kurang dari 135 mg. Juga tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya lebih dari180 mg dan kurang dari 120 mg.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic.

PEMBAHASAN. R/ Acetosal 100 mg. Mg Stearat 1 % Talkum 1 % Amprotab 5 %

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Tablet Asam Folat. Sebagai contoh F1 (Formula dengan penambahan Pharmacoat 615 1%).

FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI PENGHANCUR

FORMULASI SEDIAAN TABLET PARASETAMOL DENGAN PATI BUAH SUKUN (Artocarpus communis) SEBAGAI PENGISI

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan bahan baku ibuprofen, HPMC, dilakukan menurut Farmakope Indonesia IV dan USP XXIV.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia),

Zubaidi, J. (1981). Farmakologi dan Terapi. Editor Sulistiawati. Jakarta: UI Press. Halaman 172 Lampiran 1. Gambar Alat Pencetak Kaplet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. adalah obat yang menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga

BAB II PEMBAHASAN. biasanya digunakan 30% dari formula agar memudahkan proses pengempaan sehingga pengisi yang dibutuhkanpun makin banyak dan mahal.

2.1.1 Keseragaman Ukuran Kekerasan Tablet Keregasan Tablet ( friability Keragaman Bobot Waktu Hancur

1. Mesin cetak tablet

Gambar Selulosa Mikrokristal dari Nata de Coco

Lampiran 1. Contoh Perhitungan Pembuatan Tablet Isoniazid

BAB III METODE PENELITIAN. ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco

Kentang. Dikupas, dicuci bersih, dipotong-potong. Diblender hingga halus. Residu. Filtrat. Endapan. Dibuang airnya. Pati

DITOLAK BAGIAN PENGAWASAN MUTU PHARMACEUTICAL INDUSTRIES MEDAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

PENGARUH PENGGUNAAN AMILUM JAGUNG PREGELATINASI SEBAGAI BAHAN PENGIKAT TERHADAP SIFAT FISIK TABLET VITAMIN E

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

LAPORAN PENGKAJIAN MUTU PRODUK (PMP) Halaman 1 dari 28

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Bahan dan Alat

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel

Beberapa hal yang menentukan mutu tablet adalah kekerasan tablet dan waktu hancur tablet. Tablet yang diinginkan adalah tablet yang tidak rapuh dan

Lampiran 1. Gambar Berbagai Jenis Kentang. Kentang Putih. Kentang Kuning. Kentang Merah. Universitas Sumatera Utara

Revika Rachmaniar, Dradjad Priambodo, Maulana Hakim. Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran. Abstrak

Khasiatnya diketahui dari penuturan orang-orang tua atau dari pengalaman (Anonim, 2009). Salah satu tanaman yang telah terbukti berkhasiat sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

APLIKASI METODE RESPON PERMUKAAN DAN GOAL PROGRAMMING UNTUK OPTIMASI SIFAT FISIK DAN MEKANIK TABLET OBAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung daging lidah

FORMULASI TABLET PARASETAMOL MENGGUNAKAN TEPUNG BONGGOL PISANG KEPOK (Musa paradisiaca cv. Kepok) SEBAGAI BAHAN PENGIKAT

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al,

Pembuatan Tablet CTM Dengan Metode Kempa Langsung

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

Jurnal Para Pemikir Volume 6 Nomor 2 Juni 2017 p-issn : e-issn :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

FORMULASI TABLET EKSTRAK BUAH PARE DENGAN VARIASI KONSENTRASI AVICEL SEBAGAI BAHAN PENGIKAT Puspita Septie Dianita 1, Tiara Mega Kusuma 2.

BAB III METODELOGI PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI TABLET PERCOBAAN 2 EVALUASI GRANUL

POTENSI EKSTRAK KERING SIRIH MANADO:MIYANA SEBAGAI BAHAN BAKU TABLET HERBAL

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak. kering akar kucing dengan kadar 20% (Phytochemindo), laktosa

PENGARUH PENAMBAHAN AVICEL PH 101 TERHADAP SIFAT FISIS TABLET EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum. L) SECARA GRANULASI BASAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau lebih dengan atau zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat

PENGEMBANGAN FORMULASI TABLET MATRIKS GASTRORETENTIVE FLOATING DARI AMOKSISILIN TRIHIDRAT

FORMULASI TABLET EKSTRAK DAUN SAMBILOTO (Andrographis paniculata N.) SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN KOMBINASI MANITOL SORBITOL SEBAGAI BAHAN PENGISI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SIFAT FISIK TABLET DIHYDROARTEMISININ-PIPERAQUIN (DHP) SEDIAAN GENERIK DAN SEDIAAN DENGAN NAMA DAGANG YANG BEREDAR DI KOTAMADYA JAYAPURA

SKRIPSI. Oleh : HADI TRIWANTORO K

membentuk warna biru keunguan maka amilum ganyong banyak mengandung

BAB I PENDAHULUAN. mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Depkes RI,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FORMULASI TABLET EKSTRAK BUAH PARE DENGAN VARIASI KONSENTRASI AVICEL SEBAGAI BAHAN PENGIKAT

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013

10); Pengayak granul ukuran 12 dan 14 mesh; Almari pengenng; Stopwatch;

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

kurang menyenangkan, meskipun begitu masyarakat percaya bahwa tanaman tersebut sangat berkhasiat dalam menyembuhkan penyakit; selain itu tanaman ini

PERBANDINGAN MUTU TABLET IBUPROFEN GENERIK DAN MEREK DAGANG

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV

PENGARUH PENGGUNAAN AEROSIL TERHADAP DISOLUSI TABLET ISONIAZID (INH) CETAK LANGSUNG ABSTRACT ABSTRAK

merupakan masalah umum yang menimpa hampir 35% dari populasi umum, khususnya pediatri, geriatri, pasien stroke, penyakit parkinson, gangguan

Uji Mutu Fisik Tablet Ekstrak Daun Jambu Monyet (Anacardium occidentale L.) dengan Bahan Pengikat PVP (Polivinilpirolidon) secara Granulasi Basah

UJI SIFAT FISIK FORMULASI TABLET ANTI DIABETES EKSTRAK PARE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

PENGGUNAAN AMILUM MANIHOT SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT FISIK TABLET EKSTRAK DAUN DEWA (Gynura pseudochina [Lour.

UJI STABILITAS FISIK DAN ANTISEPTIK TERHADAP TABLET HISAP EKSTRAK KERING DAUN SOSOR BEBEK (Kalanchoe pinnata Pers.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tablet Khusus. (dibuat dalam rangka memenuhi Tugas mata Kuliah TFSP)

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI FARMASI

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah

TABLET/OT 2015 Sediaan tablet adalah Sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau serkuler, kedua permukaanya rata

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji KLT Ekstrak Daun Sirih Hijau

FORMULASI TABLET HISAP EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH (Piper crocotum Ruiz & Pav.) DENGAN PEMANIS SORBITOL-LAKTOSA-ASPARTAM

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembuatan Tablet Asetosal dengan Metode Granulasi Kering

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

Optimasi Fast Disintegrating Tablet (FDT) Ranitidin Hidroklorida dengan Menggunakan Metode Simplex Lattice Design

Transkripsi:

PEMBAHASAN TABLET Setelah dilakukan uji granul dan granul dinyatakan layak untuk dikempa, proses yang selanjutnya dilakukan adalah pencetakan tablet sublingual famotidin. Sebelum pencetakan, yang dilakukan adalah mencampurkan bahan terakhir yaitu magnesium stearat. Magnesium stearat ini dimasukkan terakhir karena sifatnya yang sangat higroskopik. Magnesium stearat berfungsi sebagai lubrikan, yaitu untuk mengurangi gesekan tablet dengan punch dan die, mekanisme kerja lubrikan adalah dengan melapisi granul agar permukaannya menjadi lebih halus. Pencampuran dilakukan hingga dirasa telah homogen selama kurang lebih 5 menit. Selanjutnya dilakukan pencetakan tablet. Pencetakan tablet dilakukan dengan menggunakan alat rotary punch and dye. Alat ini umumnya digunakan untuk produksi besar dan mampu mencetak hingga 10.000 tablet per menit. Dalam pembuatan tablet ini, bentuk yang dicetak yakni sirkular atau tabung pipih. Pada bentuk ini terdapat break line di tengahnya yang bertujuan agar memudahkan untuk mematahkan tablet menjadi dua apabila penggunaan dosisnya hanya setengah tablet. Pada pembuatan kali ini dicetak sebanyak 173 tablet. Padahal jumlah batch tablet yang seharusnya tercetak adalah sebanyak 300 tablet. Ini berarti terdapat persen susut yang cukup besar yaitu 42.34%, kemungkinan hal ini dikarenakan bobot tablet yang kurang tepat dan penggunaan sebagian granul untuk proses pengujian. Berat tablet teoritis yang seharusnya dicetak adalah seberat 250 mg setiap tablet dan di dalamnya mengandung 20mg famotidin. Namun karena keterbatasan alat punch and die, maka bobot maksimal tablet yang dapat tercetak hanyalah sekitar 150mg. Setelah proses pencetakan tablet selesai, selanjutnya dilakukan evaluasi sediaan tablet. Pengujian pertama yakni uji keseragaman ukuran. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengukur keseragaman ukuran diameter, tebal, dan bobot dari tablet. Pengukuran diameter dan tebal dilakukan dengan menggunakan jangka sorong digital dengan ketelitian hingga 0,01 mm.

