HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan Metode Pengusangan APC IPB 77-1 MM Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM ini dirancang untuk dapat melakukan pengusangan cepat secara fisik maupun kimia. Prosedur penggunaan Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM diperoleh berdasarkan hasil praeksperimen yang dilakukan beberapa kali. Pengusangan Cepat Fisik Sebelum melakukan pengusangan fisik, botol penampung air diisi sebanyak 900 ml air untuk menghasilkan uap panas setelah proses pemanasan. Setelan pengatur pengusangan yang terdapat di belakang alat diatur ke arah kanan yang bertuliskan uap air untuk memilih pengusangan yang akan dilakukan adalah pengusangan fisik dengan penderaan uap panas (Gambar 12). Untuk pengusangan fisik, perlu dilakukan pemanasan air terlebih dahulu untuk menghasilkan uap panas sebelum dilakukannya pengusangan, sehingga belum dilakukannya penderaan. Tombol pengatur waktu pemasukan uap ke dalam ruang deraan dan timer (Gambar 13) diatur sesuai dengan waktu yang dikehendaki untuk proses pemanasan sampai uap panas masuk ke dalam ruang deraan. Setelah tomboltombol tersebut diatur, kemudian alat dinyalakan (Gambar 14) dan proses pemanasan pun berlangsung. Gambar 12. Setelan pengatur pengusangan

2 22 Gambar 13. Tombol pengatur waktu pemasukan uap (kiri), pengatur waktu penderaan (tengah), dan timer (kanan) Gambar 14. Tombol ON/OFF APC IPB 77-1 MM Air yang berasal dari botol penampung air masuk ke dalam tabung pemanas air melalui selang yang dihubungkan antara kedua tabung. Air tersebut dipanaskan di dalam tabung pemanas air (heater) menghasilkan uap panas. Uap panas yang dihasilkan dari tabung pemanas air kemudian diarahkan ke dalam tabung penampung uap panas melalui selang. Jika uap panas sudah terkumpul dan tabung penampung uap panas sudah terasa panas, kran penghubung tabung penampung uap panas dengan ruang deraan yang berwarna biru dibuka untuk membuka jalan uap panas masuk ke dalam ruang deraan. Waktu yang dibutuhkan selama proses pemanasan sampai uap panas di dalam ruang deraan mencapai suhu dan kelembaban yang konstan adalah ±1.5 jam. Selama proses pemasukan uap panas ke dalam ruang deraan, kran keluaran uap panas yang terdapat pada tabung penampung uap panas perlu dibuka-tutup untuk mengatur uap panas yang masuk ke dalam ruang deraan. Jika suhu di dalam ruang deraan sudah terlalu tinggi, maka kran keluaran uap panas dibuka untuk mengeluarkan sebagian uap panasnya, sehingga uap panas yang masuk ke dalam ruang deraan tidak terlalu banyak. Kran tersebut juga berfungsi untuk mengeluarkan air di dalam tabung penampung uap panas. Uap panas yang sudah lama mengumpul di tabung penampung uap berkondensasi menjadi air yang jika

3 23 semakin banyak akan menghambat proses penampungan uap panas. Terhambatnya proses penampungan uap panas tersebut dikarenakan selang penghubung dari tabung pemanas air tertutup oleh air sehingga sulitnya uap panas naik ke tabung penampung uap panas. Jika suhu dan kelembaban di dalam ruang deraan sudah konstan, yaitu mencapai ±52 C dengan RH 89%, alat dimatikan terlebih dahulu. Tabung-tabung wadah benih yang sudah berisi benih yang akan diusangkan kemudian dimasukan ke dalam ruang deraan. Jika benih sudah dimasukkan, ruang deraan ditutup rapat kembali dengan mengunci engkel penutupnya. Atur tombol waktu penderaan yang terletak di samping alat sesuai dengan waktu yang dikehendaki, yaitu 0, 1 15, 2 15, 3 15 dan 4 15 menit. Tombol waktu pemasukan uap juga diatur sesuai dengan lamanya waktu penderaan, sehingga uap panas akan terus masuk ke dalam ruang deraan selama waktu penderaan. Tombol timer juga disamakan untuk mengetahui habisnya waktu pengusangan. Selanjutnya, alat kembali dinyalakan untuk melakukan penderaan. Timer akan menyala berwarna merah dan berbunyi jika waktu yang diatur sudah habis. Suhu dan RH konstan ditentukan dari pengukuran dengan alat Thermohygrometer dari awal uap panas masuk sampai suhu dan RH di dalam ruang deraan konstan pada pra-eksperimen sebelumnya. Selama penelitian ini, peneliti masih harus mengukur suhu dan RH dengan alat Thermohygrometer selama proses pemasukan uap panas untuk memastikan suhu dan RH di dalam ruang deraan sudah konstan. Namun, suhu dan RH di dalam ruang deraan dapat mengalami perubahan. Suhu dapat naik turun tergantung besar kecilnya kran keluaran uap panas pada tabung penampung uap panas dibuka. Suhu dan RH juga dapat turun pada saat pembukaan tutup ruang deraan ketika pemasukan benih sebelum pengusangan atau pengambilan benih yang telah diusangkan dan masih akan melanjutkan proses pengusangan. Hal ini dapat diminimalisir dengan cara tidak membuka tutup ruang deraan terlalu lebar agar tidak terlalu banyak uap panas yang keluar sehingga suhu dan RH tidak menurun drastis. Akan tetapi, hal ini tidak menjamin suhu dan RH tetap sama dan konstan selama pengusangan. Selama penelitian ini, kendala yang dihadapi banyak terjadi pada tabung pemanas air (heater). Tutup tabung pemanas air yang hanya direkatkan dengan

4 24 lem seringkali tidak rapat dan mudah terlepas karena tidak kuat menahan tekanan uap panas yang besar. Kendala lainnya yaitu tabung pemanas air yang mengeluarkan bau terbakar dan asap akibat kekeringan air saat pemanasan. Dari sini, peneliti mengetahui bahwa terdapat volume minimal untuk pengisian air agar tidak terjadi kekeringan selama pemanasan. Untuk sekali pengusangan fisik dibutuhkan 900 ml air atau tidak boleh kurang dari 700 ml air agar aman dari kekeringan saat pemanasan. Pengusangan Cepat Kimia Sebelum melakukan pengusangan, etanol dimasukkan ke dalam tabung pemanas etanol sebanyak ±50 ml. Tabung-tabung wadah benih yang sudah berisi benih yang akan diusangkan kemudian dimasukan ke dalam ruang deraan. Jika benih sudah dimasukkan, ruang deraan ditutup rapat kembali dengan mengunci engkel penutupnya. Setelan pengatur pengusangan yang terdapat di belakang alat diatur ke arah kiri yang bertuliskan etanol untuk memilih pengusangan yang akan dilakukan adalah pengusangan kimia dengan penderaan uap etanol. Tombol-tombol waktu pemasukan uap, waktu penderaan, dan timer diatur sesuai dengan waktu yang dikehendaki, yaitu 0, 1 20, 2 20, 3 20 dan 4 20 menit. Ketiga tombol tersebut diatur dengan waktu yang sama agar uap etanol akan tetap masuk ke dalam ruang deraan selama penderaan. Kran penghubung tabung penampung uap etanol dengan ruang deraan yang berwarna merah dibuka untuk membuka jalan uap etanol masuk ke dalam ruang deraan. Setelah tomboltombol sudah diatur dan kran sudah dibuka, kemudian alat dinyalakan dan proses pengusangan pun berlangsung. Suhu dan kelembaban di dalam ruang deraan selama proses pengusangan kimia adalah 32 C dan 82%. Suhu dan RH tersebut ditentukan dari pengukuran dengan alat Thermohygrometer pada pra-eksperimen sebelumnya. Timer akan menyala berwarna merah dan berbunyi jika waktu yang diatur sudah habis. Jika tabung pemanas etanol bekerja, tabung akan menjadi panas untuk mempercepat proses penguapan etanol sehingga etanol yang dibutuhkan untuk pengusangan sangat banyak dan uap etanol yang dihasilkan menjadi hangat. Akan tetapi, setiap peneliti melakukan pengusangan, tabung pemanas uap etanol justru

