3.1. Pengujian Kontaminan Logam Cd dan Cu Hasil pengujian sampel bebas kontaminan logam berat Cd dan Cu dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

dokumen-dokumen yang mirip
konsentrasi pektin 20% Aquades TT TT Larutan buffer TT TT Keterangan : TT : Tidak terdeteksi (lebih kecil dari S 1)

pektat dan membentuk jembatan yang akan mengikat ion-ionlogam berat dalam suatu larutan(constenla dan Lozano, 2003).

4.1. Penentuan Konsentrasi Gel Pektin dalam Cookies

STUDI EFEKTIVITAS PEKTIN JERUK KEPROK (CITRUS NOBILIS) SEBAGAI PENGIKAT LOGAM Cd DAN Cu DALAM PRODUK CUPCAKE

STUDI EFEKTIVITAS PEKTIN AMPAS JERUK KEPROK (CITRUS NOBILIS) SEBAGAI PENGIKAT LOGAM BERAT SECARA IN VITRO

3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4

STUDI IN-VITRO DARI EFEKTIVITAS PEKTIN KULIT JERUK KEPROK (Citrus Nobilis Lour.) SEBAGAI PENGIKAT LOGAM BERAT

7. LAMPIRAN Lampiran 1. Scoresheet Uji Sensori Hedonik

Gambar 6. Bumbu Penyedap Granul Non-Monosodium Glutamate dengan Konsentrasi Maltodekstrin (a) 0%, (b) 10%, (c) 15%, (d) 20%, dan (e) 25%

STUDI IN-VITRO EFEKTIVITAS PEKTIN DAGING BUAH SIRSAT (Annona muricata L) SEBAGAI PENGIKAT LOGAM BERACUN KADMIUM DAN TEMBAGA

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

Lampiran 1. Gambar Sampel Kubis Hijau (Brassica oleracea L.)

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Nata Komersial Hasil pengujian nata de coco dapat dilihat pada Tabel 1. merupakan nata yang difermentasikan menggunakan media air kelapa.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Perhitungan pembuatan larutan standar

Standar Mutu Bihun Instan Menurut SNI No. Uraian Satuan Persyaratan 1. Keadaan : 1.1. bau 1.2. rasa 1.3. warna

7. LAMPIRAN. Kurva Standar Total Fenol

Tabel 1. Metode pengujian logam dalam air dan air limbah NO PARAMETER UJI METODE SNI SNI

Unjuk Kerja Metode Flame -AAS Page 1 of 10

PENGARUH PEKTIN JERUK DALAM MENGIKAT LOGAM BERACUN DAN REDUKSI RISIKO KONSUMSI KERANG DARAH (Anadara granosa)

50 ml larutan buffer natrium bikarbonat. Inkubasi selama 60 menit. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Destruksi logam

3. HASIL PENELITIAN 3.1. Analisa Sensori Rating Sikhye

Standart Mutu Mie Kering Menurut SNI

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas

Gambar 5. Tekstur dan Struktur Bumbu Penyedap Blok Spirulina Perlakuan Kontrol (A) dan Maltodekstrin 10% (B).

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

BAB I PENDAHULUAN. Makanan pinggir jalan adalah salah satu contoh bahan yang beresiko

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

8. LAMPIRAN. Lampiran 1. Hasil Uji Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

PENGARUH KONSENTRASI PEKTIN, KONSENTRASI BUAH DAN FREEZING TIME TERHADAP KUALITAS FISIK SORBET JERUK KEPROK

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

EVALUASI KADAR CEMARAN

WORKSHEET UJI RANGKING HEDONIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 5. Jumlah Panelis Seleksi Pretest dan matching test

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 12.(a) Persentase Responden yang Memilih Makanan Ringan dan Makanan Berat, (b) Persentase Produk Makanan Ringan

Tabel 2. Kadar Air Minuman Serbuk Effervescent Buah Duwet

Skripsi Sarjana Kimia NUR AFRIYANTI

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 5. Penampakan Fisik dan Struktur Granul Bumbu Penyedap Rasa Spirulina pada berbagai Konsentrasi Natrium Alginat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml. balik. Didihkan selama 30 menit dan kadang kala digoyang- goyangkan.

