BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara dengan minat baca paling rendah di dunia, setidaknya jika itu mengacu pada data yang dirilis oleh UNESCO ditahun 2011. Selain itu menurut World Education Forum yang berada di bawah naungan PBB, minat baca Indonesia menempati posisi ke-69 dari 76 negara 1. Untuk menyikapi masalah tersebut pemerintah Indonesia telah memberikan fasilitas berupa perpustakaan pemerintah yang tersebar di 514 kabupaten dan kota sebanyak 497 perpustakaan pemerintah 2. Tersedianya fasilitas perpustakaan pemerintah tentu membutuhkan buku yang beraneka macam jenis buku sesuai dengan kebutuhan masyarakat terutama anak anak. Karena hal tersebutlah penulis memilih tema penerjemahan sebagai penulisan Tugas Akhir Diploma III Bahasa Jepang agar buku untuk anak anak di Indonesia jumlahnya meningkat. Salah satu buku cerita anak yang cukup menarik untuk diterjemahkan dan dibaca adalah Sakasama no Jitensha karya Kyooko Nishizawa. Kyooko Nishizawa adalah penulis novel untuk anak anak dan puisi yang bertema 1 Sumber dapat diakses melalui web http://www.qureta.com/post/jika-minat-baca-rendahsalahkan-penulis-buku 2 Sumber dapat diakses melalui web http://perpusnas.go.id/2016/02/rapat-koordinasinasional 1
2 serangga yang berasal dari Jepang. Kyooko Nishizawa sangat menyukai serangga sehingga Kyooko Nishizawa banyak menciptakan puisi yang bertema serangga. Saat ini Kyooko Nishizawa tergabung dalam sebuah asosiasi sastra anak di Jepang. Salah satu karyanya yang terkenal adalah Sakasama No Jitensha. Dari hasil karyanya Kyooko Nishizawa pernah mendapat penghargaan Small Fairy Talent Award di Jepang. Tugas Akhir ini berisi terjemahan buku cerita anak Sakasama No Jitensha. Sakasama No Jitensha terdiri dari sembilan Bab cerita yaitu bab 1 : Koosaten, Bab 2: Toge, Bab 3: Kuroi Ko Neko, Bab 4: Beru, Bab 5: Tomodachi, Bab 6: Utagai, Bab 7: Jitensha Okiba, Bab 8: Ame, Bab 9: Denwa Bokkusu, dipilih sebagai bahan terjemahan dalam Tugas Akhir adalah bab 3: Kuroi Ko Neko yang berarti Anak Kucing Hitam dan Bab 4 : Beru yang berarti Bel. Buku Sakasama No Jitensha dipilih sebagai bahan terjemahan Tugas Akhir karena buku ini sesuai dengan tujuan penulis yakni menambah jumlah buku untuk dibaca oleh anak anak di Indonesia, mengaplikasikan ilmu yang didapat selama perkuliahan, dan buku ini belum selesai diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia. 1.2 Pokok Bahasan Pokok bahasan dalam dalam Tugas Akhir ini adalah terjmahan dari buku Sakasama No Jitensha kedalam bahasa Indonesia yang baik dan benar agar dapat dibaca oleh masyarakat Indonesia, juga meningkatkan daya tarik minat baca
3 masyarakat Indonesia khususnya anak anak dengan buku yang mengandung pesan moral yang baik dan mudah dipahami. 1.3 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan Tugas Akhir dari terjemahn buku Sakasama No Jitensha antara lain yaitu menambah jumlah buku bacaan untuk anak di Indonesia, meningkatkan minat baca masyarakat khususnya anak anak dengan buku yang sesuai dengan usianya, dan menyampaikan pesan moral yang baik dengan bahasa yang mudah dipahami untuk anak anak. 1.4 Metode Penerjemahaan Newmark dalam bukunya yang berjudul A Textbook of Translation menyebutkan delapan metode penerjemahan, yang dikelompokkan menjadi dua bagian, cenderung mengacu pada BSu (Bahasa Sumber) dan mengacu pada BSa (Bahasa Sasaran) Haporo (2016: 4 6) : a. Mengacu pada BSu ( Bahasa Sumber) : 1. Penerjemahan Kata Demi Kata (Word-for-word Translation) Metode ini dilakukan dengan cara dengan menerjemahkan kata demi kata dan membiarkan susunan kalimat seperti TSu (Teks Sumber). Umumnya, metode ini
