HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Pertanaman

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA (NAMA ASAL PA 198)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu Botani dan Syarat Tumbuh Tebu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

BAHAN METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG. Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Juli 2017 memiliki suhu harian rata-rata pada pagi hari sekitar 27,3 0 C dan rata rata

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

KERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

0 (N 0 ) 12,34a 0,35 (N 1 ) 13,17a 0,525 0,7 (N 2 ) (N 3 )

IV. HASIL PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Pertanaman Hasil analisis tanah awal menunjukkan bahwa tanah lokasi penelitian tergolong agak masam dengan ph 5.6. Menurut Sundara (1998) tanaman tebu masih dapat toleran pada kisaran ph 5-8.5. Kandungan N-total, Na dan KTK tergolong sangat rendah. Kandungan Ca, Mg, dan K rendah, dan P sangat tinggi. Nilai-nilai kandungan hara dapat dilihat pada Lampiran 8 dan penggolongannya menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) seperti pada Lampiran 9. Curah hujan dari bulan Juli 2008 hingga bulan Agustus 2009 sebesar 1 280 mm (Lampiran 10). Kondisi suhu pada bulan-bulan tersebut sebesar 27 0 C. Menurut Sundara (1998) tebu dapat beradaptasi baik pada curah hujan rata-rata 1200 mm/tahun dan pertumbuhan optimum tanaman tebu dicapai pada suhu 24 30 0 C. Secara umum, kondisi lingkungan pada saat penelitian sesuai untuk pertumbuhan tanaman tebu. Hama yang menyerang tanaman adalah penggerek pucuk dan penggerek batang. Hasil pengamatan tim EWS (Early Warning System) Unit Usaha Bungamayang PTPN 7 (Lampiran 11), rata-rata intensitas serangan penggerek pucuk dan penggerek batang masing-masing sebesar 5.21% dan 12.57%. Petak percobaan juga ditumbuhi gulma jenis daun lebar yang banyak tumbuh disela-sela tanaman seperti Ageratum conyzoides, Borreria alata, dan Physalis angulata. Beberapa jenis gulma rumput juga tumbuh di jalan dalam petak, seperti Axonopus compressus, Cynodon dactylon, dan Eleusine indica. Hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh pemupukan N, P dan interaksinya tertera pada Tabel 1. Sebagian besar peubah yang diamati tidak dipengaruhi oleh pemupukan N, P, dan interaksinya. Pupuk N pada tanaman tebu berpengaruh sangat nyata pada peubah BK daun 1 BST, pengaruh nyata pada peubah jumlah tanaman per juring 7 dan 10 BST, diameter tengah 6 BST, tinggi batang 4 BST, dan diameter bawah 11 BST. Pupuk P hanya berpengaruh nyata pada jumlah tanaman per juring 5 dan 10 BST dan BK daun 1 dan 11 BST. Interaksi pupuk N dan P berpengaruh sangat nyata hanya pada BK daun 11 BST dan berpengaruh nyata pada tinggi batang, dan jumlah ruas 11 BST. Rendemen tebu, jumlah

tanaman dipanen per juring, produksi tebu dan hablur tidak dipengaruhi oleh pupuk N, pupuk P, dan interaksinya. Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Pupuk Nitrogen dan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tebu Nilai F-hitung Peubah Nitrogen Fosfor Interaksi Jumlah Daun (1-11 BST) Jumlah Tanaman per Juring 5 BST Jumlah Tanaman per Juring 7 BST Jumlah Tanaman per Juring 10 BST Jumlah Tanaman per Juring (1, 3, 4, 6, 8, 9, 11 BST) * * * * Jumlah Anakan per Rumpun (3-11 BST) Tinggi Batang 4 BST Tinggi Batang 11 BST Tinggi Batang (3, 5, 6, 7, 8, 9, 10 BST) SLA (3, 5, 7, 8, 9, 10, 11 BST) Bobot Kering Akar (1, 3, 5, 9, 11 BST) (a (a (a Bobot Kering Batang (1, 3, 5, 9, 11 BST) Bobot Kering Daun 1 BST Bobot Kering Daun 11 BST Bobot Kering Daun 3, 5 dan 9 BST Jumlah Ruas 11 BST Jumlah Ruas (7-10 BST) * Diameter Batang Atas (6, 7, 8, 11 BST) Diameter Batang Tengah 6 BST Diameter Batang Tengah (7-11 BST) * Diameter Batang Bawah 11 BST Diameter Batang Bawah (6-10 BST) * Rendemen Jumlah Tanaman Dipanen per Juring Produksi Hablur Kadar N Daun (1,3 dan 6 BST) - - Kadar P Daun (1 dan 6 BST) Kadar P Daun 3 BST - - (a - - Kadar N Batang (1,3 dan 6 BST) - - Kadar P Batang (1 dan 3 BST) Kadar P Batang 6 BST - - (a - - Kadar N Akar (1,3 dan 6 BST) - - Kadar P Akar (1 dan 3 BST) Kadar P Akar 6 BST - - (a - - Keterangan : * = Berpengaruh nyata pada uji-f pada taraf 5% ** = Berpengaruh sangat nyata uji-f pada taraf 1% = Tidak berpengaruh nyata (a = Hasil transformasi x+0.5 * ** (a * * (a * ** (a

Jumlah Daun, Tinggi Batang, dan Jumlah Anakan per Rumpun Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemupukan N, P dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun/tanaman dan jumlah anakan per rumpun umur 1 sampai 11 BST (Tabel 1). Pengaruh nyata hanya terdapat pada tinggi batang umur 4 BST. Semakin tinggi dosis pupuk N hingga 180 kg/ha akan meningkatkan tinggi batang. Pupuk N dengan dosis terendah (90 kg/ha) menghasilkan tinggi batang terendah (Tabel 2). Tabel 2. Tinggi Batang pada Pengaruh Pupuk N pada 4 BST Dosis Pupuk N (kg/ha) Peubah 90 135 180 225 ------------------------------cm------------------------------ Tinggi Batang 137.4b 141.3ab 144.7a 144.3a Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Nilai rata-rata jumlah daun berkisar antara 2.0 sampai 7.8 helai/tanaman. Jumlah daun/tanaman induk meningkat hingga 6 BST kemudian berangsur-angsur menurun akibat penuaan daun. Tinggi batang tebu terus meningkat dari umur 3 BST sampai 11 BST (Gambar 4). Jumlah anakan per rumpun mengalami penurunan hingga umur 8 BST, selanjuya meningkat lagi hingga umur 11 BST (Tabel 3). Tabel 3. Rata-rata Jumlah Daun, Tinggi Batang dan Jumlah Anakan per Rumpun Tebu umur 1-11 BST Peubah BST Jumlah Daun (helai) Tinggi Batang (cm) Jumlah Anakan per Rumpun (anakan/rumpun) 1 2.0 - - 2 6.4 - - 3 7.4 78.3 3.2 4 7.6 141.9 3.2 5 7.3 182.4 2.7 6 7.8 221.1 3.1 7 7.3 250.2 3.0 8 6.9 276.4 2.4 9 6.6 286.4 3.5 10 6.2 302.5 3.6 11 6.0 307.2 4.3

