IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH PENAMBAHAN MC, HPMC DAN WHEY PADA SIFAT KIMIA PAPATAN DAN PILUS

dokumen-dokumen yang mirip
METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

SKRIPSI PENAMBAHAN TURUNAN SELULOSA DAN WHEY SEBAGAI PENGHAMBAT PENYERAPAN MINYAK UNTUK MENINGKATKAN MUTU PRODUK FRIED SNACK

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air

II. TINJAUAN PUSTAKA A. PILUS DAN KUALITASNYA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

SKRIPSI EFEK HIDROKOLOID CMC DAN GELLAN GUM PADA BERBAGAI KONSENTRASI TERHADAP PENYERAPAN MINYAK DAN KUALITAS PILUS. Oleh WKE JUANITA F

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016-Januari 2017.

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis

A. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

BAB III BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari Arina Nurlaili R

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

METODOLOGI PENELITIAN

KARAKTERISASI DAGING SINTETIS DARI PERLAKUAN KONSENTRAT KEDELAI, TEPUNG TERIGU DAN METODE PEMASAKAN

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

(Colocasia esculenta) Wardatun Najifah

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

III. METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan

III. METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

I. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan

Avaliable online at

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI. Oleh : INDARTY WIJIANTI

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 6. Rontokan seasoning pada belt conveyor (A) dan pada mesin weighing (B)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

Agar hidrokoloid gelling yg kuat, terbuat dari ganggang laut Struktur : polimer D-galaktosa dan 3 6,anhydro-Lgalaktosa dengan sedikit ester sulfat

LOGO BAKING TITIS SARI

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

METODE. Materi. Rancangan

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN. Kadar Air dengan Metode Thermogravimetri (Sudarmadji, dkk., 2007)

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. bahan bakunya banyak jenis kerupuk yang dapat dihasilkan seperti kerupuk ikan,

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH PENAMBAHAN MC, HPMC DAN WHEY PADA SIFAT KIMIA PAPATAN DAN PILUS a. Kadar Air Papatan Air merupakan salah satu ingredien utama untuk pembuatan pilus. Air digunakan untuk melarutkan bumbu-bumbu. Penambahan air dilakukan secara bertahap ke dalam adonan untuk membentuk tekstur adonan yang kalis dan homogen. Air juga berfungsi untuk membantu terjadinya gelatinisasi ketika papatan digoreng. Ketika papatan digoreng, air pada papatan akan menguap dan meninggalkan rongga pada pilus sehingga pilus akan menjadi porous. Semakin porous pilus yang dihasilkan, pilus akan semakin renyah. Penambahan oil blocking agent pada adonan akan meningkatkan jumlah air yang diperlukan untuk membuat adonan menjadi lebih kalis. Hal ini disebabkan sebagian besar oil blocking agent bersifat hidrofilik. Kadar air yang terukur tidak sama dengan kadar air yang didapatkan dari neraca kesetimbangan massa air. Hal ini dikarenakan adanya penguapan selama proses pengadonan sehingga kadar air yang terukur lebih rendah daripada yang seharusnya. Perbandingan antara kadar air papatan berdasarkan kesetimbangan massa air dengan kadar air papatan yang terukur dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil penelitian menujukkan bahwa kadar air papatan dengan penambahan oil blocking agent berfluktuasi dikisaran 38.64 4.22 %, lebih kecil dibandingkan dengan kadar air papatan kontrol yang memiliki nilai sebesar 4.32 %. Hal ini disebabkan karena air yang ditambahkan masih lebih sedikit dibandingkan total padatan yang ditambahkan dalam bentuk oil blocking agent. Kadar air yang lebih rendah dinilai menguntungkan karena salah satu teori penyerapan minyak adalah minyak diserap untuk menggantikan air yang menguap dari produk. Maka apabila kadar air awal papatan rendah, diharapkan minyak yang terserap akan lebih sedikit. Namun pembatasan kadar air pada papatan juga harus diperhatikan karena apabila kadar air papatan kurang, pilus yang dihasilkan tidak akan mengembang. xl

