BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik ekosistem pesisir dan laut berperan sebagai media transportasi materi dan energi sekaligus media transportasi dan penyebaran kontaminan yang masuk ke lingkungan laut Arus laut (a) (b) Gambar 2. Arus Permukaan Rata-rata di Selat Karimata bulan Juni (a) dan November (b) (Fathya 2012)

2 21 Gambar 2 menunjukan arus permukaan rata-rata di Selat Karimata pada bulan Juni dan November. Pola arus pada bulan Juni (musim timur) menunjukan pergerakan arus dari arah selatan (Laut Jawa) menuju ke utara (Laut China Selatan) (Gambar a). Sebaliknya pada bulan November (memasuki musim barat) pergerakan arus terlihat dominan dari utara (Laut China Selatan) ke selatan (Laut Jawa) (Gambar b). Hasil simulasi pembangkit arus permukaan di selat Karimata menunjukkan pola arus di pesisir Kalimantan Barat pada bulan Juni atau musim timur bergerak dari arah Laut Jawa menuju Laut China Selatan dengan rata-rata besar arus 0,3-0.8 m det -1 (Fathya 2012) dan pada bulan November lebih kecil 0,1 m det -1. pada bulan Juni, kecepatan arus rata-rata yang berasal dari Sungai Kapuas mencapai 0,3 m det -1, sedangkan dari Sungai Kapuas Kecil dapat mencapai 0,5 m det -1. Hal ini menunjukkan bahwa debit dari sungai-sungai memberikan kontribusi bagi kontaminan yang dapat terbawa dari sungai menuju pesisir Kalimantan Barat Suhu Air Laut (a)

3 22 (b) Gambar 3. Sebaran mendatar suhu permukaan pada bulan Juni 2010 (a) dan November 2010 (b) di perairan Pantai Pontianak. Pada gambar 3 terlihat bahwa suhu air pada bulan Juni berkisar antara 27,2 o C 32,3 o C sedangkan suhu air pada bulan November berkisar antara 27,2 o C 32,62 o C dengan rata-rata sebesar 33,3 o C. Variasi sebaran suhu ini terjadi dikarenakan morfologi estuaria dengan kedalaman yang relatif dangkal pada kisaran 1 3 m, adanya pertemuan massa air bersuhu rendah dari sungai Kapuas Kecil dengan massa air bersuhu hangat dari laut. (a)

4 23 (b) Gambar 4. Sebaran mendatar suhu permukaan pada bulan April 2011 (a) dan September 2011 (b) di perairan Pantai Pontianak. Pada gambar 4 terlihat suhu air pada bulan April berkisar antara 27,26 o C 32,14 o C dengan rata-rata sebesar 30,06 o C sedangkan suhu air pada bulan September berkisar antara 28,66 o C 32,62 o C dengan rata-rata sebesar 29,55 o C. Kisaran suhu air pada bulan April lebih rendah jika dibandingkan dengan suhu air pada bulan September. Sebaran horisontal suhu air permukaan di daerah estuari yang dekat daratan cenderung rendah karena adanya aliran sungai bersuhu rendah dilapisan permukaan dari Sungai Kapuas. Hujan juga sangat berpengaruh pada karakteristik suhu dan salinitas di perairan daerah studi. Pada saat hujan tanggal 29 dan 30 April 2011, suhu air dan salinitas mengalami penurunan dikarenakan adanya suplai air tawar bersuhu rendah dari hulu sungai Kapuas Pasang Surut Pasang surut memiliki pengaruh besar terhadap suhu air dan salinitas. Pada waktu air pasang dari laut yang masuk ke ekosistem estuari bercampur dengan air tawar yang berasal dari sungai, demikian juga sebaliknya pada saat air surut, sehingga pada saat menuju pasang dan pasang maksimum suhu dan salinitas meningkat sedangkan pada saat menuju surut dan surut terendah, suhu dan salinitas menurun.

5 24 Gambar 5. Elevasi pasang surut di Muara Sungai Kapuas Kecil, Kalimantan Barat selama pengamatan pada bulan Juni 2010 Pada gambar 5 prediksi pasut yang dilakukan dalam rentang waktu lima hari pada bulan Juni bersamaan dengan pengukuran kualitas air yaitu pada tanggal 14, 15, 16, 17 dan 18 Juni 2010 di muara sungai Kapuas. Pada gambar 5 terlihat tipe pasang surut menunjukan tipe campuran condong harian tunggal. Gambar 6. Elevasi pasang surut di Sungai Kapuas Kecil, Kalimantan Barat selama pengamatan pada bulan November 2010 Pada gambar 6 prediksi pasut yang dilakukan dalam rentang waktu empathari pada bulan November 2010 bersamaan dengan pengukuran kualitas air yaitu pada tanggal 4, 5, 6 dan 7 November 2010 di muara sungai Kapuas. Pada gambar 6 terlihat tipe pasang surut menunjukan tipe semi diurnal atau harian ganda.

6 25 Gambar 7. Elevasi pasang surut di Sungai Kapuas Kecil, Kalimantan Barat selama pengamatan pada bulan April Gambar 8. Elevasi pasang surut di Sungai Kapuas Kecil, Kalimantan Barat selama pengamatan pada bulan September Hasil pengukuran pasang surut (pasut) di Jungkat atau sekitar Muara Sungai Kapuas Kecil, Kalimantan Barat didominasi oleh pasang surut diurnal seperti pada Gambar 7 dan 8. Tipe pasang surut di badan Sungai Kapuas Kecil hasil pengamatan bulan September 2011 menunjukkan tipe semi diurnal seperti pada Gambar 8. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh debit Sungai Kapuas Kecil ini mempengaruhi tipe pasang surut di sungai ini, sehingga sedikit bergeser menjadi campuran cenderung semidiurnal dengan dua kali pasang dan dua kali surut, dengan puncak maksimum yang berbeda besarnya.