PENGARUH KOMBINASI CARBOXYL METHYL CELLULOSE DAN GELATIN TERHADAP MUTU SELAI JERUK SIAM PONTIANAK (Citrus nobilis var. Microcarpa) SELAMA PENYIMPANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

ppm Absorbansi 0,125 0, ,25 0,0738 0,5 0, , ,3335

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Semarang untuk pembuatan

Lampiran 1. Uji Post Hoc One Way Anova Rendemen Kelolosan Tepung Bengkuang "Lokal 1" dan "Lokal 2 dengan Berbagai Perlakuan Pretreatment

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

PEMANFAATAN LOBAK SEBAGAI SELAI DENGAN PENAMBAHAN KONSENTRASI PEKTIN YANG BERBEDA SKRIPSI. Oleh MAGDALENA ANINDITA APSARI

(a) Nugget ayam kontrol, (b) Nugget ayam 10% rumput laut, (c) Nugget ayam 20% rumput laut, (d) Nugget ayam 30% rumput laut

Minimalisir Logam Berat Ni Pada Limbah Cair Industri Elektroplating dengan Pseudomonas fluorescens

7. LAMPIRAN Lampiran 1. Syarat Mutu Tempe Kedelai (SNI :2009)

Lampiran 1. Tabel Penentuan Glukosa, Fruktosa, dan Gula Invert dalam Suatu Bahan dengan Metode Luff Schoorl ml 0,1 N Natiosulfat.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan teknologi dan berkembangnya dunia industri, ikut andil

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

7. LAMPIRAN Lampiran 1. SNI Bakso Daging Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Absorbansi Probe Sensor terhadap Variasi Konsentrasi Gas H 2 S

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENYERAPAN LOGAM KADMIUM (Cd) OLEH FRAKSI TERLARUT DAN TIDAK TERLARUT DARI KACANG KEDELAI HITAM (Glycine soja)

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Penambahan Pasta Tomat Terhadap Daya Ikat Air Naget Ayam. penambahan pasta tomat, disajikan pada Tabel 7.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017 di

LAMPIRAN Analisa Data Hasil Analisa Kimia Tepung Garut dan Tepung Tempe Hasil Analisa Kimia Flakes

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STANDAR NATIONAL INDONESIA TAHU

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar perairan.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental yang dilakukan dengan

I. PENDAHULUAN. akibatnya air mengalami penurunan akan kualitasnya. maka batas pencemaran untuk berbagai jenis air juga berbeda-beda.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Metode

7. LAMPIRAN Lampiran 1. Syarat Mutu Sirup

LAMPIRAN 1 DESKRIPSI DAN PETA LOKASI PETERNAK SAPI PERAH

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring

7. LAMPIRAN. Lampiran 1. Hasil ANOVA Analisa Kimia Manisan Kering Buah Jamblang

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Indonesia

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KUISIONER KESUKAAN TERHADAP PRODUK OLAHAN SUSU

PENYERAPAN LOGAM KADMIUM (Cd) OLEH FRAKSI TERLARUT DAN TIDAK TERLARUT TEPUNG KACANG KAPRI (Pisum sativum)

BAB I PENDAHULUAN. sampah di TPA umumnya masih menggunakan metode open dumping, seperti pada

Laju pertumbuhan penduduk geometrik menggunakan asumsi bahwa laju pertumbuhan penduduk sama setiap tahunnya.