Tabel 5. Perbandingan Kadar Air Papatan Berdasarkan Kesetimbangan Massa Air dengan Kadar Air Papatan Terukur Pilus Konsentrasi Kadar air papatan berdasarkan Kadar air papatan neraca kesetimbangan (%) terukur (%) Kontrol. 44.6 4.32 a HPMC.25 44. 38.64 a.5 44.7 38.87 a.75 44.8 39.2 a. 44.7 4.22 a MC A.25 44. 39.67 a.5 44.9 39.8 a.75 44.9 39.79 a. 44. 39.96 a MC B.25 44.9 39.7 a.5 44.9 38.8 a.75 44. 39.5 a. 44. 39.45 a Whey.25 44.9 38.95 a.5 44.6 38.92 a.75 44.3 39.58 a. 44.9 39.98 a Kadar air papatan yang fluktuatif dapat disebabkan oleh lama waktu pengadonan yang tidak sama. Makin lama pengadonan, kadar air akan semakin turun. Walaupun kadar air cenderung naik namun apabila kadar air terukur dianggap sebagai ulangan dan dianalsis, relative standard deviation (RSD) analisis masih lebih kecil dibandingkan dengan RSD Horwitz. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kadar air yang terjadi tidaklah signifikan. Analisa kadar air papatan pada ulangan pilus menggunakan uji Homogenitas One Way Anova, menghasilkan signifikansi sebesar.274 (lebih besar dari.5). Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa data kadar air berdasarkan ulangan memiliki varian yang sama. b. Kadar Air Pilus Kadar air merupakan salah satu rejection point produk snack. Kadar air yang meningkat akan menyebabkan snack menjadi melempem. Melempem merupakan fenomena masuknya air ke dalam matriks pati sehingga matriks pati menjadi lunak xli 29

(Pomeranz, 99; Van Vliet et al., 27). Pelunakan ini membuat kerenyahan menjadi berkurang serta meningkatkan elastisitas snack. Kadar air pilus dengan penambahan oil blocking agent pada umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol kecuali untuk oil blocking agent pada konsentrasi.25 %. Kadar air yang lebih tinggi ini disebabkan kemampuan metilselulosa (MC) dan hidroksipropil metilselulosa (HPMC) dalam mengikat air (Nussinovitch, 997) dan membentuk film sehingga air tidak dapat keluar dari matriks (Carriedo, 994). Hubungan kadar air pilus pada berbagai tingkat konsentrasi oil blocking agent dapat dilihat pada Gambar. 5 Kadar Air (%) 4 3 2 2.6.76 2.93 2.87 3.48 2.25 2.39.78 3.8 2.8 2.24.89 3.7 2.5 4. 2.6 3..3.25.5.75 Kontrol HPMC MC A MC B Whey Variasi Konsentrasi Oil Blocking Agent (%) Gambar. Pengaruh Penambahan Oil Blocking Agent terhadap Kadar Air Pilus Berdasarkan Gambar, pilus yang menggunakan whey sebagai oil blocking agent memiliki kadar air yang lebih besar dibandingkan dengan pilus yang ditambah MC dan HPMC. Sisi hidrofilik dari whey protein membuat film whey tidak efektif sebagai barrier kelembaban (Krochta et al, 22). Hal ini perlu mendapat perhatian karena kadar air yang tinggi dapat menyebabkan tekstur menjadi kurang renyah. Fluktusi kadar air terjadi pada pilus MC B.5 % dimana kadar air pilus menurun. Penurunan ini dimungkinkan karena faktor pengadukan yang tidak seragam antar penggorengan. Selain itu faktor pengadonan yang menggunakan tangan dapat menyebabkan tingkat kekalisan yang berbeda sehingga pori adonan xlii 3

