HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

DINAMIKA PINDAH MASSA DAN WARNA SINGKONG (Manihot Esculenta) SELAMA PROSES PENGERINGAN MENGGUNAKAN OVEN

HUBUNGAN PENYUSUTAN DENGAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SIMPLISIA TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) AMALIA SAGITA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODEL MATEMATIS PENGERINGAN LAPISAN TIPIS BIJI KOPI ARABIKA (Coffeae arabica) DAN BIJI KOPI ROBUSTA (Coffeae cannephora) ABSTRAK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Temu Putih. Penyortiran Basah. Pencucian. Pengupasan. Timbang, ± 200 g. Pengeringan sesuai perlakuan

Model Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh (Syzygium aromaticum) 1) ISHAK (G ) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan I.S. TULLIZA 3) ABSTRAK

BAB 2 STUDI KARAKTERISTIK PENGERINGAN SIMPLISIA. Pendahuluan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Singkong

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Penyusutan Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe) Terhadap Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

HUBUNGAN PENYUSUTAN LUAS PERMUKAAN TERHADAP KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) SKRIPSI

PROSES PERPINDAHAN MASSA DAN PERUBAHAN WARNA AMPAS TAHU SELAMA PENGERINGAN MENGGUNAKAN PEMANAS HALOGEN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Umum

METODOLOGI PENELITIAN

EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL PADA LAJU PENGERINGAN PUPUK ZA DALAM TRAY DRYER

RESKI FEBYANTI RAUF G

EVALUASI KONSTANTA PERSAMAAN INFILTRASI KOSTIAKOV DAN PHILIP SECARA EMPIRIK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.2.1 Penentuan Laju Pengeringan Konstan dan Menurun pada Wortel

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66

EVALUASI KONSTANTA PERSAMAAN INFILTRASI KOSTIAKOV DAN PHILIP SECARA EMPIRIK

Percobaan pendahuluan dilakukan pada bulan Januari - Maret 2012 dan. pecobaan utama dilakukan pada bulan April Mei 2012 dengan tempat percobaan

PENENTUAN KONSTANTA PENGERINGAN PATHILO DENGAN MENGGUNAKAN SINAR MATAHARI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Umum

4.1 FENOMENA DAN PENYEBAB KERUSAKAN KUALITAS PADA PRODUK PENGERINGAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat Mekanik (Kuat Tekan) Beras Gambar 2. Kerapatan enam varietas beras

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

PERPINDAHAN MASSA PADA PENGERINGAN JAHE MENGGUNAKAN EFEK RUMAH KACA *

UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH BUKAAN CEROBONG PADA OVEN TERHADAP KECEPATAN PENGERINGAN KERUPUK RENGGINANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGOLAHAN PRODUK PASCA PANEN HASIL PERIKANAN DI ACEH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Pohon mahkota dewa.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 PERHITUNGAN JUMLAH UAP AIR YANG DI KELUARKAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini adalah merancang suatu instrumen pendeteksi kadar

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI. 1.1 Lokasi dan Waktu. 1.2 Alat dan Bahan Alat Bahan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi


HASIL DAN PEMBAHASAN

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

PENGARUH BAHAN KEMAS SELAMA PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN KADAR AIR GULA KELAPA (Cocos Nucifera Linn) PADA BERBAGAI SUHU DAN RH LINGKUNGAN SKRIPSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau

Konstanta Laju Pengeringan Pada Proses Pemasakan Singkong Menggunakan Tekanan Kejut

METODE PENELITIAN. Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK PENGERINGAN DENGAN CARA MENENTUKAN KADAR AIR KESEIMBANGAN DAN KONSTANTA PENGERINGAN BUAH MAHKOTA DEWA

Pengeringan Untuk Pengawetan

METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

Determination of Thin Layer Drying Characteristic of Globefish (Rastrelliger sp.)

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

KADAR AIR KESETIMBANGAN (Equilibrium Moisture Content) BUBUK KOPI ROBUSTA PADA PROSES ADSORPSI DAN DESORPSI

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

I. METODE PENELITIAN. Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

PENGERINGAN BAHAN PANGAN (KER)

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar air awal 55.00 %bb - 67.74 %bb dan berakhir ketika tidak terjadi lagi perubahan massa, dimana kadar air akhir mendekati kadar air keseimbangan yang berada pada selang 8.17 %bb - 13.00 %bb. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data penurunan massa bahan untuk berbagai perlakuan suhu dan RH (Lampiran 2). Melalui pengukuran kadar air yang menggunakan metode oven, kemudian diperoleh data penurunan kadar air. Data tersebut kemudian dikonversi menjadi bentuk penurunan rasio kadar air dan diplotkan ke dalam suatu grafik sehingga diperoleh kurva penurunan rasio kadar air terhadap waktu (Gambar 8 dan Gambar 9). Tabel 4. Data kadar air dan lama pengeringan pada suhu 50 C Suhu ( C) RH (%) 50 Berat Total Massa (gram) Kadar Air (%bk) Kering Waktu Pengeringan awal akhir awal akhir (g) (menit) 30 119.31 42.70 205.59 9.37 39.04 395 40 144.08 53.42 213 14.95 46.47 435 50 134.63 53.74 173.71 9.25 49.19 450 60 145.02 68.14 136.43 19 61.34 560 Tabel 5. Data kadar air dan lama pengeringan pada RH 40 % Suhu ( C) RH (%) 40 Berat Total Massa (gram) Kadar Air (%bk) Kering Waktu Pengeringan awal akhir awal akhir (g) (menit) 109.32 54.15 122.25 19 49.19 510 50 144.08 53.42 213 14.95 46.47 435 40 60 183.74 74.69 172.40 10.73 67.45 430 70 143.70 53.34 193.38 8.90 48.98 185 Tabel 4 (perlakuan suhu yang sama yaitu 50 C dengan tingkat RH yang berbeda) menunjukkan bahwa dengan massa awal irisan singkong yang hampir sama, seperti pada perlakuan RH 40 % dan RH 60 %, memiliki kadar air awal yang ternyata nilainya tidak sama (bervariasi). Demikian juga, pada perlakuan RH 30 %, dengan massa awal irisan singkong yang cenderung lebih rendah dibandingkan massa awal irisan singkong lainnya, ternyata memiliki kadar air awal yang cenderung tinggi, yaitu sekitar 67 %bb. Hal yang mempengaruhi bervariasinya nilai kadar air awal bahan adalah jenis varietas singkong yang dipakai, diduga berbeda pada beberapa perlakuan dan umur tanaman sampai dengan dipanen yang juga diduga tidak seragam. Tetapi, meskipun singkong yang digunakan berasal dari lokasi yang sama dengan varietas yang sama, struktur dan sifat fisik bahan dapat berbeda. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan antara irisan singkong yang digunakan untuk pengeringan pada perlakuan RH 40 % dan RH 60 %. Terlihat bahwa irisan singkong yang digunakan untuk perlakuan RH 40 % dan RH 60 % mempunyai berat awal yang hampir sama, tetapi 21