350 300 Tinggi Batang (cm) 250 200 150 100 50 0 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Umur (BST) Gambar 4. Pertumbuhan Tinggi Batang Tebu Umur 3-11 BST Interaksi N dan P tampak pengaruhnya secara nyata pada tinggi batang umur 11 BST (Tabel 4). 4 Interaksi perlakuan 225 kg N/ha dengan 72 kg P/ha menghasilkan tanaman tertinggi dan mampu meningkatkan tinggi batang sebesar 14.67 % jika dibandingkan dengan perlakuan yang menghasilkann tanaman terendah (interaksi perlakuan 135 kg N/ha dengan 108 kg P/ha) ). Interaksi perlakuan 90 kg N/ha dengan 36 kg P/ha tidak berbeda nyata dengan interaksi perlakuan 225 kg N/ha dengan 144 kg P/ha. Sehingga, dapat dinyatakan pemupukan dosis perlakuan tertinggi dan terendah menghasilkan tinggi batang yang tidak berbeda nyata. Tabel 4. Pengaruh Interaksi N dan P terhadap Tinggi Batang pada 11 BST Pupuk N (kg/ha) 36 72 Pupuk P (kg/ha) 108 144 --------------------------------cm--------------------------- ------------ 90 299.3abcd 290.8cd 322.8ab 303.4abcd 135 313.9abcd 323.0ab 283.6d 316.6abc 180 308.6abcd 295.0abcd 312.1abcd 304.9abcd 225 308.2abcd 325.2a 293.0bcd 315.2abcd Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

Jumlah Tanaman per Juring Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan N berpengaruh nyata terhadap jumlah tanaman per juring. Semakin tinggi dosis pupuk N semakin banyak jumlah tanaman per juring seperti yang terjadi pada pengamatan 7 dan 10 BST (Tabel 5). Pupuk N dengan dosis terendah (90 kg/ha) menghasilkan tanaman per juring paling sedikit. Tiga dosis selebihnya menghasilkan jumlah tanaman per juring yang tidak berbeda nyata, namun lebih tinggi daripada dosis 90 kg/ha tersebut. Semakin tinggi dosis pupuk P juga menghasilkan jumlah tanaman per juring semakin banyak, yang tampak nyata pada umur 5 dan 10 BST. Tabel 5. Jumlah Tanaman per Juring pada Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen dan Dosis Pupuk Fosfor Bulan Setelah Tanam (BST) Perlakuan 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 --------------------------------------tanaman /juring---------------------------------------- Nitrogen (kg/ha) 90 52.2 187.4 120.7 112.7 112.9 104.9b 122.2 140.1 122.7b 135.8 135 52.3 192.5 123.5 113.8 112.5 110.9ab 123.4 143.9 128.5ab 137.6 180 55.3 197.3 127.9 116.6 115.1 117.4a 125.1 146.2 132.5a 135.7 255 55.5 191.5 127.6 117.1 117.4 111.2ab 126.4 149.1 133.6a 141.1 Rata-Rata N 53.8 192.1 124.9 115.1 114.5 111.1 124.3 144.8 129.3 137.5 Fosfor (kg/ha) 36 55.2 189.6 121.1 114.5ab 112.9 109.8 123.6 142.6 125.1b 138.6 72 54.1 194.6 125.1 114.5ab 115.4 106.3 124.3 145.2 132.0ab 135.7 108 54.4 185.1 123.2 112.2b 114.2 110.6 122.6 145.9 124.1b 128.1 144 51.6 199.2 130.3 119.1a 115.5 117.5 126.6 145.5 136.1a 147.8 Rata-Rata P 53.8 192.1 124.9 115.1 114.5 111.1 124.3 144.8 129.3 137.5 Rata-Rata NP 53.8 192.1 124.9 115.1 114.5 111.1 124.3 144.8 129.3 137.5 Rata-rata NP/m 3.6 12.8 8.3 7.7 7.6 7.4 8.3 9.7 8.6 9.2 Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Kurva respon pada Gambar 5, menunjukkan peningkatan dosis pupuk N dapat meningkatkan jumlah tanaman per juring berdasarkan persamaan linier Y=0.034x+116.5, dan menggambarkan bahwa dosis 225 kg N/ha belum merupakan dosis yang optimum. Hal ini terlihat lebih jelas terutama saat tanaman berumur 10 BST (R 2 = 0.921) dari pada 7 BST (R 2 = 0.409). Nilai koefisien determinasi (R 2 ) = 0.921 menunjukkan bahwa 92.1% dari keragaman rataan jumlah tanaman per juring terhitung dalam fungsi linier pada 10 BST, sedangkan pada 7 BST hanya 40.9 %.

Jumlah Tanaman / Juring 160 140 120 100 80 60 40 20 0 7 BST 10 BST y = 0,034x + 116,5 R² = 0,921 y = 0,023x + 102,2 R² = 0,409 90 135 180 225 Dosis Pupuk N (kg/ha) Gambar 5. Hubungan Persamaan Antara Jumlah Tanaman per Juring dengan Pupuk N Respon pemupukan P terhadap peubah jumlah tanaman per juring dapat dinyatakan dalam persamaan regresi Y= 0.014x+112.2 pada 5 BST dan persamaan regresi Y= 0.031x+123.0 pada 10 BST. Kurva respon yang dihasilkan cenderung menunjukkan hubungan yang tidak linier karena pada 5 dan 10 BST mempunyai nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang kecil yaitu sebesar 0.263 dan 0.320 (Gambar 6). Nilai R 2 tersebut menunjukkan bahwa hanya 26.3% dan 32% dari keragaman rataan jumlah tanaman per juring terhitung dalam fungsi linier. Jumlah Tanaman / Juring 160 140 120 100 80 60 40 20 0 5 BST 10 BST y = 0,031x + 123,0 R² = 0,320 y = 0,014x + 112,2 R² = 0,263 36 72 108 144 Dosis Pupuk P (kg/ha) Gambar 6. Hubungan Persamaan Antara Jumlah Tanaman per Juring dengan Pupuk P