juga berbeda-beda. Pori adonan yang berbeda membuat penguapan yang terjadi ketika penggorengan juga menjadi berbeda-beda. Analisis pada pilus dari batch yang berbeda menghasilkan data dengan standar deviasi yang cukup besar terutama pada pilus yang menggunakan MC A dan whey sebagai oil blocking agent. Standar deviasi yang besar dapat menunjukkan dua hal yaitu adanya faktor dari proses yang kurang konsisten atau pengaruh oil blocking agent yang tidak konsisten terhadap kadar air pilus. c. Kadar Minyak Pilus Penyerapan minyak merupakan hal yang pasti terjadi ketika penggorengan. Penyerapan minyak akan memberikan mouthfeel dan rasa minyak yang khas. Namun hal ini menjadi bermasalah ketika penyerapan minyak menjadi berlebihan sehingga menimbulkan penolakan dari konsumen. Penyerapan minyak dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa diantaranya adalah temperatur, lama menggoreng, kadar air, bentuk, ukuran, porositas, perlakuan terhadap produk sebelum digoreng, dan kualitas dari minyak goreng (Pokorny, 999). Variabel yang mempengaruhi penyerapan minyak pada pada penelitian ini antara lain bentuk dan ukuran pilus, porositas, faktor pengadukan, pengaturan suhu yang dipertahankan pada a ºC, dan waktu penggorengan. Namun pada prakteknya, tidak semua variabel tersebut dapat dikontrol karena proses pembuatan dan penggorengan pilus yang masih manual seperti porositas, faktor pengadukan dan suhu penggorengan. Porositas menjadi salah satu variabel yang tidak dapat dikontrol karena terpengaruh proses pengadonan yang menyebabkan tingkat kekalisan dan pori yang berbeda. Pengadukan yang dilakukan pada saat penggorengan berfungsi untuk membentuk pilus menjadi bulat. Selain itu pengadukan juga berfungsi memeratakan penyebaran pilus sehingga penyerapan minyak dan kematangan menjadi merata karena walaupun digunakan sistem deep fat frying namun karena sifat pilus yang porous, pilus tidak akan terendam sepenuhnya. Suhu berubah-ubah selama penggorengan akan berpengaruh terhadap penyerapan minyak. Semakin tinggi suhu, penyerapan minyak akan makin tinggi. Penggorengan yang manual membuat suhu tidak dapat dipertahankan konstan a ºC sehingga berkisar antara a ± 2 ºC. xliii 3

Penelitian ini menggunakan turunan selulosa (MC dan HPMC) dan whey untuk mengurangi penyerapan minyak ke dalam produk fried snack. Makin tinggi penyerapan minyak yang bisa dicegah, makin efektif pula turunan selulosa dan whey yang digunakan. MC dan HPMC biasa digunakan untuk mengurangi kandungan lemak dalam produk pangan dengan cara memberikan mouthfeel yang mirip lemak dan membentuk film yang dapat mengurangi penyerapan minyak ketika digoreng (Whistler dan BeMiller, 997). Turunan selulosa (MC dan HPMC) memiliki aktifitas termogelasi. Ketika turunan selulosa ini dipanaskan (dalam hal ini digoreng) akan terjadi pembentukan film yang akan menghambat penyerapan minyak. Whey juga digunakan dalam penelitian kali ini karena dapat pula membentuk film apabila dipanaskan diatas suhu denaturasi (gelasi). Kekuatan gel protein dipengaruhi oleh konsentrasi protein, ph, dan kekuatan ion (Belitz & Grosch, 999). Bagian whey yang dominan adalah β-laktoglobulin. Gel dari β-laktoglobulin terbentuk ketika dilarutkan dalam air dan dipanaskan diatas suhu denaturasinya. Beta-laktoglobulin memiliki titik isoelektrik pada ph 5.. Derajat keasaman tapioka yang digunakan berkisar antara 4.5-5 mendekati ph isoelektriknya sehingga terjadi aggregasi yang lebih cepat dibandingkan dengan denaturasi. Hal ini membuat film yang terbentuk tidak kuat (Belitz & Grosch, 999). Selain itu film yang dihasilkan akan bersifat buram dan menahan banyak air di pori-porinya (Gossett, Rizvi, & Baker, 984). Hasil penelitian menunjukkan bahwa MC, HPMC dan whey memiliki kemampuan yang berbeda beda untuk mengurangi penyerapan minyak pada pilus. MC memiliki umumnya perforrma yang lebih baik dalam mengurangi penyerapan minyak (Mallikarjunan, 997 ; Garcia., et al, 22). Namun hal ini tidak mutlak karena penyerapan minyak karena kekuatan film yang dihasilkan juga berpengaruh. Kekuatan film/ gel yang dihasilkan tergantung oleh derajat subtitusi (DS) MC dan HPMC yang digunakan (Glicksman, 986). Selain itu, yang dapat mnempengaruhi kekuatan film adalah konsentrasi, viskositas, bobot molekul, elektrolit, dan waktu pembentukan gel. Makin besar bobot molekul turunan selulosa, viskositas akan bertambah sehingga kekuatan gel akan semakin kuat. xliv 32

