NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KUALITAS PERSAHABATAN PADA REMAJA AKHIR Oleh : MITA SULISTIA 02320001 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2007
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KUALITAS PERSAHABATAN PADA REMAJA AKHIR Telah Disetujui Pada Tanggal ---------------------- Dosen Pembimbing Utama (Hepi Wahyuningsih, S.Psi, M.Si)
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KUALITAS PERSAHABATAN PADA REMAJA AKHIR Mita Sulistia Hepi Wahyuningsih INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan kualitas persahabatan pada remaja akhir. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan kualitas persahabatan pada remaja akhir. Semakin tinggi kecerdasan emosional remaja akhir maka kualitas persahabatan yang ditunjukkan akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosional remaja akhir maka semakin rendah pula kualitas persahabatannya. Subjek penelitian ini adalah remaja akhir dengan rentang usia 18-22 tahun yang berada pada jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia. Adapun skala yang digunakan adalah skala kecerdasan emosional sejumlah 28 aitem berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Goleman (2005) dan skala kualitas persahabatan yang berjumlah 15 berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Wright (Thomas dan Daubman, 2001). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik Product Moment dengan perangkat lunak program SPSS versi 12,00 untuk menguji apakah ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas persahabatan pada remaja akhir. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = 0.573; p = 0.000 atau p < 0.01 yang artinya ada hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan kualitas persahabatan pada remaja akhir. Jadi hipotesis penelitian ini diterima. Kata kunci : kecerdasan emosional, kualitas persahabatan
Pengantar Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak dengan orang lain. Penyesuaian pribadi dan sosial remaja ditekankan dalam lingkup teman sebaya. Sullivan (Santrock, 2003) beranggapan bahwa teman memainkan peranan penting dalam membentuk kesejahteraan dan perkembangan anak dan remaja. Kelompok teman sebaya merupakan lingkungan sosial pertama dimana remaja belajar untuk hidup bersama orang lain yang bukan anggota keluarganya. Lingkungan teman sebaya merupakan suatu kelompok yang baru, yang memiliki ciri, norma, kebiasaan yang jauh berbeda dengan apa yang ada dalam lingkungan keluarga remaja. Hubungan dengan orang lain atau teman-temannya meluas mulai dari terbentuknya kelompok-kelompok teman sebaya (peer-group) sebagai suatu wadah penyesuaian. Conger (1977) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya memberikan kesempatan untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan teman-teman seusia, mengontrol perilaku sosial serta mengembangkan keterampilan dan minat-minat yang dimiliki seorang remaja. Mappiare (1982) menyebutkan bahwa ketika remaja merasa cocok dengan teman yang telah dikenalnya, seorang remaja akan membentuk berbagai macam komunitas. Adapun diantara berbagai pola hubungan dengan teman sebaya, terdapat salah satu pola hubungan interpersonal yang sangat istimewa yaitu persahabatan. Persahabatan menghasilkan pola interaksi yang berbeda dari hubungan dengan teman sebaya pada umumnya (Furman dan Robbins, 1985 dalam Guralnick dan Groom, 1988). Ikatan dalam hubungan persahabatan seperti ini banyak ditemui atas dasar minat yang sama dan adanya