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Oleh : ARIAGA SETIAWAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan September Desember 2016 di

PENENTUAN PERSAMAAN GARIS REGRESI DARI KURVA LARUTAN STANDAR Cu. Tabel 7. Perhitungan mencari persamaan garis regresi larutan standar Cu

BAB 6 KORELASI DAN KATEGORI KUALITAS JERUK KEPROK GARUT BERDASARKAN PARAMETER KELISTRIKAN DAN PANELIS. Pendahuluan

7.1. Lampiran 1. Worksheet Uji Ranking Hedonik Tempe Koro Glinding

Transkripsi:

3. HASIL PENELITIAN Pada penelitian pendahuluan dilakukan pengujian dengan menggunakan uji sensori. Tujuan dari penelitian pendahuluan yaitu mengetahui konsentrasi penambahan pectin gel dalam cookies yang masih dapat diterima oleh panelis. Konsentrasi pectin gel yang digunakan dalam penelitian pendahuluan yaitu 10%. 20%, 30%, 40% dan 50%. Jumlah panelis yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 panelis yang merupakan mahasiswa fakultas teknologi pangan Unika Soegijapranata. 3.1. Pengujian Kontaminan Logam Cd dan Cu Hasil pengujian sampel bebas kontaminan logam berat Cd dan Cu dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 2. Kontaminan Logam Cd dan Cu dalam Sampel Sampel Logam Berat Cd Cu Cookies konsentrasi 10% TT TT Cookies konsentrasi 15% TT TT Cookies konsentrasi 20% TT TT Larutan buffer TT TT Keterangan: TT: Tidak terdeteksi Berdasarkan Tabel 1. dapat dilihat hasil kontaminan logam Cd dan Cu menunjukkan tidak adanya kontaminasi logam berat pada sampel cookies maupun larutan buffer. Hasil SSA menunjukkan bahwa pada sampel dan larutan buffer tidak terdeteksi logam Cd dan Cu karena nilai absorbansinya dibawah larutan standar S 1 yaitu 0,1 ppm. Pada penelitian ini digunakan tiga konsentrasi larutan standar yaitu 0,1 ppm (S 1 ), 0,5 ppm (S 2 ) dan 1,0 ppm (S 3 ). 3.2. Penelitian Pendahuluan Pada pengujian sensori terdapat 4 parameter yang digunakan adalah tekstur, rasa, aftertaste dan overall. Setelah diperoleh hasil pada pengujian sensori, parameter yang digunakan sebagai acuan dalam menentukan konsentrasi pectin gel yaitu tekstur dan overall. Hal ini disebabkan karena perbedaan tingkat konsentrasi pectin gel 23

24 menunjukkan pengaruh yang paling mencolok pada parameter tekstur dan overall. Berikut adalah gambar tingkat penerimaan panelis pada parameter tekstur dan overall. Gambar 8. Tingkat Penerimaan Panelis Berdasarkan Tekstur Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa pada konsentrasi 10% diperoleh skor yang paling tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tekstur cookies yang disukai oleh panelis yaitu cookies dengan penambahan pectin gel pada konsentrasi 10%. Sedangkan tekstur cookies yang paling tidak disukai oleh panelis yaitu penambahan pectin gel pada konsentrasi 50%. Gambar 9. Tingkat Penerimaan Panelis Berdasarkan Overall

25 Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa pada penambahan pectin gel dengan konsentrasi 10% dan 20% memperoleh skor yang tidak terlalu jauh. Pada gambar di atas dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan, panelis lebih menyukai cookies dengan penambahan pectin gel pada konsentrasi 10% dan 20%. Berdasarkan uji Mann Whitney, tidak ada perbedaan nyata skor sensori cookies antar perlakuan pektin 10% dan 20%. Berdasarkan hasil pengujian pendahuluan yang telah dilakukan maka digunakan konsentrasi pectin gel sebesar 10%, 15% dan 20%. Hal ini disebabkan karena penerimaan panelis pada konsentrasi 10% dan 20% tidak berbeda nyata dan rata-rata yang diperoleh tidak berbeda jauh. Kemudian 3 tingkat konsentrasi yang berbeda tersebut digunakan pada penelitian utama. 3.3. Penelitian Utama Pada penelitian utama dilakukan uji penyerapan logam pada sistem in vitro dengan menggunakan pektin ampas jeruk keprok yang telah ditambahkan dalam produk cookies dan buffer yang ditambah dengan logam berat. Pada penelitian ini digunakan 2 jenis logam berat yaiu Cd dan Cu. Pada penelitian utama ini digunakan konsentrasi pectin gel yang berbeda dalam produk cookies yaitu 10%, 15% dan 20%. 3.3.1. Penyerapan Logam Berat Pada persentase penyerapan logam berat akan menunjukkan optimasi kemampuan penyerapan logam pada pektin dalam sistem in vitro. Perhitungan penyerapan logam akan dilakukan pada setiap jenis logam yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Cd dan Cu. 3.3.1.1. Penyerapan Kadmium (Cd) Pada penelitian utama diperoleh massa Cd yang terserap dan hasil persentase penyerapan yang diperoleh dari uji penyerapan kadmium dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