Derajat subtitusi juga mempengaruhi karakteristik MC dan HPMC yang lainnya seperti retensi air, sensitifitas terhadap elektrolit, dan suhu pelarutan. Elektrolit akan menambah kekuatan gel hingga dicapai suatu batas maksimum konsentrasi penambahan. Maksimum penambahan elektrolit berbeda-beda sesuai dengan jenis garamnya. Subtitusi hidroksipropil akan menurunkan kekuatan gel karena penambahan hidroksipropil akan meningkatkan suhu awal gelasi. Pengaruh penambahan berbagai konsentrasi oil blocking agent terhadap efektifitas penurunan kadar minyak pilus dapat dilihat pada Gambar. 4 Kadar minyak (% basis kering) 36 32 28 24 34.84 3. ±.2 32.3 24.43 35.9 33.84 33.5 32.3 3.4 32.8 3.65 3. 28.87 29.3 27.8 26.68 22.24.25.5.75 2 Kontrol HPMC MC A MC B Whey Variasi Oil Blocking Agent (%) Gambar. Efektifitas Penghambatan Penyerapan Minyak pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Oil Blocking Agent Berdasarkan Gambar, dapat disimpulkan bahwa MC A memiliki kadar penurunan penyerapan minyak terkecil dibandingkan dengan MC B, HPMC dan whey. Penurunan penyerapan minyak paling signifikan oleh MC A hanya sebesar 7.77 % pada konsentrasi.5 %. Hal ini disebabkan karena MC A memiliki viskositas paling rendah dibandingkan dengan MC B dan HPMC. Whey menunjukkan performa terbaiknya pada konsentrasi.5 % dengan penurunan kadar minyak sebesar 24. %. Hubungan antara viskositas terhadap kekuatan gel dan penyerapan minyak tidak dapat diketahui karena tidak dilakukan pengujian viskositas whey. HPMC dapat mengurangi penyerapan minyak sebesar 3.4 % pada konsentrasi.75 % sedangkan MC B mampu mengurangi penyerapan minyak hingga 36.66 %. Performa HPMC lebih baik dibandingkan dengan MC A karena viskositasnya yang lebih besar. Viskositas yang tinggi xlv 33

membuat gel yang terbentuk menjadi lebih kuat sehingga mampu menghalangi penyerapan minyak. Kadar minyak pada ulangan pilus yang berbeda menunjukkan perbedaan antara.22 % hingga 2.35 % basis kering. Perbedaan ini mungkin disebabkan karena adanya faktor proses yang kurang terkontrol seperti pencampuan oil blocking agent yang kurang merata dan proses pengadukan pada saat penggorengan. Berdasarkan penelitian Yuanita, 28, didapatkan kadar minyak untuk pilus dengan gum gellan 2 % adalah 2.8 % sedangkan CMC % sebesar 2.97 % (basis kering). Dapat dilihat bahwa penambahan MC B, menghasilkan kadar minyak yang kurang lebih sama (22.24 % basis kering) dengan konsentrasi yang lebih kecil (.75 %). B. PENGARUH PENAMBAHAN MC, HPMC DAN WHEY TERHADAP SIFAT FISIK : KERENYAHAN PILUS Kerenyahan merupakan penentu mutu produk fried snack seperti kesegaran pada buah dan sayuran (Vickers, 987). Renyah diartikan sebagai keras tapi mudah patah; kompak tapi rapuh, dan tidak lunak (Saklar et al., 999). Telah menjadi kesepakatan bersama bahwa suara yang dikeluarkan ketika mengigit makanan yang renyah merupakan sesuatu yang penting untuk mengkuantifikasi kerenyahan sebagai suatu sensasi dengan menghubungkan kekerasan suara dengan kerenyahan. Kerenyahan objektif diukur menggunakan instrumen. Instrumen yang digunakan pada penelitian kali ini adalah texture analyzer XT Plus. Langkah pertama yang dilakukan adalah penetapan blanko. Blanko diperlukan untuk melihat pengaruh gesekan antara probe dengan wadah terhadap gaya yang dihasilkan. Blanko yang diharapkan adalah blanko yang kecil/ tidak signifikan sehingga pengaruhnya terhadap hasil pengukuran dianggap nol (). Grafik yang dihasilkan pada saat pengukuran blanko dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengukuran kerenyahan pilus dilakukan dengan memasukkan pilus ke dalam wadah yang telah dirangkaikan pada landasan texture analyzer hingga wadah terisi separuhnya. Setelah kalibrasi dilakukan pengukuran hingga dihasilkan grafik. xlvi 34

