TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Singkong

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Singkong"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SINGKONG Singkong merupakan umbi akar dari tanaman pangan berupa perdu yang dikenal dengan nama lain ubi kayu, ketela pohon atau cassava. Singkong berasal dari benua Amerika, tepatnya dari negara Brazil. Singkong mudah ditanam dan dibudidayakan, dapat ditanam di lahan yang kurang subur, risiko gagal panen 5 %, dan tidak mudah terserang hama. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia pada tahun Di Indonesia, singkong menjadi bahan pangan pokok setelah beras dan jagung. Dengan perkembangan teknologi, singkong dijadikan bahan dasar pada industri makanan dan bahan baku industri pakan. Selain itu, digunakan pula dalam industri obat - obatan (Departemen Pertanian 1999). Gambar 1. Singkong Secara botani, klasifikasi tanaman singkong adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae atau tumbuh - tumbuhan Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae atau biji berkeping dua Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Manihot Spesies : Manihot esculenta Crantz sin. Tanaman singkong mempunyai umur rata-rata 7-12 bulan. Singkong memiliki umbi berdiameter rata-rata 5 cm - 10 cm dan panjang 50 cm - 80 cm. Singkong mengandung senyawa sianogenik yang dikenal dengan linamarin (93 %) dan lotaustralin (7 %) (Okigbo 1980). Kadar senyawa sianogenik tersebut dapat berbeda-beda tergantung pada jenis tanaman, umur tanaman, dan kondisi lingkungan seperti kondisi tanah, kelembaban, dan suhu. Produksi singkong di Indonesia merupakan produksi pangan terbesar ke-2 setelah padi, sehingga singkong mempunyai potensi besar sebagai bahan baku yang penting bagi berbagai produk pangan dan industri. Sebagai bahan pangan yang kaya akan pati, singkong memiliki beberapa kekurangan yaitu kadar protein yang rendah (< 2 %) dan nilai gizinya yang tidak seimbang. 3

2 Disamping itu, ada singkong yang berkemungkinan mengandung kadar HCN yang tinggi dan rasa pahit (Deptan 2011). Sejak dipanen, singkong merupakan komoditi yang mudah rusak yang praktis hanya tahan sekitar 1-3 hari, sehingga pemanfaatannya harus secepat mungkin sebelum rusak. Masalah utama singkong setelah dipanen adalah sifatnya yang sangat peka terhadap jamur dan mikroba lain. Oleh karena itu, daya simpan dalam bentuk segar relatif pendek. Melalui proses penanganan sederhana dan telah umum dilakukan seperti pengeringan, akan diperoleh daya simpan yang lebih lama yaitu sekitar 2-4 minggu (Ospina & Wheatley 1990) PROSES PENGOLAHAN SINGKONG Penanganan pascapanen bertujuan untuk mempertahankan mutu produk dan meningkatkan nilai tambah. Agar dapat memperpanjang masa simpan produk, diperlukan proses pengawetan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan proses pengeringan. Beberapa tahapan proses yang dilakukan yaitu pengupasan, pencucian, pengirisan, blanching, dan pengeringan (Akingbala et al 1991) Pengupasan Pengupasan kulit singkong merupakan tahap terpenting apabila singkong akan dikeringkan. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat proses pengeringan dan meningkatkan kualitas karena kenampakannya akan lebih baik dan bersih. Pengupasan kulit singkong dapat dilakukan dengan menggunakan pisau. Sekitar 22 % dari massa total umbi akan hilang akibat proses pengupasan Pencucian Proses pencucian dilakukan untuk membersihkan daging singkong dari kotoran seperti tanah yang masih menempel. Pencucian dilakukan di bawah pancuran air kran, atau dengan merendamnya dalam suatu wadah selama beberapa waktu. Apabila kotoran menempel dengan kuat, maka pencucian dapat dikombinasikan dengan penyikatan dan penyemprotan air Pengirisan Proses pengirisan (perajangan) juga merupakan tahap terpenting agar singkong lebih mudah kering. Semakin tipis bahan yang dikeringkan, semakin cepat penguapan air sehingga mempercepat waktu pengeringan. Sedangkan semakin tebal suatu irisan mengakibatkan pengurangan kadar air dalam bahan agak sulit dan memerlukan waktu yang lama. Proses pengirisan dapat dilakukan dengan menggunakan mesin maupun secara manual memakai pisau dengan tebal irisan sampel sekitar 3 mm (Usman & Idakkwo 2011) Blanching Blanching merupakan proses pemanasan bahan dengan menggunakan uap atau air dengan suhu tinggi dalam waktu singkat. Hal ini bertujuan untuk inaktivasi enzim katalase dan peroksidase, dan mencegah bau dan warna yang tidak dikehendaki selama pengeringan dan penyimpanan. Blanching 4

