No. 060/11/63/Th. XXI, 01 November 2017 Perkembangan Nilai Tukar Petani Dan Harga Produsen Gabah Bulan Oktober 2017 Nilai Tukar Petani (NTP) bulan Oktober 2017 sebesar 96,56 atau naik 0,49 persen. Pada Oktober 2017 NTP Kalimantan Selatan tercatat 96,56 atau naik 0,49 persen dibanding NTP September 2017 yang mencapai 96,09. Naiknya NTP ini disebabkan indeks harga yang diterima petani (It) mengalami kenaikan sebesar 0,09 persen, sedangkan indeks harga yang dibayar petani (Ib) turun 0,40 persen. Pada Oktober 2017 di daerah pedesaan Kalimantan Selatan mengalami deflasi sebesar 0,57 persen, hal ini disebabkan oleh turunnya indeks harga di subkelompok Bahan makanan yang mencapai 1,86 persen. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) Kalimantan Selatan Oktober 2017 sebesar 103,74 atau turun sebesar 0,01 persen dibanding NTUP bulan sebelumnya yang mencapai 103,75. Rata-rata harga gabah kualitas Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani naik 3,63 persen, dari Rp 4.761,85 per Kg di bulan September 2017 menjadi Rp 4.934,84 per Kg di bulan Oktober 2017. Sedangkan harga gabah di tingkat penggilingan naik 3,36 persen dari Rp 4.863,16 per Kg di bulan September 2017 menjadi Rp 5.026,37 per Kg di bulan Oktober 2017. 1
A. Perkembangan Nilai Tukar Petani 1. Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani (NTP) yang diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib), merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di pedesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib), dimana komponen Ib hanya terdiri dari Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM). Dengan dikeluarkannya konsumsi dari komponen indeks harga yang dibayar petani (Ib), NTUP dapat lebih mencerminkan kemampuan produksi petani, karena yang dibandingkan hanya produksi dengan biaya produksinya. Pada Oktober 2017, NTP Kalimantan Selatan tercatat sebesar 96,56 atau naik 0,49 persen jika dibandingkan NTP pada September 2017 yang mencapai 96,09 persen. Kenaikan tersebut disebabkan indeks harga hasil produksi pertanian mengalami kenaikan 0,09 persen dan indeks yang dibayarkan petani turun 0,40 persen. Disamping itu indeks konsumsi rumah tangga terjadi penurunan sebesar 0,57 persen Tabel 1 Nilai Tukar Petani September 2017 Per Subsektor serta Perubahannya (2012 = 100) 2
Tabel 1 Lanjutan Nilai Tukar Petani Per Subsektor serta Perubahannya (2012 = 100) 3
Jika dilihat masing-masing subsektor, pada Oktober 2017 terdapat 3 subsektor mengalami kenaikan NTP yaitu subsektor Tanaman pangan, Subsektor Perkebunan Rakyat dan subsektor perikanan, sedangankan subsektor hortikutura dan subsektor peternakan mengalami penurunan nilai NTP. 2. Indeks Harga yang Diterima Petani (It) Indeks harga yang diterima petani (It) menunjukkan fluktuasi harga komoditas pertanian yang dihasilkan petani. Pada Oktober 2017, It gabungan naik sebesar 0,09 persen dibandingkan September 2017, yaitu dari 117,85 menjadi 117,96. Kenaikan ini terjadi karena naiknya pada indeks harga yang diterima petani pada subsektor tanaman pangan sebesar 0,21 persen dan subsektor perkebunan rakyat sebesar 1,08 persen. Sedangkan subsektor hortikultura turun 0,99 persen, subsektor Peternakan turun 0,38 persen dan subsektor perikanan mengalami penurunan sebesar 0,07 persen. 3. Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) Melalui indeks harga yang dibayar petani (Ib) dapat dilihat fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat perdesaan, serta fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Pada Oktober 2017, Ib mengalami penurunan sebesar 0,40 persen dibandingkan dengan Ib September 2017, yaitu dari 122,65 menjadi 122,16. Penurunan Ib disebabkan turunnya Ib di seluruh subsektor, yaitu Subsektor Tanaman Pangan turun sebesar 0,37 persen, subsektor hortikultura sebesar 0,54 persen, subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 0,47 persen, Subsektor Peternakan sebesar 0,19 persen, dan Subsektor Perikanan sebesar 0,47 persen. 4. NTP Subsektor a. Subsektor Tanaman Pangan (NTP-P) Pada Oktober 2017 NTP-P sebesar 95,26, Pada bulan ini NTP-P naik sebesar 0,58 persen. Hal ini disebabkan It naik sebesar 0,21 persen, sedangkan Ib terjadi penurunan sebesar 0,37 persen. Naiknya It pada Oktober 2017 ini disebabkan naiknya indeks harga pada kelompok padi sebesar 0,27 persen, walaupun kelompok palawija turun sebesar 0,46 persen. 4
Turunnya Indeks yang dibayar petani (Ib) pada Oktober 2017, disebabkan oleh indeks harga kelompok konsumsi rumah tangga turun sebesar 0,54 persen, walaupun indeks harga kelompok biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) naik sebesar 0,13 persen. b. Subsektor Hortikultura (NTP-H) NTP-H bulan Oktober 2017 mencapai 104,77 persen. Pada bulan ini NTP-H turun sebesar 0,46 persen. Hal ini disebabkan It turun sebesar 0,99 persen, disamping itu Ib juga mengalami penurunan yang lebih kecil mencapai 0,54 persen. Penurunan It bulan Oktober 2017 disebabkan turunnya indeks harga komoditas pada kelompok sayur-sayuran, kelompok buah-buahan dan kelompok tanaman obat. Penurunan tertinggi pada kelompok tanaman obat-obatan sebesar 1,10 persen. Sementara kelompok sayur-sayuran dan kelompok buah-buahan masing-masing turun 0,93 persen dan 1,01 persen. Penurunan pada Ib disebabkan turunnya indeks kelompok konsumsi rumah tangga sebesar 0,62 persen, dan indeks BPPBM turun sebesar 0,07 persen. c. Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat (NTP-TPR) Pada Oktober 2017, NTP-TPR mencapai 82,98 atau naik sebesar 1,56 persen. Hal ini terjadi karena It naik sebesar 1,08 persen, sementara Ib turun sebesar 0,47 persen. Kenaikan It disebabkan naiknya indeks harga yang diterima pada kelompok tanaman perkebunan rakyat sebesar 1,08 persen. Sedangkan penurunan pada Ib disebabkan turunnya indeks kelompok konsumsi rumah tangga sebesar 0,60 persen. d. Subsektor Peternakan (NTP-TR) Pada bulan Oktober 2017, NTP-TR mencapai 108,38 atau turun sebesar 0,19 persen. Hal ini disebabkan It turun sebesar 0,38 persen, dan Ib turun sebesar 0,19 persen. Penurunan It bulan Oktober 2017 lebih disebabkan oleh turunnya indeks harga komoditas pada kelompok ternak besar mencapai 0,49 persen, kelompok unggas turun 0,18 persen persen, dan kelompok hasil ternak sebesar 0,74 persen. Sedangkan penurunan yang terjadi pada Ib disebabkan oleh turunnya indeks harga kelompok konsumsi rumah tangga sebesar 0,50 persen, walaupun indeks BPPBM naik sebesar 0,22 persen. 5