kemiripan satu dengan lainnya dalam segala hal termasuk dalam pemenuhan kebutuhan. Sahabat merupakan area terpenting dalam dunia remaja, dan dalam masa transisinya remaja menghabiskan sebagian besar waktunya dengan mereka. Pada masa ini, sikap remaja terhadap teman mulai berubah. Remaja mulai mengenali kebutuhan akan teman atau sahabat yang sesuai dengan dirinya. Hal ini tercermin dalam menentukan teman, jumlah teman, kualitas hubungan dan keinginan untuk menentukan teman sejenis maupun lawan jenis (Hurlock, 1973). Kualitas dari persahabatan lebih dihubungkan dengan perasaan kesejahteraan pada masa remaja dibandingkan dengan masa kanak-kanak (Santrock, 2003). Pada masa anak, cepatnya memperoleh teman menjadi patokan di dalam persahabatan karena berdasarkan kebutuhan saja, sedangkan pada masa remaja lebih mengutamakan kualitas dalam persahabatan sehingga persahabatannya lebih mendalam. Hubungan persahabatan menjadi sumber dukungan yang penting pada proses sosialisasi kemampuan sosial. Dalam persahabatan remaja mulai belajar untuk mengerti dirinya sendiri, belajar bekerja sama dengan orang lain, belajar bertingkah laku dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari yang bisa membantu untuk kehidupan selanjutnya. Bagi remaja pemilihan dan pembentukan persahabatan merupakan perwujudan dari perkembangan sosialisasinya. Persahabatan yang diwujudkan itu membantu remaja dalam banyak hal terutama dalam pembentukan diri mereka. Hubungan pribadi dan persahabatan yang mereka bentuk merupakan refleksi dari kehidupan emosionalitas dalam kehidupan mereka. Hartup (Guralnick dan Groom, 1988) menyatakan bahwa individu yang tidak mampu menjalin
hubungan secara akrab dengan teman akan mengalami kesulitan pada perkembangan sosial dan emosionalnya di masa yang akan datang. Persahabatan berubah secara alamiah sesuai dengan kematangan remaja. Persahabatan pada remaja awal didasarkan pada adanya kegiatan yang sama, tetapi akhirnya berkembang ke arah kesesuaian psikologis, khususnya remaja perempuan. Persahabatan pada remaja akhir menjadi lebih tenang dan stabil seiring dengan perkembangannya, kematangan kognitif dan emosionalnya, persahabatan disertai adanya pemahaman yang tinggi terhadap adanya perbedaan individual dan kepribadian yang unik pada setiap orang (Schneider dalam Anantasari, 1997). Tetapi pada kenyataannya memperlihatkan bahwa tidak semua remaja akhir berhasil atau mampu mempertahankan hubungan persahabatan sehingga terjadi penurunan kualitas dalam berhubungan dengan sahabatnya. Hal ini tampak pada banyaknya keluhan remaja pada rubrik-rubrik konsultasi remaja seperti permasalahan-permasalahan yang terjadi berikut ini. A mempunyai seorang sahabat B. Mereka bersahabat sejak SMP, tetapi pada saat kuliah, sering terjadi permasalahan yang membuat hubungan mereka renggang. A menganggap bahwa sahabatnya sudah tidak memahami dirinya lagi sehingga setiap mereka bertemu A dan B selalu mengeluarkan emosi masing-masing (Cosmogirl, 2003). Lain halnya dengan permasalahan pada remaja berikut ini. H berusia 19 tahun mengaku dirinya kesulitan dalam mempertahankan hubungan persahabatan. H adalah orang yang sensitif sehingga dia berpikir bahwa sahabatnya yang harus mengerti akan sifat sensitifnya. Tak jarang dalam berhubungan selalu terjadi perselisihan yang berakibat retaknya hubungan persahabatannya (Cosmogirl, 2004).