mempunyai berat kering yang berbeda sekitar 35 %. Dengan demikian, diduga bahwa struktur bahan lebih padat untuk sampel perlakuan RH 60 %. Hal yang sama juga terjadi pada sampel percobaan untuk suhu 60 C dengan RH 40 % (Tabel 5). Perbedaan ini juga mempengaruhi karakteristik pengeringan sebagaimana akan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya. Waktu pengeringan irisan singkong bervariasi menurut tingkatan suhu dan RH. Tabel 4 dan 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu udara pengering, maka total waktu pengeringan semakin singkat. Selain itu, semakin tinggi RH udara pengering maka total waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan bahan semakin lama. Dari perubahan RH udara pengering (Tabel 4) terdapat indikasi bahwa dengan adanya peningkatan RH dapat memperlambat waktu pengeringan. Hal ini ditunjukkan oleh RH 30 % yang mempunyai waktu pengeringan tercepat yaitu 395 menit dengan kadar air akhir sebesar 9.37 %bk dan RH 60 % mempunyai waktu pengeringan terlama yaitu 560 menit dengan kadar air akhir sebesar 19 %bk. Tetapi, perlakuan dengan tingkat RH yang berbeda - beda ini, tidak menunjukkan adanya konsistensi antara tingkat RH dengan kadar air akhir yang dicapai. Hal ini ditunjukkan dengan semakin tinggi tingkat RH pada kadar air awal tertentu menghasilkan nilai kadar air akhir yang bervariasi. Pola perubahan rasio kadar air terhadap waktu pengeringan pada perlakuan suhu 50 C dengan tingkat RH yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 8. Terlihat bahwa proses pengeringan berjalan cepat, mulai dari awal pengeringan yang ditandai dengan menurunnya kurva secara tajam dan kemudian semakin melambat, yang ditunjukkan dengan bentuk kurva yang melandai hingga proses pengeringan selesai. Adanya perbedaan trend kurva yang ditunjukkan oleh hasil percobaan untuk RH 60 % diduga karena struktur bahan yang lebih padat, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Rasio Kadar Air (-) 30% 40% 50% 60% 0 90 180 270 360 450 540 630 Gambar 8. Kurva penurunan rasio kadar air terhadap waktu pada suhu 50 C Gambar 8 menunjukkan semakin tinggi nilai RH, bentuk kurva relatif lebih landai dan waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan irisan singkong akan semakin lama, karena kecepatan atau kemampuan untuk pembebasan air menjadi lebih rendah. Berdasarkan perubahan suhu udara pengering (Tabel 5), terlihat indikasi bahwa dengan adanya peningkatan suhu udara pengering dapat mempercepat waktu pengeringan. Hal ini terlihat pada suhu 22

70 C mempunyai waktu pengeringan tercepat yaitu 185 menit dengan kadar air akhir sebesar 8.90 %bk. Sedangkan suhu 40 C mempunyai waktu pengeringan terlama yaitu 510 menit dengan kadar air akhir sebesar 19 %bk. Berdasarkan hasil perhitungan kadar air akhir bahan setelah pengeringan, ternyata semakin cepat proses pengeringan menyebabkan nilai kadar air akhir yang cenderung semakin rendah, kecuali pada kondisi suhu 40 C yang seharusnya memiliki kadar air akhir lebih tinggi dibandingkan kondisi lainnya. Hal ini disebabkan oleh nilai kadar air awal bahan yang sangat kecil, sehingga membuat nilai kadar air akhir bahan juga semakin kecil. Pola perubahan rasio kadar air terhadap waktu pengeringan pada perlakuan RH 40 % dengan tingkat suhu yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 9. Rasio Kadar Air (-) 40 C 50 C 60 C 70 C 0 90 180 270 360 450 540 630 Gambar 9. Kurva penurunan rasio kadar air terhadap waktu pada RH 40 % Gambar 9 menunjukkan semakin tinggi suhunya, bentuk kurva relatif lebih curam dan waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan irisan singkong akan semakin singkat, karena kecepatan atau kemampuan untuk pembebasan airnya lebih tinggi. Tetapi, pada suhu 50 C terlihat bahwa trend penurunan rasio kadar airnya berhimpitan dengan perlakuan suhu 60 C. Selain itu, waktu yang dipakai untuk mengeringkan irisan singkong juga cenderung hampir sama, yaitu hanya terjadi selisih 5 menit. Hal ini diduga karena terjadi ketidakstabilan alat kontrol suhu pada mesin pengering saat proses pengeringan berlangsung. 4.1.2 Perubahan Laju Pengeringan Terhadap Waktu Laju pengeringan menunjukkan banyaknya air yang diuapkan per satuan waktu. Proses penguapan sejumlah air dari permukaan bahan akan bertambah cepat dengan adanya peningkatan suhu, peningkatan kecepatan udara pengering, dan penurunan tingkat RH dalam proses pengeringan. Data laju pengeringan rata - rata yang dihitung dengan cara merata-ratakan besarnya nilai laju pengeringan setiap 5 menit pengambilan data selama proses pengeringan dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. 23