26 Tabel 3. Penyerapan Kadmium yang Terserap Pektin Jeruk Keprok Distribusi Kadmium (%) Konsentrasi Fase tidak larut Fase terlarut Pektin (insoluble) (soluble) 10% 6,494 ± 0,497 a 50,259 ± 3,757 a 15% 6,686 ± 1,734 a 50,084 ± 2,896 a 20% 9,297 ± 5,570 b 49,571 ± 5,179 a Keterangan: Huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan beda nyata (p<0,05) berdasarkan One Way Anova dan Uji Wilayah Ganda Duncan Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat hasil penyerapan Cd yang terserap oleh pektin jeruk keprok dengan tingkat konsentrasi yang berbeda. Pada fase tidak larut, semakin tinggi konsentrasi pektin maka penyerapan Cd akan semakin besar. Penyerapan Cd terbesar pada fase tidak larut yaitu pada konsentrasi pektin 20% sebesar 9,297 ± 5,570%. Sedangkan pada fase terlarut, semakin tinggi konsentrasi pektin maka penyerapan Cd akan semakin kecil. 3.3.1.2. Penyerapan Tembaga (Cu) Berdasarkan uji penyerapan Cu diperoleh massa Cu yang terserap dan hasil persentase penyerapan yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4. Penyerapan Tembaga yang Terserap Pektin Jeruk Keprok Distribusi Tembaga (%) Konsentrasi Fase tidak larut Fase terlarut pektin (insoluble) (soluble) 10% 18,258 ± 2,321 a 66,673 ± 8,295 b 15% 27,772 ± 4,329 b 54,340 ± 10,923 ab 20% 25,851 ± 3,515 b 52,588 ± 8,046 a Keterangan: Huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan beda nyata (p<0,05) berdasarkan One Way Anova dan Uji Wilayah Ganda Duncan Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat hasil penyerapan logam Cu oleh pektin jeruk keprok dengan 3 tingkat konsentrasi yang berbeda yaitu 10%, 15% dan 20%. Pada fase tidak terlarut, penyerapan Cu terbesar tedapat pada konsentrasi pektin 15% yaitu 27,772 ± 4,329%. Sedangkan pada fase terlarut, penyerapan Cu terbesar terdapat pada konsentrasi pektin 10% yaitu 66,673 ± 8,295%.

27 3.3.2. Jumlah Penyerapan Kadmium (Cd) Hasil penyerapan logam Cd oleh fase tidak larut dan fase terlarut dalam sistem in vitro dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 5. Jumlah Kandungan Kadmium yang Terserap Pektin Jeruk Keprok Jumlah Kandungan Kadmium (µg) Konsentrasi Fase tidak larut Fase terlarut pektin (insoluble) (soluble) 10% 25,977 ± 1,989 a 201,038 ± 15,027 a 15% 26,742 ± 6,937 a 200,336 ± 11,582 a 20% 37,187 ± 7,021 b 198,285 ± 20,715 a Keterangan: Huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan beda nyata (p<0,05) berdasarkan One Way Anova dan Uji Wilayah Ganda Duncan Pada tabel di atas dapat dilihat jumlah kandungan Cd yang dapat diserap oleh pektin jeruk keprok pada fase tidak larut dan fase terlarut. Jumlah logam Cd yang dapat diserap oleh fase tidak larut memiliki hubungan berbanding lurus dengan konsentrasi pektin. Semakin tinggi konsentrasi pektin maka jumlah Cd yang diserap oleh fase tidak larut akan semakin besar. Pada konsentrasi 10% terdapat 25,977 ± 1,989 µg Cd yang dapat diserap oleh fase tidak larut. Kemudian pada konsentrasi 15% terdapat peningkatan jumlah kandungan Cd sebesar 26,742 ± 6,937 µg. Pada konsentrasi 20% terdapat jumlah kandungan Cd terbesar yang diserap oleh fase tidak larut yaitu 37,187 ± 7,021 µg. Sedangkan pada fase terlarut memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan konsentrasi pektin. Pada konsentrasi 10% diperoleh jumlah kandungan Cd terbesar yaitu 201,038 ± 15,027 µg. Kemudian pada konsentrasi 15% mengalami penurunan kandungan Cd sebesar 200,336 ± 11,582 µg. Pola penyerapan logam Cd oleh fase terlarut dan fase tidak larut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