5 25 menjadi dingin bahkan sampai berembun dan uap etanol yang terbentuk dingin (Gambar 15). Etanol yang dibutuhkan selama pengusangan juga tidak banyak. Namun, hal tersebut tidak terlalu mempengaruhi hasil pengusangan, hanya terdapat sedikit perbedaan pada kadar air. Jika tabung pemanas etanol bekerja dan uap yang dihasikan hangat, jumlah etanol yang masuk ke dalam alat pengusangan pun banyak dan semakin banyak etanol yang masuk ke dalam benih menggantikan kadar air benih. Penurunan kadar air benih selama pengusangan kimia menjadi sangat terlihat. Gambar 15. Tabung pemanas etanol yang berembun Pembuatan Lot Benih Pembuatan lot benih dilakukan untuk mendapatkan beberapa tingkat vigor yang berbeda. Lot benih didapat dengan perlakuan deteriorasi terkontrol. Metode deteriorasi tekontrol ini dilakukan dengan menyimpan benih kedelai di dalam wadah tertutup yang berisi air sehingga kelembaban udara terkontrol mencapai 97% pada suhu kamar 28.1 C selama 10 dan 20 hari. Metode deteriorasi terkontrol dapat memberikan keragaman viabilitas dan vigor pada lot benih kedelai dan diperoleh hasil lot benih dengan waktu deteriorasi terkontrol selama 10 hari sebagai vigor 2 (V2) dan deteriorasi terkontrol selama 20 hari sebagai vigor 3 (V3), sedangkan vigor 1 (V1) diperoleh dengan penyimpanan pada ruang AC. Nilai tengah status viabilitas dan vigor yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai tengah diperoleh dari rataan tiga ulangan pada masing-masing lot.

6 Tabel 1. Nilai tengah dan standar deviasi viabilitas dan vigor tiga lot benih kedelai Lot Benih DB (%) PTM (%) IV (%) K CT (%/etmal) V1 100a ± 0 100a ± a ± a ± 0.31 V ab ± a ± 0 76ab ± ab ± 2.9 V bc ± a ± 0 24c ± c ± 3.14 Keterangan : V1= Penyimpanan di ruang AC; V2= Metode deteriorasi terkontrol selama 10 hari; V3= Metode deteriorasi terkontrol selama 20 hari; DB= Daya Berkecambah; PTM= Potensi Tumbuh Maksimum ; IV= Indeks Vigor ; K CT = Kecepatan Tumbuh. Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom, menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji Tukey pada taraf 5%. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa benih yang diperlakukan deteriorasi terkontrol selama 10 hari (V2) dan 20 hari (V3) mengalami penurunan pada parameter viabilitas potensial maupun vigor benih. Tolok ukur daya berkecambah mengalami penurunan yang tidak berbeda nyata pada ketiga lot benih. Penurunan vigor lot pada tolok ukur indeks vigor dan kecepatan tumbuh juga tidak berbeda nyata antara V1 dan V2, tetapi berbeda nyata pada V3, sedangkan pada tolok ukur potensi tumbuh maksimum tidak mengalami penurunan sama sekali. Kemunduran meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar air benih setelah penyimpanan (deteriorasi terkontrol). Secara umum, viabilitas dan vigor benih menurun sejalan dengan meningkatnya suhu dan kelembaban, dan semakin lamanya benih terkena suhu dan kelembaban tinggi serta dengan meningkatnya kandungan kadar air benih (Justice dan Bass, 2002). Menurut Tatipata et al. (2004), suhu dan kelembaban tinggi akan mempercepat kemunduran benih akibat penurunan aktivitas enzim, penurunan cadangan makanan, meningkatnya nilai konduktivitas, dan penurunan daya berkecambah dan vigor. 26 Perubahan Kadar Air Selama Pengusangan Fisik dan Kimia Setelah benih diusangkan secara fisik dan kimia, kemudian benih diuji kadar airnya untuk mengetahui perubahan kadar air benih sebelum dan sesudah mengalami pengusangan.

7 Lot Tabel 2. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara kadar air benih kedelai dengan waktu pengusangan fisik dan kimia Pengusangan Fisik Pengusangan Kimia Persamaan Regresi R 2 r Persamaan Regresi R 2 r V1 y = x ** y = x ** V2 y = x * y = x * V3 y = x ** y = x ** Keterangan : y = peubah kadar air benih (%) dan x = peubah waktu pengusangan (menit). Angka yang diikuti oleh tanda (*) adalah nyata pada taraf 5% dan (**) adalah sangat nyata pada taraf 1%. Hasil analisis korelasi regresi antara kadar air dengan waktu pengusangan dapat dilihat pada Tabel 2. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang positif antara kadar air dengan waktu pengusangan pada pengusangan fisik dan korelasi negatif antara kadar air dengan waktu pengusangan pada pengusangan kimia. Gambar garis regresi antara kadar air dengan waktu pengusangan secara fisik dan kimia pada tiga lot benih dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Korelasi positif pada pengusangan fisik ini menunjukkan hubungan yang berbanding lurus antara kedua peubah, yang artinya semakin lama waktu pengusangan maka kadar air benih akan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan benih yang bersifat higroskopis sangat mudah menyerap air dari udara di sekitarnya (Sutopo, 2002). Selama proses penderaan dengan uap panas, benih menyerap uap panas dari lingkungan yang lembab sehingga kadar air benih meningkat. Korelasi negatif pada pengusangan kimia menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara kedua peubah, yang artinya semakin lama waktu pengusangan maka akan semakin rendah kadar airnya. Hal ini dikarenakan kadar air di dalam benih digantikan oleh etanol yang masuk ke dalam benih. Etanol adalah senyawa organik yang bersifat nonpolar yang dapat mendenaturasi protein pada konsentrasi tertentu (Baum dan Scaif dalam Saenong dan Sadjad, 1984) dan bersifat dehidran sehingga dapat menyerap air yang menyelimuti protein (Priestley dan Leopold dalam Tatipata, 1993) Nilai korelasi (r) tertinggi dari analisis regresi kadar air dengan waktu pengusangan (Tabel 2) dicapai oleh lot benih V1 pada pengusangan kimia sebesar Artinya, peubah kadar air (sumbu y) dipengaruhi oleh peubah waktu pengusangan (sumbu x) sebesar 92%. Nilai korelasi yang mendekati satu (r 1) 27

8 28 menunjukkan hubungan yang sangat erat antara waktu pengusangan dengan kadar air benih kedelai. Nilai korelasi pada seluruh lot dalam kedua pengusangan menunjukkan nilai korelasi yang nyata. Daya Berkecambah Benih Setelah Pengusangan Fisik dan Kimia Daya berkecambah merupakan salah satu tolok ukur viabilitas potensial benih. Daya berkecambah adalah kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah normal dalam lingkungan tumbuh yang optimum. Tabel 3. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara daya berkecambah benih kedelai dengan waktu pengusangan fisik dan kimia Lot Pengusangan Fisik Pengusangan Kimia Persamaan Regresi R 2 r Persamaan Regresi R 2 r V1 y = x tn y = x ** V2 y = x ** y = x ** V3 y = x ** y = x ** Keterangan : y = peubah daya berkecambah (%) dan x = peubah waktu pengusangan (menit). Angka yang diikuti oleh tanda (*) adalah nyata pada taraf 5%, (**) adalah sangat nyata pada taraf 1%, dan ( tn ) adalah tidak nyata pada taraf 5%. Hasil analisis korelasi regresi antara daya berkecambah dengan waktu pengusangan dapat dilihat pada Tabel 3. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang negatif antara daya berkecambah dengan waktu pengusangan baik pada pengusangan fisik maupun pengusangan kimia. Gambar garis regresi antara daya berkecambah dengan waktu pengusangan secara fisik dan kimia pada tiga lot benih dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Korelasi negatif ini menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara kedua peubah, yang artinya semakin lama waktu pengusangan maka daya berkecambahnya akan semakin rendah. Viabilitas benih yang memiliki vigor tinggi akan tetap memiliki total kecambah normal yang tinggi setelah mengalami penderaan uap panas maupun uap etanol pada benih, sedangkan lot benih yang memiliki vigor rendah akan berkurang total kecambah normalnya. Justice dan Bass (2002) mengungkapkan pada dasarnya proses kehilangan vigor benih terjadi bersamaan dengan viabilitasnya, tetapi pada tingkatan yang lebih rendah. Nilai korelasi (r) tertinggi dari analisis regresi daya berkecambah dengan waktu pengusangan (Tabel 3) dicapai oleh lot benih V1 pada pengusangan kimia