Tabel 6. Laju pengeringan rata - rata irisan singkong pada suhu 50 C Suhu ( C ) RH (%) Laju Pengeringan (%bk/menit) 30 97 50 40 48 50 0.365 60 24 Tabel 7. Laju pengeringan rata - rata irisan singkong pada RH 40 % RH (%) Suhu ( C ) Laju Pengeringan (%bk/menit) 40 19 40 50 48 60 0.376 70 0.992 Tabel 6 dan 7 memperlihatkan bahwa laju pengeringan rata - rata meningkat seiring dengan semakin meningkatnya suhu atau semakin menurunnya tingkat RH. Hal ini disebabkan penguapan air akan berlangsung lebih cepat dengan bertambahnya suhu udara pengering atau menurunnya tingkat kelembaban relatif. Sehingga, laju pengeringan cenderung berbanding lurus dengan suhu pengeringan dan berbanding terbalik dengan kelembaban udaranya. Tabel 6 menunjukkan bahwa untuk perlakuan RH 30 % dengan kecepatan udara pengering yang cenderung konstan, yaitu sekitar 0.5 m/s memiliki laju pengeringan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan RH lainnya. Demikian juga pada perlakuan dengan tingkat suhu yang berbeda dan kecepatan udara pengering yang cenderung konstan (Tabel 7), terlihat bahwa untuk perlakuan suhu 40 C memiliki laju pengeringan rata - rata yang lebih rendah dibandingkan perlakuan suhu lainnya. Tetapi, untuk perlakuan suhu 60 C menunjukkan bahwa nilai laju pengeringan rata - ratanya lebih kecil dibandingkan perlakuan suhu 50 C dan tidak berada pada selang (48-0.992) %bk/menit. Selain diduga karena terjadi ketidakstabilan mesin pengering seperti pada kontrol suhu dan kecepatan aliran udara, hal ini dapat juga disebabkan oleh sifat bahan itu sendiri, seperti tingkat kadar air dan ketebalan bahan. Jika meninjau kembali pada Tabel 5, terlihat untuk perlakuan suhu 60 C memiliki kandungan air yang lebih rendah atau sedikit dibandingkan dengan perlakuan suhu lainnya seperti 50 C dan 70 C. Jumlah kandungan air bahan yang sedikit ini menyebabkan proses penguapan menjadi susah. Akibatnya, laju pengeringan menjadi lebih rendah. Ketebalan dari irisan singkong ternyata juga berpengaruh dalam menentukan semakin tinggi atau rendahnya laju pengeringan. Terlihat pada Tabel 5 bahwa berat kering sampel irisan singkong untuk perlakuan suhu 60 C dengan RH 40 % lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya. Sehingga, selain diduga bahwa struktur bahan lebih padat, irisan - irisan singkong pada perlakuan ini memiliki kemungkinan juga lebih tebal dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Irisan yang lebih tebal ini menyebabkan semakin sulitnya air untuk berpindah karena jarak yang harus ditempuh oleh air semakin jauh. Akibatnya, laju pengeringan menjadi lebih rendah. Gambar 10 dan 11 memperlihatkan kurva laju pengeringan terhadap waktu pada proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong. Terlihat bahwa trend laju pengeringan pada tahap awal lebih cepat, ditunjukkan dengan bentuk kurva yang lebih curam dibandingkan pada tahap akhir pengeringan. Hal yang menjadi penyebab penurunan kadar air yang relatif besar di awal pengeringan adalah masih terdapatnya air bebas yang berada di bagian permukaan bahan, sehingga terjadi perpindahan massa dari bahan ke udara dalam bentuk uap air sampai tekanan uap air pada permukaan 24

menurun. Pada tahap berikutnya, terjadi perpindahan air dari dalam bahan ke permukaan secara difusi yang mengakibatkan penurunan massa air menjadi lebih lambat. Hingga akhirnya setelah air bahan semakin berkurang, maka tekanan uap air bahan akan menurun sampai terjadi keseimbangan dengan udara disekitarnya dan tidak terjadi perpindahan air lagi. Hal ini ditunjukkan dengan bentuk kurva yang relatif landai pada masa menjelang akhir pengeringan hingga tercapai keseimbangan. Selama proses pengeringan terdapat dua periode laju pengeringan, yaitu periode laju pengeringan konstan dan periode laju pengeringan menurun. Laju pengeringan menurun sering dikelompokkan lagi menjadi dua tahap, yaitu tahap laju pengeringan menurun pertama dan laju pengeringan menurun kedua. Dalam periode laju pengeringan konstan, air yang berada pada permukaan bahan akan menguap seperti penguapan pada permukaan air bebas, dimana kecepatan penguapannya sama dengan kecepatan air yang dipindahkan dari dalam bahan ke permukaan. Sedangkan kondisi dimana kadar air saat laju pengeringan konstan ini berakhir lazim disebut sebagai kadar air kritis. Laju Pengeringan (%bk/menit) 2.5 2.0 1.5 0.5 0 90 180 270 360 450 540 630 30% 40% 50% 60% Gambar 10. Kurva laju pengeringan terhadap waktu pada suhu 50 C Laju Pengeringan (%bk/menit) 3.0 2.5 2.0 1.5 0.5 0 90 180 270 360 450 540 630 70 C 60 C 50 C 40 C Gambar 11. Kurva laju pengeringan terhadap waktu pada RH 40 % 25