4 digunakan pada tahap prapenerjemahan pada penerjemahan teks yang sangat sukar atau antara dua bahasa yang system dan strukturnya sangat berjauhan. 2. Penerjemahan Harfiah (Literal Translation) Dalam metode ini, penerjemah sudah mengubah struktur BSu (Bahasa Sumber) menjadi struktur BSa (Bahasa Sasaran). Namun, kata-kata dan gaya bahasa dalam TSu (Teks Sumber) masih dipertahankan dalam TSa (Teks Sasaran). Biasanya metode ini juga digunakan pada tahap awal penerjemahan. Penerjemahan Setia (Faithful Translation) 3. Penerjemahan dilakukan dengan mempertahankan sejauh mungkin aspek format (dalam teks hukum) atau aspek bentuk (dalam teks puisi) sehingga kita masih secara lengkap melihat kesetiaan pada segi bentuknya. Metode ini lebih bebas dibandingkan penerjemah harfiah, tetapi masih terasa kaku karena masih sangat setia pada maksud dan tujuan BSu (Bahasa Sumber). 4. Penerjemahan Semantik (Semantic Translation) Penerjemahan sangat menekankan pada penggunaan istilah, kata kunci, ataupun ungkapan yang harus dihadirkan dalam terjemahannya. Penerjemahan semantic lebih fleksibel jika dibandingkan dengan penerjemahan setia. b. Mengacu pada BSa (Bahasa Sasaran) : 1. Adaptasi (Adaptation)
5 Metode ini adalah bentuk penerjemahan yang paling bebas dan paling dekat dengan BSa (Bahasa Sasaran). Metode Adaptasi lebih menekankan kepada isi pesan, sedangkan bentuknya disesuaikan dengan kebutuhan pembaca BSa (Bahasa Sasaran). Biasanya, tokoh, latar belakang, dan konteks sosial disesuaikan dengan kebudayaan BSa (Bahasa Sasaran). 2. Penerjemahan Bebas (Free Translation) Metode ini lebih menekankan pada pengalihan pesan, sedangkan pengungkapannya dalam TSa (Teks Sasaran) dilakukan sesuai dengan kebutuhan calon pembaca. Dalam Penerjemahan Bebas, penerjemahan tidak menyesuaikan budaya. Metode ini dapat berbentuk sebuah parafrasa yang dapat lebih panjang atau lebih pendek dari aslinya. 3. Penerjemahan Idiomatik (Idiomatic Translation) Metode ini mengupayakan penemuan padanan istilah, ungkapan, dan idiom dari apa yang tersedia dalam BSa (Bahasa Sasaran). 4. Penerjemahan Komunikatif (Communicative Translation) Metode ini dilakukan jika dalam penerjemahan yang dipentingkan adalah pesannya, tetapi tanpa harus menerjemahkannya secara bebas. Metode ini memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, yaitu tujuan penerjemahan dan sidang pembacanya. Melalui metode penerjemahan ini memungkinkan suatu versi BSu (Bahasa Sumber) diterjemahkan menjadi beberapa versi dalam BSa (Bahasa Sasaran).
6 Berdasarkan uraian mengenai metode penerjemahan diatas, penulis menggunakan metode penerjemahan komunikatif untuk menyelesaikan terjemahan cerita anak Sakasama no Jitensha agar memudahkan pembaca terutama anak anak untuk memahami isi cerita pada buku tersebut. 1.5 Proses Penerjemahan Saat melakukan suatu terjemahan, seorang penerjemah harus memperhatikan dan memahami proses penerjemahan. Hal ini, dilakukan agar seorang penerjemah menghasilkan terjemahan dengan kualitas yang baik. Pada saat menerjemahkan buku Sakasama No Jitensha Bab 3 dan Bab 4 penulis terlebih dahulu membaca terjemahan bab 1 dan bab 2 terlebih dahulu untuk memahami cerita awal pada buku dan penokohan pada cerita Sakasama No Jitensha. Setelah memahami sebagian cerita penulis menuliskan kembali teks bagian bab yang akan diterjemahkan kemudian mencari cara baca kanji dan menerjemahkan setiap kalimatnya. Kemudian hasil dari terjemahan perkalimat tersebut digabungkan menjadi cerita dalam bentuk paragraf dan diimbuhi beberapa kalimat penjelas atau narasi. Bagian terakhir dalam menerjemahkan yaitu membaca kembali hasil terjemahan yang sudah dalam bentuk paragraf untuk memastikan tidak ada kesalahan penerjemahan, penulisan, dan jalan cerita.