Distribusi Responden Berdasarkan Usia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

V. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. seluruh karyawan yang menggunakan sistem ERP di PT Angkasa Pura II

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS HASIL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Indonesia telah dikeluarkan, baik dalam bentuk peraturan perundang-undangan

4. ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penelitian ini adalah masyarakat kecamatan cengkareng jakarta barat. Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tabel 3.1 Rincian waktu penelitian

KUESIONER PENELITIAN. Berilah tanda (X) pada satu pilihan yang sesuai dengan jawaban anda. 1. Jenis Kelamin: : a. Laki laki b.

KUESIONER. 2. Berapa usia anda? a tahun c tahun b tahun d. > 26 tahun

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 5 ANALISIS HASIL STUDI. responden yang berada di Sumatera Utara. Karakteristik responden merupakan

Tutorial LISREL Teorionline

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Martabak Boss merupakan martabak variasi khas Bandung yang

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

VIII ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODEL (SEM)

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN

LAMPIRAN 1 No. Responden : KUESIONER

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN 3.1. Penentuan Waktu dan Lokasi 3.2. Jenis Penelitian 3.3. Teknik Pengambilan Sampel

BAB V PEMBAHASAN. estimasi loading factor, bobot loading factor (factor score wight), dan error variance

ENTERPRENURIAL INTENTION TERHADAP MAHASISWA MENCAPAI THE YOUNG ENTEREPRENEUR. Lemiyana 1, Dedi Hartawan 2

BAB IV METODE PENELITIAN

59

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran umum perusahaan PT Pos Indonesia (Persero)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Forever 21 merupakan retail fashion yang menyediakan produk-produk

Confirmatory Factor Analysis

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Tutorial LISREL teorionline

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

MODUL PELATIHAN STRUKTURALEQUATION MODEL UNTUK PENELITIAN BISNIS DAN MANAJEMEN. Ananda Sabil Hussein, Ph.D

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

LIMA Dinamika Fakta Empirik


BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEPUTUSAN HUTANG

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. pengaruh self brand congruity,peer influence, dan privacy concern terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Perusahaan dan Responden. 1. Gambaran Umum PT. Indosat Ooredoo

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. langsung kepada responden yang mengisi kuesioner pada aplikasi google form di

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. berada di Kota Batu Malang - Jawa Timur. Tempat wisata ini berada sekitar 20

BAB III METODE PENELITIAN. terdaftar di Badan Pusat Statistik (BPS) sejak sampel. Berikut jumlah perusahaan yang berpartisipasi:

Lampiran 1: Tabel Operasional Variabel Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemicu bagi produsen lama untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode pengambilan sampel yang digunakan adalah non-probability sampling dan

IDENTITAS RESPONDEN. 2. Umur < 30 Tahun Tahun Tahun > 50 Tahun. 3. Masa Kerja 3-8 Tahun Tahun 9-14 Tahun >20 Tahun

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini bertujuan untuk memberikan suatu dasar yang valid dan reliabel untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Zalora Indonesia merupakan bagian dari Zalora group yang didirikan pada

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. menjelaskan bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi

BAB III METODE PENELITIAN

VIII ANALISIS SERVICE QUALITY DALAM MEMBENTUK KEPUASAN DAN LOYALITAS

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sebagai provider perangkat komputasi dan gedgetnya. Perusahaan ini

PENGUKURAN TINGKAT PENERIMAAN TEKNOLOGI PADA LAYANAN INFORMASI PEMERINTAH BERBASIS WEB MENGGUNAKAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL

Holland Bakery merupakan salah satu pelopor dalam usaha modern bakery yang. dikenal dengan Holland Bakery. Holland Bakery selalu berusaha untuk

PENGARUH HARGA DISKON TERHADAP NIAT BELI MELALUI STORE IMAGE PADA MATAHARI DEPARTMENT STORE SURABAYA. I. Data Responden Usia :

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

VITA ANDYANI EA24. Dosen Pembimbing: Dr. Wardoyo, SE., MM

ANALISIS FAKTOR KONFIRMATORI UNTUK MENGETAHUI KESADARAN BERLALU LINTAS PENGENDARA SEPEDA MOTOR DI SURABAYA TIMUR

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Karakterisitik Responden. dapat di jelaskan pada tabel sebagai berikut;

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN. dengan jumlah responden sebanyak 150 orang Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

ASUMSI MODEL SEM. d j

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. wilayah kecamatan Cengkareng Jakarta Barat. Penelitian yang dilakukan terbagi

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu yang saya lakukan dimulai bulan April 2015 sampai dengan bulan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. contact person kepada WP yang telah diwajibkan menggunakan e-filing

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Motivasi. Persepsi. Sikap Keyakinan perilaku Evaluasi konsekuensi. Norma subjektif Keyakinan normatif Motivasi mematuhi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. food & beverages. J.CO didirikan oleh Jhony Andrean yang sebelumnya terkenal

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

PENGANTAR. Yogyakarta, Penulis, Prof. Dr. H. Siswoyo Haryono, MM, MPd. NIDN : /NIRA :

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dalam penelitian ini adalah di Kabupaten Purbalingga, Jawa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kuantitatif adalah metode yang berlandaskan pada filsafat positivism,

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

MODUL PELATIHAN STRUKTURAL EQUATION MODEL UNTUK PENELITIAN BISNIS DAN MANAJEMEN. Ananda Sabil Hussein, Ph.D

BAB III METODE PENELITIAN. belanja online Tokopedia.com yang berada di DKI Jakarta.

Transkripsi:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS DESKRIPTIF 5.1.1 Deskriptif Responden Distribusi Responden Berdasarkan Usia 1% 15% 19% 15-24 25-30 31-44 45-65 65% Gambar 3. Distribusi Responden Berdasarkan Usia Distribusi Responden Berdasarkan Jabatan 13% 14% 16% 57% Operator Foreman Ast.Miller Miller Gambar 4. Distribusi Responden Berdasarkan Jabatan

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 1% 1% 10% 88% SD SMP SMA S1 Gambar 5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Distribusi Responden Berdasarkan Lama Bekerja Pada Perusahaan 2% 57% 41% < 2 2-10 > 10 Gambar 6. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kerja 5.1.2 Deskriptif Variabel Tingkat pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi direpresentasikan oleh karyawan PT. X yang diperoleh dengan mencari nilai skor rataan atau rata-rata tertimbang terlebih dahulu. Nilai skor rataan/mean dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Deskripsi Statistik N Rata-rata Pemberdayaan Struktural Informasi Dukungan Akses sumberdaya Kekuasaan formal Kekuasaan informal 169 169 169 169 169 3.15 2.85 3.15 3.32 3.53 3.01 Pemberdayaan Psikologis Makna Kompetensi/kemampuan Pilihan Dampak 169 169 169 169 3.74 4.04 4.29 3.17 3.45 Kepuasan Kerja 169 3.54 Komitmen Organisasi Afektif Normatif Kontinuan 169 169 169 3.60 3.81 3.41 3.48 Valid N (listwise) 169 Nilai skor rataan mengenai pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi dicari dengan perhitungan rumus skala (RS). Berdasarkan rumus rentang skala, diperoleh sebagai berikut: RS = (5-1) = 0.8 5 Nilai rentang skala ini akan digunakan untuk membuat selang tingkatan pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi. Nilai skor rataan diperoleh dari hasil perkalian antara bobot nilai jawaban berdasarkan skala dengan jumlah responden, kemudian dibagi dengan jumlah responden. Berdasarkan nilai skor rataan tersebut, maka didapat posisi keputusan penilaian karyawan terhadap tingkat pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi, seperti terlihat pada Tabel 9. Penilaian karyawan mengenai pernyataan-pernyataan yang menyangkut pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi dilakukan dengan menggunakan skor rataan sebagai tolak ukur. Skor rataan tersebut yang digunakan untuk menyimpulkan tingkat pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi karyawan di PT. X.