Gambar 10 dan 11 menunjukkan bahwa sebagian besar dari kondisi perlakuan pengeringan tidak menunjukkan terjadinya laju pengeringan konstan sehingga dapat dikatakan bahwa pengeringan irisan singkong berlangsung pada periode laju pengeringan menurun. Hanya saja, laju pengeringan konstan terjadi sangat singkat pada perlakuan suhu 50 C dengan RH 60 %. Namun, karena laju pengeringan konstan ini sangat singkat sehingga dapat diabaikan. Terlihat pada Gambar 10, laju pengeringan menurun pertama pada semua tingkat RH terjadi sampai menit ke - 200, kemudian dilanjutkan dengan periode laju pengeringan menurun kedua hingga pengeringan berakhir. Gambar 11 menunjukkan bahwa laju pengeringan menurun pertama pada kondisi suhu pengeringan 70 C terjadi sampai menit ke - 130 dan untuk kondisi suhu 40 C, 50 C, dan 60 C terjadi sampai menit ke - 180, kemudian dilanjutkan dengan periode laju pengeringan menurun kedua hingga pengeringan berakhir. 4.1.3 Perubahan Laju Pengeringan Terhadap Kadar Air Laju pengeringan dipengaruhi oleh kandungan air dalam bahan. Laju pengeringan akan menurun seiring dengan pengurangan jumlah air di dalam bahan selama pengeringan. Hubungan antara kadar air dan laju pengeringan dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13. Seperti halnya hubungan antara perubahan laju pengeringan terhadap waktu, maka penurunan laju pengeringan terhadap kadar air dibagi juga menjadi dua periode, yaitu periode laju pengeringan konstan dan periode laju pengeringan menurun. Terlihat pada Gambar 12 dan 13 bahwa sebagian besar dari kondisi perlakuan pengeringan tidak menunjukkan terjadinya periode laju pengeringan konstan kecuali pada perlakuan suhu 50 C untuk RH 60 %. Namun, laju pengeringan konstan ini terjadi sangat singkat pada awal pengeringan sehingga dapat diabaikan. Dengan demikian, praktis dapat dikatakan bahwa pengeringan irisan singkong berlangsung pada periode laju pengeringan menurun. Terjadinya periode laju pengeringan konstan pada perlakuan pengeringan irisan singkong ini diduga karena adanya lapisan yang terbuka pada irisan - irisan singkong yang sebelumnya diberikan perlakuan pra pengeringan (blanching). Terlihat juga pada Gambar 12 dan 13, laju pengeringan akan menurun dengan cepat pada kadar air bahan tinggi yaitu di atas 193.38 %bk dan menurun dengan lambat pada kadar air bahan rendah, seperti pada perlakuan suhu 50 C untuk RH 60 % dan suhu 40 C untuk RH 40 %. Sehingga, dapat dikatakan bahwa semakin rendah kadar air bahan, maka laju pengeringannya semakin kecil. 2.5 Laju Pengeringan (%bk/menit) 2.0 1.5 0.5 30% 40% 50% 60% 0 50 100 150 200 250 Kadar Air (%bk) Gambar 12. Kurva laju pengeringan terhadap kadar air pada suhu 50 C 26

Laju Pengeringan (%bk/menit) 3.0 2.5 2.0 1.5 0.5 40 C 50 C 60 C 70 C 0 50 100 150 200 250 Kadar Air (%bk) Gambar 13. Kurva laju pengeringan terhadap rasio kadar air pada RH 40 % Gambar 13 memperlihatkan bahwa kurva saling berhimpitan pada kondisi suhu 40 C, 50 C, dan 60 C. Terlihat juga adanya perbedaan trend kurva yang ditunjukkan oleh hasil percobaan untuk suhu 70 C. Selain dikarenakan faktor kadar air yang cenderung bervariasi, suhu ternyata juga berperan dalam menentukan semakin tinggi atau rendahnya laju pengeringan. Sehingga, semakin rendah/tinggi suhu pengeringan dan semakin rendah/tinggi kadar air, maka laju pengeringannya menurun dengan lambat/cepat. 4.1.4 Model dan Konstanta Pengeringan Lapisan Tipis Singkong Pengeringan lapisan tipis adalah pengeringan bahan dimana semua bagian bahan yang terdapat dalam lapisan tersebut dapat menerima langsung panas yang berasal dari udara pengering (Hall 1980). Dengan demikian, semua bahan dalam lapisan tersebut akan mengalami pengeringan yang seragam. Pengeringan lapisan tipis irisan singkong ini menggunakan model semi - teoritis dan empiris untuk mendapatkan model pengeringannya. Adapun, model matematis pengeringan lapisan tipis irisan singkong yang dipilih meliputi model Lewis (Newton), Henderson & Pabis, dan Page. Perhitungan dilakukan dengan menormalkan persamaan dari model - model tersebut menjadi persamaan linier sederhana, seperti yang terlihat pada persamaan (13), (14), dan (15). Hasil pemodelan pengeringan lapisan tipis singkong berdasarkan model Lewis (Newton), Henderson & Pabis, dan Page dapat dilihat pada Gambar 14, Gambar 15, dan Gambar 16. Ketiga gambar tersebut memperlihatkan perbandingan antara data percobaan pengeringan lapisan tipis singkong dengan data hasil perhitungan. Terlihat bahwa model Page (Gambar 16) adalah model yang paling mendekati data percobaan pengeringan lapisan tipis singkong, ditunjukkan dengan bentuk grafik yang sangat berhimpit dengan grafik hasil percobaan. Hal ini didukung juga oleh analisis statistikal yang dilakukan (Tabel 8 dan 9), dimana model Page memiliki nilai rata - rata R 2 paling tinggi dan nilai rataan χ 2, RMSE yang paling rendah dibandingkan dengan model Lewis dan Henderson & Pabis. Pada kondisi suhu 50 C dengan tingkat RH berbeda, menghasilkan nilai rataan R 2, RMSE, dan χ 2 berturut - turut adalah 0.9998, 04105, dan 00021. Pada kondisi RH 40 % dengan suhu yang berbeda memiliki nilai rataan berturut - turut 0.9998, 05013, dan 00035. 27