7 Curah Hujan Faktor curah hujan juga dapat mempengaruhi penyebaran kontaminan logam berat ke pesisir. Tingginya curah hujan berpotensi menjadi faktor fisik yang berpengaruh mendorong tingginya beban kontaminan di perairan laut. (a) (b) Gambar 9. Curah Hujan pada bulan Juni 2010 (a) dan bulan November 2010 (b) Gambar 9 menggambarkan curah hujan pada bulan Juni 2010 berkisar antara 8-11 mm/hari sedangkan curah hujan per bulannya adalah mm/bulan. Sedangkan curah hujan pada bulan November 2010 lebih besar dibandingkan bulan Juni yaitu berkisar antara mm/hari atau sekitar mm/bulan. (a) (b) Gambar 10. Curah Hujan pada Bulan April 2011 (a) dan September 2011 (b)

8 27 Pada Gambar 10 terlihat bahwa curah hujan bulan April 2011 berkisar antara 6-9 mm/hari yang berarti curah hujan per bulannya adalah mm/bulan. Sedangkan curah hujan pada bulan September 2011 lebih rendah yaitu 6 mm/hari atau 180 mm/bulan. 4.2 Logam Berat di Perairan Pesisir Kalimantan Barat Logam berat Hg, Pb dan Cd yang tersebar di sepanjang pesisir Kalimantan Barat sebagian besar bersumber dari kegiatan manusia yang terbawa oleh sungaisungai menuju muara hingga ke pesisir. Kegiatan tersebut diantaranya adalah Pertambangan Emas Tanpa Izin yang marak dilakukan di sepanjang sungai yang bermuara ke pesisir Kalimantan Barat (Gambar 9). Gambar 11. Lokasi kegiatan penambangan emas tradisional tanpa ijin dan pembalakan liar di Kalimantan Barat (Adijaya dan Yamashita, 2004). Pengambilan sampel air untuk mengukur kadar logam berat Hg, Pb dan Cd dilakukan dalam dua tahun (2010 dan 2011) pada bulan Juni 2010 untuk mewakili musim Timur (kemarau) dan bulan November 2010 yang mewakuli musim

9 28 peralihan II (memasuki musim penghujan). Sedangkan tahun 2011 dilakukan pada bulan April 2011 yang mewakili musim peralihan I dan bulan September yang mewakili musim peralihan II. Pengukuran dilakukan di titik-titik stasiun yang mewakili ekosistem estuary dan ekosistem sungai, mengingat kontaminan bersumber dari sungaisungai yang bermuara kelaut. Pada tahun 2010, terdapat 18 titik stasiun pengukuran sedangkan pada tahun 2011 terdapat 26 stasiun pengukuran Merkuri (Hg) (a) (b) Gambar 12. Sebaran Mendatar Hg pada bulan Juni 2010 (a) dan bulan November 2010 (b)

10 29 Gambar 12 menunjukkan sebaran kadar Hg terlarut pada bulan Juni dan November 2010 yang tersebar pada beberapa titik di sungai dan estuari perairan Kalimantan Barat. Gambar 12 menggambarkan kadar Hg di muara sungai lebih besar dibandingkan dengan yang ada di sungai. Hal ini disebabkan karena dinamika air di sungai lebih tinggi di bandingkan keadaan air pada muara sungai yang cenderung lebih stabil sehingga Hg terakumulasi lebih banyak di muara sungai. Tabel 5. Kadar Hg Terlarut Tahun 2010 Kadar Hg terlarut (µg/l) Tahun 2010 Lokasi Stasiun Juni November KB 10A 0,26 1,21 Kuala Jungkat KB 10 0,13 0,80 KB 12 0,00 1,00 Peniti Luar KB 09 0,13 0,90 KB 07 0,13 1,00 S. Pinyuh KB 06 0,13 1,00 KB 04 0,13 1,00 KB 03 0,00 1,11 Kuala Mempawah KB 01 0,13 1,11 KB 01A 0,13 1,31 S. Kakap KB 13 0,00 1,00 KB 15 0,13 1,00 Rasau Jaya KB 17 0,13 0,80 KB 18 0,13 0,70 KB 19 0,13 0,80 Ambawang KB 20 0,13 0,70 S. Landak KB 21 0,13 0,60 Kapuas KB 22 0,52 0,50 Pada Tabel 5 terlihat kadar Hg pada bulan November umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan pada bulan Juni. Kadar Hg tertinggi pada bulan November adalah sebesar 1,31 µg L -1. Kadar Hg dalam air ini sudah melebihi ambang batas menurut Kepmen LH No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut sebesar 1 µg L -1 untuk Hg.

11 30 (a) (b) Gambar 13. Sebaran Mendatar Hg pada bulan April (a) dan bulan September 2011 (b) Gambar 13 menunjukkan konsentrasi Hg terlarut pada bulan April dan September 2011 di perairan Kalimantan Barat. Kadar Hg pada bulan September umumnya lebih tinggi dibanding bulan April dengan konsentrasi Hg pada bulan September di sungai dan estuari sebesar 0,8 µg L -1. Hal ini menunjukan adanya efek pengenceran mengingat curah hujan bulan September (180 mm/bulan) lebih rendah dibanding bulan April (270 mm/bulan) (

12 31 Tabel 6. Kadar Hg Terlarut Tahun 2011 Kadar Hg terlarut (µg/l) Tahun 2011 Lokasi Stasiun April September Ambawang KB-20 0,49 0,18 Sungai Landak KB-21 0,19 0,31 Dermaga Kapuas Kecil KB-22 0,02 0,24 KB-17 0,36 Rasau Jaya KB-18 0,55 KB-19 0,73 KB-01A 0,39 0,00 Kuala Mempawah KB-01 0,14 0,00 KB-03 0,19 0,00 Sungai Pinyuh KB-04 0,33 0,24 KB-06 0,06 0,18 Peniti Luar KB-07 0,02 0,18 KB-09 0,19 0,18 KB-10A 0,02 0,18 Jungkat KB-10 0,19 0,24 KB-12 0,02 0,31 KB-29 0,06 0,00 KB-30 0,02 0,00 KB-31 0,02 Jungkat offshore KB-32 0,02 0,00 KB-33 0,02 0,00 KB-34 0,02 0,00 KB-35 0,00 KB-36 0,00 Sungai Kakap KB-13 0,05 0,36 KB-15 0,14 0,31 Muara Tanjung Saleh KB-26 0,02 0,80 Muara Selat Bujur KB-27 0,02 0,00 Muara Sepo Laut KB-28 0,06 0,00 Dari Tabel 6 terlihat bahwa kadar Hg pada bulan September umumnya lebih tinggi dibanding bulan April. Kadar Hg tertinggi dalam air yaitu 0,8 µg L -1 masih berada dibawah ambang batas menurut Kepmen LH No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut sebesar 1 µg L -1 untuk Hg.