Tabel 9. Posisi keputusan penilaian karyawan terhadap tingkat pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi Skor rataan Keterangan Untuk Pemberdayaan Keterangan untuk Kepuasan Kerja Keterangan Untuk Komitmen Organisasi Struktural dan Pemberdayaan Psikologis 1.00 1.80 Sangat Rendah Sangat Tidak Puas Sangat Rendah 1.81 2.60 Rendah Tidak Puas Rendah 2.61 3.40 Netral Netral Netral 3.41 4.20 Tinggi Puas Tinggi 4.20 5.00 Sangat Tinggi Sangat Puas Sangat Tinggi Dari Tabel 10, dapat dilihat bahwa variabel pemberdayaan struktural meliputi informasi, dukungan, akses sumberdaya, kekuasaan formal, dan kekuasaan informal. Untuk informasi, dukungan, sumberdaya, dan kekuasaan formal sejauh ini netral dengan nilai masing-masing 2.85, 3.15, 3.32, dan 3.01. Dari indikator informasi dapat dilihat bahwa selama ini informasi yang diterima karyawan baik mengenai pengetahuan, data-data penting dalam proses produksi, bentuk-bentuk keahlian yang berhubungan dengan pekerjaan dinilai cukup oleh karyawan. Untuk indikator dukungan yang dapat dilihat dari sisi sejauh mana selama ini atasan memberikan bimbingan/tuntunan terhadap karyawan (bawahannya) mempunyai nilai yang netral atau terbilang cukup bagi karyawan. Begitu juga halnya dengan akses sumberdaya yaitu sejauh mana karyawan memiliki sumberdaya waktu yang cukup serta perangkat-perangkat kerja yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan organisasi memiliki tingkatan yang netral/ cukup bagi karyawan. Kekuasaan informal yang menjadi salah satu faktor dalam pemberdayaan struktural memiliki nilai yang netral. Karyawan menilai bahwa bentuk-bentuk aliansi atau kerjasama yang dibentuk karyawan selama ini dengan teman sekerjanya maupun dengan atasannya dapat dikatakan netral atau terbilang cukup oleh karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa ada kesempatan yang dimiliki karyawan untuk dapat bekerja sama dengan atasan ataupun dengan teman sebayanya sehingga karyawan memiliki kekuasaan yang cukup selama menjalankan pekerjaannya. Walaupun sejauh ini informasi, dukungan, akses sumberdaya, dan kekuasaan informal yang didapat karyawan terbilang cukup ataupun tidak terlalu tinggi, sebaiknya atasan lebih meningkatkan lagi dalam berbagi informasi, dukungan, sumberdaya, dan kekuasaan informal agar pemberdayaan struktural dapat terwujud secara maksimal sehingga secara langsung maupun tidak langsung diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan. Lain halnya dengan indikator kekuasaan formal yang dapat dilihat dari seberapa besar partisipasi karyawan dalam pengambilan keputusan adalah dinilai tinggi oleh karyawan yaitu dengan nilai 3.53. Hal ini menunjukkan bahwa selama ini karyawan memiliki kekuasaan dalam pengambilan keputusan terkait dalam proses produksi. Jika dilihat secara keseluruhan, untuk tingkat pemberdayaan struktural di departemen produksi adalah netral (cukup). Sehingga harapan besar pemberdayaan secara struktural yang telah dilakukan atasan terhadap bawahan sejauh ini dapat ditingkatkan lagi untuk kedepannya.

Tabel 10. Penilaian Karyawan Terhadap Pemberdayaan Struktural Indikator Pemberdayaan Skor Rataan Keterangan Struktural Informasi 2.85 Netral Dukungan 3.15 Netral Sumberdaya 3.32 Netral Kekuasaan Formal 3.53 Tinggi Kekuasaan Informal 3.01 Netral Total 3.15 Netral Dari deskripsi pemberdayaan psikologis secara keseluruhan dengan nilai 4.04 adalah menujukkan bahwa pemberdayaan yang dinilai dari sisi psikologis karyawan terhadap bentuk-bentuk pekerjaan yang selama ini dilakukannya adalah tinggi. Jika dilihat dari masing-masing faktor, untuk indikator makna dan dampak dengan masing-masing nilai 4.04 dan 3.45 adalah tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan merasa bahwa pekerjaan yang dilakukannya saat ini berarti dan penting baginya begitu juga pekerjaan yang dilakukan karyawan membawa dampak yang baik dan besar terhadap departemen produksi. Untuk indikator pilihan memiliki nilai 3.17 atau dapat dikatakan netral. Hal ini berarti bahwa sejauh ini persepsi karyawan terhadap kebebasan yang dimilikinya dalam melakukan sesuatu di departemennya tidak terlalu tinggi atau cukup. Persepsi karyawan terhadap pilihan-pilihan yang dirasakannya dapat ditingkatkan dengan memberikan karyawan kesempatankesempatan dalam menentukan pilihan yang terbaik dalam pekerjaannya. Sedangkan untuk indikator kompetensi, karyawan merasa bahwa kompetensi yang dirasakan/dimiliki oleh masing-masing karyawan sangat tinggi atau dapat dikatakan karyawan sangat yakin bahwa dirinya memiliki keahlian ataupun kemampuan dalam melakukan pekerjaan mereka masing-masing. Dengan tingginya kepercayaan diri yang dimiliki karyawan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan komitmen organisasi serta tingkat pemberdayaan psikologis karyawan secara keseluruhan. Besarnya penilaian karyawan terhadap pemberdayaan psikologis dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Penilaian Karyawan Terhadap Pemberdayaan Psikologis Indikator Pemberdayaan Skor Rataan Keterangan Psikologis Makna 4.04 Tinggi Kompetensi 4.29 Sangat Tinggi Pilihan 3.17 Netral Dampak 3.45 Tinggi Total 3.74 Tinggi Deskripsi kepuasan kerja menunjukkan tingkatan kepuasan kerja karyawan pada perusahaan adalah puas dengan nilai mean 3.54. Dari data kualitatif yang dihasilkan menunjukkan bahwa karyawan puas terhadap perusahaan secara keseluruhan walaupun ada beberapa yang menunjukkan ketidakpuasaan terhadap perusahaan. Kepuasaan kerja dapat ditunjukkan oleh kepuasaan mereka terhadap beberapa hal seperti pada faktor intrinsik yaitu : pemanfaatan kemampuan, pencapaian kegiatan, kemajuan, kompensasi, rekan kerja,dan sebagainya ; faktor ekstrinsik yaitu : wewenang, kebijakan perusahaan, pengakuan, tanggung jawab, dan sebagainya ; serta secara general