9 29 sebesar Artinya, peubah daya berkecambah (sumbu y) dipengaruhi oleh peubah waktu pengusangan (sumbu x) sebesar 95%. Nilai korelasi yang mendekati satu (r 1) menunjukkan hubungan yang sangat erat antara waktu pengusangan dengan daya berkecambah benih kedelai. Nilai korelasi pada seluruh lot dalam kedua pengusangan menunjukkan nilai korelasi yang nyata, kecuali lot benih V1 pada pengusangan fisik yang menunjukkan nilai korelasi yang tidak nyata. Potensi Tumbuh Maksimum Benih Setelah Pengusangan Fisik dan Kimia Potensi tumbuh maksimum adalah total benih hidup atau menunjukkan gejala hidup (Sadjad, 1994). Potensi tumbuh maksimum merupakan presentase pemunculan kecambah yang dihitung berdasarkan jumlah benih yang tumbuh terhadap jumlah benih yang ditanam. Tabel 4. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara potensi tumbuh maksimum benih kedelai dengan waktu pengusangan fisik dan kimia Lot Pengusangan Fisik Pengusangan Kimia Persamaan Regresi R 2 r Persamaan Regresi R 2 r V1 y = x 0.01 * -0.1 tn* y = x ** V2 y = x ** y = x ** V3 y = x ** y = x ** Keterangan : y = peubah potensi tumbuh maksimum (%) dan x = peubah waktu pengusangan (menit). Angka yang diikuti oleh (*) adalah nyata pada taraf 5% dan (**) adalah nyata pada taraf 1%, dan ( tn ) adalah tidak nyata pada taraf 5%. ( * ) Nilai R 2 dan r lot V1 pada pengusangan fisik diasumsikan 0.01 dan 0.1 Hasil analisis korelasi regresi antara potensi tumbuh maksimum dengan waktu pengusangan dapat dilihat pada Tabel 4. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang negatif antara potensi tumbuh maksimum dengan waktu pengusangan baik pada pengusangan fisik maupun pengusangan kimia. Gambar garis regresi antara potensi tumbuh maksimum dengan waktu pengusangan secara fisik dan kimia pada tiga lot benih dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6. Korelasi negatif ini menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara kedua peubah, yang artinya semakin lama waktu pengusangan maka potensi tumbuh maksimum semakin rendah.

10 30 Nilai korelasi (r) tertinggi dari analisis regresi potensi tumbuh maksimum dengan waktu pengusangan (Tabel 4) dicapai oleh lot benih V3 pada pengusangan fisik dan pengusangan kimia sebesar Artinya, peubah potensi tumbuh maksimum (sumbu y) dipengaruhi oleh peubah waktu pengusangan (sumbu x) sebesar 95%. Nilai korelasi yang mendekati satu (r 1) menunjukkan hubungan yang sangat erat antara waktu pengusangan dengan potensi tumbuh maksimum benih kedelai. Nilai korelasi pada seluruh lot dalam kedua pengusangan menunjukkan nilai korelasi yang nyata, kecuali lot benih V1 pada pengusangan fisik yang menunjukkan nilai korelasi yang tidak nyata. Indeks Vigor Benih Setelah Pengusangan Secara Fisik dan Kimia Presentase kecambah normal pada hitungan pertama pengujian daya berkecambah menunjukkan presentase benih yang cepat berkecambah dan hal ini menunjukkan indeks vigor. Menurut Copeland dan McDonald (2001) nilai indeks vigor benih adalah nilai perkecambahan pada hitungan pertama, yang merupakan salah satu tolok ukur yang dapat digunakan untuk menentukan vigor benih. Tingginya total kecambah normal pada hitungan pertama megindikasikan indeks vigor yang tinggi. Tabel 5. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara indeks vigor benih kedelai dengan waktu pengusangan fisik dan kimia Lot Pengusangan Fisik Pengusangan Kimia Persamaan Regresi R 2 r Persamaan Regresi R 2 r V1 y = x * y = x ** V2 y = x ** y = x * V3 y = x ** y = x * Keterangan : y = peubah indeks vigor (%) dan x = peubah waktu pengusangan (menit). Angka yang diikuti oleh tanda (*) adalah nyata pada taraf 5% dan (**) adalah sangat nyata pada taraf 1%. Hasil analisis korelasi regresi antara indeks vigor dengan waktu pengusangan dapat dilihat pada Tabel 5. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang negatif antara indeks vigor dengan waktu pengusangan baik pada pengusangan fisik maupun pengusangan kimia. Gambar garis regresi antara indeks vigor dengan waktu pengusangan secara fisik dan kimia pada tiga lot benih

11 31 dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8. Korelasi negatif ini menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara kedua peubah, yaitu semakin lama waktu pengusangan maka akan semakin rendah indeks vigornya. Benih yang memiliki vigor tinggi akan memiliki nilai perkecambahan pada hitungan pertama yang tinggi meskipun setelah mengalami penderaan uap panas maupun uap etanol dibandingkan dengan benih bervigor rendah yang akan kehilangan kemampuannya untuk berkecambah. Menurut Justice dan Bass (2002) kehilangan vigor dapat dianggap sebagai suatu tahap perantara dari kehidupan benihnya, yaitu yang terjadi antara awal dan akhir proses kemunduran (kematian). Dina et al. (2006) mengemukakan bahwa parameter yang menunjukkan menurunnya viabilitas benih lebih dini merupakan indeks vigor yang lebih peka. Nilai korelasi (r) tertinggi dari analisis regresi indeks vigor dengan waktu pengusangan (Tabel 5) dicapai oleh lot benih V1 pada pengusangan kimia sebesar Artinya, peubah indeks vigor (sumbu y) dipengaruhi oleh peubah waktu pengusangan (sumbu x) sebesar 95%. Nilai korelasi yang mendekati satu (r 1) menunjukkan hubungan yang sangat erat antara waktu pengusangan dengan indeks vigor benih kedelai. Nilai korelasi pada seluruh lot dalam kedua pengusangan menunjukkan nilai korelasi yang nyata. Kecepatan Tumbuh Benih Setelah Pengusangan Secara Fisik dan Kimia Nilai K CT menunjukkan presentase rata-rata kecambah yang tumbuh setiap hari. Menurut Sadjad (1994) tolok ukur K CT dianggap secara umum mengindikasikan vigor benih dalam keadaan lapang yang suboptimum karena diasumsikan bahwa benih yang cepat tumbuh mampu mengatasi segala macam kondisi suboptimum. Benih yang lebih cepat tumbuh menunjukkan benih tersebut memiliki vigor yang lebih tinggi. Semakin tinggi nilai K CT maka semakin tinggi pula vigor lot benih tersebut. Hasil analisis korelasi regresi antara kecepatan tumbuh dengan waktu pengusangan dapat dilihat pada Tabel 6. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi korelasi yang negatif antara kecepatan tumbuh dengan waktu pengusangan baik pada pengusangan fisik maupun pengusangan kimia. Gambar garis regresi antara kecepatan tumbuh dengan waktu pengusangan secara fisik dan kimia pada tiga lot