Sehingga, dapat dikatakan bahwa model Page adalah model yang dapat menggambarkan karakteristik pengeringan lapisan tipis singkong. Model Page memiliki nilai R 2, RMSE, dan χ 2 berturut - turut untuk semua perlakuan, berada pada kisaran 0.9995-0.9999, 02051-10040, dan 00004-00107. Kemudian diikuti oleh model Lewis dengan nilai R 2, RMSE, dan χ 2 berturut - turut pada kisaran 0.9879-0.9998, 12851-57290, dan 00019-03371. Sedangkan model Henderson & Pabis memiliki nilai R 2, RMSE, dan χ 2 berturut - turut pada kisaran 0.9778-0.9998, 08550-0.106930, dan 00075-12071. berdasarkan uji keabsahan model - model tersebut, sehingga diketahui bahwa curve fitting terbaik terdapat pada kondisi perlakuan suhu 50 C dengan RH 50 % (model Page), kondisi perlakuan suhu 50 C dengan RH 30 % (model Lewis), dan kondisi perlakuan suhu 40 C dengan RH 40 % (model Henderson & Pabis). Setelah diketahui bahwa model Page merupakan model yang dapat menggambarkan secara tepat karakteristik pengeringan lapisan tipis singkong, maka akan digunakan nilai konstanta k dan n model Page untuk menggambarkan karakteristik pengeringan lapisan tipis singkong. Tabel 8. Hasil analisis statistikal model pengeringan irisan singkong pada suhu 50 C Suhu ( C) 50 RH (%) R 2 Lewis Model RMSE χ 2 (x10-4 ) (x10-4 ) Henderson & Pabis Page Model Model R 2 RMSE (x10-4 ) χ 2 (x10-4 ) R 2 RMSE (x10-4 ) χ 2 (x10-4 ) 30 0.9993 128.51 1.69 0.9984 301.29 9.31 0.9999 35.48 0.13 40 0.9988 180.79 3.31 0.9969 376.54 14.51 0.9999 33.95 0.12 50 0.9985 217.36 4.78 0.9972 298.72 9.12 0.9999 20.51 4 60 0.9930 431.99 18.83 0.9851 752.66 57.67 0.9995 74.25 0.56 Rata-rata 0.9974 207.95 7.15 0.9944 432.30 22.65 0.9998 45 1 Tabel 9. Hasil analisis statistikal model pengeringan irisan singkong pada RH 40 % RH (%) 40 Suhu ( C) R 2 Lewis Model RMSE χ 2 (x10-4 ) (x10-4 ) R 2 Henderson & Pabis Page Model Model RMSE (x10-4 ) χ 2 (x10-4 ) R 2 RMSE (x10-4 ) χ 2 (x10-4 ) 40 0.9998 43.45 0.19 0.9998 85.50 0.75 0.9999 31.61 0.10 50 0.9988 180.79 3.31 0.9969 376.54 14.51 0.9999 33.95 0.12 60 0.9990 173.96 3.06 0.9975 346.24 12.27 0.9999 34.56 0.12 70 0.9879 572.90 33.71 0.9778 1069.30 120.71 0.9996 100 7 Rata-rata 0.9964 242.77 17 0.9930 469.40 37.06 0.9998 50.13 0.35 Nilai konstanta - konstanta empiris dari model Lewis, Henderson & Pabis, dan model Page pada berbagai perlakuan suhu dan RH dapat dilihat pada Tabel 10 dan 11. 28

Rasio Kadar Air (-) 50 C, 30% Predicted 50 C, 30 % 50 C, 40% Predicted 50 C, 40 % 50 C, 50% Predicted 50 C, 50 % 50 C, 60% Predicted 50 C, 60 % 0 90 180 270 360 450 540 630 (a) Rasio Kadar Air (-) 40 C, 40% Predicted 40 C, 40 % 50 C, 40% Predicted 50 C, 40 % 60 C, 40% Predicted 60 C, 40 % 70 C, 40% Predicted 70 C, 40 % 0 90 180 270 360 450 540 (b) Gambar 14. Kurva MR percobaan dan perhitungan dengan model Lewis (a) suhu 50 C; (b) RH 40 % 29

Rasio Kadar Air (-) 50 C, 30% Predicted 50 C, 30 % 50 C, 40% Predicted 50 C, 40 % 50 C, 50% Predicted 50 C, 50 % 50 C, 60% Predicted 50 C, 60 % 0 90 180 270 360 450 540 630 (a) Rasio Kadar Air (-) 40 C, 40% Predicted 40 C, 40 % 50 C, 40% Predicted 50 C, 40 % 60 C, 40% Predicted 60 C, 40 % 70 C, 40% Predicted 70 C, 40 % 0 90 180 270 360 450 540 (b) Gambar 15. Kurva MR percobaan dan perhitungan dengan model Henderson & Pabis (a) suhu 50 C; (b) RH 40 % 30

Rasio Kadar Air (-) 50 C, 30% Predicted 50 C, 30 % 50 C, 40% Predicted 50 C, 40 % 50 C, 50% Predicted 50 C, 50 % 50 C, 60% Predicted 50 C, 60 % 0 90 180 270 360 450 540 630 (a) Rasio Kadar Air (-) 40 C, 40% Predicted 40 C, 40 % 50 C, 40% Predicted 50 C, 40 % 60 C, 40% Predicted 60 C, 40 % 70 C, 40% Predicted 70 C, 40 % 0 90 180 270 360 450 540 (b) Gambar 16. Kurva MR percobaan dan perhitungan dengan model Page (a) suhu 50 C; (b) RH 40 % 31