Grafik yang tampil berupa puncak-puncak. Kerenyahan didefinisikan sebagai banyaknya puncak yang terbentuk diantara dua anchor. Asumsi pengukuran kerenyahan adalah semakin renyah suatu sampel maka puncak yang terbentuk akan semakin banyak. Grafik yang didapatkan kemudian diolah untuk mendapatkan kerenyahan. Pengolahan data dilakukan dengan cara menandai puncak pertama dengan puncak tertinggi. Grafik yang telah ditandai dapat dilihat pada Lampiran 4. Kerenyahan dilihat sebagai banyaknya puncak yang terbentuk diantara dua puncak. Semakin renyah pilus makan puncak yang terbentuk akan semakin banyak. Angka-angka yang mewakili kerenyahan kemudian dipetakan pada grafik untuk melihat hubungan antara konsentrasi oil blocking agent dengan kerenyahan. Grafik hubungan antara konsentrasi oil blocking agent dengan kerenyahan dapat dilihat pada Gambar 2. 65 Kerenyahan 6 55 5 45 4 35 45 44 47 55 5 4 59 52 39 44 57 54 5 5 47 43 37.25.5.75 3 Kontrol HPMC MC A MC B Whey Variasi Oil Blocking Agent (%) Gambar 2. Pengaruh Oil Blocking Agent terhadap Kerenyahan Penambahan oil blocking agent hingga konsentrasi tertentu akan meningkatkan kerenyahan pilus yang dihasilkan. Pilus dengan penambahan whey merupakan pilus yang paling tidak renyah apabila dibandingkan dengan dengan pilus dengan metilselulosa (MC) atau hidroksipropil metilselulosa (HPMC). Pilus dengan penambahan whey.5 % memiliki nilai kerenyahan 5 yang merupakan pilus whey yang paling renyah dibandingkan variasi konsentrasi lain. Nilai kerenyahan 5 berarti terdapat 5 puncak diantara puncak pertama yang signifikan xlvii 35

dan puncak tertinggi. Penambahan konsentrasi whey akan mengurangi kerenyahan. Penelitian Nelson, 23 juga menunjukkan bahwa penambahan whey pada produk ekstrusi pati (jagung) akan mengurangi pengembangan snack yang dihasilkan namun ketika whey yang ditambahkan dihidrolisis terlebih dahulu, pengembangan snack akan lebih baik. Hal ini mungkin karena kuatnya kompleks pati-protein yang terbentuk sehingga snack yang dihasilkan menjadi tidak mengembang dan keras sedangkan ketika whey dihidrolisis, kompeks pati-protein tidak akan terbentuk. Pilus dengan penambahan MC A memiliki kerenyahan 59 pada konsentrasi.5 %. Pilus dengan penambahan HPMC.75 % memiliki kerenyahan 55 sedangkan pilus dengan penambahan MC B.5 % memiliki kerenyahan 57. Berdasarkan data kerenyahan yang telah disebutkan diatas, pilus yang ditambahkan HPMC dengan konsentrasi.5 % merupakan pilus yang paling renyah. Variabel yang mempengaruhi kerenyahan antara lain jenis dan konsentrasi oil blocking agent, kadar air papatan, dan penyerapan minyak. Turunan selulosa memiliki kemampuan untuk menambah kerenyahan pilus karena memiliki kemampuan untuk meretensi gas yang ada di dalam pilus (Glicksman, 986). Semakin tinggi konsentrasi oil blocking agent, makin renyah pilus yang dihasilkan namun pada konsentrasi tertentu kerenyahan akan kembali turun. Kadar air papatan berpengaruh terhadap pengembangan pilus. Kadar air yang rendah akan membuat pilus tidak mengembang sehingga kurang renyah, namun apabila kadar air terlalu tinggi, struktur permukaan pilus akan pecah ketika digoreng. Penampakan struktur permukaan pilus yang pecah ketika digoreng dapat dilihat pada Lampiran 5. Minyak yang terserap akan meningkatkan kerenyahan karena minyak akan menggantikan air sehingga matriks tidak menjadi lunak. xlviii 36