(keseluruhan) yaitu : pengawasan yang dilakukan atasan. Besarnya penilaian karyawan terhadap kepuasan kerja dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Penilaian Karyawan Terhadap Kepuasan Kerja Indikator Kepuasan Kerja Skor Rataan Keterangan Kepuasan Kerja 3.54 Puas Total 3.54 Puas Variabel komitmen organisasi memiliki tiga dimensi yang terdiri dari komitmen afketif, komitmen normatif, dan komitmen kontinuan. Adapun nilai mean yang diperoleh adalah 3.81, 3.41, dan 3.48. Ketiga nilai tersebut masuk dalam tingkatan komitmen yang tinggi. Jika dilihat dari indikator komitmen afektif, keinginan karyawan untuk tetap tinggal pada perusahaan tinggi. Hal ini didukung oleh keinginan karyawan pribadi untuk tetap terus bekerja pada perusahaan. Komitmen kontinuan yang dimiliki karyawan juga tinggi. Dapat dilihat dari pengorbanan karyawan yang ditinjau dari seberapa besar keuntungan yang akan diterima karyawan jika ia terus bekerja pada perusahaan. Sedangkan jika dilihat dari komitmen normatif juga mempunyai nilai komitmen yang tinggi. Karyawan memiliki tanggung jawab yang tinggi yang harus diberikan pada perusahaan. Hal ini juga didukung dengan kesetiaan karyawan yang tinggi untuk tetap bertahan pada perusahaan. Besarnya penilaian karyawan terhadap komitmen organisasi dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Penilaian Karyawan Terhadap Komitmen Organisasi Indikator Komitmen Skor Rataan Keterangan Organisasi Afektif 3.81 Tinggi Normatif 3.41 Tinggi Kontinuan 3.48 Tinggi Total 3.60 Tinggi 5.1.3 Analisis ANOVA Untuk mengetahui perbedaan pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi karyawan maka digunakan Uji F (One Way Anova). Data demografi sampel dikelompokkan berdasarkan usia, jabatan, tingkat pendidikan, lama bekerja pada jabatan sekarang, dan lama bekerja pada perusahaan. Adapun jenis kelamin karyawan sebagai salah satu bagian dalam data demografi tidak diikutkan dalam pengujian karena jenis kelamin karyawan departemen produksi seluruhnya laki-laki. Hasil uji One Way Anova dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Hasil uji One Way Anova dari Faktor Demografi Faktor One Way Anova Kelompok Demografi P.Struktural P.Psikologis K.Kerja K.Organisasi Usia Jabatan Tingkat Pendidikan Lama Kerja Pada Perusahaan 15-24 25-30 31-44 45-65 Operator Foreman Ast.Miller Miller SD SMP SMA S1 < 2 2-10 > 10 F 0.384 1.604 0.441 0.212 Sig ( < 0.05) 0.764 0.190 0.724 0.888 F 3.93 2.432 0.494 0.363 Sig ( < 0.05) 0.01* 0.067 0.687 0.78 F 2.583 1.358 0.068 4.94 Sig ( < 0.05) 0.55 0.257 0.977 0.003* F 0.432 3.266 0.125 0.679 Sig ( < 0.05) 0.650 0.041* 0.882 0.509 Ket: * = nilai Signifikan dibawah 0.05 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan. Berdasarkan uji One Way Anova, variabel usia tidak signifikan terhadap pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas (sig) keempat variabel laten > 0.05. Maka dapat disimpulkan bahwa usia tidak memberikan perbedaan rata-rata yang signifikan terhadap tingkat pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi. Variabel pemberdayaan struktural tidak dipengaruhi usia karena dalam mengukur pemberdayaan struktural faktor usia bukanlah indikator telah terjadinya pemberdayaan struktural. Disamping itu, kepuasan kerja tidak dipengaruhi usia seseorang. Hal ini dikarenakan usia bukanlah suatu hal yang dapat membuat seseorang puas dalam bekerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan bertambahnya usia seseorang bukan indikator yang dapat menyebabkan seseorang puas dalam lingkungan kerjanya. Begitu juga halnya yang terdapat pada komitmen organisasi. Komitmen organisasi karyawan tidak dipengaruhi usia seseorang, dikarenakan keinginan karyawan untuk tetap setia dan tinggal dalam perusahaan bukan dikarenakan usia atau dapat dikatakan bahwa komitmen organisasi karyawan sama saja pada usia yang berbeda. Pada uji One Way Anova untuk jabatan terhadap pemberdayaan struktural, nilai F-hitung adalah 3.93 dengan nilai probabilitas 0.01 <0.05 sehingga tingkat pemberdayaan struktural karyawan di perusahaan terdapat perbedaan yang signifikan berdasarkan jabatan. Hal ini menggambarkan bahwa pemberdayaan yang dilakukan manajer terhadap masing-masing jabatan yaitu miller, ast.miller, operator, dan foreman itu berbeda-beda dikarenakan masing-masing jabatan memiliki peran dan fungsinya masing-masing dalam proses produksi. Lain halnya dengan tingkat pemberdayaan