12 benih dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 10. Korelasi negatif ini menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara kedua peubah, yang artinya semakin lama waktu pengusangan maka semakin rendah kecepatan tumbuhnya. Tabel 6. Persamaan regresi dan nilai korelasi (r) antara kecepatan tumbuh benih kedelai dengan waktu pengusangan fisik dan kimia 32 Lot Pengusangan Fisik Pengusangan Kimia Persamaan Regresi R 2 r Persamaan Regresi R 2 r V1 y = x tn y = x ** V2 y = x ** y = x ** V3 y = x ** y = x ** Keterangan : y = peubah kecepatan tumbuh benih (%/etmal) dan x = peubah waktu pengusangan (menit). Angka yang diikuti oleh tanda (*) adalah nyata pada taraf 5% dan (**) adalah sangat nyata pada taraf 1%, dan ( tn ) adalah tidak nyata pada taraf 5%. Salah satu indikasi pertama dari kemunduran adalah penurunan vigor kecambah yang terlihat dari penurunan laju perkecambahan (Justice dan Bass, 2002). Sadjad et al. (1999) menyatakan bahwa benih yang vigor akan menunjukkan nilai K CT yang tinggi karena benih tersebut berkecambah cepat dalam waktu yang relatif singkat, sedangkan benih yang kurang vigor akan berkecambah normal dalam jangka waktu yang lebih lama. Nilai korelasi (r) tertinggi dari analisis regresi kecepatan tumbuh dengan waktu pengusangan (Tabel 6) dicapai oleh lot benih V1 pada pengusangan kimia sebesar Artinya, peubah kecepatan tumbuh (sumbu y) dipengaruhi oleh peubah waktu pengusangan (sumbu x) sebesar 93%. Nilai korelasi yang mendekati satu (r 1) menunjukkan hubungan yang sangat erat antara waktu pengusangan dengan kecepatan tumbuh benih kedelai. Nilai korelasi pada seluruh lot dalam kedua pengusangan menunjukkan nilai korelasi yang nyata, kecuali lot benih V1 pada pengusangan fisik yang menunjukkan nilai korelasi tidak nyata. Analisis regresi terhadap kedua metode pengusangan pada tolok ukur yang terpilih dilakukan untuk melihat nilai koefesien determinasi R-Sq/R 2 > 80%. Metode yang mempunyai tolok ukur dengan nilai R 2 > 80% terbanyak adalah metode pengusangan kimia. Nilai koefisien determinasi yang tinggi menunjukkan hubungan yang erat secara kuantitatif antara waktu pengusangan benih dengan berbagai parameter viabilitas dan vigor benih yang diamati.

13 33 Sudut Kemiringan dan Nilai Vigor Berdasarkan garis regresi hubungan antara waktu pengusangan (sumbu X) dan tolok ukur viabilitas dan vigor benih (sumbu Y) didapatkan sudut kemiringan (α) garis regresi yang menunjukkan besarnya laju penurunan vigor benih kedelai setelah mengalami pengusangan. Sudut kemiringan (α) yang lebih besar menunjukkan laju penurunan vigor yang lebih cepat dalam hasil pengusangan. Sebaliknya, sudut kemiringan (α) yang lebih kecil menunjukkan laju penurunan vigor yang lebih lambat sehingga lot benih tersebut dapat mempertahankan viabilitas dan vigornya tetap tinggi meski sudah diusangkan. Sudut kemiringan (α) garis regresi hasil pengusangan fisik dan kimia dapat membandingkan perbedaan vigor daya simpan benih antara V1 dan V2 karena berdasarkan hasil uji viabilitas dan vigor awal kedua lot tidak berbeda nyata. Garis regresi yang menunjukkan laju penurunan vigor hasil pengusangan dengan APC IPB 77-1 MM dinilai lebih peka mendeteksi pengaruh pengusangan untuk mengetahui vigor daya simpan daripada hanya menganalisa vigor awalnya saja. Berikut digambarkan laju penurunan vigor tiga lot benih kedelai hasil pengusangan kimia pada tolok ukur potensi tumbuh maksimum (Gambar 16). Dapat dilihat bahwa lot benih V1 memiliki penurunan yang landai atau sudut kemiringan yang kecil dibandingkan dengan V2 dan V3. Artinya, V1 memiliki vigor daya simpan yang lebih besar karena kemampuannya mempertahankan vigornya tetap tinggi meskipun sudah mengalami pengusangan. Potensi Tumbuh Maksimum (%) Variable V1 V2 V Waktu Pengusangan (menit) Gambar 16. Laju penurunan vigor tiga lot benih kedelai hasil pengusangan kimia pada tolok ukur potensi tumbuh maksimum

14 Nilai vigor benih hasil pengusangan fisik dan kimia (Tabel 7) merupakan fungsi nilai dari vigor awal (Va) lot benih dibagi dengan sudut kemiringan (α) garis regresi. Nilai vigor tersebut diindikasikan dapat menggambarkan vigor daya simpan benih kedelai. Tolok Ukur DB Tabel 7. Rekapitulasi sudut kemiringan (α) garis regresi dan nilai vigor tiga lot benih kedelai pada seluruh tolok ukur setelah pengusangan fisik dan pengusangan kimia Lot Benih Pengusangan Fisik Va (%) α Nilai Vigor (Va/α ) Pengusangan Kimia Va (%) α Nilai Vigor (Va/α ) V V V V * PTM V V V IV V V V KCT V V Keterangan : IV = Indeks Vigor; DB = Daya Berkecambah; K CT = Kecepatan Tumbuh; PTM = Potensi Tumbuh Maksimum; Va = Vigor Awal; α = sudut kemiringan garis regresi. Pada sudut kemiringan yang diikuti tanda * tidak memiliki nilai sudut kemiringan dan diasumsikan 0.1. Pada Tabel 7, tingkat vigor pada lot benih V1 dan V2 yang digunakan menunjukkan vigor awal yang tinggi (>80%), sedangkan V3 mempunyai vigor awal yang rendah (<80%). Salah satu standar kelulusan lot benih kedelai adalah daya berkecambah minimal 80% (Badan Standardisasi Nasional, 2003), sehingga jika daya berkecambah benih kurang dari itu tidak dapat dikatakan benih. Oleh karena itu, lot benih V3 tidak dapat dibandingkan dengan V1 dan V2, karena vigor awalnya yang rendah. Tabel 7 menunjukkan sudut kemiringan (α) garis regresi dan nilai vigor yang dihasilkan dari lot benih hasil pengusangan fisik dan pengusangan kimia. Pada pengusangan fisik, sudut kemiringan (α) garis regresi seluruh lot benih pada 34

15 35 seluruh tolok ukur berkisar antara 0.1 sampai dengan Lot benih V1 memiliki sudut kemiringan yang lebih kecil pada seluruh tolok ukur jika dibandingkan dengan V2. Pada tolok ukur potensi tumbuh maksimum, lot benih V1 tidak memiliki sudut kemiringan karena garis regresi yang linier, sehingga nilai sudut kemiringannya (α) diasumsikan sebesar 0.1. Lot benih V1 dengan vigor awal yang tinggi dan sudut kemiringan yang kecil akan menghasilkan nilai vigor yang lebih tinggi dibandingkan V2 pada seluruh tolok ukur yang diamati. Pada pengusangan kimia (Tabel 7), sudut kemiringan (α) garis regresi seluruh lot benih pada seluruh tolok ukur berkisar antara 4.67 sampai dengan Lot benih V1 memiliki sudut kemiringan (α) yang lebih besar dibandingkan dengan V2 pada seluruh tolok ukur, kecuali pada tolok ukur potensi tumbuh maksimum yang lebih kecil dari V2. Meskipun sudut kemiringan (α) yang besar, lot benih V1 akan tetap menghasilkan nilai vigor yang lebih tinggi pada tolok ukur daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum, tetapi pada tolok ukur indeks vigor dan kecepatan tumbuh, lot benih V2 yang memiliki nilai vigor yang lebih tinggi. Menurut Murniati (1986) yang meneliti benih jagung dengan vigor awal sangat tinggi memperlihatkan dampak devigorasi oleh deraan etanol pada MPC IPB 77-1 sampai 10 tingkat deraan yang tidak nyata, sedangkan Pian (1981) dengan cara yang lain menunjukkan devigorasi secara nyata pada deraan 50 menit. Kedua hasil penelitian tersebut menjukkan pengaruh deraan etanol terhadap devigorasi sangat bersifat kondisional, baik kondisi benihnya sendiri maupun lingkungan deraan (Sadjad, 1994). Perbedaan hasil pengusangan cepat secara fisik dan kimia ini perlu dikaji lebih lanjut untuk memastikan konsistensi hasil pengusangan dengan APC IPB 77-1 MM. Vigor awal yang tinggi jika dibagi dengan sudut kemiringan (α) garis regresi yang kecil akan menghasilkan nilai vigor yang tinggi, yang artinya vigor daya simpan tinggi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa vigor daya simpan benih berbanding lurus dengan vigor awal benih, tetapi berbanding terbalik dengan sudut kemiringan (α) garis regresi hubungan viabilitas dan vigor benih dengan waktu pengusangan. Dalam garis viabilitas benih dari momen periode viabilitas (MPV) masak fisiologis sampai MPV mati, vigor awal berpengaruh