Berdasarkan pengujian, untuk diameter didapatkan rata-rata 8,12 mm sedangkan untuk tebal didapatkan rata-rata 4,206 mm dan rata-rata perbandingan tebal dan diameter tablet adalah 1.9 kalinya. Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi III dinyatakan bahwa kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 tebal tablet. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar tablet yang dihasilkan sudah baik dan memenuhi persyaratan uji keseragaman ukuran. Rentang variasi ukuran yang dihasilkan pun tidak terlalu besar karena diameter tablet akan selalu mengikuti diameter dari die yang digunakan, dan variasi akan terjadi hanya karena pengembangan tablet yang terisi oleh udara. Sedangkan variasi ukuran tebal tergantung dari tekanan yang diberikan oleh punch dan laju alir dari serbuk, jika laju alir buruk maka akan banyak terjadi variasi tebal tablet karena pengisian die yang tidak sempurna. Karena laju alir dari serbuk sangat baik, maka rentang variasi tebal yang dihasilkan pun menjadi kecil. Setelah dilakukan uji keseragaman ukuran, kemudian dilakukan pengujian keseragaman bobot pada masing-masing tablet. Pada evaluasi keseragaman bobot, didapatkan bobot rata-rata sebesar 144.8mg. Ketentuan Farmakope Indonesia III mengenai keseragaman bobot adalah sebagai berikut: Berdasarkan Farmakope Indonesia III, untuk uji keseragaman bobot pada tablet yang dibuat dengan bobot rata-rata 26-150 mg dinyatakan bahwa tidak boleh ada lebih dari 2 tablet yang bobotnya menyimpang dari 10% bobot rata-rata dan tidak boleh ada 1 tablet pun yang bobotnya menyimpang dari 20% bobot rata-rata. Ini berarti tidak boleh ada lebih dari 2 tablet yang bobotnya lebih dari 165 mg dan

kurang dari 135 mg. Juga tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya lebih dari180 mg dan kurang dari 120 mg. Dari hasil pengujian keseragaman bobot, terdapat 4 tablet yang memiliki penyimpangan bobot diatas 10% yaitu tablet dengan berat 170.0 mg, tablet dengan berat 126.6 mg;121.0 mg dan 116.2 mg. Kemudian terdapat satu tablet yang memiliki penyimpangan bobot diatas 20%, yaitu tablet dengan berat 116.2 mg. Evaluasi keseragaman bobot menunjukkan bahwa hasil yang didapatkan tidak memenuhi persyaratan keseragaman bobot, kemungkinan variasi bobot ini terjadi karena keterbatasan pengaturan ukuran mesin. Sejak awal target bobot yang seharusnya adalah 250 mg, karena keterbatasan alat maka pembuatan tablet menjadi dengan bobot 150mg. Secara teoritis hampir seluruh tablet kadar zat aktifnya akan tidak sesuai dengan seharusnya. Hal ini terjadi dikarenakan keterbatasan alat cetak yang tidak memungkinkan untuk mencetak tablet dengan bobot awal, yaitu 250mg. Seharusnya dilakukan uji lanjutan yaitu uji kadar zat aktif di dalam tablet agar dapat dilakukan penyesuaian dosis, namun hal ini tidak dilakukan. Evaluasi selanjutnya adalah uji kekerasan tablet, kekerasan adalah parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi keretakan talet selama pembungkusan, pengangkutan dan pemakaian. Tablet yang baik memiliki kekerasan antara 40-80 N, namun hal tersebut tidak mutlak, kekerasan tablet yang kurang dari 40 N masih dapat diterima dengan syarat kerapuhannya tidak melebihi batas yang diterapkan, kekerasan tablet lebih besar dari 80 N masih dapat diterima, jika masih memenuhi persyaratan waktu hancur/disintegrasi dan disolusi yang dipersyaratkan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata kekerasan tablet adalah 34,125 N, ini menunjukkan bahwa kekerasan tablet tersebut kurang baik karena hasilnya terlalu rendah. Kekerasan tablet yang rendah ini dikhawatirkan akan mempengaruhi parameter friabilitas karena tablet yang kekerasannya rendah identik dengan tablet yang rapuh.