psikologis, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi berdasarkan jabatan. Ketiganya tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap terhadap jabatan. Dapat dilihat dari nilai F-hitung dan Probabilitas dari ketiganya yaitu untuk pemberdayaan psikologis dengan nilai F-hitung 2.432; probabilitasnya 0.067 > 0.05, kepuasan kerja dengan nilai dengan nilai F-hitung 0.494; probabilitasnya 0.687 > 0.05, dan komitmen organisasi dengan nilai dengan nilai F-hitung 0.363; probabilitasnya 0.78 > 0.05. Beberapa hal yang dapat dijelaskan disini bahwa pemberdayaan yang dirasakan karyawan adalah sama apapun itu jabatan mereka. Begitu juga halnya dengan kepuasan karyawan pada setiap kelompok jabatan adalah sama. Adapun juga kesetiaan karyawan untuk tetap tinggal di perusahaan jika dilihat dari jabatan yang ada juga sama. Pada uji One Way Anova tingkat pendidikan terhadap pemberdayaan struktural menunjukkan nilai F-hitung sebesar 2.583 dengan nilai probabilitasnya yaitu sebesar 0.55 > 0.05 sehingga dapat disimpulkan tingkat pendidikan tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap pemberdayaan struktural. Hal ini juga menggambarkan bahwa manajer melakukan pemberdayaan di seluruh tingkat pendidikan yang ada pada karyawan. Pada pemberdayaan psikologis nilai F-hitung adalah 1.358 dengan probabilitas 0.257 > 0.05 sehingga tingkat pendidikan tidak berbeda secara signifikan terhadap pemberdayaan psikologis karyawan. Begitu juga halnya dengan pemberdayaan yang dirasakan oleh masing-masing karyawan mengambarkan bahwa apapun pendidikan mereka, mereka merasakan hal yang sama yaitu mereka merasa diri mereka telah diberdayakan. Kepuasan kerja menunjukkan nilai F- hitung 0.068 dengan nilai probabilitasnya 0.977 > 0.05 sehingga sehingga tingkat pendidikan tidak berbeda secara signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Hal ini disebabkan kepuasan kerja karyawan tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Lain halnya dengan komitmen organisasi, pada komitmen organisasi menunjukkan nilai F-hitung 4.94 dengan nilai probabilitasnya 0.003 < 0.05. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan memberikan perbedaan secara signifikan terhadap komitmen organisasi karyawan departemen produksi. Uji One Way Anova untuk lama bekerja pada perusahaan (masa kerja) menunjukkan bahwa tingkat pemberdayaan struktural tidak berbeda signifikan berdasarkan masa kerja dalam perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari nilai F-hitung sebesar 0.432 dengan nilai probabilitasnya 0.650>0.05. Lain halnya dengan tingkat pemberdayaan psikologis, dengan F-hitung sebesar 3.266 dan probabilitasnya 0.041<0.05 memberikan kesimpulan bahwa masa kerja memberikan perbedaan yang signifikan terhadap pemberdayaan psikologis. Sedangkan untuk kepuasan kerja dan komitmen organisasi menunjukkan hal yang sama yaitu masa kerja tidak berbeda secara signifikan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Hal ini dapat dilihat dari masing-masing nilai F-hitung dan probabilitasnya yaitu untuk kepuasan kerja dimana F-hitung sebesar 0.125 dengan signifikan 0.882 > 0.05 dan komitmen organisasi dimana F-hitung sebesar 0.679 dengan signifikan 0.509 > 0.05. 5.2 ANALISIS MODEL PENGUKURAN 5.2.1 Analisis Model Pengukuran Pemberdayaan Struktural Model analisis faktor konfirmatori (CFA) merupakan model yang murni berisi model pengukuran. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi model yang tepat yang menjelaskan hubungan antara seperangkat item-item dengan konstrak yang diukur oleh item tersebut. Adapun evaluasi yang dapat dilakukan oleh model pengukuran ini adalah evaluasi validitas dan reliabilitas hubungan variabel laten terhadap indikator-indikator pengukuran dalam model pengukuran. Pada kesempatan kali ini, model pengukuran yang digunakan untuk mengukur pemberdayaan struktural adalah CFA tingkat kedua (2 nd CFA). Pengukuran ini terdiri dari dua tingkat. Tingkat pertama adalah sebuah CFA yang menunjukkan hubungan antara variabel-variabel teramati sebagai indikator-indikator dari varibel laten terkait. Sedangkan tingkat kedua adalah sebuah CFA yang menunjukkan hubungan antara variabel-variabel laten pada tingkat pertama sebagai indikator-indikator dari sebuah variabel laten tingkat kedua (Wijanto, 2008). Agar model pengukuran dapat dianalisis, maka terlebih dahulu harus dilihat kecocokan seluruh model, yaitu mengevaluasi kecocokan antara data dan model. Untuk melihat kecocokan model, dapat ditinjau dari Good of Fit (GOF) model secara keseluruhan. Hasil GOF untuk model pengukuran pemberdayaan struktural dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari GOF keseluruhan model pada Lampiran 3, dapat dilihat bahwa NFI, NNFI, PNFI, CFI, IFI, RFI > 0.90. Hal ini menunjukkan kecocokan model yang baik. Dari hasil estimasi model pemberdayaan struktural yang terdapat pada Gambar 7,

menunjukkan nilai chi square (df=75) adalah 36.69 dengan P-value 0.99>0.05. Berdasarkan hasil chi, square model menunjukkan kecocokan yang baik. Sedangkan untuk nilai RMSEA yang diperoleh pada model pemberdayaan struktural adalah 0.000 <0.05, sehingga menunjukkan kecocokan yang baik atau close fit. Menurut Brown dan Cudeck dalam Wijanto (2008), untuk memperoleh ukuran kecocokan model yang baik, maka nilai chi square harus menunjukkan nilai yang kecil dan signifikansi yang lebih besar dari 0.05. Selain itu untuk kriteria nilai RMSEA yaitu dimana nilai RMSEA < 0.05 menunjukkan close fit, sedangkan 0.05 sampai 0.08 menunjukkan good fit. McCallum dalam Wijanto (2008) menambahkan bahwa nilai RMSEA antara 0.08 dan 0.1 adalah marginal fit atau dikatakan kecocokan yang cukup. Dalam mengukur validitas dan reliabilitas pada CFA tingkat kedua (2 nd CFA) dilakukan evaluasi dua tingkat, yaitu pada tingkat pertama dan tingkat kedua. Menurut Rigdon dan Ferguson dalam Wijanto (2008), untuk melihat suatu indikator dinyatakan valid atau tidaknya dengan melakukan evaluasi terhadap nilai t-muatan faktornya dan muatan faktor standar. Nilai t-muatan harus lebih besar dari 1.96 dan muatan faktor standarnya > 0.70 atau 0.5 (Igbaria dalam Wijanto, 2008). Igbaria dalam Wijanto (2008) menambahkan, jika ada nilai muatan faktor standar <0.50, tetapi masih > 0.30 maka variabel yang terkait bisa dipertimbangkan untuk tidak dihapus. Penggunaan batas kritikal sepenuhnya diserahkan kepada peneliti dengan mempertimbangkan teori dan substansi yang mendasari model. Gambar 7. Path Diagram nilai t Model Pengukuran Pemberdayaan Struktural (Awal) Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa nilai t-muatan faktor variabel laten dan indikator kesempatan kurang dari 1.96. Sedangkan untuk untuk variabel lainnya seperti informasi, dukungan, akses sumber daya, kekuasaan formal, dan kekuasaan informal lebih besar dari 1.96. Oleh karena itu, variabel laten kesempatan dibuang. Perbaikan untuk path diagram nilai t model pemberdayaan struktural dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Path Diagram nilai t Model Pengukuran Pemberdayaan Struktural (Perbaikan) Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa nilai t-muatan faktor untuk model pengukuran pemberdayaan struktural telah memenuhi syarat, yaitu lebih dari 1.96 untuk masing-masing indikator terhadap variabel latennya pada tingkat pertama. Selain itu, nilai muatan faktor standarnya > 0.70 atau 0.5 (Igbaria dalam Wijanto, 2008). Begitu juga > 0.30 dengan mempertimbangkan teori dan substansi yang mendasari model (Igbaria dalam Wijanto,2008). Sehingga dapat disimpulkan CFA tingkat pertama mempunyai validitas yang baik. Pada CFA tingkat kedua nilai t-muatan faktor masingmasing variabel laten informasi, dukungan, akses sumberdaya, kekuasaan formal, dan kekuasaan informal sebagai indikator variabel laten pemberdayaan struktural menunjukkan nilai yang lebih besar dari 1.96 dan nilai muatan faktor standarnya lebih besar dari 0.70 atau 0.5 atau 0.3. Sehingga dapat disimpulkan CFA tingkat kedua mempunyai validitas yang baik. Untuk melihat muatan faktor standar dan kesalahan untuk CFA pada tingkat pertama dapat dilihat pada Gambar 9 dan untuk tingkat yang kedua pada Gambar 10. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan nilai validitas model pemberdayaan struktural adalah baik. Gambar 9. Path Diagram Muatan Faktor Standar Model Pengukuran Pemberdayaan Struktural

Gambar 10. Path Diagram Muatan Faktor Standar 2 nd CFA Model Pengukuran Pemberdayaan Struktural Reliabilitas adalah konsistensi suatu pengukuran. Reliabilitas tinggi menunjukkan bahwa indikator-indikator mempunyai konsistensi tinggi dalam mengukur konstruk latennya. Berdasarkan hal tersebut, maka untuk mengukur reliabilitas dalam SEM akan digunakan composite reliability measure (ukuran reliabilitas komposit) dan variance measure (ukuran ekstrak varian). (Wijanto, 2008). Adapun di bawah ini merupakan data muatan faktor standar dan kesalahan CFA pada tingkat pertama dan kedua. Untuk perhitungan besarnya nilai CR dan VE pada CFA tingkat pertama maupun tingkat kedua, dapat dilihat pada Lampiran 8. Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa pada tingkat pertama CFA, variabel laten yang memiliki nilai contruct reliability diatas batas kritis 0,70 dan variance extracted diatas 0.50 adalah informasi. Sedangkan variabel laten dukungan, nilai CR nya > 0.70 tetapi nilai VE nya 0.44 <0.5. Begitu juga halnya yang terdapat pada variabel laten akses sumberdaya. Pada variabel laten ini memiliki nilai contruct reliability dibawah batas kritis 0.60 < 0.70 dan variance extracted diatas 0.50.