3 akan menyebabkan udara dalam jaringan akan keluar dan pergerakan air tidak terhambat, sehingga proses pengeringan menjadi lebih cepat. Proses blanching irisan singkong dilakukan dengan merendam terlebih dahulu dalam air bersuhu 90 C selama 5 menit (Bacelos & Almeida 2011) Pengeringan Pengeringan irisan singkong dapat dilakukan di bawah cahaya matahari langsung, alat pengering bertenaga surya, atau dengan mesin pengering. Pengeringan dengan menggunakan cahaya matahari langsung membutuhkan waktu yang agak lama, karena tergantung pada intensitas dan lama penyinaran. Pengeringan dengan alat pengering bertenaga surya juga memiliki ketergantungan pada intensitas dan lama penyinaran, tetapi waktunya relatif lebih singkat. Pengeringan dengan mesin memberikan hasil yang lebih cepat dan mutunya lebih baik, tetapi harus diperhatikan pengontrolan suhu dan kelembaban relatif nya TEORI PENGERINGAN Proses pengeringan merupakan proses pengambilan atau penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat menghambat laju kerusakan bahan pertanian akibat aktivitas biologis dan kimia (Henderson & Perry 1989; Brooker et al 1992). Mujumdar & Devahastin (2001) menyatakan bahwa pengeringan adalah sebuah operasi yang rumit meliputi perpindahan panas dan massa transien dengan beberapa laju proses seperti transformasi fisik dan kimia yang pada akhirnya dapat menyebabkan perubahan mutu. Perubahan fisik yang terjadi meliputi penyusutan, penggembungan, proses kristalisasi, dan transisi gelas. Sedangkan perubahan secara kimia menyebabkan perubahan warna, tekstur, bau, dan sifat - sifat bahan lainnya. Pengeringan biasanya menggambarkan proses termal, dimana panas dibutuhkan untuk menguapkan air dari bahan yang dikeringkan, sedangkan media penghantar panas dapat menggunakan udara (Brooker et al. 1974). Panas yang diberikan dapat dilakukan secara konveksi, konduksi, dan radiasi. Mengacu pada Mujumdar & Devahastin (2001), bahwa lebih dari 85 % pengering industri merupakan tipe konveksi dengan medium udara panas atau gas buang. Panas diberikan pada lapisan batas bahan yang dikeringkan dan selanjutnya terdifusi ke dalam bahan secara konduktif. Air dalam bahan akan bergerak ke lapisan batas dan kemudian menguap dan dibawa oleh udara pengeringan. Hasil dari proses pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar air setara dengan kadar air keseimbangan udara (atmosfir) normal atau setara dengan nilai aktivitas air (a w ) yang aman dari kerusakan enzimatis, mikrobiologis, dan kimiawi (Henderson & Perry 1976). Dasar proses pengeringan biasanya akan melibatkan dua kejadian yaitu panas yang harus diberikan pada bahan dan air yang harus dikeluarkan dari bahan. Dua fenomena ini menyangkut pindah panas dan pindah massa air yang terjadi secara simultan. Yang dimaksudkan dengan pindah panas adalah peristiwa perpindahan energi dari udara ke dalam bahan yang dapat menyebabkan berpindahnya sejumlah massa (kandungan air) karena gaya dorong untuk keluar dari bahan (pindah massa). Air yang diuapkan terdiri atas (1) air bebas, yang disebut juga free water dan mempunyai sifat air normal dan mudah terlepas. Selain itu, (2) air terikat secara fisik, air yang terikat pada rongga - rongga kapiler dari bahan dan yang terikat pada permukaan bahan sehingga memiliki daya ikat lemah dan mudah diputuskan. (3) Air terikat secara kimia, yaitu air yang terikat pada senyawa lain (bagian dari senyawa bahan itu sendiri) seperti protein dan karbohidrat. Air bebas dapat dengan mudah diuapkan pada proses pengeringan karena diperlukan energi yang lebih kecil daripada air terikat. Kadar air suatu 5

4 bahan menunjukkan jumlah air yang dikandung bahan tersebut, baik berupa air bebas maupun air terikat yang berada di dalam bahan (Henderson & Perry 1976). Selama proses pengeringan, yang pertama kali mengalami penguapan adalah air bebas. Laju penguapan air bebas sebanding dengan perbedaan tekanan uap air pada permukaan dengan tekanan uap pada udara pengering (Henderson & Pabis 1961). Bila konsentrasi air pada permukaan cukup besar, sehingga permukaan bahan tetap basah maka akan terjadi laju penguapan yang tetap. Periode ini disebut dengan laju pengeringan konstan. Setelah air bebas menguap karena pengeringan, maka akan terjadi perpindahan air dan uap secara difusi dari bagian dalam ke permukaan bahan. Hal ini terjadi akibat perbedaan konsentrasi atau tekanan uap antara bagian dalam dan bagian luar bahan. Pola penurunan kadar air bahan dapat diilustrasikan sebagai berikut. Gambar 2. Kurva penurunan kadar air terhadap waktu (Hall 1957) Seperti terlihat pada Gambar 2 dan Gambar 3, bahwa selama proses pengeringan terdapat dua laju pengeringan, yaitu laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun. Laju pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan (satuan berat) per satuan waktu tertentu. Laju pengeringan konstan (B-C) terjadi setelah proses inisiasi yaitu pemanasan bahan (A-B). Laju pengeringan menurun (C-E) terjadi setelah akhir laju pengeringan konstan. Laju pengeringan ini sebanding dengan perbedaan tekanan uap air antara dalam dan luar bahan. Semakin kecil kandungan air di bagian dalam maka tekanan uapnya juga semakin kecil sehingga laju pengeringan semakin menurun. Laju pengeringan menurun sering dikelompokkan menjadi dua tahap, yaitu tahap laju pengeringan menurun pertama dan laju pengeringan menurun kedua. Laju pengeringan menurun pertama: pada titik C, dimulai saat kadar air berada pada akhir periode laju pengeringan konstan (critical moisture content). Pada titik ini, permukaan dari bahan (solid) tidak jenuh dan laju pengeringan menurun seiring menurunnya kandungan air. Pada titik D, kandungan air yang berada pada lapisan permukaan sudah teruapkan sepenuhnya dan lebih lanjut, laju pengeringan dikontrol oleh laju dari pergerakan uap dari dalam bahan (Rizvi & Mittal 1992). Laju pengeringan menurun kedua: pada periode (D-E) menunjukkan kondisi bahwa penguapan terjadi di bagian dalam bahan dan uap air kemudian berdifusi ke permukaan. 6