Permasalahan selanjutnya terjadi pada dua orang sahabat berikut ini. Remaja dengan inisial M ini berusia 22 tahun mempunyai sahabat dengan inisial N. Setiap M mempunyai permasalahan, dia tidak bisa bercerita kepada N. Pada saat M bertemu dengan teman yang lain yaitu D, dia bisa mengungkapkan semua permasalahannya. Pada saat terjadi permasalahan sahabatnya N hanya bisa bertanya tanpa dapat memahami dan merasakan permasalahan yang sedang menimpa M (www. servocenter.wordpress.com). Dari beberapa masalah tersebut memperlihatkan bahwa kenyataannya tidak semua remaja akhir berhasil atau mampu melakukan hubungan persahabatan sehingga kualitas dari hubungan persahabatan menurun. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain karakteristik kepribadian (Dariyo, 2004), jenis kelamin, usia, lingkungan sekolah atau kelas (Epstein, 1986 dalam Parker dan Asher, 1993), keluarga (Kartono, 1985). Dariyo (2004) menambahkan bahwa faktor yang sangat menentukan dalam pembentukan persahabatan adalah faktor kepribadian individu. Kepribadian seseorang dapat dilihat dari bagaimana orang tersebut menjalin hubungan dengan orang lain termasuk dalam membina persahabatan. Kepribadian yang memiliki sifat-sifat positif seperti keaktifan dan inisiatif untuk bergaul, kebaikan hati, suka menolong (pro-social), menghargai diri sendiri maupun orang lain, suka memberi dukungan sosial cenderung mampu membantu menumbuhkan persahabatan. Karakteristik kepribadian yang dimiliki remaja dalam persahabatan dan peraturan-peraturan yang mempengaruhi interaksi hubungan timbal balik menunjukkan perhatian yang lebih besar. Karakterisik kepribadian yang diperlukan dalam menjaga hubungan persahabatan salah satunya
adalah kemampuan dalam memahami orang lain, yaitu bagaimana seseorang dapat memahami orang lain, perasaan mereka, permasalahan yang menimpa mereka (www.eworld-indonesia.com). Salah satu cara yang bisa digunakan untuk mengembangkan sikap mampu mengenal emosi adalah dengan mengembangkan sikap empati yaitu melatih sikap peduli pada orang lain dan peka pada kesulitan orang lain serta berusaha untuk membantunya (Ekowarni dalam Djuwarijah, 2002). Brigham (1991) mengemukakan bahwa orang yang mempunyai empati tinggi lebih berorientasi pada orang lain yang mengalami kesulitan tanpa banyak mempertimbangkan kerugian-kerugian yang akan diperoleh, seperti pengorbanan waktu, tenaga dan biaya. Seseorang yang empati digambarkan sebagai seorang yang toleran, mampu mengendalikan diri, ramah, mempunyai pengaruh, serta bersifat humanistik (Sari, dkk, 2003). Empati ini merupakan salah satu ciri dari kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional yang dimiliki oleh seseorang dapat memberikan pengaruh yang besar dalam segala bidang kehidupan termasuk dalam hubungan persahabatan. Prihanto (Tjundjing, 2001) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional sangat mempengaruhi kehidupan seseorang secara keseluruhan mulai dari kehidupan dalam keluarga, pekerjaan sampai interaksi dengan lingkungan sosialnya. Kecerdasan emosional menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut Cooper dan Sawaf (1998) (Mu tadin, 2002) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif
menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosional yang dimiliki oleh seseorang dalam hubungan persahabatan, dapat membuat persahabatan semakin erat. Hal ini dapat dilihat jika terjadi permasalahan dalam persahabatan atau sahabat mempunyai masalah, maka dengan kecerdasan emosional yang dimiliki seseorang dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang terjadi dan juga akan memperoleh dukungan emosional sehingga kebutuhan emosi remaja terpenuhi. Metode Penelitian Subjek pada penelitian ini adalah remaja akhir dengan rentang usia 18-22 tahun yang berada pada jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala kecerdasan emosional dan skala kualitas persahabatan. Skala kecerdasan emosional terdiri atas 28 aitem yang disusun berdasarkan aspek yang dikemukakan Goleman (2005). Skala menggunakan empat alternatif jawaban yang harus dipilih salah satunya oleh subjek yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Setiap jawaban subjek akan diskor sesuai dengan nilai yang telah ditentukan penulis. Nilai-nilai tersebut berkisar antara 4 sampai dengan 1 untuk butir-butir pernyataan yang favourable (SS, S, TS, STS) dan berkisar antara 1 sampai 4 untuk pernyataan-pernyataan yang unfavourable (SS, S, TS, STS). Skala kualitas persahabatan terdiri atas 15 aitem yang disusun berdasarkan aspek yang dikemukakan Wright (Thomas dan Daubman, 2001). Skala menggunakan empat