13 32 Perbandingan Hg pada 2011 terlihat mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun Hal ini dapat disebabkan oleh faktor musim maupun faktor sumber terbesar Hg di perairan yaitu maraknya PETI mengalami penurunan di tahun Timbal (Pb) (a) (b) Gambar 14. Sebaran Mendatar Pb pada bulan Juni 2010 (a) dan bulan November 2010 (b)

14 33 Gambar 14 menunjukkan sebaran konsentrasi Pb terlarut pada bulan Juni dan November 2010 yang tersebar pada beberapa titik di sungai dan estuari perairan Kalimantan Barat. Dari gambar 12 terlihat kadar Pb di sungai umumnya lebih besar pada bulan November dibandingkan dengan bulan Juni begitu pula kadar Pb di daerah estuari. Pada Gambar 14 terlihat pula kadar Pb pada bulan Juni di daerah utara lebih besar dibandingkan daerah selatan, hal ini bisa disebabkan oleh pergerakan arus permukaan bulan Juni yang bergerak dari arah selatan (Laut Jawa) menuju ke utara (Laut China Selatan). Berbeda dengan kadar Pb pada bulan November menunjukan kadar yang lebih rendah di daerah utara karena arus permukaan pada bulan ini bergerak sebaliknya dari arah utara (Laut China Selatan) menuju ke selatan (Laut Jawa). Tabel 7. Kadar Pb Terlarut Tahun 2010 Kadar Pb terlarut (µg/l) Tahun 2010 Lokasi Stasiun Juni November KB 10A 2,35 2,66 Kuala Jungkat KB 10 2,35 3,55 KB 12 0,00 4,44 Peniti Luar KB 09 1,17 1,78 KB 07 2,35 6,22 S. Pinyuh KB 06 2,35 3,55 KB 04 3,52 4,44 KB 03 2,35 2,66 Kuala Mempawah KB 01 0,00 1,78 KB 01A 2,35 1,78 S. Kakap KB 13 2,35 3,55 KB 15 2,35 2,66 KB 17 1,17 4,44 Rasau Jaya KB 18 2,35 3,55 KB 19 2,35 2,66 Ambawang KB 20 2,35 4,44 S. Landak KB 21 1,17 4,44 Kapuas KB 22 1,17 3,55

15 34 Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat kadar Pb pada bulan November umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan pada bulan Juni. kadar Pb tertinggi adalah sebesar 6,22 µg L -1 yang terdapat di Stasiun Peniti Luar. Kadar Pb dalam air ini masih berada dibawah ambang batas menurut Kepmen LH No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut yang memberi batas maksimum untuk Pb senilai 8 µg L -1 (a) (b) Gambar 15. Sebaran Mendatar Pb pada bulan April (a) dan bulan September 2011 (b)

16 35 Gambar 15 menunjukan bahwa konsentrasi Pb pada bulan April lebih tinggi jika dibandingkan bulan September. Kadar Pb ekosistem sungai bulan September berkisar antara 2 3 µg L -1 dengan kadar tertinggi terdeteksi di Sungai Landak yang mencapai nilai 3,4 µg L -1. Hal ini dapat disebabkan oleh debit air yang relatif rendah pada bulan kemarau (September) sehingga distribusi Pb tidak banyak terbawa ke muara. Terdapat indikasi bahwa kadar Pb di perairan bagian selatan relatif tinggi dengan kadar tertinggi terdapat di muara Selat Bujur dengan nilai 3,8 µg L -1. Hal ini dapat disebabkan oleh pola pergerakan arus dan debit sungai yang juga mempengaruhi pola pasang surut campuran cenderung semidiurnal pada bulan September. Tabel 8. Kadar Pb Terlarut Tahun 2011 Kadar Pb terlarut (µg/l) Tahun 2011 Lokasi Stasiun April September Ambawang KB-20 2,9 2,40 Sungai Landak KB-21 2,2 3,44 Dermaga Kapuas Kecil KB-22 2,9 2,64 KB-17 1,36 Rasau Jaya KB-18 2,16 KB-19 3,20 Kuala Mempawah Sungai Pinyuh Peniti Luar Jungkat Jungkat offshore KB-01A 2,9 2,40 KB-01 2,9 1,04 KB-03 3,2 0,56 KB-04 2,9 0,56 KB-06 2,5 0,56 KB-07 3,2 1,60 KB-09 2,2 1,36 KB-10A 2,9 0,24 KB-10 2,9 1,04 KB-12 2,9 2,64 KB-29 2,9 2,64 KB-30 2,5 1,60 KB-31 2,5 KB-32 2,9 2,16 KB-33 3,2 1,84 KB-34 3,2 2,16

17 36 KB-35 3,2 KB-36 2,9 Sungai Kakap KB-13 2,5 0,08 KB-15 2,9 0,08 Muara Tanjung Saleh KB-26 2,5 0,80 Muara Selat Bujur KB-27 3,2 3,76 Muara Sepo Laut KB-28 2,2 2,16 Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa kadar Pb tertinggi terdeteksi di Sungai Landak yang mencapai nilai 3,4 µg L -1. Konsentrasi Pb dalam air masih berada dibawah ambang batas menurut Kepmen LH No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut yang memberi batas maksimum untuk Pb senilai 8 µg L Kadmium (Cd) (a)