28 (a) (b) Gambar 10. Pola Penyerapan Cd oleh Pektin pada: (a) Fase Terlarut dan (b) Fase Tidak Larut Pada Gambar 9a. dapat dilihat pola penyerapan Cd oleh fase terlarut yang mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya konsentrasi pektin. Sedangkan pada Gambar 8b. pola penyerapan Cd oleh fase tidak larut mengalami sedikit peningkatan pada konsentrasi 15% dan selanjutnya mengalami peningkatan yang signifikan pada konsentrasi 20%.

29 3.3.3. Jumlah Penyerapan Tembaga (Cu) Hasil penyerapan logam Cu oleh fase tidak larut dan fase terlarut dalam sistem in vitro dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 6. Jumlah Kandungan Tembaga yang Terserap Pektin Jeruk Keprok Jumlah Kandungan Tembaga (µg) Konsentrasi Fase tidak larut Fase terlarut pektin (insoluble) (soluble) 10% 36,516 ± 4,643 a 133,345 ± 16,591 b 15% 55,545 ± 8,658 b 108,681 ± 21,846 ab 20% 51,702 ± 7,029 b 105,175 ± 16,093 a Keterangan: Huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan beda nyata (p<0,05) berdasarkan One Way Anova dan Uji Wilayah Ganda Duncan Pada tabel di atas dapat dilihat jumlah kandungan Cu pada fase tidak larut dan fase terlarut. Pada fase tidak larut diperoleh jumlah kandungan Cu terbesar pada konsentrasi pektin 15% yaitu 55,545 ± 8,658 µg. Pada fase terlarut diperoleh kandungan Cu tertinggi pada konsentrasi pektin 10% yaitu 133,345 ± 16,591 µg. Kemudian pada konsentrasi pektin 15% mengalami penurunan jumlah kandungan Cu yaitu 108,681 ± 21,846 µg. Pola penyerapan logam Cu oleh fase terlarut dan fase tidak larut dapat dilihat pada gambar dibawah ini. (a)

30 (b) Gambar 11. Pola Penyerapan Cu oleh Pektin pada: (a) Fase Terlarut dan (b) Fase Tidak Larut Pada Gambar 10a. jumlah kandungan Cu yang terserap oleh fase terlarut mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya konsentrasi pektin. Selanjutnya pada Gambar 9b. jumlah kandungan Cu yang terserap oleh fase tidak larut mengalami peningkatan pada konsentrasi 15%. Kemudian jumlah kandungan Cu mengalami sedikit penurunan pada konsentrasi 20%. 3.4. Simulasi Pengikatan Logam Berat Pengikatan Cd dan Cu oleh pektin jeruk keprok yang ditambahkan ke dalam produk cookies dapat di simulasikan dengan penetapan sejumlah asumsi. Kadmium (Cd) Kasus: Seorang perempuan telah terkontaminasi Cd sebesar 3 kali dari batas aman kandungan Cd dalam darah. Batas aman kandungan Cd dalam darah yaitu 2 µg/l (Mayoclinic, 2017). Volume darah dalam tubuh perempuan tersebut sebanyak 5,3 liter (Lynn, 1994). Pada simulasi ini di asumsikan tidak ada asupan Cd yang lebih lanjut. Prediksi pengikatan Cd oleh cookies dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.