Tabel 10. Nilai konstanta model pengeringan irisan singkong pada suhu 50 C Henderson & Pabis Suhu RH Lewis Model Page Model Model ( C) (%) k k a k n 30 121 125 1.1266 099 319 40 109 115 1.1710 077 583 50 50 108 112 1.1516 069 757 60 079 087 1.3400 036 1.1223 Tabel 11. Nilai konstanta model pengeringan irisan singkong pada RH 40 % Henderson & Pabis RH Suhu Lewis Model Page Model Model (%) ( C) k k a k n 40 097 097 162 076 0.9889 50 109 115 1.1710 077 583 40 60 107 112 1.1565 075 590 70 228 256 1.4350 094 1.1722 Tabel 10 dan 11 memperlihatkan bahwa konstanta pengeringan (k, a, dan n) memiliki nilai yang berbeda - beda untuk setiap model pengeringan lapisan tipis yang ditentukan. Nilai konstanta pengeringan ini diperoleh secara bersamaan dengan proses perhitungan dari penormalisasian kurva pengeringan. Perubahan konstanta pengeringan akibat perlakuan suhu dan RH yang diperlihatkan pada Tabel 10 dan 11, menunjukkan bahwa perubahan suhu dan RH udara pengering mempengaruhi laju penguapan. Pengaruh peningkatan suhu udara pengering cenderung menyebabkan kenaikan laju penguapan dan pengaruh peningkatan RH udara pengering menyebabkan penurunan laju penguapan. Nilai k model Page pada perlakuan suhu 50 C dengan tingkat RH yang berbeda (Tabel 10), bervariasi dari 036 menit -1-099 menit -1. Sedangkan pada model Lewis dan Henderson & Pabis terlihat menghasilkan nilai k yang berdekatan atau hampir sama (Tabel 10 dan 11). Yang membedakan diantara keduanya adalah bahwa model Lewis menggunakan pendekatan suku pertama (n = 1) untuk penyederhanaan penyelesaian persamaan umum difusi, sedangkan model Henderson & Pabis mengganti nilai konstanta pada suku pertama tersebut dengan suatu nilai konstanta a yang nilainya juga mendekati satu. Adanya nilai konstanta sama dengan satu pada model Lewis ternyata menghasilkan model yang lebih baik daripada model Henderson & Pabis. Adapun nilai k model Lewis dan Henderson & Pabis berturut - turut bervariasi dari 079 menit -1-121 menit -1 dan 087 menit -1-125 menit -1. Nilai k model Page pada perlakuan RH 40 % dengan tingkat suhu yang berbeda (Tabel 11), bervariasi diantara 075 menit -1-094 menit -1. Sedangkan nilai k model Lewis dan Henderson & Pabis masing - masing berkisar antara 097 menit -1-228 menit -1 dan 097 menit -1-256 menit -1. Terlihat pada perlakuan suhu yang sama, nilai k akan semakin mengecil dengan meningkatnya kelembaban udara (RH). Namun, pada perlakuan RH yang sama, nilai k akan cenderung semakin bertambah besar seiring dengan meningkatnya suhu pengeringan, kecuali pada perlakuan suhu 60 C 32

dengan RH 40 %. Hal ini dikarenakan nilai k sangat erat kaitannya dengan besarnya nilai koefisien difusi suatu bahan yang dikeringkan, dimana keduanya berbanding lurus. Berbeda dengan nilai k, nilai n akan semakin besar seiring dengan semakin meningkatnya suhu dan kelembaban udara. Secara empiris, nilai konstanta - konstanta pengeringan (k dan n) dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan (5). Besarnya nilai konstanta k dan n masing-masing pada perlakuan RH 40 % dengan tingkat suhu yang berbeda, bervariasi mulai dari 075 menit -1-094 menit -1 dan 0.9889-1.1722. Sedangkan nilai k dan n berturut - turut pada perlakuan suhu 50 C dengan tingkat RH yang berbeda, bervariasi dari 036 menit -1-099 menit -1 dan 319-1.1223. Konstanta pengeringan merupakan koefisien yang berkaitan dengan nilai difusivitas bahan, sehingga nilai konstanta pengeringan juga merupakan fungsi dari suhu dan RH udara pengeringan. Gambar 18 dan 19 merupakan grafik hubungan antara nilai k, n dengan suhu dan RH pengeringan. Berdasarkan gambar tersebut, dapat dilihat bahwa nilai k meningkat secara kuadratik terhadap suhu dan menurun secara kuadratik seiring bertambahnya RH. Selain itu, terlihat juga nilai n yang meningkat secara kuadratik terhadap suhu dan RH. 12 10 RH 40% K HITUNG 1.4 1.2 RH 40% n hitung k (1/menit) 08 06 n 04 02 0 20 40 60 80 Suhu ( C) 0 20 40 60 80 Suhu ( C) Gambar 17. Pengaruh suhu pengeringan terhadap k dan n pada RH 40 % 12 SUHU 50 C 1.4 SUHU 50 C k (1/menit) 09 06 03 K HITUNG n 1.2 n hitung 00 0 20 40 60 80 RH (%) 0 20 40 60 80 RH (%) Gambar 18. Pengaruh RH pengeringan terhadap k dan n pada suhu 50 C Hubungan antara konstanta pengeringan dengan suhu dan RH pengeringan dinyatakan secara empiris menggunakan persamaan (6) dan persamaan (7). Nilai konstanta a, b, dan c yang diperoleh dari regresi non-linier dapat dilihat pada Tabel 12. Sedangkan nilai konstanta (k, n) hasil perhitungan 33