18 37 (b) Gambar 16. Sebaran Mendatar Cd pada bulan Juni (a) dan bulan November 2010 (b) Gambar 16 menunjukkan sebaran kadar Cd terlarut pada bulan Juni dan November 2010 yang tersebar pada beberapa titik di sungai dan estuari perairan Kalimantan Barat. Terlihat terdapat kadar Cd yang terbesar pada Muara Kuala Jungkat sebesar 1,16 dibandingkan dengan stasiun yang berada di sungai. Hal ini dapat disebabkan karena faktor dinamika air sungai yang relatif tinggi sehingga Cd banyak terbawa ke muara, sedangkan kondisi perairan di muara lebih stabil sehingga Cd banyak terakumulasi di daerah muara. Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa kadar Cd tertinggi pada bulan Juni 1,16 µg L -1 Kadar Cd dalam air ini sudah berada diatas ambang batas menurut Kemen LH No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut yang memberi batas maksimum untuk Cd senilai 1 µg L -1. Sedangkan kadar Cd pada bulan November hanya terdapat satu stasiun di muara sungai Kapuas Kecil sebesar 0,15 µg L -1 sedangkan sisanya tidak dapat terdeteksi karena konsentrasinya dibawah limit alat (hanya sampai 3 digit angka di belakang koma).

19 38 Tabel 9. Kadar Cd Terlarut Tahun 2010 Kadar Cd terlarut (µg/l) Tahun 2010 Lokasi Stasiun Juni November KB 10A 1,16 TD Kuala Jungkat KB 10 0,39 TD KB 12 0,26 0,15 Peniti Luar KB 09 0,39 TD KB 07 0,39 TD S. Pinyuh KB 06 0,39 TD KB 04 0,51 TD KB 03 0,51 TD Kuala Mempawah KB 01 0,39 TD KB 01A 0,39 TD S. Kakap KB 13 0,39 TD KB 15 0,39 TD KB 17 0,39 TD Rasau Jaya KB 18 0,39 TD KB 19 0,51 TD Ambawang KB 20 0,39 TD S. Landak KB 21 0,39 TD Kapuas KB 22 0,39 TD (a)

20 39 (b) Gambar 17. Sebaran Mendatar Cd pada bulan April (a) dan bulan September 2011 (b) Gambar 17 menunjukkan bahwa Cd pada bulan April lebih tinggi jika dibandingkan bulan September. Kadar Cd dalam ekosistem sungai berada dalam kisaran 0,05 0,16 µg L -1 dengan kadar Cd tertinggi terdapat di Sungai Ambawang yang nilainya 0,16 µg L -1 sedangkan kadar Cd dalam ekosistem estuari menunjukkan nilai lebih kecil 0,2 µg L -1. Hal ini dapat disebabkan oleh debit air yang relatif kecil pada bulan September sehingga Cd tidak banyak terbawa ke muara. Pada Tabel 10 terlihat kadar Cd tertinggi terdapat di Sungai Ambawang yang nilainya 0,16 µg L -1. Kadar Cd dalam air ini masih berada dibawah ambang batas menurut Kepmen LH No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut yang memberi batas maksimum untuk Cd senilai 1 µg L -1.

21 40 Tabel 10. Kadar Cd Terlarut Tahun 2011 Kadar Cd terlarut (µg/l) Tahun 2011 Lokasi Stasiun April September Ambawang KB-20 0,6 0,16 Sungai Landak KB-21 0,5 0,11 Dermaga Kapuas Kecil KB-22 0,6 0,05 KB-17 0,02 Rasau Jaya KB-18 0,11 KB-19 0,21 KB-01A 0,6 0,16 Kuala Mempawah KB-01 0,5 0,05 KB-03 0,6 0,02 Sungai Pinyuh KB-04 0,6 0,02 KB-06 0,6 0,11 Peniti Luar KB-07 0,6 0,11 KB-09 0,5 0,16 KB-10A 0,5 0,02 Jungkat KB-10 0,6 0,02 KB-12 0,6 0,02 KB-29 0,7 0,21 KB-30 0,6 0,16 KB-31 0,6 Jungkat offshore KB-32 0,7 0,16 KB-33 0,6 0,27 KB-34 0,6 0,05 KB-35 0,6 KB-36 0,6 Sungai Kakap KB-13 0,5 0,02 KB-15 0,6 0,02 Muara Tanjung Saleh KB-26 0,6 0,16 Muara Selat Bujur KB-27 0,6 0,00 Muara Sepo Laut KB-28 0,6 0,05

22 Kualitas Perairan Pesisir Kalimantan Barat Salinitas Gambar 16. Sebaran salinitas di perairan Pantai Pontianak. Fluktuasi perubahan salinitas di daerah studi berhubungan erat dengan gerakan air pasang dan surut. Pada waktu air pasang dari laut yang masuk ke ekosistem estuari bercampur dengan air tawar yang berasal dari sungai, demikian juga sebaliknya pada saat air surut. Proses percampuran air tawar dan air laut merupakan pencampuran yang kompleks, air tawar yang mempunyai densitas lebih kecil dari air laut cenderung berada di permukaan. Sifat fisik estuarin yang mempunyai variasi yang besar dalam banyak parameter (suhu air, padatan tersuspensi, salinitas, kandungan oksigen terlarut) akan sangat mempengaruhi nasib kontaminan logam berat. Salinitas merupakan faktor dominan. Secara definitif, terdapat gradien salinitas yang relatif besar tampak pada suatu saat tertentu seperti yang terlihat pada Gambar 15. Besarnya gradien salinitas bervariasi bergantung pada musim, topografi estuaria, pasang surut dan jumlah air tawar. Perubahan salinitas di wilayah ini terutama disebabkan oleh pasang surut. Perbedaan pasang surut yang cukup besar akan mendorong air laut lebih jauh ke hulu estuaria. Selain itu musim juga berpengaruh terhadap variasi salinitas. Perubahan salinitas musiman diakibatkan karena perubahan penguapan

23 42 atau perubahan aliran air tawar musiman. Di daerah dimana debit air tawar turun pada musim kemarau, salinitas tinggi akan bergeser ke hulu sebaliknya di musim penghujan gradien salinitas bergeser ke hilir. Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian bulan April dan September 2011, kisaran salinitas permukaan secara horisontal antara 0,04 psu sampai 26,0 psu sedangkan kisaran salinitas dasar berada antara 0,62 psu sampai 31,69 psu Derajat Keasaman (ph) Gambar 17. Perbandingan ph pada bulan Juni dan November Gambar 18. Perbandingan ph pada bulan April dan September 2011.

