SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK 1) Luluk Indra Haryani, 2) Suminar Pratapa Jurusan Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 2011 Abstrak Dalam penelitian ini telah dilakukan sintesis MgTiO 3 dengan metode pencampuran serbuk. Material dasar yang digunakan dalam sintesis adalah serbuk MgO (periclase) dan serbuk TiO 2 (anatase). Serbuk periclase dan serbuk anatase dicampur dan digiling menggunakan alat penggiling jenis Planetary ball mill dengan bola giling alumina berdiameter 1,5 cm. Proses pencampuran disertai penggilingan ini divariasi berdasarkan kecepatan penggilingan, lama penggilingan, dan penggilingan berulang. Semua sampel hasil penggilingan dikalsinasi pada suhu 1100 C. Selain itu, untuk mengetahui pengaruh dari kalsinasi maka dilakukanlah variasi kalsinasi berulang. Uji komposisi dari serbuk hasil sintesis tersebut dilakukan dengan difraksi sinar-x. Identifikasi fasa pada serbuk hasil sintesis menunjukkan bahwa pada setiap variasi yang dilakukan fasa-fasa yang terbentuk adalah MgTiO 3, MgTi 2 O 5, dan MgO tetapi dengan fraksi berat yang berbeda-beda. Pada variasi kecepatan penggilingan yang menghasilkan komposisi MgTiO 3 tertinggi adalah pada kecepatan penggilingan 50 rpm dan lama penggilingannya 18 jam dengan persentase MgTiO 3 sebesar 93,8%. Pada variasi penggilingan berulang komposisi MgTiO 3 mengalami penurunan setiap kali digiling kembali sedangkan ketika dikalsinasi berulang fraksi berat MgTiO 3 tidak menunjukkan perubahan yang signifikan pada setiap tahap kalsinasi. Kata Kunci : Planetary ball mil, difraksi sinar-x, kalsinasi, MgTiO 3, pencampuran serbuk. I. PENDAHULUAN Keramik adalah senyawa yang mengandung unsur logam dan non logam. Bahan keramik merupakan salah satu material yang berkembang sangat pesat. Hal ini disebabkan bahan keramik memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara lain, memiliki kekerasan yang relatif tinggi, tahan terhadap korosi, dan memiliki titik leleh yang cukup tinggi. Di samping itu, bahan keramik juga memiliki kelemahan yaitu sifat mekaniknya rendah. Bahan keramik akan rapuh apabila dikenai gaya yang terlalu besar [1]. Salah satu jenis keramik yang sering diaplikasikan untuk resonator, filter, antena, radar adalah MgTiO 3 [2]. MgTiO 3 biasa dikenal dengan nama geikielite dan memiliki struktur trigonal dengan space group R -3 H dan parameter kisi [3]. Telah banyak para peneliti yang melakukan sintesis MgTiO 3 dengan berbagai metode, seperti metode coprecipitation [4], solid-state reaction [5], dan lain-lain. Pada penelitian ini akan dilakukan sintesis MgTiO 3 dengan metode pencampuran serbuk yaitu mencampurkan MgO dan TiO 2 dengan menggunakan alat penggiling jenis planetary ball mill. Agar dapat mengetahui tingkat persentase komposisi dari MgTiO 3 yang disintesis, maka dilakukan beberapa variasi antara lain, kecepatan penggilingan, lama waktu penggilingan, penggilingan berulang, dan kalsinasi berulang. Hal ini dilakukan dengan harapan agar memperoleh fasa MgTiO 3 dengan tingkat fraksi berat relatif yang paling tinggi. Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah membuat MgTiO 3 dengan metode percampuran serbuk (ball milling) variasi kecepatan penggilingan, lama waktu penggilingan, penggilingan berulang, dan kalsinasi berulang serta menentukan tingkat fraksi berat relatif dari fasa MgTiO 3 yang terbentuk.