Tabel 15. Daftar Validitas dan Reliabilitas Model Pengukuran CFA tingkat kedua Pemberdayaan Struktural Muatan Faktor Variabel Standar Kesalahan Reliabilitas Keterangan CR> 0.70 VE > 0.50 1 st CFA Informasi 0.84 0.64 Reliabilitas baik P4 0.68 0.53 Validitas baik P5 0.81 0.35 Validitas baik P6 0.89 0.20 Validitas baik Dukungan 0.70 0.44 Reliabilitas baik Akses P7 0.57 0.67 Validitas baik P8 0.66 0.50 Validitas baik P9 0.74 0.46 Validitas baik Sumberdaya 0.60 0.57 Reliabilitas baik P10 0,48 0,70 Validitas baik P11 0.57 0.68 Validitas baik P12 0.67 0.55 Validitas baik Formal 0.55 0.38 Reliabilitas baik P14 0.56 0.69 Validitas baik P15 0.67 0.56 Validitas baik Informal 0.63 0.34 Reliabilitas baik 2 nd CFA P. Struktural P16 0.57 0.60 Validitas baik P17 0.64 0.50 Validitas baik P18 0.55 0.70 Validitas baik Kesempatan 0.95 0.81 Reliabilitas baik Informasi 0.53 0.71 Validitas baik Dukungan 0.98 0.04 Validitas baik Akses Sumberdaya 0.95 0.09 Validitas baik Formal 0.97 0.06 Validitas baik Informal 0.99 0.03 Validitas baik

Lain halnya pada variabel laten akses kekuasaan formal dan kekuasaan informal. Kedua variabel ini memiliki nilai CR di bawah 0.70 dan nilai VE di bawah 0.50. Dimana nilai CR masing-masing variabel laten tersebut adalah 0.55 dan 0.63 dan nilai VE masing-masing variabel laten tersebut adalah 0.38 dan 0.34. Walaupun pada variabel laten dukungan, akses sumberdaya, kekuasaan formal, dan kekuasaan informal memiliki kendala dalam memenuhi kriteria CR dan VE, maka tetap diikutkan dalam model struktural nantinya. Hal ini dikarenakan tiap nilai CR dan VE yang diperoleh hampir mendekati batas kritis, sehingga dapat dianggap reliabel. Pada tingkat kedua dimana sebuah CFA yang menunjukkan hubungan antara variabel-variabel laten informasi, dukungan, akses sumberdaya, kekuasaan formal, dan kekuasaan informal pada tingkat pertama sebagai indikator-indikator dari sebuah variabel laten pemberdayaan struktural pada tingkat kedua menunjukkan nilai CR nya diatas > 070 dan nilai VE nya diatas > 0.50. Oleh karena itu, reliabilitas pada tingkat dua dapat dikatakan baik dan dapat dijadikan sebagai model pengukuran dalam SEM. 5.2.2 Analisis Model Pengukuran Pemberdayaan Psikologis Konstruk pemberdayaan psikologis merupakan model pengukuran dua tingkat dengan empat variabel laten tingkat pertama dan satu variabel laten tingkat kedua. Adapun evaluasi yang dapat dilakukan oleh model pengukuran ini adalah evaluasi validitas dan reliabilitas hubungan variabel laten terhadap indikator-indikator pegukuran dalam model. Sebelum dilakukan uji validitas dan reliabilitas, terlebih dahulu dilakukan uji kecocokan model. Uji kecocokan model berkaitan dengan analisis Goodness of Fit (GOF) statistik. Hasil GOF untuk model pengukuran pemberdayaan psikologis dapat dilihat pada Lampiran 4. Dari GOF keseluruhan model pada Lampiran 4, dapat dilihat bahwa NFI, NNFI, PNFI, CFI, IFI, RFI > 0.90. Hal ini menunjukkan kecocokan model yang baik. Dari hasil estimasi model pemberdayaan psikologis yang terdapat pada Gambar 11, menunjukkan nilai chi square (df=34) adalah 50.75 dengan P-value 0.032<0.05. Berdasarkan nilai chi square, model menunjukkan kecocokan yang baik karena memiliki nilai yang kecil tetapi signifikansi-nya tidak baik karena kurang dari 0.05. Gambar 11. Path Diagram nilai t Model Pengukuran Pemberdayaan Psikologis

Menurut Wijanto (2008), mengejar probabilitas/signifikansi chi square P > 0.05 akan mengarah ke over-fitting dan model menjadi tidak masuk akal. Sedangkan untuk nilai RMSEA yang diperoleh pada model pemberdayaan psikologis adalah 0.054 > 0.05, sehingga menunjukkan kecocokan yang baik atau good fit. Evaluasi validitas dan reliabilitas model pengukuran dua tingkat pada pemberdayaan psikologis dilakukan dengan melihat nilai-t dan muatan faktor standar. Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa nilai t-muatan faktor untuk model pengukuran pemberdayaan psikologis telah memenuhi syarat, yaitu lebih dari 1.96 untuk masing-masing indikator terhadap variabel latennya pada tingkat pertama maupun tingkat kedua. Selain itu, nilai muatan faktor standarnya > 0.70 atau 0.5 (Igbaria dalam Wijanto, 2008). Sehingga dapat disimpulkan CFA dua tingkat mempunyai validitas yang baik. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan nilai validitas model pemberdayaan psikologis adalah baik. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya/ diandalkan untuk dijadikan sebagai alat ukur apabila pengukuran diulangi. Dalam SEM, pengukuran reliabilitas menggunakan composite reliability measure (ukuran reliabilitas komposit) dan variance measure (ukuran ekstrak varian). Nilai muatan faktor standard an kesalahan untuk CFA pada tingkat pertama dapat dilihat pada Gambar 12 dan untuk tingkat kedua pada Gambar 13. Gambar 12. Path Diagram Muatan Faktor Standar Model Pengukuran Pemberdayaan Psikologis Gambar 13. Path Diagram Muatan Faktor Standar 2 nd Psikologis CFA Model Pengukuran Pemberdayaan

Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa pada tingkat pertama dan tingkat kedua CFA, variabel laten yang memiliki nilai contruct reliability diatas batas kritis 0.70 dan variance extracted diatas 0.50. Untuk perhitungan besarnya nilai CR dan VE pada CFA tingkat pertama maupun tingkat kedua, dapat dilihat pada Lampiran 8. Oleh karena itu, CFA tingkat pertama dan tingkat kedua mempunyai reliabilitas yang baik dan dapat dijadikan sebagai model pengukuran dalam SEM. Tabel 16. Daftar Validitas dan Reliabilitas Model Pengukuran CFA tingkat kedua Pemberdayaan Psikologis Muatan Faktor Variabel Standar Kesalahan Reliabilitas Keterangan CR> 0.70 VE > 0.50 1 st CFA Makna 0.87 0.82 Reliabilitas Baik P19 0.96 0.08 Validitas baik P20 1.00 0.01 Validitas baik P21 0.74 0.45 Validitas baik Dampak 0.88 0.71 Reliabilitas Baik P22 0.86 0.26 Validitas baik P23 0.92 0.15 Validitas baik P24 0.73 0.46 Validitas baik Pilihan 0.78 0.56 Reliabilitas Baik P25 0.67 0.55 Validitas baik P26 0.9 0.19 Validitas baik P27 0.64 0.6 Validitas baik Kemampuan 0.84 0.63 Reliabilitas Baik 2 nd CFA P28 0.81 0.34 Validitas baik P29 0.79 0.38 Validitas baik P30 0.78 0.39 Validitas baik P.Psikologis 0.88 0.66 Reliabilitas Baik Makna 0.51 0.74 Validitas baik Dampak 0.97 0.05 Validitas baik Pilihan 0.98 0.04 Validitas baik Kemampuan 0.69 0.52 Validitas baik

5.2.3 Analisis Model Pengukuran Kepuasan Kerja Model pengukuran kepuasan kerja merupakan CFA tingkat pertama. Variabel laten kepuasan kerja diukur dengan dua puluh indikator. Evaluasi yang dilakukan pada model pengukuran ini adalah evaluasi validitas dan reliabilitas. Sebelum dilakukan uji validitas dan reliabilitas, model pengukuran ini harus memiliki nilai-nilai kecocokan model yang baik. Untuk melihat kecocokan model yang ada dapat ditinjau dari Good of Fit (GOF) model secara keseluruhan. Dari GOF keseluruhan model pada Lampiran 5. dapat dilihat bahwa NFI, NNFI, CFI, IFI, RFI > 0.90. Sedangkan nilai PNFI 0.54<0.9. Dari hasil GOF secara keseluruhan dapat disimpulkan kecocokan modelnya baik. Dari hasil estimasi model kepuasan kerja yang terdapat pada Gambar 14 menunjukkan nilai chi cquare (df=109) adalah 65.29 dengan P-value 0.99971>0.05. Berdasarkan hasil chi square model menunjukkan kecocokan yang baik. Sedangkan untuk nilai RMSEA yang diperoleh pada model kepuasan kerja adalah 0.000 < 0.05. sehingga menunjukkan kecocokan yang baik atau close fit. Menurut Brown dan Cudeck dalam Wijanto (2008) nilai RMSEA yaitu dimana nilai RMSEA < 0.05 menunjukkan close fit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kecocokan seluruh model adalah baik. Untuk melihat suatu indikator dinyatakan valid atau tidaknya dengan melakukan evaluasi terhadap nilai t-muatan faktornya dan muatan faktor standar. Nilai t-muatan harus lebih besar dari 1.96 dan muatan faktor standarnya > 0.70 atau 0.5 atau > 0.30. Pada Gambar 14 dapat dilihat bahwa nilai t-muatan faktor untuk model pengukuran kepuasan kerja telah memenuhi syarat, yaitu lebih dari 1.96 untuk masing-masing indikator terhadap variabel latennya pada tingkat pertama. Selain itu. nilai muatan faktor standarnya > 0.70 atau 0.5 atau > 0.30. Nilai muatan faktor standar untuk setiap indikator dapat dilihat pada Gambar 15. Sehingga dapat disimpulkan CFA mempunyai validitas yang baik atau dengan kata lain dapat diikutkan untuk model persamaan struktural. Gambar 14. Path Diagram nilai t Model Pengukuran Kepuasan Kerja

Untuk melihat apakah indikator-indikator mempunyai konsistensi yang tinggi dalam mengukur konstruk latennya maka dilakukan uji reliabilitas. Dalam SEM akan digunakan composite reliability measure (ukuran reliabilitas komposit) dan variance measure (ukuran ekstrak varian). Untuk perhitungan besarnya nilai CR dan VE pada CFA model pengukuran kepuasan kerja dapat dilihat pada Lampiran 8. Gambar 15. Path Diagram Muatan Faktor Standar Model Pengukuran Kepuasan Kerja Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa pada CFA kepuasan kerja, variabel laten yang memiliki nilai contruct reliability diatas batas kritis 0.70 dan variance extracted dibawah titik kritis 0.38 <0.5. Walaupun pada variabel laten kepuasan kerja memiliki kendala dalam memenuhi kriteria VE, maka tetap diikutkan dalam model struktural nantinya. Hal ini dikarenakan nilai VE yang diperoleh hampir mendekati batas kritis, sehingga dapat dianggap reliabel. Oleh karena itu, Reliabilitas variabel laten kepuasan kerja dapat dikatakan baik dan dapat dijadikan sebagai model pengukuran dalam SEM.

Tabel 17. Daftar Validitas dan Reliabilitas Model 1 st CFA Kepuasan Kerja Muatan Faktor Variabel Standar Kesalahan Reliabilitas Keterangan CR> 0.70 VE > 0.50 1 st CFA Kepuasan kerja 0.92 0.38 Reliabilitas baik P31 0.62 0.61 Validitas baik P32 0.33 0.89 Validitas baik P33 0.60 0.64 Validitas baik P34 0.64 0.59 Validitas baik P35 0.78 0.40 Validitas baik P36 0.66 0.56 Validitas baik P37 0.47 0.78 Validitas baik P38 0.64 0.59 Validitas baik P39 0.59 0.65 Validitas baik P40 0.41 0.83 Validitas baik P41 0.56 0.69 Validitas baik P42 0.63 0.61 Validitas baik P43 0.58 0.66 Validitas baik P44 0.72 0.47 Validitas baik P45 0.55 0.70 Validitas baik P46 0.60 0.64 Validitas baik P47 0.66 0.53 Validitas baik P48 0.52 0.73 Validitas baik P49 0.76 0.43 Validitas baik P50 0.83 0.32 Validitas baik 5.2.4 Analisis Model Pengukuran Komitmen Organisasi Pada kesempatan kali ini, model pengukuran yang digunakan untuk mengukur komitmen organisasi adalah CFA tingkat kedua (2 nd CFA). Pengukuran ini terdiri dari dua tingkat. Tingkat pertama adalah sebuah CFA yang menunjukkan hubungan antara variabel-variabel teramati sebagai indikator-indikator dari varibel laten terkait. Sedangkan tingkat kedua adalah sebuah CFA yang menunjukkan hubungan antara variabel-variabel laten pada tingkat pertama sebagai indikatorindikator dari sebuah variabel laten tingkat kedua. Evaluasi kecocokan antara model dan data harus dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan uji validitas dan reliabilitas. Untuk melihat kecocokan model.dapat ditinjau dari Good of Fit (GOF) model secara keseluruhan. Hasil GOF untuk model pengukuran komitmen organisasi dapat dilihat pada Lampiran 6. Dari GOF keseluruhan model pada Lampiran 6, dapat dilihat bahwa NFI, NNFI, CFI, IFI, RFI > 0.90. Nilai PNFI 0.64<0.9. Dari hasil GOF secara keseluruhan dapat disimpulkan kecocokan modelnya baik. Dari hasil estimasi model pemberdayaan struktural yang terdapat pada Gambar 16, menunjukkan nilai chi square (df=44) adalah 87.44 dengan P-value 0.00011<0.05.