5 Gambar 3. Kurva karakteristik pengeringan (Hall 1957) Selama proses pengeringan, laju pengeringan semakin lama akan semakin menurun. Besarnya laju pengeringan berbeda-beda pada setiap bahan. Faktor - faktor yang mempengaruhi laju pengeringan tersebut adalah: 1. Bentuk bahan, ukuran, volume, dan luas permukaan. 2. Sifat termofisik bahan, seperti: panas laten, panas jenis spesifik, konduktivitas termal, dan emisivitas termal. 3. Komposisi kimia bahan, misalnya kadar air awal. 4. Keadaan di luar bahan, seperti suhu, kelembaban udara, dan kecepatan aliran udara pengering MODEL MATEMATIKA PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Hall (1980) menyatakan bahwa pengeringan lapisan tipis adalah pengeringan bahan dimana semua bagian bahan yang terdapat dalam lapisan tersebut dapat menerima langsung panas yang berasal dari udara pengering. Pengeringan lapisan tipis menyebabkan semua bahan pada lapisan tersebut mengalami pengeringan secara seragam. Perubahan kadar air bahan selama pengeringan lapisan tipis dapat diduga dengan mengembangkan model matematis baik secara teoritis, semi teoritis, dan empiris Model Teoritis Mengacu pada Luikov (1966) dalam Brooker et al. (1992) telah mengembangkan model matematis dalam bentuk persamaan diferensial untuk menggambarkan proses pengeringan dari produk hasil pertanian seperti biji - bijian. Disertai dengan hukum kekekalan massa dan energi, diperoleh persamaan untuk kadar air dan suhu pada pengeringan satu dimensi sebagai berikut: = + = + (1) 7

6 dimana dan adalah koefisien fenomenologis (misalnya = D dan = 1/ ), dan nilai K lainnya menunjukkan koefisien gabungannya. Koefisien gabungan tersebut merupakan perpaduan dari kadar air dan gradien suhu pada transfer uap dan energi. Umumnya, pengeringan bahan-bahan biologik mengikuti periode laju pengeringan menurun. Pada periode ini, perpindahan air atau migrasi uap air melibatkan satu atau lebih mekanisme transport seperti difusi cair, difusi uap, difusi Knudsen, difusi permukaan, perbedaan tekanan hidrostatik, dan kombinasi dari mekanisme - mekanisme yang ada (Mujumdar & Devahastin 2001). Difusivitas efektif ( ) didefinisikan untuk menggambarkan laju perpindahan air di dalam bahan tanpa memandang mekanisme transport yang terjadi, biasanya dinyatakan dalam m 2 /detik. Persamaan difusi diturunkan dari hukum Fick kedua, = (2) dengan mengasumsikan koefisien difusivitas konstan untuk seluruh proses pengeringan, kadar air bahan seragam dengan anggapan bahwa resistensi perpindahan air tersebar secara merata di dalam bahan yang homogen, dan tidak terjadi perubahan volume akibat penyusutan maka persamaan (2) dapat ditulis menjadi: = (3) Apabila persamaan (3) dilakukan pemecahan dengan menggunakan kondisi batas sesuai bentuk masing - masing untuk berbagai bentuk standar (slab, silinder, dan bola) (Pakowski & Mujumdar 1995). Adapun, persamaan umum untuk bentuk datar (slab) dapat dituliskan sebagai berikut: MR = = exp (4) Persamaan (4) tersebut, kemudian disederhanakan lagi dengan cara hanya mempertimbangkan suku pertama dari ruas kanan persamaan tersebut. Kemudian, melalui pendekatan yang dilakukan dengan cara semi - teoritis dan empiris, maka akan diperoleh suatu model pengeringan yang sesuai dengan data percobaan Model Semi Teoritis dan Empiris Persamaan pengeringan lapisan tipis diturunkan pula secara semi teoritis dan empiris untuk menyederhanakan penyelesaian persamaan difusi dan pengeringan. Model semi - teoritis pada umumnya diperoleh dari penyederhanaan deret umum dari hukum Fick kedua atau modifikasi dari penyederhanaan model dan berlaku pada selang suhu, RH, dan kecepatan udara dimana model dibangun (Ozdemir & Derves 1999). Beberapa model persamaan matematis yang dapat digunakan dalam perhitungan pengeringan lapisan tipis untuk produk hasil pertanian dapat dilihat pada Tabel 1. 8