II. METODE PENELITIAN Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain serbuk MgO produksi Merck dengan kemurnian 97%, serbuk TiO 2 produksi Merck dengan kemurnian 99% dan aquades. Sebelum dilakukan sintesis, MgO yang merupakan salah satu bahan utama sintesis dikalsinasi terlebih dahulu. MgO dikalsinasi pada suhu 600 C dengan holding time 30 menit. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan H 2 O yang terdapat dalam MgO. Selanjutnya, penelitian ini dilakukan dalam beberapa variasi yaitu kecepatan penggilingan, lama penggilingan, penggilingan berulang, dan kalsinasi berulang dengan tujuan untuk mengetahui pengaruhnya dalam pembentukan MgTiO 3. MgO yang telah dikalsinasi disiapkan sebanyak 0,8721 gr, dan TiO 2 (anatase) sebanyak 1,7059 gr. (mol MgO : mol TiO 2 = 1,013 : 1). Bola alumina disiapkan sebanyak 51,56 gr (massa bola alumina : massa total sampel = 20 : 1) dan aquades sebanyak 50 ml. Kemudian sampel digiling menggunakan planetary ball mill pulverisette 5 Fritsch dengan berbagai macam variasi (Gambar 1). Gambar 1 Diagram Alir Sintesis III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Sintesis MgTiO 3 dengan variasi kecepatan penggilingan Gambar 2 Pola-pola difraksi sinar-x CuK α (λ = 1,5418 Å) pada sampel hasil sintesis dengan variasi kecepatan penggilingan 50 rpm, 100 rpm, 150 rpm selama 18 jam dan dikalsinasi 1100 C selama 1 jam. Gambar 2 menunjukkan pola-pola difraksi sinar-x dari bahan hasil penggilingan MgO dan TiO 2 dengan menggunakan variasi kecepatan penggilingan. Sampel terbagi menjadi 3 variasi dengan kecepatan yang berbeda yaitu 50 rpm, 100 rpm, dan 150 rpm tetapi lama waktu penggilingan dibuat sama yaitu 18 jam. Sampel yang pertama MgO dan TiO 2 digiling dengan kecepatan 50 rpm selama 18 jam, sedangkan sampel kedua dan ketiga digiling dengan kecepatan penggilingan berturut-turut 100 rpm dan 150 rpm selama 18 jam. Ketiga sampel tersebut kemudian dimasukkan ke dalam furnace pada suhu 1100 C selama 1 jam. Fasa yang diharapkan dari sampel adalah terbentuknya fasa MgTiO 3 dengan fraksi berat relatif yang lebih tinggi dibandingkan fasa-fasa lain yang terdapat pada sampel. Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa pola difraksi sinar-x yang dihasilkan pada sampel yang digiling dengan kecepatan 50 rpm, 100 rpm, dan 150 rpm menghasilkan pola difraksi sinar-x yang berbeda-beda. Muncul puncak-puncak baru pada sudut tertentu dengan intensitas yang semakin tinggi. Puncak-puncak tersebut sebenarnya sudah ada, seperti tampak pada Gambar 2 (50 rpm) pada 2θ = 25,6, tetapi
berhubung intensitasnya relatif kecil yaitu 4,3% sehingga sekilas tidak terlihat. Ketika sampel digiling dengan kecepatan 50 rpm dihasilkan puncak-puncak yang sekilas terlihat seperti single phase, tetapi untuk memastikan fasa- fasa apa saja yang terdapat pada sampel harus dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan search match dan rietica. Pada Gambar 2 ketika sampel digiling dengan kecepatan 100 rpm muncul puncak-puncak kecil dengan intensitas yang rendah pada sudut-sudut tertentu, seperti pada 2θ = 55-65 sedangkan ketika sampel digiling pada kecepatan 150 rpm terlihat pada 2θ = 35-65 terjadi penurunan intensitas puncak. Puncak-puncak yang terbentuk pada posisi 2θ sekitar 19,2 ; 21,4 ; 24,1 ; 33 ; 35,6 ; 40,7 ; 49,3 ; 53,7 ; 57,1 ; 57,3 ; 62,2 ; 63,8 setelah diidentifikasi menunjukkan puncak dari MgTiO 3. Puncak dari MgTiO 3 tersebut terdeteksi baik pada penggilingan 50 rpm, 100 rpm, maupun 150 rpm. Selain MgTiO 3 juga terdapat fasa MgTi 2 O 5 yang ditandai dengan kemunculan puncak utama pada posisi 2θ sekitar 17,8 dan 25,6. Fasa ketiga yang teridentifikasi adalah fasa MgO yang ditandai kemunculan puncak pada 2θ sekitar 36,9 dan 43. Selanjutnya diperlukan analisis lanjut untuk menghaluskan pola data terhitung dengan model yang dipilih. Analisis ini menggunakan metode penghalusan Rietveld. Dari metode ini dapat diperoleh parameter-parameter keluaran yang dapat digunakan untuk proses analisis, yaitu persen berat fasa. Software yang digunakan adalah Rietica. Berdasarkan hasil