alternatif jawaban yang harus dipilih salah satunya oleh subjek yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Setiap jawaban subjek akan diskor sesuai dengan nilai yang telah ditentukan penulis. Nilai-nilai tersebut berkisar antara 4 sampai dengan 1 untuk butir-butir pernyataan yang favourable (SS, S, TS, STS) dan berkisar antara 1 sampai 4 untuk pernyataanpernyataan yang unfavourable (SS, S, TS, STS). Untuk menguji adanya hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas persahabatan pada remaja akhir digunakan teknik product moment dari Pearson. Perhitungan statistik dan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis komputer program SPSS 12,00 for windows. Hasil Penelitian Sebelum dilakukan analisis data dengan teknik korelasi Product Moment maka terlebih dahulu peneliti harus melakukan uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas yang merupakan syarat sebelum dilakukannya pengetesan terhadap nilai korelasi antara kecerdasan emosional dengan kualitas persahabatan. Uji asumsi ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS 12.0 for windows. a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel penelitian ini terdistribusi secara normal. Uji normalitas terhadap masing-masing variabel yaitu kecerdasan emosional dan kualitas persahabatan dilakukan dengan teknik One Sample Kolmogorov-Smirnov test menggunakan komputer program SPSS 12.0 for windows.
Tabel 1 Hasil Uji Normalitas Variabel Skor S-KZ P Kategori Kecerdasan 1,024 0,245 Normal Emosional Kualitas Persahabatan 1,317 0,062 Normal Dari hasil uji normalitas menunjukkan bahwa hasil sebaran variabel kualitas persahabatan adalah normal (K-SZ=1,317 atau p > 0,05). Untuk sebaran skor variabel kecerdasan emosional juga menunjukkan normal (K-SZ = 1,024; p > 0,05). b. Uji Linearitas Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel kualitas persahabatan dan variabel kecerdasan emosional memiliki hubungan yang linear. Uji linearitas dilakukan dengan teknik Bivariation Linear menggunakan komputer program SPSS 12.0 for windows. Tabel 2 Hasil Uji Linearitas Variabel F P Keterangan Kualitas Persahabatan Kecerdasan Emosional 58.228 0.000 p < 0.05 Linear Dari hasil uji linearitas terhadap variabel kecerdasan emosional dengan kualitas persahabatan diperoleh F = 58.228 dengan p = 0.000 karena p < 0.05 maka dapat dikatakan bahwa asumsi linearitas variabel kualitas persahabatan dan variabel kecerdasan emosional terpenuhi. c. Uji Hipotesis Uji hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product moment dari Pearson. Karena pada uji normalitas dan uji linearitas sebelumnya
menunjukkan bahwa data penelitian memenuhi syarat normalitas yaitu skor kedua variabel berdistribusi normal dan linearitas yaitu kedua variabel memiliki korelasi linear. Uji hipotesis ini dilakukan melalui prosedur Bivariate Correlation dari komputer progran SPSS 12.0 for windows. Tabel 3 Korelasi antara kecerdasan emosional dan kualitas persahabatan Korelasi Pearson Kecerdasan Emosional Kualitas Persahabatan Kecerdasan 1 0.573 Emosional Kualitas 0.573 1 Persahabatan p 0.000 (p < 0.01) Dari data analisis menunjukkan besarnya koefisien korelasi antara variabel kecerdasan emosional dan variabel kualitas persahabatan adalah sebesar r xy = 0.573 dan p = 0.000 atau p < 0.01. Hal ini berarti bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara kecerdasan emosional dan kualitas persahabatan. Maka hipotesis yang diajukan peneliti diterima. Nilai positif menunjukkan bahwa arah hubungan kecerdasan emosional dan kualitas persahabatan adalah positif. Semakin tinggi kecerdasan emosional maka semakin tinggi pula kualitas persahabatannya. Semakin rendah kecerdasan emosionalnya maka semakin rendah pula kualitas persahabatannya. Hasil analisis juga menunjukkan koefisien determinasi (R squared) variabel kecerdasan emosional dengan kualitas persahabatan sebesar 0.329, berarti variabel kecerdasan emosional memiliki sumbangan efektif sebesar 32.9% terhadap kualitas persahabatan.