Spesific Leaf Area (SLA) Pemupukan Nitrogen dan Fosfor serta interaksinya tidak berpengaruh terhadap peubah Spesific Leaf Area (SLA). SLA Rata-rata SLA pada perlakuan N dan P adalah 1.1 Ha/kg. Nilai rata-rata SLA cenderung menurun dengan bertambahnya umur. Hal tersebut menunjukkan bahwa saat fase pemasakan dan pematangan tebu kemampuan tanaman dalam fotosintesis semakin berkurang dan pertumbuhan vegetatif mulai berkurang. Nilai rata-rata SLA mulai dari umur 3-11 BST tertera pada Tabel 6. Tabel 6. Rata-rata SLA pada Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen dan Fosfor BST Peubah 3 5 7 8 9 10 11 ---------------------------------Ha/kg (/1000)------------------------------- SLA 1.2 1.2 1.1 1.0 1.0 1.1 1.0 BK Akar, BK Batang, dan BK Daun Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan Nitrogen dan Fosfor serta interaksinya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah BK akar dan BK batang. Nilai berat kering masing-masing organ tebu (1-11 BST) tertera pada Tabel 7. Pengaruh pupuk N terhadap BK daun hanya terlihat pada awal pertumbuhan (1 BST) selanjuya tidak berpengaruh. Tanaman yang memperoleh pupuk N sebesar 225 kg/ha memiliki BK daun tertinggi, sedangkan untuk ketiga dosis lainnya yang lebih rendah tidak berbeda nyata. Pupuk P memperlihatkan pengaruh yang tidak konsisten selama pertumbuhan dari 1-11 BST (Tabel 8). Tabel 7. Rata-rata Bobot Kering Akar, Batang, dan Daun (g) Tanaman Tebu umur 1-11 BST Peubah 1BST 3 BST 5 BST 9 BST 11 BST BK Akar 0.20 8.50 30.10 42.90 41.50 BK Batang 0.58 99.43 509.32 1168.85 1319.58 BK Daun 0.30 93.76 174.22 227.73 146.92 BK Daduk 0.09 28.81 57.13 56.17 51.01 BK Daun Total 0.39 122.56 231.35 283.89 197.94

Tabel 8. Bobot Kering Daun pada Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen dan Fosfor Perlakuan Bulan Setelah Tanam (BST) 1 3 5 9 11 -------------------------------g/tanaman------------------------------ Nitrogen (kg/ha) 90 0.26b 94.27 159.83 203.11 149.23 135 0.28b 83.36 191.93 247.55 136.09 180 0.25b 99.01 164.09 214.82 159.64 225 0.39a 98.38 181.04 245.42 142.74 Rata-Rata N 0.30 93.76 174.22 227.73 146.92 Fosfor (kg/ha) 36 0.24b 87.89 163.30 209.12 137.40b 72 0.28ab 86.87 157.69 233.18 191.49a 108 0.35a 108.99 177.26 242.49 134.67b 144 0.31ab 91.27 198.64 226.12 124.13b Rata-Rata P 0.30 93.76 174.22 227.73 146.92 Rata-Rata NP 0.30 93.76 174.22 227.73 146.92 Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Interaksi pupuk N dan P juga berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering daun pada 1 BST. Pemupukan N dosis tertinggi (225 kg/ha) yang dikombinasikan dengan pemupukan P 108 kg/ha mampu menghasilkan bobot kering daun paling tinggi dari perlakuan lainnya. Kombinasi pemupukan N dan P dengan dosis terendah (90 kg N/ha dan 36 kg P/ha) menghasilkan BK daun terendah (Tabel 9). Kombinasi perlakuan lainnya menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Tabel 9. Pengaruh Interaksi N dan P terhadap Bobot Kering Daun pada Umur 1 BST Pupuk P (kg/ha) 36 72 108 144 --------------------------------------g-------------------------------- 90 0.15c 0.29bc 0.26bc 0.34b 135 0.29bc 0.30bc 0.24bc 0.29bc 180 0.19bc 0.19bc 0.29bc 0.35b 225 0.35b 0.33b 0.61a 0.26bc Pupuk N (kg/ha) Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

Peningkatan bobot kering organ daun, batang dan akar tanaman tebu terjadi dengan adanya peningkatan umur dan pada titik tertentu berangsur-angsur menurun sehingga akan terbentuk kurva pertumbuhan (sigmoid). Selain itu, masing-masing organ memiliki perbedaan waktu untuk mencapai nilai bobot kering maksimum. Pada organ akar dan daun nilai maksimum dicapai saat tanaman tebu berumurr 9 BST, sedangkan organ batang nilainya cenderung meningkat hingga panenn seperti tampak pada Gambar 7. 1400 1200 1000 Akar Batang Daun BK (g/tanaman) 800 600 400 200 0 1 3 5 9 11 Umur (BST) Gambar 7. Perkembangan P Bobot Kering Tanaman Tebu Dari gambar di atas juga diketahui periode kritis yaitu pada saat tanaman melakukan aktivitas pertumbuhan maksimal. Pada 3 dan 9 BST, terjadi peningkatan pertumbuhan BK organ daun, batang dan akar yang tinggi. Pada saat itu, unsur hara yang tersedia harus dapat mencukupi kebutuhan tanaman yang dimanfaatkan dalam pertumbuhan vegetatif. Sehingga pada 3 dan 9 BST merupakan periode kritis yang sangat menentukan tinggi rendahnyaa produksi tanaman tebu.

Jumlah Ruas Pupuk N dan P tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah ruas. Interaksi keduanya juga tidak berpengaruh nyata dari awal pertumbuhan hingga tanaman berumur 10 BST. Interaksi pupuk N dan P berpengaruh nyata pada saat tanaman tebu berumur 11 BST. Nilai rata-rata jumlah ruas cenderung meningkat dengan bertambahnya umur (Tabel 10). Rata-rata pembentukan ruas pada tebu kurang lebih 2 ruas/bulan. Tabel 10. Rata-rata Jumlah Ruas Tanaman Tebu (ruas/tanaman) umur 7-11 BST Perlakuan 7 BST 8 BST 9 BST 10 BST 11 BST Jumlah Ruas 20.2 22.8 24.1 29.5 29.7 Perlakuan pupuk N sebesar 180 kg/ha yang dikombinasikan dengan pupuk P 72 kg/ha menghasilkan tanaman dengan jumlah ruas paling sedikit pada 11 BST. Perlakuan pupuk N 135 kg/ha dan pupuk P 36 kg/ha menghasilkan tanaman dengan jumlah ruas yang lebih banyak, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 11). Tabel 11. Jumlah Ruas pada Interaksi Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen dan Fosfor pada 11 BST Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) 36 72 108 144 ----------------------------------ruas/tanaman-------------------------- 90 28.2ab 29.3ab 31.1a 30.1ab 135 31.1a 30.2ab 27.8ab 30.1ab 180 31.0a 27.2b 30.9a 30.0ab 225 29.2ab 31.1a 28.2ab 29.7ab Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Diameter Batang Perlakuan pemupukan N dan P serta interaksinya, tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang bagian atas dan tengah pada umur 7-11 BST. Pada umur 6 BST pupuk N berpengaruh nyata pada diameter batang bagian tengah dengan pola yang tidak menentu, dan pengaruhnya menjadi tidak nyata pada umur-umur