C. PENGARUH PENAMBAHAN MC, HPMC DAN WHEY TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK PILUS a. Kerenyahan Tingkat kesukaan terhadap kerenyahan diuji secara subjektif menggunakan uji rating hedonik. Hasil uji organoleptik kerenyahan pilus dapat dilihat pada Gambar 3. 5 Skor Hedonik Kerenyahan 4 3 2 a a a 3.52 3.65 3.54 a 3.44 b 2.94 kontrol HPMC.75 MC A.5 MC B.75 whey.5 Variasi Oil Blocking Agent (%) Gambar 3. Pengaruh Penambahan Oil Blocking Agent terhadap Skor Hedonik Kerenyahan Berdasarkan Gambar 3, pilus yang kerenyahannya paling disukai adalah pilus HPMC.75 % lalu MC A, kontrol, MC B dan yang terakhir adalah whey. Urutan ini juga tidak sesuai dengan hasil kerenyahan yang diukur menggunakan texture analyzer. Hasil texture analyzer menunjukkan pilus terenyah adalah pilus, MC A.5 %, HPMC.75 %, MC B.75 %, whey.5 % dan yang terakhir adalah kontrol. Hal ini mungkin dikarenakan ada sebagian panelis yang menyukai pilus yang agak keras. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada taraf signifikansi 5 %. Uji lanjut yang dilakukan adalah uji lanjut Duncan untuk mengetahui sampel pilus yang berbeda. Sampel pilus yang berbeda adalah pilus yang ditambahkan whey.5 %. Pilus whey.5 % dinilai paling keras oleh panelis. Umumnya panelis dapat menerima kerenyahan pilus karena memberikan nilai lebih dari 3 kecuali untuk pilus whey. Hal ini karena penggunaan whey pada tapioka yang memiliki ph 4.5-5, mendekati ph isoelektrik whey sehingga terjadi aggregasi yang lebih capat dibandingkan dengan denaturasi. Hal ini membuat film xlix 37

yang terbentuk tidak kuat (Belitz & Grosch, 999). Selain itu film yang dihasilkan akan bersifat buram dan menahan banyak air di pori-porinya (Gossett, Rizvi, & Baker, 984). Kelebihan whey juga dapat mengurangi kerenyahan karena whey dapat mengemulsi air dan minyak (Mohamed et al., 998). b. Oily Aftertaste Kandungan minyak yang terasa pada fried snack merupakan karakteristik yang diinginkan oleh konsumen namun kesan berminyak yang berlebihan (oily aftertaste), tidak disukai konsumen. Pentingnya penilaian konsumen terhadap oily aftertaste perlu diketahui karena mempengaruhi penerimaan konsumen. Cara untuk menetahui penerimaan konsumen terhadap karakter produk tertentu dapat diketahui dengan melakukan uji hedonik. Uji rating hedonik merupakan alat untuk mengukur tingkat kesukaan konsumen yang paling umum dipakai. Uji ini tidak bertujuan untuk membandingkan antar sampel sehingga penilaian dilakukan langsung setelah panelis mencicipi sampel. Terdapat dua parameter yang terkait dengan organoleptik minyak yaitu oily dan greasy. Oily adalah sensasi dari minyak (cair) dalam rongga mulut sedangkan greasy adalah sensasi dari lemak (padat) yang tebal dan plastis pada rongga mulut atas (Drewnowski, 987). Sensasi oily yang ada di dalam pilus berasal dari minyak goreng yang terserap selama proses penggorengan dan pendinginan. Tidak semua sampel pilus diuji rating hedoniknya melainkan hanya kontrol dan pilus dengan penyerapan minyak paling rendah dari tiap oil blocking agent. Skala yang digunakan dalam uji rating hedonik ini berkisar antara -5 dimana skor berarti sangat tidak suka dan skor 5 berarti sangat suka terhadap oily aftertaste. Umumnya panelis tidak menyukai adanya aftertaste minyak. Apabila panelis dapat merasakan dengan jelas oily aftertaste pada pilus, skor kesukaan yang diberikan akan bernilai rendah (tidak suka). Begitu juga dengan sebaliknya. Apabila panelis tidak begitu merasakan oily aftertaste pada pilus, maka skor yang diberikan akan tinggi (suka). Pengaruh pemambahan oil blocking agent terhadap kerenyahan pilus dapat dilihat pada Gambar 4. 38 l