24 43 Derajat keasaman air bervariasi dan semakin membesar ke arah muara. ph pada bulan April dan September mengindikasikan kenaikan di ekosistem estuari dengan ph yang terdapat di perairan Jungkat merupakan yang terendah dari ekosistem estuari. Derajat keasaman (ph) air pada pengambilan sampel bulan April dan September tidak memiliki perbedaan secara signifikan (p<0,05) (Gambar 18). ph air pada ekosistem estuari cenderung menurun ketika mendekati perairan pantai. Sungai Ambawang menunjukkan nilai ph lebih rendah dari 5 untuk bulan April dan September. Hal ini dipengaruhi oleh jenis tanah di sekitar perairan tersebut, yaitu tanah gambut dengan ph antara 3 5 dan mengandung asam humat. Sungai Kapuas Besar yang melintasi Rasau Jaya menunjukkan nilai ph yang paling tinggi sebesar 6,19. Standar ph menurut Kemen LH No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut yaitu sebesar 7-8,5. Sehingga dapat dikatakan ph di ekosistem estuari Kalimantan Barat pada bulan Juni dan November umumnya masih dibawah baku mutu untuk biota laut Oksigen Terlarut Gambar 19. Perbandingan DO pada bulan Juni dan November 2010

25 44 Gambar 20. Perbandingan DO pada bulan April dan September Oksigen terlarut akan menurun apabila banyak limbah, terutama limbah organik, yang masuk ke sistem perairan. Hal ini dikarenakan oksigen tersebut digunakan oleh bakteri-bakteri aerobik dalam proses pemecahan bahan-bahan organik yang berasal dari limbah yang mencemari perairan tersebut. Keadaan ini jelas akan sangat mengganggu kehidupan organisme laut yang lebih lanjut dapat mengganggu kestabilan ekosistem secara keseluruhan (Mukhtasor 2007). Kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik (Odum 1971). Kemen LH No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut minimum adalah 5 ppm untuk biota laut. Sehingga dapat dikatakan, kadar DO di pesisir Kalimantan Barat pada tahun 2010 dan 2011 masih diatas standar baku mutu kualitas perairan.

26 Analisis Korelasi Antara Logam Berat (Hg, Pb, Cd) dengan Kualitas Perairan Pencemaran logam berat (Hg, Pb, Cd) di perairan dapat memberikan pengaruh terhadap kualitas perairan (salinitas, ph dan DO). Dari analisis korelasi statistik yang dilakukan didapat data bahwa Hg pada bulan Juni 2010 memiliki angka koefisien determinasi 0,201 yang berarti Hg di perairan memberikan pengaruh sebesar 20,1% terhadap kualitas perairan Kalimantan Barat, sedangkan 80% sisanya kualitas air dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti faktor fisika perairan. Hg pada bulan November 2010 menunjukan penurunan angka koefisien determinasi menjadi sebesar 0,196 yang berarti Hg di perairan memberikan pengaruh sebesar 19,6% terhadap kualitas perairan Kalimantan barat. Sedangkan pada bulan April 2011 angka koefisien determinasi Hg mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu sebesar 0,424 yang berarti Hg pada bulan ini memberikan pengaruh sebesar 42,4% terhadap kualitas perairan. Namun pada bulan September 2011 angka koefisien determinasi Hg kembali menunjukan penurunan menjadi sebesar 0,261 yang berarti Hg pada bulan ini memberikan pengaruh sebesar 26,1% terhadap kualitas perairan Kalimantan Barat. Perubahan pengaruh Hg terhadap kualitas perairan ini dapat disebabkan oleh kadar dan distribusi Hg yang berubah-ubah setiap musimnya selain itu juga kualitas perairan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti faktor oseanografi perairan Kalimantan Barat. Pb menunjukan pengaruh yang berbeda terhadap kualitas perairan dibandingkan dengan Hg. Pada bulan Juni 2010 diperoleh angka koefisien determinasi sebesar 0,060 yang berarti Pb pada bulan ini memberikan pengarus sebesar 6% terhadap kualitas perairan. Namun pada bulan November 2010 koefisien determinasi Pb meningkat menjadi 0,128 yang berarti pengaruh Pb terhadap kualitas air juga meningkat menjadi sebesar 12,8%. Sedangkan Pb pada tahun 2011 kembali mengalami penurunan, ditunjukan oleh koefisien determinasi Pb pada bulan April 2011 hanya sebesar 0,005 yang berarti pengaruh Pb terhadap kualitas perairan hanya sebesar 0,5% dan pada bulan September 2011 Pb