yang lebih tua. Pada diameter bagian bawah, pengaruh pupuk N terlihat pada akhir pengamatan (11 BST) semakin tinggi dosis pupuk N semakin besar diameter batang tebu (Tabel 12). Nilai rata-rata diameter batang cenderung menurun mulai tanaman berumur 7 BST hingga 11 BST. Nilai rata-rata diameter batang bagian atas tengah dan bawah berkisar antara 16.1 28.7 cm (Tabel 13). Tabel 12. Diameter Tengah dan Diameter Bawah pada Berbagai Dosis Pupuk Nitrogen Perlakuan Diameter Tengah Diameter Bawah 6 BST 11 BST ------------------------------cm------------------------- Pupuk N (kg/ha) 90 26.8a 26.7ab 135 25.7b 25.6b 180 27.1a 27.1ab 225 26.5ab 28.3a Rata-Rata N 26.5 26.9 Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Tabel 13. Rata-rata Diameter Batang Tebu (cm) Bagian Atas, Tengah dan Bawah pada Berbagai Umur Perlakuan 6 BST 7 BST 8 BST 9 BST 10 BST 11 BST Bagian Atas 17.7 18.1 17.2 16.8 16.5 16.1 Bagian Tengah 26.5 26.2 25.6 26.0 26.1 24.6 Batang Bawah 27.4 28.7 27.7 28.2 28.3 26.9 Respon diameter batang terhitung dalam persamaan linier Y= -0.364x + 20.15 untuk diameter bagian atas, Y= -0.274x + 28.15 untuk diameter bagian tengah dan persamaan Y = -0.096x + 28.67 untuk bagian bawah. Nilai koefisien keragaman (R 2 ) dari ketiga bagian pengukuran diameter tersebut menunjukkan bahwa sebesar 87%, 56.2% dan 7% dari keragaman rataan diameter bagian atas, tengah dan bawah terhitung dalam fungsi linier. Pada kurva respon terlihat bahwa terjadi penurunan diameter batang seiring dengan bertambahnya umur. Hal tersebut terlihat jelas pada diameter bagian atas karena nilai R 2 paling besar daripada lainnya (Gambar 8).

Diameter Batang (cm) Rendemen 35 30 25 20 15 10 5 0 Bagian Atas Bagian Tengah Batang Bawah y = -0,096x + 28,67 R² = 0,077 y = -0,274x + 28,15 R² = 0,562 y = -0,364x + 20,15 R² = 0,870 6 7 8 9 10 11 Umur (BST) Gambar 8. Pertumbuhan Diameter Batang Bagian Atas, Tengah, dan Bawah Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan Nitrogen, Fosfor, dan interaksinya tidak berpengaruh terhadap rendemen. Rata-rata nilai rendemen cenderung meningkat dengan semakin bertambahnya umur tanaman (Tabel 14) karena proses pemasakan dan pembentukan gula terus berlangsung hingga rendemen mencapai maksimum. Rendemen tebu berkisar antara 8.1 % - 8.5 %. Tabel 14. Rata-rata Rendemen pada Perlakuan Pupuk Nitrogen dan Fosfor pada 9-11 BST Perlakuan Nitrogen (kg/ha) Bulan Setelah Tanam (BST) 9 10 11 -------------------------%-------------------------- 90 7.8 7.0 8.3 135 7.3 7.0 8.3 180 7.2 7.1 8.3 225 7.3 7.3 8.5 Rata-Rata N 7.4 7.1 8.3 Fosfor (kg/ha) 36 7.3 7.2 8.3 72 7.5 7.2 8.5 108 7.5 7.2 8.4 144 7.3 6.8 8.1 Rata-Rata P 7.4 7.1 8.3 Rata-Rata NP 7.4 7.1 8.3

Jumlah Tanaman Dipanen per Juring Hasil analisis ragam, menunjukkan bahwa pemupukan N dan P dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah batang tebu dipanen per juring. Pada penelitian ini diperoleh nilai jumlah tanaman dipanen per juring berkisar antara 118.2 tanaman/juring sampai 131.3 tanaman/juring (Tabel 15). Rata-rata batang tebu yang dapat dipanen sebanyak 125.4 tanaman/juring atau 8.4 tanaman/m. Tabel 15. Rata-rata Jumlah Tanaman Dipanen per Juring pada Perlakuan Dosis Nitrogen dan Fosfor saat Panen Perlakuan Panen --tanaman/juring *) -- ---tanaman/m--- Nitrogen (kg/ha) 90 119.6 8.0 135 125.8 8.4 180 127.9 8.5 225 128.2 8.5 Rata-Rata N 125.4 8.4 Fosfor (kg/ha) 36 121.3 8.1 72 130.8 8.7 108 131.3 8.8 144 118.2 7.9 Rata-Rata P 125.3 8.4 Rata-Rata NP 125.4 8.4 *) = Panjang juring 15 m Produksi Analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan N dan P dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap berat tebu atau produksi. Pada penelitian ini diperoleh nilai produksi tebu berkisar antara 79.4 ton/ha sampai 87.5 ton/ha dengan rata-rata sebesar 162.3 kg/juring atau 83.2 ton/ha (Tabel 16). Nilai tersebut hanya mencapai 83.9 % potensi produksi varietas yang digunakan (Kidang Kencana) yaitu sebesar 99.2 ton/ha.