7 Tabel 1. Model-model persamaan matematis pengeringan lapisan tipis (Akpinar EK 2006; Hii et al. 2009; Kaleemullah & Kailappan 2006; Ojediran & Raji 2010; Shen et al. 2011) No Model Persamaan 1 Lewis MR = exp (- kt) 2 Henderson-Pabis MR = a exp (- kt) 3 Page MR = exp (- kt n ) 4 Modified Page MR = exp (- kt) n 5 Logarithmic MR = a exp (- kt) + c 6 Two-term MR = a exp (- t) + b exp (- t) 7 Midilli-Kucuk MR = a exp (- t) n + b.t 8 Wang and Singh MR = 1+ a t + b t 2 Setiap produk hasil pertanian memiliki model persamaan yang berbeda. Penelitian karakteristik pengeringan lapisan tipis telah banyak dilakukan pada berbagai jenis bahan pertanian dan mendapatkan beragam model persamaan yang sesuai pada masing-masing bahan tersebut. Seperti yang telah dilakukan oleh Mohammadi et al. (2008) dan Hulasare (1997) menggunakan persamaan Page untuk pengeringan masing-masing produk kiwi dan gandum. Selain itu, Ojediran & Raji (2010) mendapatkan bahwa model Modified Page merupakan model yang paling sesuai dibandingkan beberapa model lainnya untuk jawawut, Shen et al. (2011) mendapatkan bahwa model Wang & Singh merupakan model terbaik untuk batang sorgum. Adapun, beberapa model pengeringan lapisan tipis yang dipilih karena biasa digunakan oleh para peneliti dalam menggambarkan karakteristik pengeringan lapisan tipis dari berbagai produk pertanian (Kashaninejad 2007): 1. Lewis model Model ini mengasumsikan bahwa tahanan dalam (internal resistance) dapat diabaikan. Hal ini berarti tidak ada perlawanan untuk bergeraknya air dari dalam bahan menuju ke permukaan bahan. Model ini paling umum digunakan karena sederhana. 2. Henderson & Pabis model Model ini merupakan salah satu pendekatan dan variasi dari model difusi yang telah digunakan oleh para peneliti dalam pemodelan karakteristik produk pertanian. 3. Page model Page mengusulkan bahwa ada dua konstanta empiris sebagai modifikasi dari model eksponensial (model Lewis) untuk memperbaiki kekurangannya dan menghasilkan model yang sesuai untuk berbagai bahan pertanian KONSTANTA PENGERINGAN Konstanta pengeringan merupakan karakteristik bahan dalam mempertahankan air yang terkandung didalamnya terhadap pengaruh udara panas. Konstanta pengeringan dinyatakan sebagai persatuan waktu (1/menit atau 1/jam). Semakin tinggi nilai konstanta pengeringan, semakin cepat suatu bahan membebaskan airnya. Konstanta pengeringan (k) dalam sistem pengeringan lapisan tipis 9

8 tergantung pada kondisi bahan (kadar air, suhu, dan geometri bahan) dan kondisi pengeringan (suhu, kelembaban, dan laju udara pengeringan). Secara empiris, konstanta - konstanta pengeringan dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan (5) atau dikenal juga dengan model Page (Mohammadi et al. 2008). MR = = exp (- kt n ) (5) Konstanta pengeringan merupakan koefisien yang berkaitan dengan nilai difusivitas bahan sehingga nilai konstanta pengeringan juga merupakan fungsi dari suhu dan RH udara pengeringan. Semakin tinggi suhu, maka semakin tinggi nilai konstanta pengeringannya. Hubungan antara konstanta pengeringan (k dan n pada model Page) dan suhu pengeringan dapat dinyatakan menggunakan persamaan berikut (Mohammadi et al. 2008): k, n = a + bt + ct 2 (6) Demikian juga, hubungan antara konstanta pengeringan dan RH pengeringan dapat dinyatakan secara empiris menggunakan persamaan sebagai berikut: k, n = a + b(rh) + c(rh) 2 (7) dimana a, b, dan c merupakan konstanta persamaan yang diperoleh dengan regresi non-linier, T adalah suhu pengeringan dan RH merupakan kelembaban relatif udara pengeringan PENYUSUTAN DAN PENGOLAHAN CITRA Berkurangnya air karena proses pengeringan menyebabkan penyusutan pada bahan. Penyusutan biasanya merupakan karakteristik yang dapat diketahui dengan menentukan perubahan yang terjadi pada volume dan atau dimensi bahan (Wang et al. 2007). Penyusutan pada bahan juga menyebabkan pengerutan, peretakan, dan pembengkokan. Difusivitas pada bahan akan berkurang sejalan dengan berkurangnya kadar air. Pada kasus yang ekstrim, difusivitas air terhalang oleh kulit yang kedap air, sehingga kadar air pada bagian dalam bahan tidak berubah (tetap). Hal ini disebut dengan case hardening. Semua hal tersebut dapat diminimalkan dengan penurunan laju pengeringan, sehingga penyusutan pada permukaan bahan berkurang dan difusivitas bahan akan mendekati konstan. Oleh karena itu, perlu mengontrol laju pengeringan dengan mengontrol kelembaban udara pengering. Pengolahan citra adalah suatu cara yang mudah diterapkan untuk melihat perubahan bentuk bahan. Fernandez et al (2005) menggunakan analisis citra untuk mengetahui perubahan warna, bentuk, dan penyusutan selama pengeringan buah apel berlangsung. Semua parameter yang berhubungan dengan bentuk (area, perimeter, fourier energy) diteliti dengan menggunakan sistem standar pengambilan citra, seperti camera digital, iluminasi, komputer (hardware dan software). Pengolahan citra merupakan suatu metode yang digunakan untuk memproses atau memanipulasi gambar dalam bentuk dua dimensi. Secara umum, tujuan dari pengolahan citra adalah mentransformasikan atau menganalisis suatu gambar, sehingga informasi baru tentang gambar yang dibuat lebih jelas. Mengacu pada Niblack (1986) dalam Manalu (2011), terdapat empat klasifikasi dasar dalam pengolahan citra yaitu, point, area, geometri, dan frame. Pada operasi point, pemrosesan nilai piksel suatu citra dilakukan berdasarkan nilai dan posisi dari piksel tersebut. Hal - hal yang termasuk dalam operasi ini adalah pengaturan brightness, kontras, color balance, negatif, gray scaling, serta sephia. Pada operasi area, pemrosesan nilai piksel suatu citra dilakukan berdasarkan nilai piksel tersebut beserta nilai piksel sekelilingnya. Hal yang termasuk dalam operasi area ini adalah sharpening dan smoothing. Operasi geometri digunakan untuk mengubah posisi dari sebuah piksel menjadi posisi lain yang dikehendaki. Hal yang termasuk dalam operasi ini adalah translasi, scaling, rotasi, dan flip. 10