e. Subsektor Perikanan (NTNP) Pada Oktober 2017, NTNP mencapai 109,80, naik sebesar 0,41 persen. Hal ini karena It turun lebih kecil dibandingkan dengan turunnya Ib. It turun sebesar 0,07 persen dan Ib turun sebesar 0,47 persen. Penurunan It pada bulan Oktober 2017 disebabkan indeks kelompok perikanan tangkap secara rata-rata turun sebesar 0,12 persen, walau kelompok budidaya ikan naik sebesar 0,09 persen. Penurunan Ib lebih disebabkan turunnya indeks harga kelompok KRT sebesar 0,67 persen, dan kelompok BPPBM turun 0,03 persen. 1) Kelompok Penangkapan Ikan (NTN) Pada September 2017, NTN mencapai 112,19 atau naik sebesar 0,38 persen. Kenaikan NTN karena penurunan It sebesar 0,12 persen lebih kecil dibanding penurunan Ib yang mencapai 0,50 persen. Penurunan It terutama oleh hasil penangkapan perairan umum yang turun sebesar 1,84 persen, walaupun It kelompok penangkapan laut naik 0,53 persen. Penurunan yang terjadi pada Ib dikarenakan turunnya indeks harga kelompok KRT sebesar 0,68 persen, dan kelompok BPPBM turun sebesar 0,09 persen. 2) Kelompok Budidaya Ikan (NTPi) Pada Oktober 2017, NTPi mencapai 103,53 atau naik sebesar 0,49 persen. Indeks yang diterima petani (It) naik 0,09 persen dan kenaikan It ini karena naiknya It kelompok budidaya air payau sebesar 1,15 persen. Sedangkan indeks harga yang dibayar petani (Ib) mengalami penurunan. Penurunan yang terjadi pada Ib dikarenakan indeks harga kelompok KRT turun sebesar 0,65 persen, sedangkan kelompok BPPBM naik sebesar 0,11 persen. 5. Perbandingan Antar Provinsi Dari 33 provinsi yang dihitung NTP-nya, Provinsi dengan NTP tertinggi pada Oktober 2017 adalah Provinsi Sulawesi Barat sebesar 109,05 dan terendah Provinsi Bangka Belitung sebesar 93,67. Pada bulan ini terdapat 27 provinsi mengalami kenaikan NTP dan 6 provinsi mengalami penurunan NTP. Dilihat dari besar kenaikan, NTP tertinggi terjadi di Provinsi Jambi sebesar 1,52 persen, dan penurunan NTP teringgi terjadi di Provinsi Bangka Belitung yang turun sebesar 2,12 persen. 6
Tabel 2 Ranking Nilai Tukar Petani (NTP) September Oktober 2017 (2012 = 100) PROVINSI September 2017 Oktober 2017 PROVINSI NTP Ranking % NTP Ranking % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) SULBAR 107,57 1 1,41 SULBAR 109,05 1 1,38 JATIM 106,37 2 0,92 JABAR 107,36 2 1,30 JABAR 105,98 3 0,58 NTB 107,20 3 1,28 LAMPUNG 105,97 4 0,50 JATIM 106,94 4 0,54 NTB 105,85 5 0,80 LAMPUNG 106,62 5 0,61 GORONTALO 105,48 6 0,10 GORONTALO 106,23 6 0,71 BALI 104,45 7 0,49 BALI 104,49 7 0,03 YOGYAKARTA 103,03 8 0,16 NTT 103,32 8 0,32 NTT 103,00 9 0,66 RIAU 103,00 9 1,28 JATENG 102,56 10 1,01 JATENG 102,97 10 0,40 RIAU 101,70 11-0,20 YOGYAKARTA 102,04 11-0,96 MALUKU UTARA 101,65 12 0,91 MALUKU UTARA 101,77 12 0,12 MALUKU 101,33 13 0,17 JAMBI 101,41 13 1,52 BANTEN 100,69 14 0,85 MALUKU 101,30 14-0,03 PAPUA BARAT 100,29 15 0,53 PAPUA BARAT 101,11 15 0,81 SULSEL 100,02 16-0,70 BANTEN 101,01 16 0,32 JAMBI 99,89 17-0,40 SULSEL 100,76 17 0,74 SUMUT 98,85 18-0,19 SUMUT 99,51 18 0,66 KALTENG 98,54 19 1,32 KALTENG 98,59 19 0,05 DKI 97,69 20 0,16 DKI 97,73 20 0,04 KALBAR 97,22 21 1,50 KALBAR 97,47 21 0,26 KEPRI 96,55 22-0,37 KEPRI 97,23 22 0,71 SUMSEL 96,41 23 2,16 SUMSEL 96,81 23 0,41 SUMBAR 96,34 24 0,10 KALTIM 96,75 24 0,61 KALTIM 96,17 25-0,46 KALSEL 96,56 25 0,49 KALSEL 96,09 26 0,21 SUMBAR 95,71 26-0,65 BABEL 95,69 27-0,95 SULTRA 95,26 27 