Tabel 16. Rata-rata Bobot Tebu (Produksi) pada Perlakuan Dosis Nitrogen dan Fosfor saat Panen Perlakuan Bobot Tebu ---kg/juring*)---.---ton/ha--- Nitrogen (kg/ha) 90 159.5 81.8 135 159.0 81.5 180 164.6 84.4 255 165.9 85.1 Rata-Rata N 162.3 83.2 Fosfor (kg/ha) 36 159.2 81.6 72 170.7 87.5 108 164.2 84.2 144 154.9 79.4 Rata-Rata P 162.3 83.2 Rata-Rata NP 162.3 83.2 *) = Panjang juring 15 m Hablur Sidik ragam menunjukkan bahwa pemupukan N dan P tidak berpengaruh nyata terhadap hablur (kristal gula) yang akan dihasilkan ketika tebu diproses menjadi gula di dalam pabrik. Pada penelitian ini nilai hablur yang dihasilkan berkisar antara 6 452 kg/ha sampai 7 448 kg/ha dengan rata-rata sebesar 6 942 ton/ha (Tabel 17). Tabel 17. Rata-rata Hablur pada Perlakuan Dosis Nitrogen dan Fosfor saat Panen Perlakuan Panen ---kg/ha--- Nitrogen (kg/ha) 90 6 771 135 6 780 180 6 967 225 6 942 Rata-Rata N Fosfor (kg/ha) 36 6 795 72 7 448 108 7 072 144 6 452 Rata-Rata P 6 942 Rata-Rata NP 6 942

Kandungan Nitrogen Saat tanaman berumur 1, 3 dan 6 BST kadar N daun cenderung menurun (Tabel 18) dan nilainya tergolong lebih rendah dari batas kecukupan unsur hara tanaman tebu (Lampiran 12). Hal serupa juga terjadi pada kadar N batang (Tabel 19) dan akar (Tabel 20). Tabel 18. Kandungan Hara N Daun Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (1, 3, dan 6 BST) Umur Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) 36 72 108 144 -----------------------%---------------------------- 90 1.48 1.43 1.47 1.38 1 BST 135 1.44 1.45 1.57 1.44 180 1.44 1.37 1.71 1.48 225 1.48 1.48 1.51 1.51 90 1.07 1.17 1.17 1.06 3 BST 135 1.07 1.14 1.01 1.17 180 1.02 1.06 1.09 1.14 225 0.96 1.24 1.10 1.11 90 0.95 0.79 0.86 0.88 6 BST 135 0.95 0.88 0.96 0.93 180 0.93 0.77 0.94 0.83 225 0.93 0.83 0.82 0.82 Tabel 19. Kandungan Hara N Batang Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Umur Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) 36 72 108 144 -------------------------%--------------------------- 90 0.97 0.94 0.81 0.79 3 BST 135 0.87 0.85 0.98 1.00 180 0.85 0.86 0.95 0.78 225 0.84 0.84 0.86 0.81 90 0.49 0.45 0.46 0.48 6 BST 135 0.48 0.45 0.57 0.59 180 0.47 0.51 0.57 0.50 225 0.48 0.50 0.50 0.56

Tabel 20. Kandungan Hara N Akar Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Umur Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) 36 72 108 144 --------------------------%-------------------------- 90 0.48 0.46 0.44 0.48 3 BST 135 0.44 0.43 0.47 0.44 180 0.45 0.40 0.50 0.43 225 0.43 0.42 0.46 0.42 90 0.35 0.35 0.38 0.36 6 BST 135 0.35 0.43 0.39 0.42 180 0.35 0.37 0.36 0.35 225 0.40 0.37 0.36 0.41 Efisiensi serapan unsur N pada organ daun, batang dan akar tebu mengalami peningkatan dengan bertambahnya umur. Serapan N tertinggi terdapat pada organ batang (Tabel 21). Menurut Erwin dan Abidin (1986) unsur N diserap relatif sedikit pada umur 1 bulan dan makin bertambah jumlahnya sesuai dengan bertambahnya umur. Jika kebutuhan N tidak diimbangi dengan ketersediaan kecukupan N dalam tanah akan mengakibatkan penyerapan terhadap unsur N berkurang sehingga dapat terjadi penurunan kadar N pada daun, batang dan akar. Tabel 21. Efisiensi Serapan N (%) pada Organ Tanaman Tebu Perlakuan Daun Batang Akar 1 BST 3 BST 6 BST 3 BST 6 BST 3 BST 6 BST N1P1 0.0031 3.38 5.06 3.13 7.21 0.13 0.37 N1P2 0.0056 4.78 3.93 2.66 6.09 0.18 0.29 N1P3 0.0058 6.92 4.33 5.02 7.82 0.25 0.33 N1P4 0.0061 4.38 5.25 4.33 7.15 0.17 0.39 N2P1 0.0059 4.70 3.97 3.84 5.01 0.12 0.30 N2P2 0.0067 3.63 5.16 4.10 8.42 0.15 0.42 N2P3 0.0048 5.35 4.05 4.46 7.55 0.15 0.32 N2P4 0.0058 5.65 5.89 3.72 9.32 0.14 0.37 N3P1 0.0038 5.28 3.52 4.28 5.96 0.12 0.33 N3P2 0.0038 5.91 5.14 6.07 8.93 0.29 0.35 N3P3 0.0071 5.73 4.14 4.37 6.42 0.19 0.24 N3P4 0.0071 4.87 4.48 3.99 6.88 0.16 0.35 N4P1 0.0079 6.18 4.81 4.92 7.06 0.25 0.26 N4P2 0.0063 4.05 3.66 6.28 8.27 0.28 0.40 N4P3 0.0149 4.72 5.38 3.19 8.57 0.18 0.32 N4P4 0.0055 6.07 4.81 4.18 12.40 0.21 0.38 Rata-rata 0.0063 5.10 4.60 4.28 7.69 0.17 0.34

Rata-rata efisiensi serapan N pada organ batang dan akar mengalami kenaikan hingga tanaman berumur 6 BST. Pada organ daun mengalami peningkatan hingga 3 BST kemudian berangsur-angsur turun (Gambar 9). Efisiensi penggunaan unsur N tertinggi terdapat pada batang tebu saat tanaman berumur 6 BST ( Tabel 22). 9 8 7 6 N Daun N Batang N Akar N (%) 5 4 3 2 1 0 1 BST 3 BST 6 BST Gambar 9. Rata-rata Efisiensi Serapan N Organ Tanaman Tebu saat 1, 3 dan 6 BST Tabel 22. Efisiensi Penggunaan N pada Organ Tanaman Tebu saat Berumur 6 BST Perlakuan Daun Batang Serapan N (kg/ha) NUE (%) Serapan N (kg/ha) NUE (%) N1P1 26.54 29.49 32.76 36.40 N1P2 29.32 32.57 32.99 36.65 N1P3 34.34 38.16 39.47 43.86 N1P4 26.03 28.92 28.17 31.30 N2P1 24.90 18.44 27.36 20.27 N2P2 30.23 22.39 39.16 29.00 N2P3 25.69 19.03 35.41 26.23 N2P4 35.41 26.23 41.47 30.72 N3P1 25.92 14.40 32.82 18.23 N3P2 35.51 19.73 46.85 26.03 N3P3 32.63 18.13 37.83 21.02 N3P4 27.94 15.52 33.48 18.60 N4P1 33.74 15.00 40.63 18.06 N4P2 30.98 13.77 47.63 21.17 N4P3 30.08 13.37 37.33 16.59 N4P4 30.26 13.45 55.35 24.60 Rata-rata 29.97 21.16 38.05 26.17