9 Kebanyakan kamera menangkap citra dalam bentuk gelombang analog yang kemudian dilakukan pengambilan sampel dan dikuantisasi untuk mengkonversikannya ke dalam bentuk citra digital. Pada proses selanjutnya representasi tersebut yang akan diolah secara digital oleh komputer. Pengolahan citra pada umumnya sangat erat kaitannya dengan computer aided analysis yang bertujuan untuk mengolah suatu objek citra dengan cara mengekstrasi informasi penting yang terdapat didalamnya. Sehingga, dari informasi tersebut dapat dilakukan proses analisis dan klasifikasi secara cepat memanfaatkan algoritma perhitungan komputer. Pengolahan citra sangat berhubungan dengan teknologi komputer dan algoritma matematik untuk mengenali, membedakan, serta menghitung gambar yang terdiri dari langkah perolehan citra dan segmentasi. Sistem pengambilan citra (gambar) terdiri atas empat komponen dasar, yaitu iluminasi, kamera, hardware, dan software. Format data citra digital berhubungan erat dengan warna. Hal ini berkaitan untuk keperluan penampilan secara visual. Format citra digital yang banyak dipakai adalah citra biner (monokrom), citra skala keabuan (gray scale), citra warna (true color), dan citra warna berindeks. Proses segmentasi suatu objek citra dilakukan dengan menerapkan threshold dan mengurangi latar belakang untuk memperoleh citra biner, serta memperkecil nilai noisy (gangguan) pada gambar (Da Fontoura & Marcondes 2001). Thresholding atau binerisasi yaitu pengelompokan piksel-piksel dalam citra berdasarkan batas nilai intensitas tertentu. Pada operasi ini hasil proses suatu titik atau piksel tidak tergantung pada kondisi piksel-piksel disekitarnya dan dalam operasi binerisasi, satu piksel pada citra asal akan dipetakan menjadi piksel objek atau latar belakang. Operasi thresholding dapat dilakukan dengan hanya melihat nilai-nilai intensitas sinyal merah, sinyal hijau, atau sinyal biru, atupun dengan citra grayscale yang dihasilkan dengan merata-ratakan nilai intensitas ketiga sinyal di atas. Keempat cara thresholding ini digunakan untuk memberi keleluasaan kepada pengguna untuk menghasilkan citra terbaik berdasarkan kondisi citra warna yang akan diproses. Cahaya di dalam ruang, harus datang dari segala arah agar tidak menimbulkan bayangan dan harus kuat agar tidak menimbulkan efek pantulan pada permukaan objek, terutama untuk objek yang mempunyai permukaan licin. Adanya pantulan pada permukaan objek akan menghilangkan informasi warna karena permukaan akan menjadi putih atau sangat terang (warna telah dinetralkan) (Ahmad 2005). Terdapat dua substansi pendekatan yang berbeda dalam membuat model persamaan penyusutan bahan pangan selama pengeringan. Pertama, disusun berdasarkan model empiris dari data penyusutan sebagai fungsi kadar air. Pendekatan yang kedua, didasarkan pada interpretasi fisik dari sistem pangan yang kemudian digunakan untuk menduga perubahan bentuk bahan berdasarkan hukum kekekalan massa dan volume. Pada kedua pendekatan tersebut dihasilkan baik model linier maupun non-linier untuk menjelaskan perilaku penyusutan terhadap kadar air (Mayor & Sereno 2004). Perubahan dimensi dan bentuk bahan terjadi secara simultan dan difusi air mempengaruhi laju kehilangan air pada saat pengeringan. Pada umumnya, model penyusutan didasarkan pada geometri standar, yaitu bentuk bola, silinder, kubus, dan datar (slab). Sedangkan dimensi yang dikaitkan dengan perubahan kadar air bahan, yaitu ketebalan, diameter, luas permukaan, atau volume. 11

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENYUSUTAN LUAS PERMUKAAN TERHADAP KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) SKRIPSI