1,33 SULTENG 94,43 28 0,23 SULTENG 95,13 28 0,73 BENGKULU 94,35 29 0,81 BENGKULU 95,12 29 0,81 NAD 94,18 30-0,31 SULUT 94,27 30 1,38 SULTRA 94,01 31 0,03 NAD 94,07 31-0,12 PAPUA 93,75 32-0,44 PAPUA 93,71 32-0,04 SULUT 92,99 33 0,79 BABEL 93,67 33-2,12 NASIONAL 104,64 0,18 NASIONAL 104,62-0,02 Dari empat provinsi di Kalimantan yang melaporkan hasil survei bulan Oktober 2017, NTP tertinggi adalah Provinsi Kalimantan Tengah sebesar 98,59 persen dikuti oleh Kalimantan Barat sebesar 97,47 persen, Kalimantan Timur sebesar 96,75 dan Kalimantan Selatan sebesar 96,56 persen. Dilihat dari kenaikan NTP, maka Provinsi Kalimantan Timur 7
mengalami kenaikan tertinggi yaitu naik 0,61 persen, diikuti Kalimantan Selatan 0,49 persen, Kalimantan Barat naik sebesar 0,26 persen dan Kalimantan Tengah sebesar 0,05 persen 6. Inflasi Pedesaan Perubahan indeks konsumsi rumah tangga (KRT) mencerminkan angka inflasi/deflasi di wilayah pedesaan. Pada Oktober 2017, di daerah pedesaan Kalimantan Selatan terjadi Deflasi sebesar 0,57 persen. Penurunan ini karena pada subkelompok bahan makanan turun sebesar 1,86 persen, sedangkan sub kelompok lainnya mengalami kenaikan. Subkelompok transportasi dan Komunikasi mengalami kenaikan terbesar naik 1,11 persen dan subkelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga naik 0,86 persen. Sedangkan kelompok lainnya mengalami kenaikan yang lebih kecil, berkisar antara 0,11 persen sampai dengan 0,24 persen. Tabel 3 Indeks Harga Konsumen Perdesaan dan Persentase Perubahannya, September Oktober 2017 (2012 = 100) Kelompok September Oktober Persentase 2017 2017 Perubahan (1) (2) (3) (4) 1. Bahan Makanan 132,73 130,26-1,86 2. Makanan Jadi, Minuman, rokok, dan tembakau 118,75 118,90 0,12 3. Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 126,82 126,96 0,11 4. Sandang 127,04 127,21 0,13 5. Kesehatan 128,04 128,35 0,24 6. Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 119,33 120,35 0,86 7. Transportasi dan Komunikasi 121,57 122,93 1,11 Konsumsi Rumah Tangga 126,32 125,61-0,57 7. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) NTUP pada Oktober 2017 mencapai 103,74, atau turun sebesar 0,01 persen. Hal ini terjadi walaupun It naik sebesar 0,09 persen, tetapi indeks kelompok BPPBM naik lebih besar 0,10 persen secara gabungan. Kalau dilihat dari subsektornya, diketahui 2 subsektor mengalami NTUP dan 3 subsektor yang mengalami penurunan NTUP. Subsektor tanaman perkebunan rakyat mengalami kenaikan NTUP tertinggi mencapai 0,97 persen. Sedang 8
subsektor hortikultura terjadi penuruan NTUP tertinggi sebesar 0,92 persen, lebih lengkap pada table 4 berikut. Tabel 4 Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian per Subsektor dan Persentase Perubahannya Agustus September 2017 (2012 = 100) Subsektor September Oktober Persentase 2017 2017 Perubahan (1) (2) (3) (4) 1. Tanaman Pangan 100,51 100,59 0,08 2. Hortikultura 117,38 116,30-0,92 3. Tanaman Perkebunan Rakyat 88,06 88,91 0,97 4. Peternakan 117,39 116,69-0,60 5. Perikanan 122,74 122,70-0,03 a. Tangkap 126,11 126,07-0,03 b. Budidaya 114,07 114,05-0,02 NTUP Kalimantan Selatan 103,75 103,74-0,01 B. Perkembangan Harga Produsen Gabah Survei harga produsen gabah selama Oktober 2017 dilakukan di 10 Kabupaten meliputi Tanah Laut, Banjar, Barito