Kandungan Fosfor Kandungan hara P daun, cenderung menurun seiring bertambahnya umur (Tabel 23). Hal serupa juga terjadi pada kadar P batang (Tabel 24) dan akar (Tabel 25) meskipun demikian, kadar unsur P tersebut tergolong masih mencukupi kebutuhan hara tanaman tebu (Lampiran 12). Tabel 23. Kandungan Hara P Daun Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (1, 3, dan 6 BST) Umur Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) 36 72 108 144 ----------------------------%--------------------------- 90 0.25 0.23 0.23 0.24 1 BST 135 0.23 0.22 0.22 0.23 180 0.24 0.24 0.23 0.23 225 0.24 0.24 0.24 0.23 90 0.22 0.32 0.27 0.29 3 BST 135 0.27 0.26 0.28 0.27 180 0.28 0.28 0.29 0.30 225 0.29 0.33 0.27 0.32 90 0.18 0.23 0.19 0.14 6 BST 135 0.16 0.21 0.20 0.18 180 0.16 0.19 0.19 0.16 225 0.28 0.18 0.13 0.20 Umur 3 BST 6 BST Tabel 24. Kandungan Hara P Batang Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) 36 72 108 144 ---------------------------%--------------------------- 90 0.23 0.31 0.20 0.25 135 0.28 0.20 0.14 0.25 180 0.21 0.29 0.20 0.22 225 0.26 0.27 0.16 0.21 90 0.14 0.17 0.12 0.17 135 0.15 0.16 0.16 0.17 180 0.15 0.13 0.16 0.12 225 0.18 0.19 0.15 0.16

Umur 3 BST 6 BST Tabel 25. Kandungan Hara P Akar Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) 36 72 108 144 ---------------------------%--------------------------- 90 0.07 0.08 0.11 0.06 135 0.06 0.06 0.08 0.06 180 0.06 0.08 0.08 0.08 225 0.07 0.06 0.07 0.07 90 0.05 0.06 0.06 0.05 135 0.06 0.06 0.05 0.06 180 0.05 0.07 0.05 0.06 225 0.07 0.08 0.06 0.07 Efisiensi serapan unsur P memiliki nilai yang berbeda pada organ daun, batang dan akar tebu dan nilainya semakin cenderung meningkat pada 1, 3 dan 6 BST. Serapan P tertinggi terdapat pada organ batang (Tabel 26) sehingga kandungan P batang nilainya paling tinggi (0.31%). Tabel 26. Efisiensi Serapan P (%) pada Organ Tanaman Tebu Perlakuan Daun Batang Akar 1 BST 3 BST 6 BST 3 BST 6 BST 3 BST 6 BST N1P1 0.0007 0.88 1.22 0.99 2.82 0.02 0.08 N1P2 0.0012 1.51 0.78 0.96 2.55 0.03 0.07 N1P3 0.0012 2.35 0.85 1.84 3.06 0.04 0.06 N1P4 0.0013 1.67 1.93 1.69 3.57 0.04 0.08 N2P1 0.0013 1.55 1.55 1.51 2.66 0.03 0.06 N2P2 0.0013 1.12 1.68 1.28 3.86 0.03 0.08 N2P3 0.0009 1.94 1.19 2.05 2.50 0.04 0.07 N2P4 0.0012 1.98 1.18 1.50 4.49 0.03 0.10 N3P1 0.0008 1.67 1.04 1.42 2.08 0.04 0.08 N3P2 0.0008 2.16 1.44 1.05 3.49 0.05 0.06 N3P3 0.0013 1.93 1.11 1.01 2.41 0.04 0.05 N3P4 0.0015 1.47 0.71 0.94 2.75 0.03 0.07 N4P1 0.0018 2.28 0.71 2.34 4.25 0.05 0.06 N4P2 0.0014 1.34 0.78 2.17 3.44 0.06 0.07 N4P3 0.0028 1.64 1.40 1.27 2.71 0.05 0.07 N4P4 0.0011 2.27 1.56 1.39 4.77 0.05 0.09 Rata-rata 0.0013 1.74 1.20 1.46 3.21 0.04 0.07 Rata-rata efisiensi serapan P pada organ batang dan akar mengalami kenaikan hingga 6 BST. Pada organ daun mengalami peningkatan hingga 3 BST kemudian berangsur-angsur turun (Gambar 10). Selain itu, batang tebu juga menggunakan

unsur P yang terbanyak (Tabel 27). Hal ini dikarenakan unsur P sangat diperlukan dalam proses pembentukan gula pada batang tebu. 3,50 3,00 2,50 Daun Batang Akar P (%) 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 1 BST 3 BST 6 BST Gambar 10. Rata-rata Efisiensi Serapan P pada Organ Tanaman Tebu saat 1, 3 dan 6 BST Tabel 27. Efisiensi Penggunaan P pada Organ Tanaman Tebu saat Berumur 6 BST Perlakuan Daun Batang Serapan P* (kg/ha) PUE (%) Serapan P* (kg/ha) PUE (%) N1P1 26.54 29.49 32.76 36.40 N1P2 29.32 32.57 32.99 36.65 N1P3 34.34 38.16 39.47 43.86 N1P4 26.03 28.92 28.17 31.30 N2P1 24.90 18.44 27.36 20.27 N2P2 30.23 22.39 39.16 29.00 N2P3 25.69 19.03 35.41 26.23 N2P4 35.41 26.23 41.47 30.72 N3P1 25.92 14.40 32.82 18.23 N3P2 35.51 19.73 46.85 26.03 N3P3 32.63 18.13 37.83 21.02 N3P4 27.94 15.52 33.48 18.60 N4P1 33.74 15.00 40.63 18.06 N4P2 30.98 13.77 47.63 21.17 N4P3 30.08 13.37 37.33 16.59 N4P4 30.26 13.45 55.35 24.60 Rata-rata 6.00 8.43 11.83 16.78 *) P 2 O 5

