BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemacetan lalu-lintas adalah masalah besar yang banyak dihadapi oleh kota-kota besar di dunia termasuk Jakarta. Kemacetan menimbulkan kerugian di berbagai bidang. Di bidang ekonomi, Integrated Transportation Master Plan Phase II (SITRAMP II) mencatat bahwa kerugian yang disebabkan karena kemacetan bisa mencapai Rp 65 triliun setiap tahunnya (Hartawan, 2013). Lebih jauh lagi, Hartawan (2013) menambahkan bahwa kemacetan menimbulkan kerugian dalam operasional kendaraan sebesar Rp 35 triliun per tahun. Di samping itu, kemacetan juga memberi dampak negatif pada sisi kesehatan, lingkungan, dan sosial. Kota-kota metropolitan perlu membangun sistem transportasi massal yang terstruktur (Morichi, 2005). Sistem transportasi tersebut bisa berbasis sistem Bus Pemindah Cepat (Bus Rapid Transit, BRT) ataupun berbasis kereta. Semenjak awal abad 21, sistem Pemindah Bus Cepat telah diadopsi oleh banyak kota karena sistem tersebut bisa dibangun dengan biaya yang rendah dan waktu yang singkat (lihat Gambar 1). 1
2 Gambar 1.1 Jumlah Pembangunan Sistem Kereta dan Sistem BRT (Campo, 2010) Semenjak tahun 2004, kota Jakarta telah membangun sistem transportasi massal berdasarkan sistem BRT yang disebut TransJakarta. Sampai saat ini, TransJakarta telah memiliki 12 koridor dengan total busway sepanjang 180 km, dan dapat memindahkan penumpang sebanyak 350000 penumpang per hari. Kebutuhan penggunaan sistem BRT TransJakarta juga semakin meningkat di setiap bulannya. Pertumbuhan pengguna TransJakarta ini dapat dilihat pada gambar 1.2.
3 Koridor 4 3 2 1 6 9 Total Koridor 4 3 2 1 6 9 Total Jan 519.565 Feb 519.701 Mar 576.392 Apr 580.012 May 575.861 Jun 573.58 651.398 695.467 821.056 793.286 799.33 844.527 608.449 1.722.650 607.27 1.753.109 701.911 2.076.908 656.851 2.144.327 678.055 2.208.102 726.56 2.240.811 661.385 984.9 652.53 1.012.136 710.865 1.145.375 726.278 1.127.795 724.563 1.122.989 703.151 1.143.005 5.148.347 5.240.213 6.032.507 6.028.549 6.108.900 6.231.634 Jul 583.415 Aug 519.188 Sep 646.062 Oct 646.242 Nov 650.763 Dec 668.191 797.685 751.904 862.652 846.839 841.85 873.63 712.579 674.294 730.465 712.963 708.227 769.027 2.226.959 1.856.363 2.217.651 2.185.972 2.199.600 2.367.065 691.517 1.164.793 598.53 1.020.026 715.189 1.210.573 708.459 1.235.085 731.415 1.218.115 757.512 1.251.486 6.176.948 5.420.305 6.382.592 6.335.560 6.349.970 Gambar 1.2. Pertumbuhan Pengguna TransJakarta dari Sebagian Koridor selama tahun 2013 (TransJakarta, 2014) 6.686.911 Untuk kebutuhan operasional sistem BRT, dibutuhkan sistem informasi yang berhubungan n dengan armada bus dan penumpang. Sistem informasi ini berguna untuk banyak kebutuhan dan yang paling utama adalah untuk optimalisasii sistem BRT. Sebagai contoh, dengan menggunakan sistem monitoring bus, pihak manajemen bisa mempelajari
4 faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan bus-bus sistem BRT. Sistem informasi juga bisa digunakan untuk menginformasikan penumpang mengenai waktu bus-bus tiba di halte-halte. Penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa penumpang sangat menghargai informasi seperti ini. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa sistem transportasi massal dapat dibagi ke dalam dua sisi. Sisi pertama adalah sisi permintaan, dan sisi kedua adalah sisi suplai. Lebih jauh lagi, sisi permintaan berhubungan dengan calon penumpang sistem tersebut, dan sisi suplai berhubungan dengan bus-bus yang tersedia. Jika permintaan berlebihan, maka hal itu sulit untuk dipenuhi dan mengakibatkan meningkatnya panjang antrian dan menurunnya tingkat pelayanan. Jika suplai berlebihan, maka terdapat sumber daya yang tidak digunakan secara optimal. Jelas sekali bahwa dibutuhkan sistem monitoring di kedua sisi sistem transportasi massal sehingga tingkat permintaan dan tingkat suplai bisa diatur pada tingkat yang optimum. Sistem monitoring sisi suplai telah banyak dibuat dan diimplementasi khususnya dengan menggunakan perangkat Global Positioning System (GPS) untuk mengukur posisi dan kecepatan bus. Sebaliknya, sistem monitoring sisi permintaan masih belum banyak tersedia. Sistem pemantauan sisi permintaan (jumlah penumpang) yang paling sering dan mudah digunakan adalah dengan menggunakan turnstile dan infra red counting. Sistem turnstile masih memiliki kelemahan, yakni jika diletakkan pada setiap pintu BRT, maka setiap kali penumpang harus
5 melewati turnstile tersebut, prosesnya akan menjadi lambat. Oleh karena itu, pintu turnstile umumnya dipasang hanya pada pintu utama untuk penumpang yang masuk atau keluar halte (L. G. Reuters, 2003). Sedangkan, penghitungan dengan teknikk infra red atau laser juga memiliki kelemahan, yakni tidak dapat men-tracking pergerakan obyek. Sehingga, proses counting bersifat 1 arah. dengan laser ini umumnya dipakai untuk antrian yang Untuk antrian yang sifatnya dijalankan dengan 2 arah secara sekaligus, belum bisa menggunakan infra red (N. Ishihara, H. Zhao, & R. Shibasaki, 2001). Gambar 1.3 Contoh Turnstile dan Infra Red Counting Oleh karena itu, dalam penelitian ini, dibuat suatu sistem pemantau dengan menggunakan computer vision untuk pergerakan penumpang dan bisa dilakukan proses dapat men-tracking counting. Untuk bisa melakukan object tracking, pendekatan dengan computer vision khususnya background subtraction, dipilih dalam penelitian passenger counting. ini untuk melakukan
6 1.2. Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah yang dibuat untuk penelitian ini adalah: 1. Algoritma computer vision apakah yang cocok untuk digunakan dalam passenger counting? 2. Bagaimana membuat sistem pemantauan (monitoring) dan informasi penumpang di halte sistem BRT? 3. Bagaimana mengimplementasi sistem pemantauan sisi permintaan BRT secara real-time pada halte TransJakarta? 1.3. Tujuan dan Manfaat Tujuan yang dari penelitian ini adalah: 1. Mengembangkan sistem monitoring waktu nyata (real-time) jumlah penumpang di halte sistem BRT. 2. Melakukan evaluasi prestasi sistem monitoring tersebut dan menyelesaikan masalah-masalah teknik yang terjadi dengan sistem tersebut. Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Mengoptimalkan passenger monitoring system untuk mengurangi kemacetan. 2. Dapat digunakan untuk penelitian lain. 1.4. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian meliputi : 1. Sistem transportasi massal yang dijadikan bahan untuk analisis adalah tistem transportasi bus TransJakarta.
7 2. Mendapatkan data mengenai penumpang yang masuk dan keluar pada halte TransJakarta yang didapatkan dari rekaman selama 30 menit. 3. Penggunaan library opencv untuk melakukan motion tracking dari penumpang yang masuk ke halte maupun yang masuk ke dalam bus. 4. Algoritma Background Subtraction yang digunakan adalah algoritma PBAS, GMG dan AMF. Algoritma PBAS dan GMG adalah algoritma background subtraction terbaru yang dibuat pada tahun 2012. Algoritma AMF dipilih karena merupakan algoritma terbaik dari sisi efisiensi komputasional dan penggunaan memori yang rendah jika dibandingkan di antara 7 algoritma background subtraction yang paling sering dipakai (Parks & Fels, 2008).