Kuala, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Tabalong, Tanah Bumbu dan Balangan, Berdasarkan komposisinya, jumlah observasi harga gabah didominasi Gabah Kering Panen (GKP) sebanyak 44 observasi. Tabel 5 Jumlah Observasi, Harga Gabah di Tingkat Petani dan Penggilingan dan HPP Menurut Kelompok Kualitas, Oktober 2017 Kalimantan Selatan kelompok Kualitas Jml Observasi (%) harga di tingkat Petani (Rp/Kg) Terendah tertinggi Rata-rata Harga Ratarata di Tingkat Penggilingan (Rp/Kg) Harga Pembelian Pemerintah (HPP) (RP/Kg) Selisih (5) & (6) thd (7) (Rp/Kg) (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) GKP 44 4.200,00 7.827,00 4.936,84 5.026,37 3700,00 1.236,84 25,05 (100%) (petani) Mekongga Siam Mayang Kec.Hantakan Kec.Kurau 3750,00 1.276,37 25,39 (Tapin) (Tanah Laut) (Penggilingan) Keterangan: GKG : GKP : KA (14,01%-25,00%) dan KH (3,01%-10,00%) HPP berdasarkan Inpres No.5 Tahun 2015 tgl. 17 Maret 2015, diberlakukan mulai 17 Maret 2015 9
Dibulan Oktober 2017 Harga terendah ditingkat petani sebesar RP.4.200,00 per kilogram dengan varitas Mekongga terjadi di Kecamatan Hantakan Kabupaten Tapin. Harga tertinggi memcapai Rp7.827,00 per kilogram terdapat di Kecamatan Kurau Kabupaten Tanah Laut dengan varitas siam Mayang. Dibandingkan bulan sebelumnya, rata-rata harga gabah kualitas Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani naik 3,63 persen, dari Rp 4.761,85 per Kg di bulan September 2017 menjadi Rp 4.934,84 per Kg di bulan Oktober 2017, dimana transaksi yang terjadi lebih banyak pada varitas unggul lokal. Begitu juga harga gabah di tingkat penggilingan naik 3,36 persen dari Rp 4.863,16 per Kg di bulan September 2017 menjadi Rp 5.026,37 per Kg di bulan Oktober 2017, tabel 6 berikut. Tabel 6 Jumlah Observasi, Harga Gabah di Tingkat Petani dan Penggilingan dan HPP Menurut Kelompok Kualitas, Oktober 2017 Kalimantan Selatan kelompok Kualitas Tingkat Petani (Rp/Kg) Perubahan (3) thd (2) Tingkat Penggilingan (Rp/Kg) Perubahan (5) thd (6) September Oktober September Oktober 2017 2017 (%) 2017 2017 (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) GKP 4.761,85 4.934,84 3,63 4.863,16 5.026,37 3,36 Secara umum, komponen mutu gabah selama bulan Oktober 2017 cenderung fluktuatif, pada bulan ini terjadi kenaikan persentase kadar air, sedangkan kadar hampa/kotoran juga terjadi penurunan dibandingkan bulan September 2017. Rata-rata Kadar Air (KA) dan Kadar Hampa/kotoran gabah kualitas GKP bulan Oktober 2017 masingmasing sebesar 14,57 persen dan 3,67 persen. Tabel 7 Rata-rata Komponen Mutu Menurut Kualitas Gabah September Oktober 2017 kelompok Kualitas Kadar Air (%) Kadar Hampa/Kotoran (%) September 2017 Oktober 2017 September 2017 Oktober 2017 (1) (2) (3) (4) (5) GKP 14,54 14,57 3,60 3,67 10
Diterbitkan oleh : Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan Jl. Soekarno-Hatta No.7, Banjarbaru Telp : (0511) 674 9001 e-mail : bps6300@bps.go.id Website : http://kalsel.bps.go.id Konten Berita Resmi Statiti dilindungi oleh UndangUndang, hak cipta melekat pada Badan Pusat Statitik. Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengomunikasikan, dan/atau menggandakan sebagian atau seluruh isi tulisan ini untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari Badan Pusat Statitik. 11