Kandungan Kalium Hasil analisis kandungan K daun, saat tanaman berumur 3 BST kadarnya lebih besar dari umur 6 BST (Tabel 28). Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian unsur K meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Ketersediaan K tanah yang rendah (0.13 cmol(+)/kg) menyebabkan unsur K yang diserap tanaman jumlahnya sedikit sehingga kecukupan unsur K pada tanaman tebu belum terpenuhi (Lampiran 12) walaupun pupuk K tetap diberikan dengan dosis 270 kg/ha untuk semua perlakuan. Unsur K banyak dibutuhkan tanaman tebu yang digunakan untuk aktivitas pertumbuhan seperti fotosintesis, translokasi gula ke batang, dan dapat menyeimbangkan penyerapan unsur N dan P (Sundara, 1998). Umur 3 BST 6 BST Tabel 28. Kandungan Hara K Daun Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) 36 72 108 144 ---------------------------%--------------------------- 90 1.47 1.56 1.53 2.01 135 2.03 1.68 1.54 1.75 180 1.55 1.40 2.26 1.81 225 2.30 2.00 1.77 1.63 90 0.67 1.14 1.07 1.35 135 1.37 1.17 1.05 1.10 180 1.38 1.09 1.56 0.77 225 0.98 0.78 0.74 0.92 Pembahasan Pengaruh Pupuk Nitrogen Pupuk N tidak berpengaruh pada produksi tebu (Tabel 16) dan hablur (Tabel 17), walaupun pengaruhnya tampak pada beberapa peubah pertumbuhan seperti meningkaya tinggi tanaman pada 4 BST (Tabel 2), jumlah tanaman per juring pada 7 dan 10 BST (Tabel 5), diameter batang bagian tengah pada 6 BST dan diameter bagian bawah pada 11 BST (Tabel 12). Hasil analisis tanah pada awal percobaan menunjukkan kandungan unsur N dalam tanah tergolong sangat rendah (0.09 %). Setelah pupuk N diberikan, maka akan terlihat respon yang nyata pada peubah pertumbuhan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Wagimin (1985) terhadap tanaman Saccharum spontaneum menunjukkan bahwa kandungan N total pada tanah yang cukup rendah menyebabkan N yang tersedia bagi tanaman juga rendah sehingga penambahan Nitrogen menyebabkan tanaman memberikan respon nyata. Jumlah tanaman dipanen per juring juga tidak dipengaruhi oleh perlakuan Nitrogen (Tabel 15), meskipun jumlah tanaman per juring berpengaruh nyata pada 7 dan 10 BST. Penyebabnya adalah saat panen dilakukan, terdapat batang tebu yang tidak memenuhi kriteria tebang seperti sogolan (anakan tebu) yang tingginya kurang dari 1 m, tebu berpenyakit atau terkena hama penggerek dan tebu mati sehingga batang tersebut tidak dihitung dalam produksi. Peubah pertumbuhan seperti tinggi batang, jumlah tanaman dan diameter batang menjadi faktor yang menentukan tinggi rendahnya produksi (Apoen, 1975) yaitu semakin tinggi jumlah tanaman, tinggi batang dan diameter batang maka semakin besar pula produksi dan hablur yang dihasilkan. Pupuk N yang diberikan dari 90, 135, 180 sampai 225 kg/ha tidak berpengaruh nyata terhadap peubah produksi tebu karena pada peubah pertumbuhan tersebut juga tidak berpengaruh nyata saat menjelang panen (11 BST). Hal tersebut dapat terjadi, diduga adanya kehilangan unsur N yang berdampak pada penurunan kandungan N dalam tanah. Unsur N dalam tanah dapat berkurang jumlahnya karena diserap oleh tanaman tebu selama fase pertumbuhan. Selain diserap oleh tanaman, unsur N dapat hilang karena tekstur tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah lempung liat berpasir. Menurut Hardjowigeno (2003) tanah berpasir cenderung memiliki KTK tanah yang rendah seperti pada penelitian ini (4.78 cmol(+)/kg). Hardjowigeno (2003) menambahkan KTK tanah yang rendah akan berdampak pada sedikiya kation (NH + 4 ) yang dijerap oleh koloid-koloid tanah. Hal tersebut didukung oleh pendapat Leiwakabessy dan Sutadi (1998) yang menyatakan bahwa kehilangan N-NH 3 dari pemberian sejumlah urea ternyata meningkat dengan menurunnya KTK tanah. Kehilangan unsur N dapat juga terjadi karena volatilisasi yang prosesnya dibantu oleh mikroorganisme. Menurut Soepardi (1983) reduksi biokimia dari Nitrogen nitrat menjadi senyawa gas melibatkan jasad mikro dari golongan

heterotropik. Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan mikroorganisme tersebut adalah ph tanah. Dalam penelitian ini, ph tanah termasuk dalam kategori agak masam (5.6). Pada kondisi ini memberikan lingkungan tumbuh yang baik untuk perkembangan bakteri (Hardjowigeno, 2003) dalam mereduksi Nitrogen nitrat menjadi gas. Kehilangan unsur N dapat pula disebabkan oleh curah hujan tinggi (1 280 mm) yang mengakibatkan terjadinya pencucian N. Pencucian yang tinggi terjadi pada tanah dengan tekstur berpasir. Tanah berpasir seperti pada penelitian ini, memiliki ruang pori drainase yang lebih besar sehingga kemampuan dalam memegang air rendah. Akibaya, N yang terlarut dalam air akan lebih mudah hilang karena pencucian. Pengaruh Pupuk Fosfor Pupuk P juga tidak berpengaruh pada produksi tebu (Tabel 16) dan hablur (Tabel 17), Pengaruhnya hanya tampak pada peubah pertumbuhan yaitu meningkaya jumlah tanaman per juring pada 5 dan 10 BST (Tabel 5). Respon yang berbeda, diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Suhadi, et al (1985) terhadap tanaman tebu varietas PS 56 dan F 154 yaitu pemupukan P memberikan pengaruh terhadap panjang daun, lebar daun, panjang batang, panjang ruas dan diameter batang akan tetapi tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan dan jumlah daun. Jumlah tanaman per juring merupakan salah satu faktor yang menentukan besar kecilnya berat batang per hektar (produksi). Jumlah tanaman yang semakin banyak akan menghasilkan produksi yang semakin besar. Dalam penelitian ini, pupuk P yang diberikan dari 36, 72, 108 sampai 144 kg/ha tidak memberikan pengaruh terhadap peubah pertumbuhan, produksi tebu, dan hablur. Hal ini diduga karena kebutuhan hara tebu terhadap unsur P sudah terpenuhi sehingga P dosis tinggi dan rendah menghasilkan respon yang tidak nyata. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Afrida (2009) yang melaporkan bahwa pemberian pupuk P tidak berpengaruh terhadap produksi dan sebagian besar peubah pertumbuhan tanaman pegagan pada kondisi kebutuhan tanaman akan unsur P sudah tercukupi. Selain itu, pupuk P dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara tidak langsung jika dibandingkan dengan pemberian