5 Skor Hedonik Oily Aftertaste 4 3 2 2.93 a a 3.26 a 3.48 a a 3.3 3.37 kontrol HPMC.75 MC A.5 MC B.75 whey.5 Variasi Oil Blocking Agent (%) Gambar 4. Pengaruh Penambahan Oil Blocking Agent terhadap Skor Hedonik Oily Aftertaste Berdasarkan Gambar 2, pilus yang memiliki oily aftertaste yang paling disukai panelis adalah MC A.5 %, kemudian whey.5 %, MC B.75 %, HPMC.75 % dan yang terakhir adalah kontrol. Hasil tersebut membuktikan bahwa penelis tidak menyukai oily aftertaste pada pilus. Hal ini berarti penambahan oil blocking agent dalam meningkatkan penerimaan panelis terhadap pilus yang dihasilkan namun setelah diuji menggunakan ANOVA, ternyata kesukaan penelis terhadap oily aftertaste tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5 %. Hasil uji hedonik oily aftertaste pilus tidak sesuai dengan kadar minyak yang didapatkan sebelumnya. Kadar minyak mulai yang tertinggi adalah kontrol, MC A, whey, MC B dan HPMC namun hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa pilus yang paling disukai oily aftertastenya adalah MC A, whey, MC B dan HPMC. Ketidaksesuaian ini disebabkan karena panelis tidak dapat membedakan intensitas dari oily aftertaste pilus. Hal ini wajar karena untuk uji rating hedonik, digunakan panelis yang tidak terlatih. Umumnya panelis dapat menerima oily aftertaste pilus karena skor yang diberikan lebih dari 3 kecuali untuk pilus kontrol namun pilus kontrol sendiri tidak berbeda nyata dibandingkan yang lain berdasarkan uji ANOVA. 39 li

D. PENGARUH PENAMBAHAN MC, HPMC DAN WHEY TERHADAP SIFAT KIMIA MINYAK HASIL PENGGORENGAN a. Bilangan Asam Bilangan asam merupakan salah satu indikator kerusakan minyak yang mudah dan cepat dalam pelaksanaannnya (Pantzaris, 999). Kerusakan minyak sebagai pengaruh penambahan MC, HPMC dan whey dalam pilus menjadi penting untuk diketahui karena kualitas minyak akan berdampak secara langsung terhadap produk yang digoreng terutama apabila sistem yang digunakan adalah penggorengan berulang. Hasil uji ini dapat menentukan kapan dilakukan topping pada minyak atau penggantian minyak. Asam lemak bebas terbentuk akibat terjadinya reaksi hidrolisis antara air dan trigliserida pada minyak/lemak. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi hidrolisis minyak yaitu: () jumlah air yang dilepaskan dalam minyak; semakin banyak jumlahnya, semakin cepat proses hidrolisis terjadi, (2) suhu yang digunakan untuk menggoreng; semakin tinggi suhunya semakin cepat pembentukan asam lemak bebas, (3) kecepatan turnover minyak, (4) banyaknya remahan produk di minyak akan semakin mempercepat pembentukan asam lemak bebas (Lawson, 995). Bilangan asam kontrol sebesar.2 mg NaOH/ g minyak, lebih besar dibandingkan dengan pilus yang ditambahkan dengan MC, HPMC dan whey pada konsentrasi.25 % dan.5 %. Hal ini disebabkan kadar air papatan memang turun pada awalnya. Peningkatan konsentrasi oil blocking agent (.5- %) akan meningkatkan bilangan asam minyak goreng hingga.6 mg NaOH/ g minyak. Peningkatan ini masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan pengaplikasian oil blocking agent lain seperti gellan gum dan CMC dimana pada konsentarasi % telah mencapai nilai.9 mg NaOH/ g minyak untuk gellan gum dan.29 mg NaOH/ g minyak untuk CMC (Juanita, 28) sementara pada konsentrasi % untuk HPMC, MC A, MC B dan whey hanya mencapai.2,.6,.6,.2 mg NaOH/ g minyak. Hal ini wajar mengingat air yang ditambahkan pada saat pengadonan papatan MC, HPMC dan whey tidak sebanyak air yang ditambahkan pada saat pengadonan papatan CMC dan gellan gum. Air yang ditambahkan pada saat pengadonan papatan masing.54 g dan.5 g untuk gellan gum dan CMC sementara untuk HPMC, MC A, MC B dan whey hanya ditambahkan air sebesar 4 lii