Berdasarkan hasil chi square model menunjukkan kecocokan yang baik walaupun memiliki signifikansi kecil tetapi memiliki nilai chi square yang kecil. Berdasarkan hasil chi square model menunjukkan kecocokan yang baik. Sedangkan untuk nilai RMSEA yang diperoleh pada model komitmen organisasi adalah 0.077 >0.05. sehingga menunjukkan kecocokan yang baik atau good fit. Oleh karena itu, berdasarkan peninjauan GOF secara keseluruhan maka model memiliki kecocokan yann baik. Setelah model memiliki kecocokan yang baik, tahap selanjutnya dalam analisis model pengukuran adalah uji validitas. Uji ini dilakukan dengan menganalisis nilai-t lebih besar dari 1.96 dan muatan faktor standarnya > 0.70 atau 0.50. Hasil estimasi nilai-t dapat dilihat pada Gambar 16 dibawah ini. Gambar 16. Path Diagram nilai t Model Pengukuran Komitmen Organisasi Berdasarkan Gambar 16 diatas diketahui semua nilai-t yang dihasilkan lebih besar dari 1.96. Pada Gambar 17 dapat dilihat bahwa nilai muatan faktor standar indikator P6 pada variabel laten normatif dan P11 dan P12 pada variabel laten kontinuan memiliki muatan faktor standar kurang dari 0.3 sebagai titik kritis. Oleh karena itu. indikator P6, P11, dan P12 tidak diikutkan dalam model.

Gambar 17. Path Diagram Muatan Faktor Standar Model Pengukuran Komitmen Organisasi (Awal) Berikut dibawah ini Gambar 18 yang merupakan perbaikan model muatan faktor standar model pengukuran komitmen organisasi awal. Indikator P6, P11, dan P12 tidak diikutkan dalam model Gambar 18. Gambar 18. Path Diagram Muatan Faktor Standar Model Pengukuran Komitmen Organisasi (Perbaikan)

Gambar 19. Path Diagram Muatan Faktor Standar 2 nd CFA Model Pengukuran Komitmen Organisasi Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa pada tingkat pertama dan tingkat kedua CFA, variabel laten yang memiliki nilai contruct reliability diatas batas kritis 0.70 dan variance extracted diatas 0.50. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai CR dan VE Untuk perhitungan besarnya nilai CR dan VE pada CFA tingkat pertama maupun tingkat kedua, dapat dilihat pada Lampiran 8. Oleh karena itu, CFA tingkat pertama dan tingkat kedua mempunyai reliabilitas yang baik dan dapat dijadikan sebagai model pengukuran dalam SEM. Tabel 18. Daftar Validitas dan Reliabilitas Model Pengukuran CFA tingkat kedua Komitmen Organisasi Muatan Reliabilitas Faktor Variabel Standar Kesalahan CR> 0.70 VE > 0.50 Keterangan 1 st CFA Afektif 0.90 0.70 Reliabilitas baik P1 0.86 0.26 Validitas baik P2 0.61 0.63 Validitas baik P3 0.88 0.22 Validitas baik P4 0.95 0.10 Normatif 0.80 0.60 Reliabilitas baik P5 0.40 0.84 Validitas baik P7 1.00 0.01 Validitas baik P8 0.80 0.36 Validitas baik Kontinuan 0.80 0.66 Reliabilitas baik 2 nd CFA P9 0.71 0.50 Validitas baik P10 0.90 0.18 Validitas baik K.Organisasi 0.94 0.81 Reliabilitas baik Afektif 0.85 0.25 Validitas baik Normatif 0.86 0.10 Validitas baik Kontinuan 0.99 0.08 Validitas baik

5.3 ANALISIS MODEL STRUKTURAL 5.3.1 Uji Kecocokan Model (Goodness of Fit Statistic) Menurut Ghozali dan Fuad (2005), dalam SEM peneliti tidak boleh hanya tergantung pada satu indeks atau beberapa indeks fit, tetapi sebaiknya mempertimbangkan seluruh indeks fit. Oleh karena itu, disini digunakan 13 uji model fit untuk mengetahui tingkat kebaikan model yang dibangun. Uji model yang digunakan dalam penelitian ini adalah chi-square, NCP, RMSEA, ECVI, AIC, CAIC, NFI, NNFI, CFI, IFI, RFI, GFI, dan AGFI. Berdasarkan hasil uji model atau goodness of fit statistic yang terdapat pada Tabel 19 dapat diketahui bahwa dari 13 uji model tersebut terdapat dua uji yang tidak memenuhi nilai target kecocokan. Tabel 19. Hasil Uji Kecocokan Model Struktural Target Tingkat Ukuran GOF Kecocokan Hasil Estimasi Tingkat kecocokan Chi Square Nilai yang kecil Chi Square= 75.89 Kurang baik P P > 0.05 P=0.03248 NCP Nilai yang kecil 20.89 Baik (good fit) Interval Interval yang sempit (1.94 ; 47.87) RMSEA RMSEA < 0.05 0.048 Baik (good fit) P(close fit) P > 0.05 0.54 ECVI Nilai yang kecil dan dekat dengan ECVI saturated Model= 0.88 ; Saturated= 1.08 ; Independence= 9.64 Baik (good fit) AIC Nilai yang kecil dan dekat dengan AIC saturated Model= 147.89 ; Saturated= 182.00 ; Independence= 1673.26 Baik (good fit) CAIC Nilai yang kecil dan dekat dengan CAIC saturated Model= 296.56 ; Saturated= 557.82 ; Independence= 1673.26 Baik (good fit) NFI NFI > 0.90 0.95 Baik (good fit) NNFI NNFI > 0.90 0.98 Baik (good fit) CFI CFI > 0.90 0.99 Baik (good fit) IFI IFI > 0.90 0.99 Baik (good fit) RFI RFI > 0.90 0.93 Baik (good fit) GFI GFI > 0.90 0.94 Baik (good fit) AGFI AGFI > 0.90 0.89 Kurang baik