27 46 memberikan pengaruh sebesar 9,9% dengan koefisien determinasi 0,099. Perubahan pengaruh Pb terhadap kualitas air ini dapat disebabkan pula oleh kadar Pb yang berubah-ubah tiap musimnya. Selain itu kualitas perairan juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor lain diantaranya faktor oseanografi perairan. Cd juga memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kualitas perairan dibandingkan dengan Hg dan Pb. Koefisien determinasi Cd pada bulan Juni 2010 menunjukan angka sebesar 0,174 yang berarti Cd memberikan pengaruh sebesar 17,4% terhadap kualitas perairan, sedangkan pada bulan November 2010 kadar Cd berada dibawah limit alat sehingga dapat dikatakan Cd pada bulan ini tidak memberikan pengaruh terhadap kualitas perairan. Pada bulan April 2011 angka koefisien determinasi Cd menurun menjadi sebesar 0,082 yang berarti pengaruh Cd terhadap kualitas perairan sebesar 8,2% dan pada bulan September pengaruh Cd kembali menurun menjadi 3,8% dengan angka koefisien determinasi sebesar 0,038. Perubahan pengaruh Cd terhadap kualitas perairan ini dapat disebabkan oleh kadar dan distribusi Cd yang berubah-ubah setiap musimnya selain itu juga kualitas perairan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti faktor oseanografi perairan Kalimantan Barat. Logam Berat Hg Juni ,1% Hg November ,6% Hg April ,4% Hg September ,1% Pb Juni % Pb November ,8%. Pb April ,5% Pb September ,9% Cd Juni ,4% Cd April ,2% Cd September ,8% Persentase Pengaruh

28 Hubungan Kontaminan Logam Berat dengan Kualitas Perairan Parameter Salinitas ph DO Baku Mutu Perairan Untuk Biota Laut Kadar Hg Kadar Pb Ka Juni Nov April Sept Juni Nov April Sept Juni Nov 20,1% 19,6% Dibawah baku mutu Melebihi baku mutu 42,4% Dibawah baku mutu 26,1% 6% 12,8%. Dibawah baku mutu Dibawah baku mutu Dibawah baku mutu 0,5% Dibawah baku mutu 9,9% 17,4% Dibawah baku mutu Melebihi baku mutu Dibawa baku mutu Nilai salinitas perairan laut dapat mempengaruhi faktor konsentrasi logam berat yang mencemari lingkungan laut (Hutagalung 1991 dalam Mukhtasor 2007). Faktor konsentrasi didefinisikan sebagai perbandingan antara kadar logam berat dalam tubuh organisme dan dalam perairan. Lebih lanjut dikatakan bahwa penurunan salinitas pada perairan dapat menyebabkan tingkat bioakumulasi logam berat pada organisme menjadi semakin besar (Mukhtasor 2007). Toksisitas logam memperlihatkan peningkatan pada ph rendah (Novotny dan Olem 1994 dalam Effendi 2003). Oksigen terlarut akan menurun apabila banyak limbah, terutama limbah organik, yang masuk ke sistem perairan. Hal ini dikarenakan oksigen tersebut digunakan oleh bakteri-bakteri aerobik dalam proses pemecahan bahan-bahan organik yang berasal dari limbah yang mencemari perairan tersebut. Keadaan ini jelas akan sangat mengganggu kehidupan organisme laut yang lebih lanjut dapat mengganggu kestabilan ekosistem secara keseluruhan (Mukhtasor 2007).

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini merupakan bagian dari Kegiatan Penelitian Kompetitif Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI (P2O-LIPI) yang telah dilakukan pada tahun 2010 dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1) Desa Tulabolo Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Boalngo, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG F1 05 1), Sigit Febrianto, Nurul Latifah 1) Muhammad Zainuri 2), Jusup Suprijanto 3) 1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK UNDIP

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Pantai Pemaron merupakan salah satu daerah yang terletak di pesisir Bali utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai wisata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Logam berat terdapat di seluruh lapisan alam, namun dalam konsentrasi yang sangat rendah. Dalam air laut konsentrasinya berkisar antara 10-5 10-3 ppm. Pada tingkat kadar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta Hasil pengamatan lapangan nitrat, amonium, fosfat, dan DO bulan Maret 2010 masing-masing disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Penurunan kualitas air sungai dapat disebabkan oleh masuknya

BAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Penurunan kualitas air sungai dapat disebabkan oleh masuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai memiliki berbagai komponen abiotik dan biotik yang saling berinteraksi membentuk sebuah jaringan kehidupan yang saling mempengaruhi. Sungai merupakan ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR PENCEMAR LOGAM TIMBAL (Pb) PADA UDANG PUTIH (Litopenaeus vannamei) DI SUNGAI BONE. Tria Dwi Astuti, Sunarto Kadir, Lintje Boekoesoe 1

ANALISIS KADAR PENCEMAR LOGAM TIMBAL (Pb) PADA UDANG PUTIH (Litopenaeus vannamei) DI SUNGAI BONE. Tria Dwi Astuti, Sunarto Kadir, Lintje Boekoesoe 1 ANALISIS KADAR PENCEMAR LOGAM TIMBAL (Pb) PADA UDANG PUTIH (Litopenaeus vannamei) DI SUNGAI BONE Tria Dwi Astuti, Sunarto Kadir, Lintje Boekoesoe 1 TRIADWIASTUTI@gmail.com Progran Studi Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) dengan Jumlah penduduk menurut sensus tahun 2011 berjumlah 4.477.348 (BPS Kalbar 2012) terletak di bagian barat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 4 1.4 Hipotesis.... 5 1.5 Kerangka

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata Dekstruksi Basah Lampiran 1. Lanjutan Penyaringan Sampel Air Sampel Setelah Diarangkan (Dekstruksi Kering) Lampiran 1. Lanjutan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) DAN MERKURI (Hg) PADA AIR DAN SEDIMEN DI PERAIRAN MUARA SUNGAI BANYUASIN

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) DAN MERKURI (Hg) PADA AIR DAN SEDIMEN DI PERAIRAN MUARA SUNGAI BANYUASIN MASPARI JOURNAL Januari 2017, 9(1):69-76 ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) DAN MERKURI (Hg) PADA AIR DAN SEDIMEN DI PERAIRAN MUARA SUNGAI BANYUASIN ANALYSIS OF HEAVY METAL CADMIUM (Cd) AND MERCURY

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun oleh : Agustina Triyani NPM :