penghalusan, kecocokan antara pola difraksi yang terhitung dan terukur dari sampel yang digiling 50 rpm, 100 rpm, dan 150 rpm selama 18 jam ditunjukkan oleh nilai GoF yang berkisar antara 2%-3%, tetapi pada 150 rpm nilai GoF nya tinggi yaitu sekitar 6,3%. Hal ini dikarenakan kurangnya kecocokan ICSD dari MgTi 2 O 5, tetapi sampai saat ini belum ditemukan ICSD untuk MgTi 2 O 5 yang lebih cocok daripada ICSD nomor 37232 [6] sehingga data yang dihasilkan masih tetap digunakan untuk analisis. Indikator kecocokan antara pola difraksi yang terhitung dan terukur pada tiap fasa salah satunya adalah R B (derived Bragg). Pada 50 rpm, 100 rpm, 150 rpm nilai R B dari fasa MgTi 2 O 5 berturut-turut adalah 9,8%; 11,7%; 15,8%. Dari data tersebut terlihat ketika penggilingan diperbesar sampai 150 rpm, menghasilkan nilai yang R B dari fasa MgTi 2 O 5 yang relatif tinggi yaitu sekitar 15,8%. Padahal semakin besar nilai R B mengindikasikan bahwa semakin tidak cocok model yang digunakan [7]. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap fraksi berat relatif fasa yang merupakan hasil keluaran Rietica. Terlihat pada Gambar 3 fraksi berat relatif (W i ) MgTiO 3 mengalami penurunan seiring dengan kenaikan kecepatan penggilingan. Penurunan relatif W i MgTiO 3 sekitar 35%-75%, sebaliknya W i MgTi 2 O 5 dan MgO mengalami kenaikan relatif sekitar 50%-80%. Gambar 3 Fraksi berat relatif fasa pada sampel hasil sintesis dengan variasi kecepatan penggilingan. 3.2 Sintesis MgTiO 3 dengan variasi lama penggilingan Gambar 4 Pola-pola difraksi sinar-x CuK α (λ = 1,5418 Å) pada sampel hasil sintesis dengan variasi lama penggilingan 10 jam, 14 jam, dan 18 jam dengan 50 rpm dan dikalsinasi 1100 C selama 1 jam.
Pada Gambar 4 menunjukkan polapola difraksi sinar-x dari sampel hasil sintesis yang divariasi berdasarkan lama penggilingan. Sama halnya dengan pembahasan pada subbab 3.1 mengenai posisi puncak yang terbentuk, dan teridentifikasi puncak-puncak tersebut adalah puncak dari MgTiO 3, MgTi 2 O 5, dan MgO. Langkah selanjutnya adalah penghalusan pola data terhitung dan terukur dengan metode penghalusan Rietveld menggunakan software Rietica. Kecocokan hasil penghalusan antara pola difraksi yang terhitung dan terukur dari sampel yang digiling 50 rpm selama 10 jam. 14 jam, dan 18 jam ditunjukkan oleh nilai GoF yang berkisar antara sekitar 1%- 2%, nilai R p berkisar antara 16%-17% dan R wp berkisar antara 23%-24%. Hasil keluaran Rietica menunjukkan bahwa W i MgTiO 3 mengalami kenaikan relatif sekitar 6%-10% seiring dengan kenaikan lama penggilingan, sebaliknya W i MgTi 2 O 5 mengalami penurunan relatif sekitar 20%-60% dan W i MgO mengalami penurunan relatif sekitar 10%-20% (Gambar 5). Gambar 5 Fraksi berat relatif fasa pada sampel hasil sintesis dengan variasi lama penggilingan. 3.3 Sintesis MgTiO 3 dengan variasi penggilingan berulang Gambar 6 Pola-pola difraksi sinar-x CuK α (λ = 1,5418 Å) pada sampel hasil sintesis dengan penggilingan berulang yang dilanjutkan dengan kalsinasi pada 1100 C selama 1 jam (tahap 1 digiling dengan kecepatan 100 rpm selama 10 jam, tahap 2 digiling dengan kecepatan 100 rpm selama 2 jam, tahap 3 digiling dengan kecepatan 100 rpm selama 2 jam). Pada proses sintesis penggilingan berulang ini, sampel terbagi menjadi beberapa tahap. Berdasarkan hasil identifikasi diperoleh bahwa puncakpuncak tersebut adalah puncak dari MgTiO 3, MgTi 2 O 5, dan MgO. Metode penghalusan menggunakan Rietica ini diperoleh kecocokan antara pola difraksi yang terhitung dan terukur dari sampel tahap 1, tahap 2, dan tahap 3 ditunjukkan oleh nilai GoF yang berkisar antara sekitar 2%-5%. Pada tahap 2 dan tahap 3 nilai GoF yang dihasilkan tinggi yaitu 5%. Hal ini dikarenakan kurangnya kecocokan ICSD dari MgTi 2 O 5. Mengenai indikator kecocokan sama seperti pada subbab 3.1. Berdasarkan hasil keluaran Rietica terlihat pada Gambar 7 bahwa W i MgTiO 3 mengalami penurunan relatif sekitar 24%- 38% seiring dengan penggilingan berulang, sebaliknya W i MgTi 2 O 5 dan MgO mengalami kenaikan. Kenaikan relatif W i MgTi 2 O 5 sekitar 18%-60% dan MgO sekitar 10%-20%.