d. Uji Analisis Tambahan Berdasarkan uji korelasi Product Moment Pearson, empat dari lima aspek kecerdasan emosional berkorelasi positif dengan kualitas persahabatan. Empat aspek tersebut adalah mengenali emosi diri (r = 0.439 dan p = 0.000), motivasi diri sendiri (r = 0.410 dan p = 0.000), mengenali emosi orang lain (r = 0.627 dan p = 0.000), dan membina hubungan (r = 0.510 dan p = 0.000). Uji analisis tambahan yang dilakukan peneliti adalah untuk menghubungkan antara aspek-aspek kecerdasan emosional dengan kualitas persahabatan dengan menggunakan analisis regression metode Stepwise. Hasil analisis stepwise menunjukkan sumbangan dua aspek dari variabel kecerdasan emosional terhadap kualitas persahabatan yaitu aspek mengenali emosi orang lain dan aspek membina hubungan. Aspek mengenali emosi orang lain memberikan sumbangan sebesar 39,3 % dengan taraf signifikansi sebesar p = 0.000 atau p < 0.01. Aspek membina hubungan memberikan sumbangan sebesar 41,8 %. Dengan taraf signifikansi sebesar p = 0.000 atau p < 0.01. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis korelasi product moment Pearson, tampak bahwa kecerdasan emosional berhubungan secara sangat signifikan dengan kualitas persahabatan. Hasil penelitian ditunjukkan oleh r = 0.573; p < 0.01. Hal ini berarti semakin tinggi kecerdasan emosional remaja maka kualitas persahabatan yang ditunjukkan akan semakin tinggi. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah kecerdasan emosional remaja maka semakin rendah pula kualitas persahabatannya.
Korelasi positif antara kecerdasan emosional dengan kualitas persahabatan pada penelitian ini menunjukkan bahwa kenaikan kecerdasan emosional secara proporsional akan diikuti oleh kenaikan kualitas persahabatan pada remaja akhir. Dengan kata lain semakin tinggi kecerdasan emosional seorang remaja akan berjalan seiring dengan makin tingginya kualitas persahabatan. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian diterima. Individu yang mempunyai kecerdasan emosional merupakan individu yang terampil dalam kecerdasan sosial yang dapat menjalin hubungan dengan orang lain dengan cukup lancar, peka membaca reaksi dan perasaan mereka, mampu memimpin dan mengorganisir, dan pintar menangani perselisihan yang muncul dalam setiap kegiatan manusia. Individu seperti inilah yang disukai oleh orang di sekitarnya karena secara emosional mereka menyenangkan, membuat orang lain merasa tentram. Individu yang mempunyai kecerdasan emosional dapat menjalin dan membina persahabatan dengan lebih mudah, karena kecerdasan emosional sangat mempengaruhi kehidupan seseorang secara keseluruhan mulai dari kehidupan dalam keluarga, pekerjaan sampai interaksi dengan lingkungan sosialnya (Prihanto dalam Tjundjing, 2001). Kecerdasan emosional seseorang mencerminkan kemampuan orang tersebut untuk mengatur diri dan hubungannya secara efektif termasuk dalam menjalin hubungan persahabatan dengan orang lain. Korelasi yang ditunjukkan dalam penelitian ini tergolong tinggi yaitu sebesar 0.573. Sumbangan yang diberikan variabel independen terhadap variabel dependen sebesar 32.9%. Hal ini terjadi karena pemilihan subjek penelitian yang mempunyai