HUBUNGAN PENYUSUTAN LUAS PERMUKAAN TERHADAP KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) SKRIPSI HUBUNGAN PENYUSUTAN LUAS PERMUKAAN TERHADAP KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) SKRIPSI DHEA SELLY A. HUTABARAT F14080009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Menurut Brooker et al. (1974) terdapat beberapa kombinasi waktu dan suhu udara pengering dimana komoditas hasil pertanian dengan kadar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM L.) Tumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang dapat dikembangkan dan bahkan dipasarkan di dalam negeri maupun di luar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Prinsip pengeringan lapisan tipis pada dasarnya adalah mengeringkan bahan sampai kadar air bahan mencapai kadar air keseimbangannya. Sesuai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Pohon mahkota dewa.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Pohon mahkota dewa. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Mahkota Dewa Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) bisa ditemukan di pekarangan sebagai tanaman hias atau di kebun-kebun sebagai tanaman peneduh. Asal tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2011 sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Pindah Panas serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa 1. Perubahan Kadar Air terhadap Waktu Pengeringan buah mahkota dewa dimulai dari kadar air awal bahan sampai mendekati

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Pengeringan adalah proses pengolahan pascapanen hasil pertanian yang paling kritis. Pengeringan sudah dikenal sejak dulu sebagai salah satu metode pengawetan bahan. Tujuan

Lebih terperinci

Gambar 1. Tanaman Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) (Ochse & Van Den Brink, 1977)

Gambar 1. Tanaman Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) (Ochse & Van Den Brink, 1977) II. TINJAUAN PUSTAKA A. BOTANI TEMU PUTIH Temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) cukup dikenal di kalangan masyarakat untuk bahan jamu. Kepopuleran tanaman obat ini digunakan untuk mengobati penyakit

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesifikasi Biji Jarak Pagar Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar. Menurut Hambali et al. (2007), tanaman jarak pagar dapat hidup dan berkembang dari dataran

Lebih terperinci

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK 112 MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK Dalam bidang pertanian dan perkebunan selain persiapan lahan dan

Lebih terperinci

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan MEKANISME By : Dewi Maya Maharani Pengeringan Prinsip Dasar Pengeringan Proses pemakaian panas dan pemindahan air dari bahan yang dikeringkan yang berlangsung secara serentak bersamaan Konduksi media Steam

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI KARAKTERISTIK PENGERINGAN SIMPLISIA. Pendahuluan

BAB 2 STUDI KARAKTERISTIK PENGERINGAN SIMPLISIA. Pendahuluan BAB 2 STUDI KARAKTERISTIK PENGERINGAN SIMPLISIA Pendahuluan Pengeringan merupakan proses pengeluaran air dari dalam bahan secara termal untuk menghasilkan produk kering. Pengeringan sudah dikenal sejak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Autoklaf Autoklaf merupakan alat pemanas tertutup yang biasa digunakan untuk mensterilisasi suatu benda menggunakan uap dengan temperatur 121 C sampai 134 C dan tekanan maksimum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel.

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel. BAB IV ANALISA 4.1 FENOMENA DAN PENYEBAB KERUSAKAN KUALITAS PRODUK 4.1.1 Fenomena dan penyebab terjadinya case hardening Pada proses pengeringan yang dilakukan oleh penulis khususnya pada pengambilan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanganan pascapanen komoditas pertanian mejadi hal yang tidak kalah pentingnya dengan penanganan sebelum panen. Dengan penanganan yang tepat, bahan hasil pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ubi kayu (Manihot Esculenta) merupakan tanaman umbi berupa perdu dengan nama lain singkong atau kasape. Ubi kayu berasal dari benua Amerika Selatan, tepatnya dari negara

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Pasca Panen Lateks Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang masih segar 35 jam setelah penyadapan. Getah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pohonan tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pohonan tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Singkong Singkong yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu adalah pohonan tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak Firman Jaya OUTLINE PENGERINGAN PENGASAPAN PENGGARAMAN/ CURING PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae,

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman: Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo : Euphorbiales, Famili

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Taksonomi Tanaman Singkong.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Taksonomi Tanaman Singkong. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Tanaman Singkong. Singkong (Manihot utilissima), termasuk dalam Kingdom : Plantae atau tumbuh-tumbuhan, Divisi: Spermathophyta atau tumbuhan berbiji, Sub divisi: Angiospermae

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela pohon,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela pohon, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Ubi kayu: Taksonomi dan Morfologi Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela pohon, singkong, ubi jenderal, ubi inggris, telo puhung, kasape, bodin,

Lebih terperinci

Pada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari

Pada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari \ Menentukan koefisien transfer massa optimum aweiica BAB II LANDASAN TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Proses pengeringan adalah perpindahan masa dari suatu bahan yang terjadi karena perbedaan konsentrasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan.

I. PENDAHULUAN. Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan. Lingkungan fisik, lingkungan biologis serta lingkungan sosial manusia akan selalu berubah

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli Desember 2007 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, menurut Purwono dan Hartanto (2007), klasifikasi dan sistimatika tanaman

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan Biologi Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) termasuk tumbuhan berbatang pohon lunak atau getas (mudah

Lebih terperinci

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB PENGERINGAN 1 DEFINISI Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o.