16 36 besar pada kurun waktu awal, kemudian vigor daya simpan yang sangat dipengaruhi kondisi lingkungan, dan akhirnya benih sampai pada kurun waktu menjelang kematian (Sadjad, 1994). Jika dilihat dari konsistensi nilai vigor yang dihasilkan, pengusangan fisik lebih konsisten dalam hasil pengusangan pada semua tolok ukur. Hal ini menunjukkan bahwa pengusangan fisik lebih konsisten dalam menentukan vigor daya simpan benih pada APC IPB 77-1 MM ini. Berdasarkan nilai vigor yang dihasilkan oleh lot benih V1 yang lebih besar dari V2 pada sebagian besar tolok ukur baik setelah pengusangan fisik dan pada pengusangan kimia (Tabel 7), dapat dikatakan bahwa lot benih V1 memiliki vigor daya simpan yang lebih tinggi dibandingkan V2. Instruksi Kerja APC IPB 77-1 MM Pengusangan Fisik 1. Botol penampung air diisi sebanyak 900 ml air. 2. Setelan pengatur pengusangan diatur ke arah kanan yang bertuliskan uap air. 3. Tombol pengatur waktu pemasukan uap ke dalam ruang deraan dan timer diatur selama 15 menit untuk proses pemanasan air. 4. Alat dinyalakan dengan menekan tombol ON dan proses pemanasan air berlangsung. 5. Jika timer sudah berbunyi dan menyala menandakan waktu habis, kemudian alat dimatikan. 6. Alat dinyalakan kembali untuk proses penampungan uap panas dengan pengaturan waktu pemasukan uap dan timer yang sama (15 menit). 7. Jika timer sudah berbunyi dan menyala menandakan waktu habis, kemudian alat dimatikan. 8. Alat Thermohygrometer dimasukkan ke dalam ruang deraan untuk mengetahui suhu dan RH di dalam ruang deraan selama proses pemasukan uap panas. 9. Tombol pengatur waktu pemasukan uap dan timer diatur selama 30 menit untuk proses pemasukan uap panas ke dalam ruang deraan.

17 Setelah tombol-tombol diatur, kemudian alat dinyalakan kembali untuk proses pemasukan uap panas ke dalam ruang deraan. 11. Selama proses pemasukan uap panas, perlu diperhatikan aliran uap panasnya. Jika uap panas sudah mencapai selang penghubung tabung penampung uap panas dengan ruang deraan, kran uap panas yang berwarna biru dibuka untuk membuka jalan uap panas masuk ke dalam ruang deraan. 12. Jika timer sudah berbunyi dan menyala menandakan waktu habis, kemudian alat dimatikan. 13. Alat dinyalakan kembali dengan aturan waktu pemasukan uap dan timer yang sama (30 menit). 14. Kran keluaran uap panas di tabung penampung uap panas dibuka untuk mengeluarkan sebagian uap panas dan mengatur suhu uap panas di dalam ruang deraan. 15. Selama proses pemasukan uap panas juga perlu diperhatikan suhu dan RH di dalam ruang deraan yang tertera pada alat Thermohygrometer. Jika suhu dan RH tidak berubah-ubah lagi atau konstan (±52 C dan 89%) sampai waktu habis, alat dimatikan. Namun, jika belum konstan, alat dinyalakan lagi untuk pemasukan uap panas sampai suhu dan RH konstan. 16. Setelah suhu dan RH di dalam ruang deraan konstan, sensor alat Thermohygrometer dikeluarkan. 17. Tabung-tabung wadah benih yang berisi benih yang akan diusangkan dimasukkan ke dalam ruang deraan dan ruang deraan ditutup rapat. 18. Tombol pengatur waktu pemasukkan uap panas, waktu penderaan, dan timer diatur selama 15 menit. 19. Alat dinyalakan dan proses pengusangan berlangsung. 20. Jika timer sudah berbunyi dan menyala menandakan waktu habis, kemudian alat dimatikan. 21. Tabung wadah benih diambil sebanyak 3 buah dari ruang deraan untuk hasil pengusangan 1 15 menit dan ruang deraan ditutup kembali. 22. Alat dinyalakan kembali dengan waktu pengaturan yang sama (15 menit). 23. Jika timer sudah berbunyi dan menyala menandakan waktu habis, kemudian alat dimatikan.

18 Tabung wadah benih diambil sebanyak 3 buah dari ruang deraan untuk hasil pegusangan 2 15 menit dan ruang deraan ditutup kembali. 25. Langkah pada poin 22 sampai dengan 24 diulangi seterusnya sampai waktu 4 15 menit dan tabung wadah benih sudah habis terambil semua. 26. Benih hasil pengusangan tersebut kemudian diuji kadar air dan dikecambahkan untuk mengamati viabilitas dan vigor benihnya. Pengusangan Kimia 1. Etanol dimasukkan ke dalam tabung pemanas etanol sebanyak ±50 ml. 2. Tabung-tabung wadah benih yang berisi benih yang akan diusangkan dimasukkan ke dalam ruang deraan dan ruang deraan ditutup rapat. 3. Setelan pengatur pengusangan diatur ke arah kiri yang bertuliskan etanol. 4. Tombol pengatur waktu pemasukkan uap panas, waktu penderaan, dan timer diatur selama 20 menit. 5. Kran uap etanol yang berwarna merah dibuka. 6. Alat dinyalakan dengan menekan tombol ON dan proses pengusangan berlangsung. 7. Jika timer sudah berbunyi dan menyala menandakan waktu habis, kemudian alat dimatikan. 8. Tabung wadah benih diambil sebanyak 3 buah dari ruang deraan untuk hasil pengusangan 1 20 menit dan ruang deraan ditutup kembali. 9. Alat dinyalakan kembali dengan waktu pengaturan yang sama (20 menit). 10. Jika timer sudah berbunyi dan menyala menandakan waktu habis, kemudian alat dimatikan. 11. Tabung wadah benih diambil sebanyak 3 buah dari ruang deraan untuk hasil pegusangan 2 20 menit dan ruang deraan ditutup kembali. 12. Langkah pada poin 9 sampai dengan 11 diulangi seterusnya sampai waktu 4 20 menit dan tabung wadah benih sudah habis terambil semua. 13. Benih hasil pengusangan tersebut kemudian diuji kadar air dan dikecambahkan untuk mengamati viabilitas dan vigor benihnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Metode Pengusangan Cepat Benih Kedelai dengan MPC IPB 77-1 MM Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan metode pengusangan cepat benih kedelai menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Lot Benih Pembuatan lot benih dilakukan untuk memperoleh beragam tingkat vigor yang berbeda. Lot benih didapat dengan perlakuan penderaan terhadap benih jagung melalui Metode

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dalam penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB. Pelaksanaan percobaan dimulai dari

Lebih terperinci

METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor pada bulan Desember 2011 sampai Agustus

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ALAT PENGUSANGAN CEPAT (APC) IPB 77-1 MM UNTUK PENDUGAAN VIGOR DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) ANNISA IMANIAR A