SKRIPSI. Disusun oleh : Agustina Triyani NPM : SKRIPSI KANDUNGAN MERKURI PADA AIR DAN AKUMULASINYA PADA DAGING IKAN PATIK (Mystus micracanthus Bleeker) DI SUNGAI SEPAUK KALIMANTAN BARAT Disusun oleh : Agustina Triyani NPM : 040800962 UNIVERSITAS ATMA

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perairan pantai Subang yang terletak di pantai utara pulau Jawa berhadapan langsung dengan Laut Jawa yang berada di sebelah utaranya. Beberapa sungai utama bermuara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 1.266 m di atas permukaan laut serta terletak pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Alat dan Bahan Penelitian DO Meter ph Meter Termometer Refraktometer Kertas Label Botol Sampel Lampiran 1. Lanjutan Pisau Cutter Plastik Sampel Pipa Paralon Lampiran 2. Pengukuran

Lebih terperinci

UJI KADAR MERKURI (Hg) PADA AIR DAN SEDIMEN SUNGAI TULABOLO KECAMATAN SUWAWA TIMUR TAHUN 2013 SUMMARY. Fitrianti Palinto NIM

UJI KADAR MERKURI (Hg) PADA AIR DAN SEDIMEN SUNGAI TULABOLO KECAMATAN SUWAWA TIMUR TAHUN 2013 SUMMARY. Fitrianti Palinto NIM UJI KADAR MERKURI PADA AIR DAN SEDIMEN SUNGAI TULABOLO KECAMATAN SUWAWA TIMUR TAHUN 2013 SUMMARY Fitrianti Palinto NIM 811409073 Dian Saraswati, S.Pd,. M.Kes Ekawaty Prasetya, S.Si., M.Kes JURUSAN KESEHATAN

Lebih terperinci

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas 2.3 suhu 2.3.1 Pengertian Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di lautan. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut.

Lebih terperinci

DEBIT AIR DI SUNGAI TERINDIKASI CEMAR DESA BERINGIN MALUKU UTARA

DEBIT AIR DI SUNGAI TERINDIKASI CEMAR DESA BERINGIN MALUKU UTARA DEBIT AIR DI SUNGAI TERINDIKASI CEMAR DESA BERINGIN MALUKU UTARA Zulkifli Ahmad Universitas Khairun Ternate e-mail : ahmadzulkifli477@gmail.com ABSTRAK Salah satu masalah yang paling meresahkan bagi masyarakat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kep.Men. LH Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut

Lampiran 1. Kep.Men. LH Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut LAMPIRAN 48 Lampiran 1. Kep.Men. LH Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut No. Parameter Satuan Baku Mutu FISIKA 1 Kecerahan a m Coral: >5 Mangrove : - Lamun : >3 2 Kebauan - Alami

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air Air merupakan materi yang paling berlimpah, sekitar 71 % komposisi bumi terdiri dari air, selain itu 50 % hingga 97 % dari seluruh berat tanaman dan hewan terdiri

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Panggang adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki berbagai ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pb, Cd, dan Hg di Pantai perairan Lekok Kabupaten Pasuruan.

BAB III METODE PENELITIAN. Pb, Cd, dan Hg di Pantai perairan Lekok Kabupaten Pasuruan. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode transek. Pengambilan sampel menggunakan metode eksploratif dengan pengamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari aktivitas industri merupakan masalah besar yang banyak dihadapi oleh negaranegara di seluruh dunia.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN Jalil 1, Jurniati 2 1 FMIPA Universitas Terbuka, Makassar 2 Fakultas Perikanan Universitas Andi Djemma,

Lebih terperinci

Gambar 1. Kondisi Teluk Benoa saat surut. (http://telukbenoa.net)

Gambar 1. Kondisi Teluk Benoa saat surut. (http://telukbenoa.net) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Lokasi Secara administratif Teluk Benoa terletak di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Teluk Benoa termasuk dalam teluk semi tertutup yang memiliki fase pasang dan surut

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Hidrodinamika Perairan Estuari. Estuari adalah suatu perairan tempat pertemuan air tawar dengan air laut yang mengakibatkan adanya gradien salinitas di sepanjang badan estuari

Lebih terperinci

KAJIAN SEBARAN SPASIAL PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN PADA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN TELUK SEMARANG

KAJIAN SEBARAN SPASIAL PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN PADA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN TELUK SEMARANG KAJIAN SEBARAN SPASIAL PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN PADA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN TELUK SEMARANG F1 08 Nurul Latifah 1)*), Sigit Febrianto 1), Churun Ain 1) dan Bogi Budi Jayanto 2) 1) Program Studi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Bintan Pulau Bintan merupakan salah satu pulau di kepulauan Riau tepatnya di sebelah timur Pulau Sumatera. Pulau ini berhubungan langsung dengan selat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 52 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Estuaria Tallo Parameter fisika kimia perairan merupakan indikator kualitas lingkungan di suatu wilayah perairan. Hasil pengukuran beberapa parameter fisik kimia

Lebih terperinci

Volume VII Nomor 1, Februari 2017 ISSN: Latar Belakang

Volume VII Nomor 1, Februari 2017 ISSN: Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang KONSENTRASI LOGAM BERAT CADMIUM DAN TIMBAL PADA AIR DAN SEDIMEN DI TELUK AMBON Gracia Victoria Souisa (Fakultas Kesehatan, Universitas Kristen Indonesia Maluku) ABSTRAK Pencemaran

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah sekitarnya. Oleh karena

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR MERKURI (Hg) Gracilaria sp. DI TAMBAK DESA KUPANG SIDOARJO

ANALISIS KADAR MERKURI (Hg) Gracilaria sp. DI TAMBAK DESA KUPANG SIDOARJO ANALISIS KADAR MERKURI (Hg) Gracilaria sp. DI TAMBAK DESA KUPANG SIDOARJO Hendra Wahyu Prasojo, Istamar Syamsuri, Sueb Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Malang Jalan Semarang no. 5 Malang