31 Tabel 7. Simulasi Pengikatan Kadmium (Cd) Konsentrasi pektin (%) Pengikatan Cd (%) Persamaan eksponensial Konsumsi Cookies (buah) Laju pengikatan (per hari), k Waktu paruh (hari), t 0,5 Waktu menuju konsentrasi aman (hari), t ka 10 56,754 1 0,00044 1587 2515 2 0,00087 793 1257 3 0,00131 529 838 4 0,00175 397 629 5 0,00218 317 503 15 56,770 1 0,00044 1586 2514 2 0,00087 793 1257 3 0,00131 529 838 4 0,00175 397 628 5 0,00219 317 503 20 58,868 1 0,00045 1530 2424 2 0,00091 765 1212 3 0,00136 510 808 4 0,00181 382 606 5 0,00227 306 485

32 Berdasarkan tabel di atas diperlukan waktu paruh dan waktu menuju konsentrasi aman yang berbeda-beda berdasarkan tingkat konsumsi yang berbeda-beda. Pada konsumsi 1 buah memerlukan waktu paruh dan waktu menuju konsentrasi aman berturut-turut yaitu 1530 hari dan 2424 hari. Pada konsentrasi pektin 10% dan 15% menunjukkan laju pengikatan yang sama, karena hasil pengikatan Cd tidak berbeda jauh yaitu 56,754% dan 56,770%. Waktu paruh dan waktu untuk menuju batas aman tercepat yaitu pada konsentrasi pektin 20% dengan konsumsi cookies sebanyak 5 buah per hari. Waktu tercepat untuk menuju batas aman yaitu selama 485 hari dan waktu paruh tercepat yaitu selama 306 hari dengan konsumsi cookies sebanyak 5 buah per hari. Sedangkan laju pengikatan Cd terbesar pada konsentrasi pektin 20% dengan konsumsi cookies 5 buah per hari yaitu 0,00227 per hari. Tembaga Kasus: Seorang perempuan telah terkontaminasi Cu sebesar 3 kali dari batas aman kandungan Cu dalam darah. Sedangkan batas aman kandungan Cu dalam darah yaitu 1,45 µg/ml (Mayoclinic, 2017). Volume darah dalam tubuh perempuan tersebut sebanyak 5,3 liter (Lynn, 1994). Pada simulasi ini di asumsikan tidak ada asupan Cu yang lebih lanjut. Prediksi pengikatan Cu oleh cookies dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini.

33 Tabel 8. Simulasi Pengikatan Tembaga Konsentrasi Pengikatan Persamaan eksponensial Konsumsi Laju pengikatan Waktu paruh Waktu menuju konsentrasi pektin (%) Cu (%) C-P (pcs) (per hari), k (hari), t 0,5 aman (hari), t ka 10 84,930 1 0,00065 1060 1680 2 0,00131 530 840 3 0,00196 353 560 4 0,00262 265 420 5 0,00327 212 336 15 82,113 1 0,00063 1097 1738 2 0,00126 548 869 3 0,00190 366 579 4 0,00253 274 434 5 0,00316 219 348 20 78,438 1 0,00060 1148 1819 2 0,00121 574 910 3 0,00181 383 606 4 0,00242 287 455 5 0,00302 230 364

34 Berdasarkan tabel di atas diperlukan waktu paruh dan waktu menuju konsentrasi aman yang berbeda-beda berdasarkan tingkat konsumsi yang berbeda-beda. Laju pengikatan Cu terbesar pada konsentrasi pektin 10% dengan konsumsi cookies 5 buah per hari yaitu 0,00327 per hari.waktu paruh dan waktu untuk menuju batas aman tercepat yaitu pada konsentrasi pektin 10% dengan konsumsi cookies sebanyak 5 buah per hari. Waktu tercepat untuk menuju batas aman yaitu selama 336 hari dan waktu paruh tercepat yaitu selama 212 hari.