PEMANFAATAN ALAT PENGUSANGAN CEPAT (APC) IPB 77-1 MM UNTUK PENDUGAAN VIGOR DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) ANNISA IMANIAR A PEMANFAATAN ALAT PENGUSANGAN CEPAT (APC) IPB 77-1 MM UNTUK PENDUGAAN VIGOR DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) ANNISA IMANIAR A24080075 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih serta Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman 2 I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang penting karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Setiap 100 gram kacang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Benih kedelai dipanen pada dua tingkat kemasakan yang berbeda yaitu tingkat kemasakan 2 dipanen berdasarkan standar masak panen pada deskripsi masing-masing varietas yang berkisar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ALAT PENGUSANGAN CEPAT (APC) TIPE IPB 77-1 MM UNTUK PENDUGAAN VIGOR DAYA SIMPAN BENIH JAGUNG (Zea mays L.) RIAH BADRIAH A

PEMANFAATAN ALAT PENGUSANGAN CEPAT (APC) TIPE IPB 77-1 MM UNTUK PENDUGAAN VIGOR DAYA SIMPAN BENIH JAGUNG (Zea mays L.) RIAH BADRIAH A PEMANFAATAN ALAT PENGUSANGAN CEPAT (APC) TIPE IPB 77-1 MM UNTUK PENDUGAAN VIGOR DAYA SIMPAN BENIH JAGUNG (Zea mays L.) RIAH BADRIAH A24080076 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran,

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran, buah tomat sering digunakan sebagai bahan pangan dan industri, sehingga nilai ekonomi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, genus Lycopersicon, spesies Lycopersicon esculentum Mill. Tomat sangat bermanfaat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih TINJAUAN PUSTAKA Vigor Benih Vigor adalah sekumpulan sifat yang dimiliki benih yang menentukan tingkat potensi aktivitas dan kinerja benih atau lot benih selama perkecambahan dan munculnya kecambah (ISTA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran polongan

I. PENDAHULUAN. Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran polongan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran polongan terluas diantara empat spesies phaseolus yang diusahakan dan semuanya berasal dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih 4 TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Mutu benih merupakan sebuah konsep yang kompleks yang mencakup sejumlah faktor yang masing-masing mewakili prinsip-prinsip fisiologi, misalnya daya berkecambah, viabilitas,

Lebih terperinci

Kemunduran Benih Kedelai Akibat Pengusangan Cepat Menggunakan Alat IPB 77-1 MM dan Penyimpanan Alami

Kemunduran Benih Kedelai Akibat Pengusangan Cepat Menggunakan Alat IPB 77-1 MM dan Penyimpanan Alami Kemunduran Benih Kedelai Akibat Pengusangan Cepat Menggunakan Alat IPB 77-1 MM dan Penyimpanan Alami Soybean Seed Deterioration Using Accelerated Aging Machine IPB 77-1 MM Compared to Natural Storage Syarifa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode 23 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Agustus 2012. Perbanyakan benih dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di KP Leuwikopo. Pengujian benih dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Buncis Buncis berasal dari Amerika Tengah, kemudian dibudidayakan di seluruh dunia di wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan konsumsi pangan berupa beras juga ikut meningkat. Oleh karena itu, perlu dilakukan

Lebih terperinci

KEMUNDURAN BENIH KEDELAI HITAM AKIBAT PENGUSANGAN CEPAT DENGAN APC IPB 77-1 MM DAN PENYIMPANAN ALAMI GIGIH KRIDANING PAWESTRI

KEMUNDURAN BENIH KEDELAI HITAM AKIBAT PENGUSANGAN CEPAT DENGAN APC IPB 77-1 MM DAN PENYIMPANAN ALAMI GIGIH KRIDANING PAWESTRI KEMUNDURAN BENIH KEDELAI HITAM AKIBAT PENGUSANGAN CEPAT DENGAN APC IPB 77-1 MM DAN PENYIMPANAN ALAMI GIGIH KRIDANING PAWESTRI DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri,

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, produksi perlu ditingkatkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2012 sampai Mei 2012. Penderaan fisik benih, penyimpanan benih, dan pengujian mutu benih dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Tabel 1. Keterangan mutu label pada setiap lot benih cabai merah

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Tabel 1. Keterangan mutu label pada setiap lot benih cabai merah 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Propagul Rhizophora mucronata dikecambahkan selama 90 hari (3 bulan) dan diamati setiap 3 hari sekali. Hasil pengamatan setiap variabel pertumbuhan dari setiap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kacang tanah termasuk kelompok benih ortodoks yaitu benih yang memerlukan kadar air (KA) rendah agar viabilitas benih dapat dipertahankan selama di penyimpanan. Benih kacang tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan Oktober 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor dan di Balai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah. agar bisa mempertahankan mutunya. Tujuan dari penyimpanan benih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah. agar bisa mempertahankan mutunya. Tujuan dari penyimpanan benih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyimpanan Benih Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah mengkondisikan benih pada suhu dan kelembaban optimum untuk benih agar bisa mempertahankan mutunya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai Kedelai termasuk tanaman kacang-kacangan dengan klasifikasi lengkap tanaman kedelai adalah sebagai berikut, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Informasi umum mengenai kondisi awal benih sebelum digunakan dalam penelitian ini penting diketahui agar tidak terjadi kekeliruan dalam penarikan kesimpulan (misleading

Lebih terperinci

KEMUNDURAN BENIH KEDELAI AKIBAT PENGUSANGAN CEPAT MENGGUNAKAN ALAT IPB 77-1 MM DAN PENYIMPANAN ALAMI SYARIFA MUSTIKA

KEMUNDURAN BENIH KEDELAI AKIBAT PENGUSANGAN CEPAT MENGGUNAKAN ALAT IPB 77-1 MM DAN PENYIMPANAN ALAMI SYARIFA MUSTIKA KEMUNDURAN BENIH KEDELAI AKIBAT PENGUSANGAN CEPAT MENGGUNAKAN ALAT IPB 77-1 MM DAN PENYIMPANAN ALAMI SYARIFA MUSTIKA DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informasi Mengenai Buncis Secara Umum Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari Amerika. Buncis merupakan tanaman musim panas yang memiliki tipe

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas Benih 2.1.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase kecambah

Lebih terperinci

KEMAMPUAN BENIH KEDELAI (Glycine max L.) UNTUK MEMPERTAHANKAN VIABILITASNYA SETELAH DIDERA DENGAN ETANOL NITASARI DWI ANGGRAENI

KEMAMPUAN BENIH KEDELAI (Glycine max L.) UNTUK MEMPERTAHANKAN VIABILITASNYA SETELAH DIDERA DENGAN ETANOL NITASARI DWI ANGGRAENI KEMAMPUAN BENIH KEDELAI (Glycine max L.) UNTUK MEMPERTAHANKAN VIABILITASNYA SETELAH DIDERA DENGAN ETANOL NITASARI DWI ANGGRAENI DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 13 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 hingga Januari 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

Bul. Agrohorti 6 (2) : (2018)

Bul. Agrohorti 6 (2) : (2018) Uji Tetrazolium pada Benih Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.) sebagai Tolok Ukur Viabilitas Tetrazolium Test on Winged Bean Seed (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.) As Standard Measuring

Lebih terperinci

(1981) adalah menurunnya potensi tumbuh rnaksimum, daya berkecambah dan vigor

(1981) adalah menurunnya potensi tumbuh rnaksimum, daya berkecambah dan vigor I. PENDAHULUAN Latar Belakang Selama periode penyimpanan benih mengalami kemunduran yang disebabkan oleh faktor-faktor alami. Proses ini disebut deteriorasi. Kemunduran benih dapat juga tejadi oleh tindakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan. Berasal dari genus Oryza, famili Graminae (Poaceae) dan salah satu spesiesnya adalah Oryza

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium Hortikultura dan rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian ini

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR UMUM. ANALISIS MATEMATIS PENDUGAAN UMUR SIMPAN BENIH CABAI MERAH (Capsicum annum L.)