Pengujian yang keempat adalah uji kerapuhan atau friabilitas. Kerapuhan merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur ketahanan permukaan tablet terhadap gesekan yang dialaminya sewaktu pengemasan dan pengiriman. Kerapuhan diukur dengan friabilator. Prinsipnya adalah menetapkan bobot yang hilang dari sejumlah tablet selama diputar dalam friabilator selama waktu tertentu. Uji kerapuhan berhubungan dengan kehilangan bobot akibat abrasi yang terjadi pada permukaan tablet. Semakin besar harga persentase kerapuhan, maka semakin besar massa tablet yang hilang. Adanya kehilangan massa akibat rapuh akan mempengaruhi kadar zat aktif yang masih terdapat dalam tablet Pada pengujian frialbilitas, digunakan tablet dengan bobot total 6,101g. Nilai persentase friabilitas yang baik adalah tidak boleh lebih dari 1%. Setelah diuji, didapatkan friabilitas sebesar 8,48%. Kerapuhan tablet sangatlah tinggi dan tidak memenuhi persyaratan farmakope. Kerapuhan yang tinggi akan mempengaruhi konsentrasi zat aktif dalam tablet menjadi tidak akurat. Kemungkinan terjadinya kerapuhan adalah karena tablet tidak memiliki sifat kompresibilitas yang baik dan hal ini dapat diatasi dengan penambahan zat pengikat. Pengujian yang terakhir adalah uji waktu hancur. Pengujian waktu hancur dilakukan untuk melihat seberapa lama tablet akan hancur pada kondisi yang menyerupai tubuh manusia. Berdasarkan FI III, waktu hancur yang baik adalah tidak lebih dari 15 menit. Karena tablet famotidin ini merupakan tablet sublingual, maka waktu hancurnya diharapkan kurang dari 20 detik. Prosedur untuk melakukan uji waktu hancur adalah dengan menyiapkan air dalam beaker glass sebanyak 800 ml dan dipanaskan hingga suhu 37 o C, kemudian alat juga disiapkan dengan suhu sekitar 37 o C. Kemudian disiapkan 6 tablet yang dimasukan kedalam tabung-tabung cakram. Lalu mesin dinyalakan dan dicatat waktu hancurnya hingga seluruh tablet hancur. Pengujian dilakukan pada suhu 37 o C dimaksudkan agar menyerupai suhu tubuh manusia dimana tablet akan hancur. Dalam FI III disyaratkan suhu uji harus 37 o C±2 o C. Cakram digunakan untuk mencegah agar tablet tidak keluar dari tabung, desain cakram dibuat sedemikian rupa sehingga pada saat tabung masuk

kedalam air aliran air yang masuk kedalam tabung melalui cakram akan menjaga agar tablet tetap ditengah tabung. Pada saat pemasangan cakram harus dipastikan bahwa cakram benar-benar dalam keadaan kering agar tidak terjadi penempelan tablet pada cakram. Jika terjadi penempelan maka tablet akan sangat lama hancur karena tertahan oleh cakram. Setelah mesin dinyalakan dicatat waktu hancur tablet adalah 10 detik. Sebagai tablet sublingual, waktu hancur dari tablet famotidin ini sudah cukup memenuhi syarat. Kecepatan hancur tablet yang baik sangat dipengaruhi oleh adanya disintegran, dalam formulasi kali ini digunakan Avicel PH 102 yang bersifat menyerap air dan mengembang dalam air sehingga dapat memecahkan tablet dengan sangat baik dan cepat. Setelah dilakukan serangkaian pengujian diatas, tablet yang telah dicetak dapat dikemas dalam wadah yang sesuai dan diberi etiket serta label yang sesuai.