ditentukan dari substitusi ketiga konstanta a, b, dan c pada berbagai tingkat suhu dan RH, seperti yang ditampilkan pada Tabel 13 dan Tabel 14. Tabel 12. Hubungan antara konstanta hitung dan konstanta model Page terhadap suhu dan RH Konstanta k n Suhu RH a b ( C) (%) (x10-4 ) (x10-4 ) c Koefisien Korelasi SE (x10-4 ) 40 178.835-4.289 43 0.9427 003 50 111.710 82-25 0.9815 006 40 10843.2-65.390 95 0.9643 329 50 10381.3-16.590 0.505 0.9915 059 Tabel 13. Nilai k dan n percobaan dengan hasil perhitungan pada suhu 50 C Suhu ( C) RH (%) k k hitung n n hitung 30 099 097 319 338 50 40 077 083 583 526 50 069 063 757 814 60 036 038 1.1223 1.1204 Tabel 14. Nilai k dan n percobaan dengan hasil perhitungan pada RH 40 % RH (%) Suhu ( C) k k hitung n n hitung 40 076 077 0.9889 0.9979 40 50 077 074 583 311 60 075 079 590 862 70 094 093 1.1722 1.2285 Dari hasil perhitungan (prediksi) konstanta pengeringan irisan singkong yang telah diperoleh tersebut, selanjutnya dapat digunakan untuk memprediksi besarnya penurunan kadar airnya. 4.2 PENYUSUTAN IRISAN SINGKONG 4.2.1 Hasil Pengolahan Citra Terhadap Penyusutan Penyusutan pada sampel irisan singkong disebabkan oleh menguapnya air selama proses pengeringan yang berlangsung. Ketika air meninggalkan padatan, maka terbentuk suatu rongga - rongga pada bahan. Pengeringan menyebabkan rongga - rongga yang sebelumnya diisi oleh air menjadi saling terhubung dan menyatu. Akibatnya, permukaan terluar dari suatu bahan akan mengerut ke dalam dan memberikan suatu kenampakan yang berkerut - kerut. Hal ini tentu saja akan mengurangi luasan permukaan dari bahan tersebut. Pengeringan dengan menggunakan suhu tinggi menyebabkan permukaan terluar akan mengering dengan cepat dan berpotensi untuk membentuk suatu kulit luar yang keras, sehingga tahan terhadap kekuatan yang akan mendorong ke bagian dalam. Sedangkan bagian dalam bahan yang relatif lunak ditarik ke permukaan luar, sehingga meninggalkan suatu lubang di tengah. 34

Penyusutan merupakan karakteristik yang dapat diketahui dengan menentukan perubahan yang terjadi pada volume dan atau dimensi bahan (Wang et al. 2007). Pada penelitian ini, besarnya tingkat perubahan dimensi bahan termasuk pengamatan terhadap perubahan bentuk yang ditimbulkan selama pengeringan dapat diketahui dengan bantuan pengolahan citra menggunakan webcam. 30 % 40 % 50 % 60 % 0 90 180 270 360 450 540 Gambar 19. Penyusutan area citra terhadap waktu pengeringan pada suhu 50 C 70 C 60 C Suhu RH 50 C 40 C 0 90 180 270 360 450 Gambar 20. Penyusutan area citra terhadap waktu pengeringan pada RH 40 % Hasil perekaman citra dengan menggunakan webcam ditampilkan pada Gambar 19 dan Gambar 20. Terlihat pada kedua gambar, bahwa terjadi perubahan dimensi permukaan sampel irisan singkong selama berlangsungnya proses pengeringan. Selain perubahan dimensi permukaan, terlihat juga adanya dampak negatif dari proses pengeringan, yaitu perubahan bentuk fisik yang drastis seperti pengerutan yang disertai dengan pembengkokan pada bahan. Hal ini ditunjukkan oleh perlakuan suhu 50 C untuk RH 30 % dan RH 50 %. Dengan demikian, kondisi pengeringan yang menyebabkan 35

perubahan bentuk fisik ini sedapat mungkin perlu dihindari untuk mempertahankan kualitas produk kering yang dihasilkan. Penyusutan luas permukaan irisan singkong selama pengeringan dapat dilihat pada Gambar 21 dan Gambar 22 yang merupakan hubungan antara rasio area (A/A 0 ) terhadap waktu. Pada kedua gambar tersebut terlihat bahwa luas permukaan sampel irisan singkong berkurang dengan cepat di awal pengeringan yang ditandai dengan bentuk kurva yang relatif lebih curam (mendekati linier), kemudian berkurang secara perlahan-lahan hingga stabil di masa-masa akhir pengeringan. 30% 40% 50% 60% A/A 0 0 100 200 300 400 500 600 Gambar 21. Penyusutan area sampel irisan singkong terhadap waktu pengeringan pada suhu 50 C 40 C 50 C 60 C 70 C A/A 0 0 100 200 300 400 500 600 Gambar 22. Penyusutan area sampel irisan singkong terhadap waktu pengeringan pada RH 40 % 36