MAKALAH SEMINAR UMUM. ANALISIS MATEMATIS PENDUGAAN UMUR SIMPAN BENIH CABAI MERAH (Capsicum annum L.) MAKALAH SEMINAR UMUM ANALISIS MATEMATIS PENDUGAAN UMUR SIMPAN BENIH CABAI MERAH (Capsicum annum L.) Disusun Oleh: MAHFUD NIM: 10/297477/PN/11918 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Prapto Yudhono, M.Sc. JURUSAN

Lebih terperinci

yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan permintaan tomat rampai yang semakin meningkat dipasaran akan

yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan permintaan tomat rampai yang semakin meningkat dipasaran akan 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat rampai atau tomat ranti banyak disukai oleh konsumen karena tomat mempunyai rasa yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Kondisi Pols (8 cm) setelah Penyimpanan pada Suhu Ruang HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Bahan Tanam Setelah Penyimpanan Penyimpanan bahan tanam dilakukan pada kondisi suhu yang berbeda dengan lama simpan yang sama. Kondisi yang pertama ialah suhu ruang yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Penyimpanan Suhu Rendah Pepaya Varietas Sukma Rekapitulasi sidik ragam pada pepaya Varietas Sukma baik pada faktor tunggal maupun interaksinya dilihat pada Tabel 1. Faktor

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = nilai peubah yang diamati µ = nilai rataan umum

BAHAN DAN METODE. = nilai peubah yang diamati µ = nilai rataan umum 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih Leuwikopo, Institut Pertanian Bogor, Dramaga-Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. panennya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air Berdasarkan analisis varian satu jalur terhadap variabel kadar air biji sorgum yang berasal dari posisi yang berbeda pada malai sorgum disetiap umur panennya menunjukkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIABILITAS DAN VIGOR BENIH KACANG TANAH

PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIABILITAS DAN VIGOR BENIH KACANG TANAH PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIABILITAS DAN VIGOR BENIH KACANG TANAH (Arachis hypogea L.) MENGGUNAKAN PENGUKURAN RESPIRASI DENGANN ALAT KOSMOTEKTOR JAHARI BAHARIZKII A24080135 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA PENDERAAN PADA VIABILITAS BENIH TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) VARIETAS OVAL

PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA PENDERAAN PADA VIABILITAS BENIH TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) VARIETAS OVAL J. Agrotek Tropika. ISSN 27-4 24 Jurnal Agrotek Tropika 1():24-251, 21 Vol. 1, No. : 24 251, September 21 PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA PENDERAAN PADA VIABILITAS BENIH TOMAT (Lycopersicon esculentum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Viabilitas yang tinggi ditunjukkan dengan tolok ukur persentase daya berkecambah yang tinggi mengindikasikan bahwa benih yang digunakan masih berkualitas baik. Benih kedelai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan konsumsi pangan juga ikut meningkat. Namun pada kenyataannya, produksi pangan yang dihasilkan

Lebih terperinci

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan mengamati kecambah benih merbau yang hidup yaitu dengan cara memperhatikan kotiledon yang muncul ke permukaan tanah. Pada tiap perlakuan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIGOR BENIH JAGUNG ( Zea mays L. ) DENGAN ALAT PENGUKUR LAJU RESPIRASI KOSMOTEKTOR MELI NURFARIDA A

PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIGOR BENIH JAGUNG ( Zea mays L. ) DENGAN ALAT PENGUKUR LAJU RESPIRASI KOSMOTEKTOR MELI NURFARIDA A PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIGOR BENIH JAGUNG ( Zea mays L. ) DENGAN ALAT PENGUKUR LAJU RESPIRASI KOSMOTEKTOR MELI NURFARIDA A24070042 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Varietas Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Varietas Kacang Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Varietas Kacang Tanah Faktor-faktor yang ikut berperan terhadap peningkatan produksi dan produktivitas tanaman kacang tanah, antara lain varietas unggul dan benih bermutu, perbaikan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Oktober 2013 sampai bulan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN MESIN PENGUSANGAN CEPAT (MPC) IPB 77-1 MM UNTUK PENAPISAN VIGOR DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI (Glycine max L.) RERENSTRADIKA TIZAR TERRYANA

PEMANFAATAN MESIN PENGUSANGAN CEPAT (MPC) IPB 77-1 MM UNTUK PENAPISAN VIGOR DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI (Glycine max L.) RERENSTRADIKA TIZAR TERRYANA PEMANFAATAN MESIN PENGUSANGAN CEPAT (MPC) IPB 77-1 MM UNTUK PENAPISAN VIGOR DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI (Glycine max L.) RERENSTRADIKA TIZAR TERRYANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kegiatan penelitian terdiri dari tiga percobaan. Percobaan pertama yaitu

BAHAN DAN METODE. Kegiatan penelitian terdiri dari tiga percobaan. Percobaan pertama yaitu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB Darmaga pada bulan Februari April 2012. Bahan dan Alat Bahan

Lebih terperinci

DAYA SIMPAN BENIH MENTIMUN (Cucumis sativus L.) YANG TELAH DIUSANGKAN DENGAN PERLAKUAN ETANOL ASTRYANI ROSYAD

DAYA SIMPAN BENIH MENTIMUN (Cucumis sativus L.) YANG TELAH DIUSANGKAN DENGAN PERLAKUAN ETANOL ASTRYANI ROSYAD DAYA SIMPAN BENIH MENTIMUN (Cucumis sativus L.) YANG TELAH DIUSANGKAN DENGAN PERLAKUAN ETANOL ASTRYANI ROSYAD DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

PENGUJIAN VIGOR DAYA SIMPAN BENIH KUBIS (Brassica oleracea var. capitata L.) MENGGUNAKAN METODE PENGUSANGAN CEPAT DENGAN ETANOL AMALIA ROSIDA

PENGUJIAN VIGOR DAYA SIMPAN BENIH KUBIS (Brassica oleracea var. capitata L.) MENGGUNAKAN METODE PENGUSANGAN CEPAT DENGAN ETANOL AMALIA ROSIDA PENGUJIAN VIGOR DAYA SIMPAN BENIH KUBIS (Brassica oleracea var. capitata L.) MENGGUNAKAN METODE PENGUSANGAN CEPAT DENGAN ETANOL AMALIA ROSIDA DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku

I. PENDAHULUAN. setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung di Indonesia merupakan bahan pangan penting sumber karbohidrat kedua setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku industri.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang berbeda menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang berbeda menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (hasil analisis disajikan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Berat Kering Biji Jagung (Zea mays L.) Berdasarkan hasil analisis varian dua jalur terhadap variabel berat kering biji jagung yang berasal dari posisi yang berbeda pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Padi Syarat Tumbuh Tanaman Padi Gogo dan Padi Rawa

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Padi Syarat Tumbuh Tanaman Padi Gogo dan Padi Rawa TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim yang dalam taksonomi tumbuh-tumbuhan termasuk famili Graminae. Berdasarkan klasifikasi padi berasal dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan

Lebih terperinci

Suhu udara pengeringan ( C) Sumber: Otten et al. (1984)

Suhu udara pengeringan ( C) Sumber: Otten et al. (1984) 12 Tabel 2. Persentase biji retak setelah biji kacang-kacangan dikeringkan pada beberapa taraf kelembaban udara dan suhu udara pengeringan Kelembaban udara (%) Suhu udara pengeringan ( C) 40 50 60 10 17.2

Lebih terperinci

PENGARUH KONDISI PENYIMPANAN DAN BERBAGAI VARIETAS BAWANG MERAH LOKAL SULAWESI TENGAH TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH IF ALL 1 DAN IDRIS 2

PENGARUH KONDISI PENYIMPANAN DAN BERBAGAI VARIETAS BAWANG MERAH LOKAL SULAWESI TENGAH TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH IF ALL 1 DAN IDRIS 2 PENGARUH KONDISI PENYIMPANAN DAN BERBAGAI VARIETAS BAWANG MERAH LOKAL SULAWESI TENGAH TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH IF ALL 1 DAN IDRIS 2 1 Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH

STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH Oleh: NURUL FITRININGTYAS A10400019 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Benih, Laboratorium Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Dramaga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih memiliki rata-rata daya berkecambah awal sebesar 94%. Kadar air awal benih sebelum mendapatkan perlakuan adalah 5-5.6%. Keterangan lebih lengkap mengenai kondisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pembiakan Vegetatif Viabilitas dan Vigoritas

