut adalah menggabungkan data atribut dengan peta. Analisis tumpang tindih dengan menggunakan operasi spatial oin dilakukan pada peta administrasi, alan, dan ibukota kabupaten/kota. Join atribut digunakan pada data hasil analisis daya dukung dan analisis aliran ternak. Analisis klasifikasi dilakukan dengan oint atribut antara peta adminsitrasi dengan hirarki wilayah hasil dari analisis skalogram. Selanutnya dilakukan analisis tematik untuk setiap data hasil analisis yang dilakukan dengan melihat hubungan kecenderungan data berdasarkan tampilan spasial. Untuk mendukung analisis tematik ini, digunakan data tabular sebagai pendukung yang diperoleh dari analisis sebelumnya.