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II

MODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II MODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA I. PENGERINGAN A. PENDAHULUAN Pengeringan adalah proses pengeluaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Program Pengolahan Citra untuk Pengukuran Warna pada Produk Hortikultura Pengembangan metode pengukuran warna dengan menggunakan kamera CCD dan image processing adalah dengan

Lebih terperinci

Waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada:

Waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada: Baking and roasting Pembakaran dan memanggang pada dasarnya operasi dua unit yang sama: keduanya menggunakan udara yang dipanaskan untuk mengubah kualitas makanan. pembakaran biasanya diaplikasikan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

Studi Karakteristik Pengeringan Pupuk NPK (15:15:15) Menggunakan Tray Dryer

Studi Karakteristik Pengeringan Pupuk NPK (15:15:15) Menggunakan Tray Dryer Seminar Skripsi Studi Karakteristik Pengeringan Pupuk NPK (15:15:15) Menggunakan Tray Dryer LABORATORIUM PERPINDAHAN ` PANAS DAN MASSA Jurusan Teknik Kimia FTI - ITS Disusun oleh : Argatha Febriansyah

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian (2017) TUJUAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cakupan pangan di Indonesia secara mandiri masih merupakan masalah serius yang harus kita hadapi saat ini dan masa yang akan datang. Bahan pokok utama masih bertumpu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting sebagai penghasil sumber bahan pangan, bahan baku makanan,

BAB I PENDAHULUAN. yang penting sebagai penghasil sumber bahan pangan, bahan baku makanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Singkong (Manihot esculenta) merupakan komoditas tanaman pangan yang penting sebagai penghasil sumber bahan pangan, bahan baku makanan, kimia dan pakan ternak. Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pertumbuhannya yaitu berkisar antara ºc dan baik di tanam pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pertumbuhannya yaitu berkisar antara ºc dan baik di tanam pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Singkong Singkong merupakan tumbuhan umbi-umbian yang dapat tumbuh di daerah tropis dengan iklim panas dan lembab. Daerah beriklim tropis dibutuhkan singkong untuk

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI

OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI Secangkir kopi dihasilkan melalui proses yang sangat panjang. Mulai dari teknik budidaya, pengolahan pasca panen hingga ke penyajian akhir. Hanya

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MEMPERBAIKI CITRA DIGITAL

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MEMPERBAIKI CITRA DIGITAL PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MEMPERBAIKI CITRA DIGITAL 1. Pendahuluan Citra / gambar merupakan hal yang vital dan menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Pada kepentingan tertentu,

Lebih terperinci

1. Pendahuluan PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK)

1. Pendahuluan PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK) Ethos (Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat): 99-104 PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK) 1 Ari Rahayuningtyas, 2 Seri Intan Kuala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius

Lebih terperinci

perubahan baik fisik maupun kimiawi yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki. Di samping itu, setelah melalui proses pengolahan, makanan tadi

perubahan baik fisik maupun kimiawi yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki. Di samping itu, setelah melalui proses pengolahan, makanan tadi i Tinjauan Mata Kuliah P roses pengolahan pangan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sejak zaman dahulu kala, manusia mengenal makanan dan mengolahnya menjadi suatu bentuk

Lebih terperinci

Tujuan pengeringan yang tepat untuk produk: 1. Susu 2. Santan 3. Kerupuk 4. Beras 5. Tapioka 6. Manisan buah 7. Keripik kentang 8.

Tujuan pengeringan yang tepat untuk produk: 1. Susu 2. Santan 3. Kerupuk 4. Beras 5. Tapioka 6. Manisan buah 7. Keripik kentang 8. PENGERINGAN DEFINISI Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang melimpah. Dalam sektor pertanian, Indonesia menghasilkan berbagai produk

BAB 1 PENDAHULUAN. yang melimpah. Dalam sektor pertanian, Indonesia menghasilkan berbagai produk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Dalam sektor pertanian, Indonesia menghasilkan berbagai produk hortikultura seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak digunakan pada industri pangan dan proses pembudidayaannya yang relatif mudah. Hampir sebagian

Lebih terperinci

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Caulifloris. Adapun sistimatika tanaman kakao menurut (Hadi, 2004) sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Caulifloris. Adapun sistimatika tanaman kakao menurut (Hadi, 2004) sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kakao Kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Karena itu tanaman ini digolongkan kedalam kelompok tanaman Caulifloris. Adapun sistimatika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang perekonomian nasional dan menjadi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2014, bertempat di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2014, bertempat di 10 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2014, bertempat di Laboratorium Daya Alat dan Mesin Pertanian dan Laboratorium Rekayasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN Kegunaan Penyimpangan Persediaan Gangguan Masa kritis / peceklik Panen melimpah Daya tahan Benih Pengendali Masalah Teknologi Susut Kerusakan Kondisi Tindakan Fasilitas

Lebih terperinci

TEKNIK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN ( SMTR VII)

TEKNIK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN ( SMTR VII) TEKNIK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN ( SMTR VII) AINUN ROHANAH SAIPUL BAHRI DAULAY PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN FP - USU Evaluasi 1. jumlah kehadiran dalam kuliah 10% 2. Quiz/Tugas 10% 3. Ujian tengah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN Rudy Adipranata 1, Liliana 2, Gunawan Iteh Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat),

TINJAUAN PUSTAKA. Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat), 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Waluh Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat), pumpkin (Inggris) merupakan jenis buah sayur-sayuran yang berwarna kuning dan berbentuk lonjong

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia dan Laboratorium Biondustri TIN IPB, Laboratorium Bangsal Percontohan Pengolahan Hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman sumber karbohidrat ketiga setelah padi dan jagung. Konsumsi penduduk dunia, khususnya penduduk negara-negara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengukuran Parameter Mutu Jeruk Pontianak Secara Langsung Dari Hasil Pemutuan Manual Pemutuan jeruk pontianak secara manual dilakukan oleh pedagang besar dengan melihat diameter