TINJAUAN PUSTAKA Pembiakan Vegetatif Viabilitas dan Vigoritas TINJAUAN PUSTAKA Pembiakan Vegetatif Secara umum, pembiakan tanaman terbagi menjadi dua cara yaitu pembiakan generatif dan pembiakan vegetatif. Pembiakan vegetatif merupakan perbanyakan tanaman tanpa melibatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan utama manusia. Badan Pusat Statistik (2010)

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan utama manusia. Badan Pusat Statistik (2010) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pangan merupakan kebutuhan utama manusia. Badan Pusat Statistik (2010) melaporkan bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia setiap tahunnya meningkat 1,48

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk pada Kualitas Benih. Benih bermutu yang dihasilkan dari suatu produksi benih ditunjukkan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk pada Kualitas Benih. Benih bermutu yang dihasilkan dari suatu produksi benih ditunjukkan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk pada Kualitas Benih Benih bermutu yang dihasilkan dari suatu produksi benih ditunjukkan oleh tingginya vigor awal yang merupakan hasil dari faktor

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Oktober 2013 sampai dengan Januari

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIGOR BENIH KEDELAI (Glycine max L. Merr.) MENGGUNAKAN METODE RESPIRASI DENGAN ALAT KOSMOTEKTOR

PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIGOR BENIH KEDELAI (Glycine max L. Merr.) MENGGUNAKAN METODE RESPIRASI DENGAN ALAT KOSMOTEKTOR PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIGOR BENIH KEDELAI (Glycine max L. Merr.) MENGGUNAKAN METODE RESPIRASI DENGAN ALAT KOSMOTEKTOR OKTI SYAH ISYANI PERMATASARI A24070102 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Bahan dan Alat Metode Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Bahan dan Alat Metode Pelaksanaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB, Darmaga, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Februari 2011 sampai dengan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Oktober 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium Kromatografi dan Analisis Tumbuhan, Departemen

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr) PADA BERBAGAI KADAR AIR BENIH DAN JENIS KEMASAN NICKY LINTANG AGENG PURNAMA SARI

PENYIMPANAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr) PADA BERBAGAI KADAR AIR BENIH DAN JENIS KEMASAN NICKY LINTANG AGENG PURNAMA SARI i PENYIMPANAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr) PADA BERBAGAI KADAR AIR BENIH DAN JENIS KEMASAN NICKY LINTANG AGENG PURNAMA SARI DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Kemampuan Benih Kedelai (Glycine max L.) untuk Mempertahankan Viabilitasnya setelah Didera dengan Etanol

Kemampuan Benih Kedelai (Glycine max L.) untuk Mempertahankan Viabilitasnya setelah Didera dengan Etanol Kemampuan Benih Kedelai (Glycine max L.) untuk Mempertahankan Viabilitasnya setelah Didera dengan Etanol Storability of Soybean (Glycine max L.) Seed After Accelerated Aging Treatment With Ethanol Nitasari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat hasil. Penggunaan benih bermutu tinggi dalam budidaya akan menghasilkan panen tanaman yang tinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015).

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015). IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Invigorasi Terhadap Viabilitas dan Vigor Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Benih Kedelai. penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Benih Kedelai. penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Benih Kedelai Salah satu faktor pembatas produksi kedelai di daerah tropis adalah cepatnya kemunduran benih selama penyimpanan hingga mengurangi penyediaan benih berkualitas tinggi.

Lebih terperinci

Viabilitas Benih Koro (Canavalia ensiformis (L.) DC.) yang Disimpan pada Beberapa Jenis Kemasan dan Periode Simpan

Viabilitas Benih Koro (Canavalia ensiformis (L.) DC.) yang Disimpan pada Beberapa Jenis Kemasan dan Periode Simpan Viabilitas Benih Koro (Canavalia ensiformis (L.) DC.) yang Disimpan pada Beberapa Jenis Kemasan dan Periode Simpan Viability of Jack bean seed (Canavalia ensiformis (L.)DC.) storaged in various types of

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH Fauziah Koes dan Ramlah Arief: Pengaruh Lama Penyimpanan PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH Fauziah Koes dan Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAK A. 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAK A. 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai II. TINJAUAN PUSTAK A 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai Ukuran benih kacang kedelai berbeda-beda antarvarietas, ada yang kecil, sedang, dan besar. Warna bijinya kebanyakan kuning kecoklatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu faktor pembatas produksi benih adalah tejadinya kemunduran benih selama penyimpanan. Kemunduran benih ini dapat menyebabkan berkurangnya benih berkualitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Secara struktural benih itu sama dengan biji tumbuhan yang dihasilkan dari ovula yang dibuahi. Tetapi secara fungsional benih itu tidak sama dengan biji, sebab benih digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama setelah padi yang dikenal sebagai sumber utama protein nabati yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH

STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH Oleh: NURUL FITRININGTYAS A10400019 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang HASIL DA PEMBAHASA 21 Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang Tabel 1 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruhsuhu penyimpanan terhadap viabilitas kedelai (Glycine max

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruhsuhu penyimpanan terhadap viabilitas kedelai (Glycine max BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruhsuhu penyimpanan terhadap viabilitas kedelai (Glycine max (L). Merrill) Berdasarkan hasil penelitian dan analisis varian (ANAVA) dua jalur 5% menunjukkan bahwa suhu

Lebih terperinci

Alat Pengusang Cepat IPB 77-1 MM untuk Penapisan Vigor Daya Simpan Benih Kedelai

Alat Pengusang Cepat IPB 77-1 MM untuk Penapisan Vigor Daya Simpan Benih Kedelai TERRYANA ET AL.: ALAT PENGUSANG CEPAT BENIH KEDELAI Alat Pengusang Cepat IPB 77-1 MM untuk Penapisan Vigor Daya Simpan Benih Kedelai Accelerated Aging Machine IPB 77-1 MM for Soybean Seed Screening Based

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala viabilitas 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas dan Vigor Benih Viabilitas benih mencakup vigor dan daya kecambah benih. Viabilitas adalah daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas. biopestisida berpengaruh nyata terhadap tingkat mortalitas Tribolium castaneum

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas. biopestisida berpengaruh nyata terhadap tingkat mortalitas Tribolium castaneum IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan pemberian serbuk rumput teki sebagai biopestisida berpengaruh nyata terhadap tingkat mortalitas Tribolium castaneum (lampiran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Desember 2011 di Laboratorium Agromikrobiologi, Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan;

Lebih terperinci

PENGGUNAAN UJI KONDUKTIVITAS SEBAGAI UJI VIGOR PADA BENIH GANDUM (Triticum aestivum L.) TESIS OLEH : ENDANG MURWANTINI

PENGGUNAAN UJI KONDUKTIVITAS SEBAGAI UJI VIGOR PADA BENIH GANDUM (Triticum aestivum L.) TESIS OLEH : ENDANG MURWANTINI PENGGUNAAN UJI KONDUKTIVITAS SEBAGAI UJI VIGOR PADA BENIH GANDUM (Triticum aestivum L.) TESIS OLEH : ENDANG MURWANTINI 11 212 01 011 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013 DAFTAR ISI KATA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 49 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan I Indikasi Perubahan Fisiologi dan Biokimia Selama Pemasakan Benih dan Hubungannya Dengan Viabilitas dan Vigor Benih. Kondisi Umum Pengecambahan tanaman jarak pagar dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Dramaga, Bogor untuk pengujian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai. Vigor Benih, Kemunduran dan Daya Simpan Benih

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai. Vigor Benih, Kemunduran dan Daya Simpan Benih TINJAUAN PUSTAKA Kedelai Kedelai merupakan tanaman semusim dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman berkisar antara 10-200 cm dapat bercabang sedikit atau banyak tergantung kultivar dan lingkungan hidup.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada bulan November 2016

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada bulan November 2016 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada bulan November 2016 Januari 2017 di Food Technology Laboratory, Laboratorium Terpadu, Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan

Lebih terperinci