4.2.2. Hubungan Perubahan Luas Permukaan dengan Penurunan Kadar Air Gambar 23 dan Gambar 24 menunjukkan hubungan antara penyusutan (perubahan) luas permukaan sampel irisan singkong dengan rasio kadar airnya pada berbagai tingkat suhu dan RH. Data rasio kadar air ini digunakan untuk mewakili data kadar air. Terlihat dari kedua gambar, perubahan luas permukaan sampel irisan singkong berbanding lurus dengan penurunan kadar airnya; ditunjukkan dengan bentuk grafik yang cenderung linier. Tetapi, kandungan air bahan terlihat lebih cepat menurun dibandingkan dengan penyusutan luas permukaan bahannya. Misalnya, pada kondisi perlakuan suhu 50 C dengan RH 30 % (Gambar 23), dimana setelah rasio kadar air turun sebesar 40 %, penyusutan bahan baru terjadi sebesar 20 %. Hal ini akan terus berlangsung hingga tidak terjadi penurunan kadar air lagi dan diperoleh bahan kering dengan luas permukaan tertentu. Diketahui juga, bahwa kondisi pengeringan yang meliputi faktor suhu dan RH dapat mempengaruhi penyusutan luas permukaan sampel irisan singkong. Tetapi, penyusutan luas permukaan selama proses pengeringan tidak menunjukkan adanya pengaruh yang konsisten berdasarkan tingkat suhu dan RH. Seperti terlihat pada Gambar 23 dan 24, dimana trend penyusutan antara perlakuan RH 40 % dengan RH 60 % dan suhu 50 C dengan 70 C yang hampir sama (saling berhimpitan). Dengan demikian, diperlukan studi lebih lanjut untuk menemukan hubungan antara kondisi pengeringan dengan penyusutan luas permukaan irisan singkong. 30% 40% 50% 60% A/A 0 Rasio Kadar Air Gambar 23. Penyusutan area sampel irisan singkong terhadap rasio kadar air pada suhu 50 C 37

40 C 50 C 60 C 70 C A/A 0 Rasio Kadar Air Gambar 24. Penyusutan area sampel irisan singkong terhadap rasio kadar air pada RH 40 % Tabel 15 dan 16 menunjukkan besarnya penyusutan luas permukaan pada setiap tingkat suhu dan RH pengeringan serta pengurangan kandungan air bahan selama pengeringan. Terlihat juga bahwa persentase berkurangnya air bahan lebih besar daripada penyusutan luas permukaan bahan pada semua tingkat perlakuan suhu dan RH yang diberikan. Persentase penyusutan luas permukaan sampel irisan singkong berdasarkan RH pengeringan bervariasi dari 32.59 % - 49.81 %, sedangkan pengurangan kandungan air bahan memiliki persentase berkisar 91.87 % - 95.44 %. Demikian juga besarnya persentase penyusutan pada setiap suhu pengeringan bervariasi dari 22.03 % - 33 %, sedangkan persentase pengurangan kandungan air bahan berkisar antara 91.75 % - 95.39 %. Kondisi perlakuan yang menghasilkan susut luas permukaan bahan yang paling kecil, susut air bahan yang paling besar, dan tidak mengalami perubahan bentuk fisik yang drastis dapat mengindikasikan kualitas suatu produk kering tersebut baik. Tabel 15 dan 16 memperlihatkan bahwa hal tersebut dapat terjadi pada sampel untuk kondisi suhu 60 C dengan RH 40 %, dimana susut luas permukaan yang terjadi 22.25 % dan susut air bahan sebesar 93.77 %. Tetapi, jika kondisi ini dihubungkan dengan perubahan laju pengeringannya yang cenderung rendah, maka hal yang diduga menjadi penyebab luas permukaan sampel hanya menyusut sedikit pada kondisi ini adalah serat singkong yang lebih banyak yang menyebabkan struktur bahan menjadi lebih padat; sebagai akibat dari umur tanaman yang lebih tua. Tabel 15. Penyusutan selama pengeringan pada perlakuan suhu 50 C Suhu ( C) RH (%) Luas Permukaan (cm 2 ) Awal Akhir Susut (%) Susut Air Bahan (%) 30 15.72 7.89 49.81 95.44 50 40 11.69 7.88 32.59 92.88 50 10.11 6.41 36.59 94.67 60 16.26 10.54 35.18 91.87 38

Tabel 16. Penyusutan selama pengeringan pada perlakuan RH 40 % RH Luas Permukaan (cm 2 ) Susut Air Bahan Suhu ( C) (%) Awal Akhir Susut (%) (%) 40 10.35 8.07 22.03 91.75 40 50 11.69 7.88 32.59 92.88 60 16.27 12.65 22.25 93.77 70 17 7.69 30.53 95.39 Hasil analisis regresi linier dari penyusutan luas permukaan sampel irisan singkong terhadap rasio kadar air pada berbagai RH dan suhu, dapat diketahui dari persamaan (22) sampai persamaan (28) (data Lampiran 6). Adapun, setelah dilakukan analisis regresi linier, diketahui bahwa nilai koefisien korelasinya mendekati 1. Hal ini berarti kemampuan model linier untuk menggambarkan data percobaan adalah mendekati 100 %. Karena setiap perlakuan terlihat linier, maka penyusunan model penyusutan irisan singkong yang didasarkan pada persamaan (21) menggunakan data penurunan kadar air pada berbagai tingkat suhu dan RH. Nilai koefisien C 1 dan C 2 yang diperoleh bersamaan dari analisis regresi linier ini kemudian akan digunakan sebagai parameter penentuan besarnya penyusutan luas permukaan irisan singkong. Pada suhu 50 C dan RH udara pengering 30 % = 0.501 + 0.503 R 2 = 0.9991; SE = 057 (22) Pada suhu 50 C dan RH udara pengering 40 % = 78 + 0.315 R 2 = 0.9968; SE = 067 (23) Pada suhu 50 C dan RH udara pengering 50 % = 29 + 0.379 R 2 = 0.9987; SE = 051 (24) Pada suhu 50 C dan RH udara pengering 60 % = 61 + 0.355 R 2 = 0.9954; SE = 094 (25) Pada suhu 40 C dan RH udara pengering 40 % = 0.789 + 23 R 2 = 0.9926; SE = 069 (26) Pada suhu 60 C dan RH udara pengering 40 % = 0.785 + 19 R 2 = 0.9918; SE = 036 (27) Pada suhu 70 C dan RH udara pengering 40 % = 82 + 0.303 R 2 = 0.9939; SE = 100 (28) 39