tingkat kecerdasan emosional dan kualitas persahabatan tinggi dan dapat dilihat dari hasil pengisian skala penelitian yang rata-rata tergolong tinggi. Persahabatan memberi arti pada saling berbagi kesusahan dan kebahagiaan tanpa ada rasa takut dan cemas akan dikhianati karena dalam persahabatan terdapat tanggapan-tanggapan emosional dan intervensi prososial dari seorang sahabat (Costin dan Jones, 1992). Disamping itu seorang sahabat dapat membantu mengembangkan kepribadian. Sahabat dapat membantu seseorang menjadi lebih jujur dalam memandang diri sendiri dengan cara memberikan penilaian secara jujur kepadanya. Sahabat dapat berfungsi sebagai cermin agar seseorang dapat menilai dirinya sendiri secara obyektif dan selanjutnya sahabat akan memberikan dorongan untuk mencoba cara-cara baru yang disertai pula dengan usaha untuk mengarahkannya (Parker dan Asher, 1993). Kualitas dari hubungan persahabatan dapat dijaga dengan memiliki kekuatan hubungan persahabatan yang baik, menghargai kebutuhan interpersonal sahabatnya, dan mampu mengatasi ketegangan atau kesulitan dalam mempertahankan hubungan persahabatan. Berdasarkan hasil anaisis tambahan, peneliti mendapatkan kesimpulan bahwa adanya hubungan yang sangat signifikan antara aspek kecerdasan emosional yaitu mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan kualitas persahabatan. Aspek mengenali emosi orang lain memberikan sumbangan sebesar 39,3 % dengan taraf signifikansi sebesar p = 0.000 atau p < 0.01. Aspek membina hubungan memberikan sumbangan sebesar 41,8 %. Dengan taraf signifikansi sebesar p = 0.000 atau p < 0.01. Kemampuan mengenali emosi menurut Ekowarni (Djuwarijah, 2002) bahwa salah satu cara yang bisa digunakan untuk mengembangkan sikap
mampu mengenal emosi adalah mengembangkan sikap empati yaitu dengan melatih sikap peduli pada orang lain dan peka pada kesulitan orang lain serta berusaha untuk membantunya. Keterampilan membina hubungan dengan orang lain merupakan landasan yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Kemampuan sosial ini memungkinkan seseorang membentuk hubungan, untuk menggerakkan dan mengilhami orang lain, membina kedekatan hubungan, meyakinkan dan mempengaruhi, membuat orang lain merasa nyaman. Cacioppo (Goleman, 2005) mengungkapkan bahwa seseorang yang mampu menyesuaikan diri dengan suasana hati orang lain, atau dengan mudah dapat membawa orang lain berada di bawah pengaruhnya, maka pada tingkat emosional pergaulan orang tersebut menjadi lebih lancar. Seseorang yang kurang pintar dalam menerima dan mengirimkan emosi mudah tertimpa kesulitan dalam suatu hubungan, karena orang tersebut merasa tidak nyaman berhadapan dengan orang lain. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa kecerdasan emosional memiliki hubungan yang sangat positif dengan kualitas persahabatan. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional yang dimiliki seorang remaja akhir semakin tinggi pula kualitas persahabatannya. Sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosional remaja akhir semakin rendah pula kualitas persahabatan yang terjalin. Dengan hasil analisis data yang diperoleh nilai dan r xy = 0,573 dengan p = 0.000 atau p < 0.01, jadi hipotesis penelitian ini
diterima. Variabel kecerdasan emosional memiliki sumbangan efektif sebesar 32.9% terhadap kualitas persahabatan. Saran Penelitian ini tentunya masih terdapat beberapa kekurangan sehingga peneliti merasa perlu adanya saran-saran membangun yang ditujukan pada beberapa pihak supaya manfaat yang diperoleh lebih komprehensif dan aplikatif. 