pupuk N (Soepardi, 1983). Menurut Sundara (1998) kebutuhan tanaman tebu akan unsur Fosfor relatif lebih rendah dari unsur N dan K. Hasil analisis tanah pada awal percobaan menunjukkan kandungan unsur P dalam tanah tergolong sangat tinggi (187 ppm). Kandungan unsur P yang tinggi pada tanah diduga berasal dari residu pupuk TSP yang diberikan sebelumnya yaitu sebesar 350 kg/ha. Fosfor hanya berperan dalam proses metabolisme energetik dan biosintesis tanaman (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998) misalnya pada proses pembentukan gula, Fosfor diinkorporasikan dalam adenosin trifosfat (ATP) (Soepardi, 1983). Pada reaksi pembentukan sukrosa (Gambar 11), ATP digunakan bersama enzim untuk membentuk sukrosa (gula). Matahari CO 2 + O 2 C 6 H 12 O 6 + C 6 H 12 O 6+ O 2 Daun Enzim+ATP C 6 H 12 O 6 + C 6 H 12 O 6 C 6 H 22 O 11 + H 2 O Glukosa Fruktosa Sukrosa Air Gambar 11. Reaksi Pembentukan Sukrosa Tercukupinya Fosfor pada tanaman tebu diduga karena curah hujan yang tinggi (1 280 mm) menyebabkan Fosfor dilarutkan oleh air sehingga tersedia untuk tanaman dan memudahkan penyerapan unsur Fosfor secara difusi. Salah satu cara untuk meningkatkan keefisienan pengambilan Fosfor tanah yaitu dengan menurunkan kesukaran difusi melalui penambahan air dalam tanah (Sabiham et al., 1983). Tersedianya P bagi tanaman juga disebabkan oleh rendahnya kejenuhan Al (0.00 cmol(+)/kg) dan unsur Ca (3.33 cmol(+)/kg) yang sangat mudah mengikat unsur P menjadi bentuk senyawa yang tidak tersedia. Menurut Hardjowigeno (2003) salah satu penyebab kekurangan P di dalam tanah adalah pengikatan (fiksasi) oleh Al pada tanah masam atau Ca pada tanah alkalis. Pengaruh Interaksi Pupuk Nitrogen dengan Fosfor Interaksi Pupuk N dan P tidak berpengaruh pada produksi tebu (Tabel 16) dan hablur (Tabel 17), walaupun pengaruhnya tampak pada beberapa peubah pertumbuhan seperti tinggi batang pada 11 BST (Tabel 4), dan jumlah ruas pada 11 BST (Tabel 11). Jumlah ruas dan tinggi batang merupakan parameter untuk

melihat pemanjangan batang saat tebu memasuki fase pertumbuhan cepat. Bertambahnya tinggi batang akan diikuti oleh peningkatan jumlah ruas batang sehingga kedua peubah tersebut memiliki hubungan sinergis yang menentukan produksi. Saat panen, batang bawah tebu ditebang dengan ketinggian yang berbeda dari atas tanah sehingga panjang batang tebu menjadi lebih seragam. Hal tersebut menyebabkan tinggi batang tidak berpengaruh pada produksi. Kombinasi pupuk N dan P yang diberikan berpengaruh terhadap peubah tinggi batang pada 11 BST tetapi tidak berpengaruh pada produksi dan hablur. Penelitian yang dilakukan oleh Saputro et al. (1990) melaporkan bahwa perlakuan pemupukan NPK yang dicobakan terhadap varietas tebu PSBM 86-418 dan PS 82-792 di Bungamayang menghasilkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap peubah produksi, rendemen dan hablur. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh terganggunya keseimbangan unsur hara dalam tanah. Penjelasan sebelumnya menunjukkan bahwa kandungan N dalam tanah dan organ tanaman tergolong rendah. Kehilangan N dalam tanah menyebabkan unsur N tersedia bagi tanaman juga rendah. Namun di sisi lain, kandungan P tersedia yang sangat tinggi menyebabkan kebutuhan tanaman tebu terhadap unsur P sudah tercukupi. Adanya ketidakseimbangan unsur hara tersebut akan mengganggu tanaman selama fase pertumbuhan. Menurut Foth (1988) peningkatan pertumbuhan dan produksi akibat pemberian Nitrogen tidak berubah apabila Fosfor, Kalium dan unsur penting lainnya tidak tersedia bagi tanaman dalam jumlah yang cukup. Hal tersebut menunjukkan bahwa keseimbangan unsur hara sangat diperlukan karena pemupukan yang berimbang berpengaruh baik terhadap produksi. Keseimbangan unsur hara di dalam tubuh tanah terjadi karena adanya interaksi antar unsur hara, sehingga untuk menjaga agar tetap diperoleh hasil gula yang tinggi, diperlukan adanya keseimbangan antar unsur hara yang satu dengan yang lain. (Usman, 1985). Pada dasarnya, unsur N dan P memiliki hubungan yang sinergis yaitu jika pupuk Nitrogen diberikan dan pertumbuhan tanaman dirangsang, maka akan meningkatkan permintaan semua unsur hara tanaman lainnya misalnya pemakaian pupuk N-nitrat menyebabkan peningkatan penyerapan P dibanding pemakaian pupuk N-ammonium, sebagai konsekuensi meningkaya reduksi nitrat menjadi

ammonium dalam metabolisme tanaman yang membutuhkan sejumlah energi ATP (Hanafiah, 2005). Selain itu, interaksi Fosfor dengan unsur Nitrogen mempengaruhi pemasakan (Sundara, 2004) dalam proses pembentukan gula (sukrosa). Marsadi dalam Maswal dan Abidin (1988) menyatakan bahwa Nitrogen merupakan unsur yang paling dominan diantara unsur yang diperlukan oleh tanaman tebu, yang berfungsi antara lain untuk mendorong pembentukan anakan yang akhirnya akan memperbanyak jumlah batang dan berat batang per hektar. Dalam keseimbangan yang serasi, Nitrogen, Fosfor, dan kalium merupakan pelengkap satu sama lainnya yang akan menaikkan produksi. Pupuk N dan P tidak berpengaruh terhadap peubah produksi. Meskipun demikian, pupuk N dan P yang diberikan mampu menghasilkan rata-rata produksi yang lebih tinggi (83.2 ton/ha) jika dibandingkan dengan produksi tebu pabrik dan tebu rakyat (Lampiran 13). Hal ini diduga penggunaan dosis N yang lebih besar dari dosis sebelumnya (135 kg N/ha) pada perlakuan sehingga terdapat penambahan unsur N dalam tanah untuk meminimalisasi kehilangan unsur N selama fase pertumbuhan. Menurut Pawirosemadi dalam Maswal dan Abidin (1988), pada tanah yang kurang persediaan unsur hara N, P dan K, perlu ditambah unsur hara yang di perlukan dalam jumlah yang serasi, sebab masing-masing unsur hara akan memberikan pengaruh baik yang penuh kepada tanaman, jika unsur hara lain juga tersedia dalam jumlah yang cukup.