Gambar 7 Fraksi berat relatif fasa pada sampel hasil sintesis dengan variasi penggilingan berulang. 3.4 Sintesis MgTiO 3 dengan variasi kalsinasi berulang Gambar 8 Pola-pola difraksi sinar-x CuK α (λ = 1,5418 Å) pada sampel hasil sintesis dengan kalsinasi berulang (Tahap 1 digiling dengan kecepatan 100 rpm selama 10 jam dan dilanjutkan dengan kalsinasi pada 1100 C selama 1 jam, tahap 2 dikalsinasi kembali tanpa digiling pada 1100 C selama 1 jam, tahap 3 dikalsinasi kembali tanpa digiling pada 1100 C selama 1 jam. Berdasarkan hasil identifikasi fasa diketahui bahwa fasa-fasa yang terdapat pada sampel hasil kalsinasi berulang ini adalah MgTiO 3, MgTi 2 O 5, dan MgO. Dari hasil keluaran Rietica diperoleh W i MgTiO 3 mengalami penurunan relatif sekitar 17% dari tahap 1 ke tahap 2. Tetapi setelah sampel dikalsinasi kembali ternyata hasil Rietica menunjukkan nilai penurunan relatif W i MgTiO 3 tidak signifikan (nilai persen berat pada tahap 2 dan tahap 3 hampir sama) hanya sekitar 0,8%. Begitu pula dengan fasa-fasa yang lain (Gambar 9). Gambar 9 Fraksi berat relatif fasa pada sampel hasil sintesis dengan variasi kalsinasi berulang IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari analisis dan pembahasan adalah: 1. Semakin besar kecepatan penggilingan mengakibatkan W i MgTiO 3 mengalami penurunan relatif sekitar 35%-75%. 2. Semakin lama sampel digiling menghasilkan kenaikan relatif W i MgTiO 3 sekitar 6%-10%. 3. Penggilingan berulang menghasilkan W i MgTiO 3 yang semakin menurun, dengan nilai penurunan relatif sekitar 24%-38%. 4. Kalsinasi berulang menghasilkan W i MgTiO 3 yang menurun, tetapi penurunannya tidak signifikan yaitu sekitar 0,8% 5. Berdasarkan semua variasi yang dilakukan, perlakuan yang menghasilkan MgTiO 3 dengan fraksi berat relatif tertinggi adalah saat penggilingan dengan kecepatan 50 rpm selama 18 jam yakni sebesar 93,8%. 4.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh lama penggilingan ketika digiling lebih dari 18 jam terhadap pembentukan MgTiO 3. Uji SEM dapat dilakukan untuk mengetahui morfologi dari serbuk hasil sintesis.
V. DAFTAR PUSTAKA 1. Schwartz, M.M., Handbook of Structural Ceramics. 1992, Mc. Graw Hill: USA. 2. Miao, Y.-M., Low-temperature synthesis of nano-crystalline magnesium titanate materials by the sol gel method. Materials Science and Engineering B 128 (2006) 103 106, 2006. B 128: p. 103-106. 3. Liferovich, R.P., The pyrophanitegeikielite solid-solution series: crystal structures of the Mn1- xmgxtio3 series (0 < x < 0.7). The Canadian Mineralogist, 2006. 44: p. 1099-1107. 4. Gaikwad, A.B., A co-precipitation technique to prepare BiNbO 4, MgTiO 3, and Mg4Ta 2 O 9 powders. Materials Research Bulletin, 2006. 41: p. 347-353. 5. Kakimoto, K., Microwave dielectric properties and lowtemperature sintering of MgTiO 3 SrTiO 3 ceramics with B 2 O 3 or CuO. Materials Science and Engineering, 2005. B 121: p. 48-53. 6. Mueller, B., Pseudobrookite mit weitgehend geordneter Metallverteilung: Co Ti 2 O 5, Mg Ti 2 O 5 und Fe Ti 2 O 5. MOCMB 1, 1999. 114: p. 21-25. 7. Hunter, B.A., Rietica. Newsletter of International Union of Crystallography, Comission on Powder Diffraction 1998. 20: p. 21.