Lebih terperinci

PENGERINGAN SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN

PENGERINGAN SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN PENGERINGAN SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN Souvia Rahimah Jatinangor, 5 November 2009 Pengertian PENGERTIAN UMUM : PROSES PENGURANGAN AIR DARI SUATU BAHAN SAMPAI TINGKAT KEKERINGAN TERTENTU. Penerapan panas dalam

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 38 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah pembuatan alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Mie merupakan salah satu masakan yang sangat populer di Asia, salah satunya di Indonesia. Bahan baku mie di Indonesia berupa tepung terigu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ubikayu berasal dari Brasilia. Ilmuwan yang pertama kali melaporkan hal ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ubikayu berasal dari Brasilia. Ilmuwan yang pertama kali melaporkan hal ini 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Ubikayu Ubikayu berasal dari Brasilia. Ilmuwan yang pertama kali melaporkan hal ini adalah Johann Baptist Emanuel Pohl, seorang ahli botani asal Austria pada tahun 1827

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI THESIS DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI THESIS DAN SUMBER INFORMASI PERNYATAAN MENGENAI THESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Penyusutan Terhadap Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe) adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Pengeringan Udara panas dihembuskan pada permukaan bahan yang basah, panas akan berpindah ke permukaan bahan, dan panas laten penguapan akan menyebabkan kandungan air bahan teruapkan.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Variasi NDVI Citra AVNIR- Citra AVNIR- yang digunakan pada penelitian ini diakuisisi pada tanggal Desember 008 dan 0 Juni 009. Pada citra AVNIR- yang diakuisisi tanggal Desember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan oleh petani dan petani hutan. Umbi porang banyak tumbuh liar di

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan oleh petani dan petani hutan. Umbi porang banyak tumbuh liar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umbi porang merupakan bahan baku glukomanan yang saat ini banyak dibudidayakan oleh petani dan petani hutan. Umbi porang banyak tumbuh liar di kawasan hutan dan lereng

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Radish Radish (Raphanus sativus L.) merupakan tanaman semusim atau setahun (annual) yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Singkong berasal dari benua Amerika, tepatnya Brasil dan Paraguay.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Singkong berasal dari benua Amerika, tepatnya Brasil dan Paraguay. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Singkong atau ketela pohon Singkong berasal dari benua Amerika, tepatnya Brasil dan Paraguay. Penyebarannya hampir ke seluruh negara termasuk Indonesia.. Singkong ditanam di

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini dibahas tentang dasar-dasar teori yang digunakan untuk mengetahui kecepatan perambatan panas pada proses pasteurisasi pengalengan susu. Dasar-dasar teori tersebut meliputi

Lebih terperinci

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab PSIKROMETRI Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab 1 1. Atmospheric air Udara yang ada di atmosfir merupakan campuran dari udara kering dan uap air. Psikrometri

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM PENGERING OPAK SINGKONG TIPE RUANG KABINET DENGAN MENGGUNAKAN BIOMASSA LIMBAH PELEPAH PINANG DAN PELEPAH KELAPA

ANALISIS SISTEM PENGERING OPAK SINGKONG TIPE RUANG KABINET DENGAN MENGGUNAKAN BIOMASSA LIMBAH PELEPAH PINANG DAN PELEPAH KELAPA ANALISIS SISTEM PENGERING OPAK SINGKONG TIPE RUANG KABINET DENGAN MENGGUNAKAN BIOMASSA LIMBAH PELEPAH PINANG DAN PELEPAH KELAPA Asmi Warti 1, Juandi M. 2, Riad Syech 3 Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk didalamnya agribisnis. Kesepakatankesepakatan GATT, WTO,

Lebih terperinci

PENENTUAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG PUTIH(ALLIUM SATIVUM L.) (Variabel Bentuk Bahan dan Suhu Proses)

PENENTUAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG PUTIH(ALLIUM SATIVUM L.) (Variabel Bentuk Bahan dan Suhu Proses) PENENTUAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG PUTIH(ALLIUM SATIVUM L.) (Variabel Bentuk Bahan dan Suhu Proses) Diska Ayu Romadani dan Sumarni JurusanTeknik Kimia Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! Soal Suhu dan Kalor Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! 1.1 termometer air panas Sebuah gelas yang berisi air panas kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air dingin. Pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENYUSUTAN DENGAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SIMPLISIA TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) AMALIA SAGITA

HUBUNGAN PENYUSUTAN DENGAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SIMPLISIA TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) AMALIA SAGITA HUBUNGAN PENYUSUTAN DENGAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SIMPLISIA TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) AMALIA SAGITA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB 3 PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP PENYUSUTAN DAN MUTU SIMPLISIA. Pendahuluan

BAB 3 PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP PENYUSUTAN DAN MUTU SIMPLISIA. Pendahuluan BAB 3 PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP PENYUSUTAN DAN MUTU SIMPLISIA Pendahuluan Pengeringan merupakan cara yang paling umum digunakan untuk meningkatkan stabilitas bahan dengan mengurangi kandungan air bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia memperoleh sinar matahari sepanjang tahun. Kondisi ini memberi peluang dan tantangan dalam usaha

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. bahan pangan yang siap untuk dikonsumsi. Pengupasan memiliki tujuan yang

BAB II DASAR TEORI. bahan pangan yang siap untuk dikonsumsi. Pengupasan memiliki tujuan yang BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Pengupasan Pengupasan merupakan pra-proses dalam pengolahan agar didapatkan bahan pangan yang siap untuk dikonsumsi. Pengupasan memiliki tujuan yang sangat penting,

Lebih terperinci