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: 175-182 ISSN : 2088-3137 DISTRIBUSI KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb dan Cd PADA KOLOM AIR DAN SEDIMEN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM HULU Arief Happy

Lebih terperinci

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem air terdiri dari laut, air permukaan maupun air tanah. Air merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. Sistem air terdiri dari laut, air permukaan maupun air tanah. Air merupakan hal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem air terdiri dari laut, air permukaan maupun air tanah. Air merupakan hal yang penting bagi kehidupan. Air yang baik adalah air yang memenuhi kriteria standar

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam PENDAHULUAN Latar Belakang Logam dan mineral lainnya hampir selalu ditemukan dalam air tawar dan air laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam logam baik logam ringan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK Jl. Raya Sei Nipah Km. 20.5 Jungkat Pontianak 78351 Telp.(0561) 747141 Fax. (0561) 747845 Email: staklim.siantan@bmkg.go.id,

Lebih terperinci

KANDUNGAN LOGAM BERAT AIR LAUT, SEDIMEN DAN DAGING KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PERAIRAN MENTOK DAN TANJUNG JABUNG TIMUR

KANDUNGAN LOGAM BERAT AIR LAUT, SEDIMEN DAN DAGING KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PERAIRAN MENTOK DAN TANJUNG JABUNG TIMUR KANDUNGAN LOGAM BERAT AIR LAUT, SEDIMEN DAN DAGING KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PERAIRAN MENTOK DAN TANJUNG JABUNG TIMUR (Heavy Metals Content in Seawater Sediment and Anadara granosa, in Mentok and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas kehidupan yang sangat tinggi yang dilakukan oleh manusia ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan tatanan lingkungan

Lebih terperinci

Analisis Logam Berat Timbal pada Sedimen Dasar Perairan Muara Sungai Sayung, Kabupaten Demak

Analisis Logam Berat Timbal pada Sedimen Dasar Perairan Muara Sungai Sayung, Kabupaten Demak JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014, Halaman 167-172 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Analisis Logam Berat Timbal pada Sedimen Dasar Perairan Muara Sungai Sayung,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Penelitian Kecamatan Muara Gembong merupakan daerah pesisir di Kabupaten Bekasi yang berada pada zona 48 M (5 0 59 12,8 LS ; 107 0 02 43,36 BT), dikelilingi oleh perairan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perairan pesisir merupakan wilayah perairan yang banyak menerima beban masukan bahan organik maupun anorganik (Jassby and Cloern 2000; Andersen et al. 2006). Bahan ini berasal

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 12 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Berdasarkan buku Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten (9), wilayah mangrove desa Jayamukti Kecamatan Blanakan secara administrasi kehutanan termasuk

Lebih terperinci

III-11. Gambar III.13 Pengukuran arus transek pada kondisi menuju surut

III-11. Gambar III.13 Pengukuran arus transek pada kondisi menuju surut Hasil pengukuran arus transek saat kondisi menuju surut dapat dilihat pada Gambar III.13. Terlihat bahwa kecepatan arus berkurang terhadap kedalaman. Arus permukaan dapat mencapai 2m/s. Hal ini kemungkinan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan antara habitat-habitat yang bertentangan. Untuk menghadapi lingkungan yang unik ini maka makhluk

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika Perairan 4.1.1 Suhu Setiap organisme perairan mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap perubahan suhu perairan bagi kehidupan dan pertumbuhan organisme

Lebih terperinci

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP Wiwid Prahara Agustin 1, Agus Romadhon 2, Aries Dwi Siswanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan organik merupakan salah satu indikator kesuburan lingkungan baik di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan kualitas tanah dan di perairan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Suhu Permukaan Laut (SPL) di Perairan Indramayu Citra pada tanggal 26 Juni 2005 yang ditampilkan pada Gambar 8 memperlihatkan bahwa distribusi SPL berkisar antara 23,10-29

Lebih terperinci

Definisi Arus. Pergerakkan horizontal massa air. Penyebab

Definisi Arus. Pergerakkan horizontal massa air. Penyebab Definisi Arus Pergerakkan horizontal massa air Penyebab Fakfor Penggerak (Angin) Perbedaan Gradien Tekanan Perubahan Densitas Pengaruh Pasang Surut Air Laut Karakteristik Arus Aliran putaran yang besar

Lebih terperinci

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT MERKURI (Hg) DAN TIMBAL (Pb) PADA IKAN NIKE (Awaous melanocephalus) DI MUARA SUNGAI BONE KOTA GORONTALO

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT MERKURI (Hg) DAN TIMBAL (Pb) PADA IKAN NIKE (Awaous melanocephalus) DI MUARA SUNGAI BONE KOTA GORONTALO ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT MERKURI (Hg) DAN TIMBAL (Pb) PADA IKAN NIKE (Awaous melanocephalus) DI MUARA SUNGAI BONE KOTA GORONTALO Siskawati Usman, Sunarto Kadir, Lia Amalia 1 siskawatiusman@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Dampak Perubahan Iklim

Dampak Perubahan Iklim Pemanasan Global, Perubahan Iklim, pencemaran lingkungan Bab Pemanasan III Dampak Global, Perubahan Perubahan Iklim Iklim, & pencemaran lingkungan Dampak Perubahan Iklim Menteri Negara Lingkungan Hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 357-365 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT 77 VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT Abstrak Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil di Selat Malaka yang terletak di antara pesisir Kota Dumai dangan Pulau Rupat. Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia memiliki banyak hutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI Transpor sedimen pada bagian ini dipelajari dengan menggunakan model transpor sedimen tersuspensi dua dimensi horizontal. Dimana sedimen yang dimodelkan pada penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA TANAH SAWAH DI DESA TALUDUYUNU KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO. Yunita Miu Nim :

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA TANAH SAWAH DI DESA TALUDUYUNU KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO. Yunita Miu Nim : ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA TANAH SAWAH DI DESA TALUDUYUNU KECAMATAN BUNTULIA KABUPATEN POHUWATO Yunita Miu Nim : 811409046 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan

Lebih terperinci