1. Subjek Penelitian Untuk subjek penelitian hendaknya bisa menjadi sarana untuk membantu mempertahankan hubungan persahabatan yang sudah terjalin dan meningkatkan kualitas persahabatannya. Jangan sampai persahabatan yang sudah terjalin menurun. Remaja cenderung memilih sahabat sebagai teman untuk berbagi hidup, membutuhkan orang yang dapat dipercaya untuk membicarakan masalah pribadi dan hal-hal baru dalam masa perkembangannya. Kecerdasan emosional yang dimiliki remaja supaya dapat ditingkatkan dengan cara intropeksi diri seperti lebih mengenal emosi diri dan bisa mengelola emosi sehingga kualitas persahabatan yang terjalin berjalan dengan lancar dan hambatan atau masalah yang terjadi dapat terselesaikan. 2. Peneliti Selanjutnya Untuk peneliti selanjutnya agar bisa melihat variabel-variabel lain yang mempengaruhi seperti jenis kelamin sehingga memperkaya hasil penelitian yang diperoleh. Peneliti selanjutnya hendaknya juga memperluas subjek penelitian seperti menggunakan remaja awal atau umum dan juga dapat membedakan hubungan
persahabatan antara remaja perempuan dan remaja laki-laki. Apabila hendak menggunakan skala yang sama, maka perlu dilakukan penyempurnaan pada skala guna meningkatkan kualitas penelitian guna mengurangi kemungkinan adanya aitem-aitem yang mengandung social desirability atau tidak sesuai dengan kondisi subjek.
Daftar Pustaka Anantasari, M., L. 1997. Hubungan Antara Persahabatan dengan Penyesuaian Sosial Pada Remaja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Unversitas Gajah Mada. Brigham, J. C. 1991. Social Psychology Second edition. New York : Harper Collins Publisher Inc. Conger, J. S. 1977. Adolescent and Youth : Psychological Development in a Changing World (2nded). New York : Harper and Row Publisher Inc. Costin, S. E. and Jones, D. C. 1992. Friendship as a Facilitator of Emotional Responsiveness and Prosocial Interventions Among Young Children. Journal of Developmental Psychology. 28, 941-947. Cosmogirl. Juli 2003. Selalu Berantem.. April 2004. Sensitif. Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan. Bogor : Ghalia Indonesia. Djuwarijah. 2002. Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dengan Agresivitas Remaja. Jurnal Psikologika. 13, 69 76. Goleman, D. 2005. Kecerdasan Emosional. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Guralnick, M. J. and Groom, J. M. 1988. Friendships of Preschool Children in Mainstreamed Playgroups. Journal of Developmental Psychology. 24, 595 604. Hurlock, E. B. 1973. Adolescent Development. Tokyo : Mc Graw Hill Kogakusha Ltd. Kartono, K. 1985. Kepribadian : Siapakah Saya. Jakarta : CV Rajawali. Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional.
Mu tadin, Z. 2002. Mengenal Kecerdasan Emosional Remaja. http://www.epsikologi.com/remaja/250402.htm. 15-07-2006. Parker, J. G. and Asher, S. R. 1993. Friendship and Friendship Quality in Middle Childhood : Link With Peer Group Acceptance and Feelings of Loneliness and Social Dissatisfaction. Journal of Developmental Psychology. 29, 611 621. Santrock, J. W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga. Sari, A. T. O., Ramadhani, N., dan Eliza, M. 2003. Empati dan Perilaku Merokok di Tempat Umum. Journal Psikologi. 2, 81-90. Thomas, J. J. and Daubman, K. A. 2001. The Relationship Between Friendship Quality and Self-Esteem in Adolescent Girls and Boys. Journal of Sex Roles. 45, 53 65. Tjundjing, S. 2001. Hubungan Antara IQ, EQ, dan AQ dengan Prestasi Studi Pada Siswa SMU. Anima. 17, 69 92. www.eworld-indonesia.com www.servocenter.wordpress.com
Identitas Penulis Nama Alamat : Mita Sulistia : Jl. Kaliurang km 5,1 gg Pandega Duta III/11B Telp/HP : 08122744253