.38,.28,.3 dan.29 g pada konsentrasi %. Pengaruh penambahan berbagai konsentrasi oil blocking agent terhadap bilangan asam minyak dapat dilihat pada Gambar 5..8.6.6.6 Bilangan asam (mg NaOH/ g minyak).4.2..8.6.2.2.2.2.2.2.8.8.8.6.6.6.8.9.2.25.5.75.4 Kontrol HPMC MC A MC B Whey Variasi Oil Blocking Agent (%) Gambar 5. Tingkat Kerusakan Hidrolitik Minyak pada Berbagai Konsentrasi Oil Blocking Agent Meningkatnya kadar air papatan yang diiringi dengan peningkatan bilangan asam minyak dapat menjadi pertimbangan khusus dalam penggunaan MC, HPMC dan whey untuk mengurangi penyerapan minyak karena walaupun penyerapan minyak pada pilus berkurang dan penggunaan minyak dapat dihemat secara kuantitas, tetapi kualitas minyak goreng cenderung turun karena bilangan asam yang meningkat. b. Bilangan Peroksida Bilangan peroksida menunjukkan banyaknya hidroperoksida yang terkandung dalam minyak/ lemak. Hidroperoksida sendiri merupakan hasil oksidasi primer dari trigliserida. Bilangan peroksida dapat menggambarkan seberapa jauh oksidasi yang terjadi. Variabel yang mempengaruhi bilangan peroksida antara lain jumlah ikatan rangkap, suhu, konsentrasi oksigen, cahaya, logam, aktivitas air, prooksidan (misalnya asam lemak bebas), antioksidan dan katalis. Hubungan antara pengaruh penambahan berbagai konsentrasi oil blocking agent terhadap bilangan peroksida minyak dapat dilihat pada Gambar 6. liii 4

Bilangan Peroksida (meq O2/ kg minyak) 4 3.5 3 2.5 2.5.5.73.82 2.3 2.97 3.55.34.92 2..73 2..53 2.3 2. 2.3 2..92.73.25.5.75 Kontrol HPMC MC A MC B Whey Variasi Oil Blocking Agent (%) Gambar 6. Tingkat Kerusakan Oksidatif Minyak pada Berbagai Konsentrasi Oil Blocking Agent Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa bilangan peroksida minyak kontrol sebesar.73 meq/kg. Penambahan oil blocking agent dalam konsentrasi kecil (.25 %) akan menurunkan bilangan peroksida minyak hingga.34 meq/ kg minyak. Sementara penambahan oil blocking agent dalam konsentrasi yang lebih besar (.5- %) akan meningkatkan bilangan peroksida minyak hingga 3.55 meq/ kg minyak. Salah satu faktor yang menyebabkan naiknya bilangan peroksida adalah terbentuknya asam lemak bebas. Asam lemak bebas yang terbentuk akan mempermudah terjadinya oksidasi sehingga bilangan peroksida akan meningkat. Minyak bekas menggoreng pilus HPMC memiliki bilangan peroksida yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan MC A, MC B dan whey. Hal ini mungkin disebabkan metilselulosa menjadi penghambat oksidasi minyak yang lebih baik dibandingkan dengan metilselulosa. liv 42