Nilai chi square yang tercantum sebesar 75.89 (df=55). P-value sebesar 0.03248 dan nilai RMSEA sebesar 0.048. Model ini memiliki kecocokan model yang kurang baik. Tidak ada modifikasi yang dilakukan pada model ini. Ukuran kecocokan model yang lain dapat dilihat dari nilai ECVI, AIC, CAIC, NFI, NNFI, CFI, IFI, RFI, GFI, AGFI, ECVI digunakan untuk perbandingan model dan semakin kecil nilai ECVI sebuah model semakin baik tingkat kecocokannya. Nilai ECVI model yang lebih rendah dari ECVI yang diperoleh pada saturated dan independence model, mengindikasikan bahwa model adalah fit. Nilai ECVI yang diperoleh adalah sebesar 0.88, sedangkan nilai ECVI saturated dan idenpendence masing-masing adalah 1.08 dan 9.64. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model struktural ini adalah fit. AIC merupakan ukuran berdasarkan atas statistical information theory dan digunakan untuk membandingkan beberapa model dengan jumlah konstruk yang berbeda. AIC tidak berkaitan dengan ukuran sampel. Statistical information theory dan digunakan untuk membandingkan beberapa model dengan jumlah konstruk yang berbeda tetapi mengikutsertakan ukuran sampel. Jika Nilai AIC dan CAIC yang diperoleh lebih rendah daripada model saturated dan independence, maka model struktural adalah fit. Adapun nilai AIC dan CAIC yang diperoleh masing-masing adalah 147.89 dan 296.56. Nilai keduanya lebih rendah dari nilai saturated-nya yaitu masing-masing 182 dan 557.82. Sehingga dapat disimpulkan model struktural ini adalah baik. Suatu model dikatakan fit apabila memiliki nilai NFI, NNFI, CFI, IFI, RFI, GFI, AGFI lebih besar daripada 0.90. NFI merupakan alternatif untuk menentukan model fit. NNFI juga digunakan sebagai sarana untuk mengevaluasi faktor yang kemudian diperluas dengan SEM. Untuk CFI, merupakan ukuran dalam menentukan model itu fit atau tidak sebagai revisi dari NFI yang dapat merendahkan fit model pada sampel terkecil. Begitu juga halnya sama dengan IFI dan RFI. Jika nilai keduanya semakin tinggi menunjukkan kecocokan model yang semakin baik. GFI merupakan ukuran mengenai ketepatan model dalam menghasilkan observed matrix covariance. Sedangkan AGFI sama seperti GFI, tetapi telah menyesuaikan pengaruh degree of freedom pada suatu model. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Lisrel, diperoleh nilai NFI, NNFI, CFI, IFI, RFI, GFI, AGFI > 0.90. Besar keseluruhan nilai dapat dilihat pada Lampiran 7. 5.3.2 Analisis Pengaruh Antar Variabel Untuk mengetahui pengaruh antara variabel laten bebas dan variabel laten terikat maka perlu dilakukan analisis lebih lanjut yaitu analisis pengaruh antar variabel/analisis model struktural. Beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar pengaruh antar variabel dapat dikatakan signifikan/berpengaruh positif maka harus memenuhi beberapa syarat diantaranya t-value pada taraf nyata 5% harus lebih besar atau sama dengan 1.96. Semakin besar nilai t-value maka semakin menunjukkan bahwa pengaruh variabel laten terikat dengan variabel laten bebas semakin signifikan. Selain itu. semakin besar nilai loading factor (λ) yang merupakan koefesien yang menunjukkan besarnya tingkat kontribusi variabel indikator terhadap variabel laten. maka semakin besar juga kontribusi variabel indikator terhadap variabel laten. Untuk menunjukkan seberapa besar variabel indikator dapat mempengaruhi variabel laten, maka dapat melihat nilai Square Multiple Correlation (SMC). Semakin besar nilai SMC, semakin menunjukkan variabel indikator mempunyai kontribusi yang terbesar dalam mempengaruhi variabel laten. Begitu juga halnya pengaruh antara variabel laten terikat terhadap variabel laten bebas.

Gambar 20. Path Diagram nilai t Estimasi Model Struktural Pada Gambar 20 dapat dilihat bahwa t-value untuk persamaan struktural yang pertama yaitu pengaruh variabel laten terikat pemberdayaan struktural terhadap pemberdayaan variabel laten bebas pemberdayaan psikologis adalah 7.90 > 1.96 dengan koefesien lintasan pemberdayaan struktural menuju pemberdayaan psikologis yaitu 0.68 adalah signifikan (berpengaruh positif). Nilai SMC yang dihasilkan untuk menunjukkan besarnya pengaruh pemberdayaan struktural terhadap pemberdayaan psikologis adalah 0.47 yang artinya pemberdayaan struktural memberikan pengaruh 47% terhadap pemberdayaan psikologis. Temuan penelitian ini mendukung hasil peneltian Laschinger (2001) yang dalam penelitiannya telah membuktikan ada hubungan atau pengaruh yang signifikan antara pemberdayaan kerja (struktural) dengan pemberdayaan psikologis, dan merupakan bukti teori Kanter. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa karyawan mengalami kondisi-kondisi pemberdayaan struktural yang baik (memiliki informasi, dukungan, sumberdaya, kekuasaan formal, dan kekuasaan informal) yang diterapkan di tempat kerja akan menghasilkan pemberdayaan psikologis yang lebih tinggi. Menurut Spreitzer (1997), karyawan akan merasa tingkat pemberdayaan yang lebih tinggi ketika persepsi mereka tentang otonomi, kepercayaan diri (pilihan), dampak, dan makna diri dari pekerjaan meningkat. Nilai koefesien lintasan model struktural dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21. Path Diagram Koefesien Estimasi Model Struktural

Untuk persamaan struktural yang kedua yaitu pengaruh variabel laten terikat pemberdayaan struktural terhadap pemberdayaan variabel laten bebas kepuasan kerja dengan nilai t adalah 1.92< 1.96 dengan koefesien lintasan pemberdayaan struktural menuju kepuasan kerja yaitu 0.37 adalah tidak berpengaruh signifikan. Hal ini menyatakan bahwa tidak ada pengaruh yang langsung antara pemberdayaan struktural terhadap kepuasan kerja. Pada dasarnya. dengan adanya pemberdayaan struktural yang dilakukan manajer terhadap karyawan (bawahannya) diharapkan adanya pengaruh positif dan meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Dari hasil ini juga dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kepuasan kerja maka atasan harus menciptakan dan meningkatkan perasaan berdaya karyawan terlebih dahulu sehingga karyawan yang dirinya merasa terberdayakan maka akan meningkatkan kepuasan kerjanya. Untuk persamaan struktural yang ketiga yaitu pengaruh variabel laten terikat pemberdayaan struktural terhadap pemberdayaan variabel laten bebas komitmen organisasi dengan nilai t adalah 1.92< 1.96 dengan koefesien lintasan pemberdayaan struktural menuju pemberdayaan psikologis yaitu 0.37 adalah signifikan (berpengaruh positif). Hal ini menggambarkan yang sama yang terjadi antara pemberdayaan struktural terhadap kepuasan kerja. Pada dasarnya. dengan adanya pemberdayaan struktural yang dilakukan manajer terhadap karyawan (bawahannya) diharapkan adanya pengaruh positif dan meningkatkan komitmen organisasi/perusahaan karyawan. Dari hasil ini juga dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan komitmen karyawan maka atasan harus menciptakan dan meningkatkan perasaan berdaya karyawan terlebih dahulu sehingga karyawan yang dirinya merasa terberdayakan maka akan meningkatkan komitmen organisasi karyawan. Untuk persamaan struktural yang keempat yaitu pengaruh variabel laten bebas pemberdayaan psikologis terhadap pemberdayaan variabel laten bebas kepuasan kerja dengan nilai t adalah 3.16 > 1.96 dengan koefesien lintasan pemberdayaan struktural menuju pemberdayaan psikologis yaitu 0.71 adalah signifikan (berpengaruh positif). Nilai SMC yang dihasilkan untuk menunjukkan besarnya pengaruh pemberdayaan psikologis terhadap kepuasan kerja adalah 1 yang artinya pemberdayaan psikologis memberikan pengaruh 100% terhadap kepuasan kerja. Temuan penelitian ini mendukung hasil peneltian Laschinger (2001) yang dalam penelitiannya telah membuktikan ada hubungan atau pengaruh yang signifikan antara pemberdayaan psikologis dengan kepuasan kerja. Dalam hal ini karyawan mengalami pemberdayaan psikologis akan merasa keberartian/makna dengan pekerjaan, merasa lebih kompeten atau memiliki keyakinan diri dalam melaksanakan pekerjaannya dan memiliki pilihan serta mampu memberikan dampak terhadap hasil-hasil kerja pada perusahaan, yang pada akhirnya mempengaruhi kepuasan kerja. Untuk persamaan struktural yang kelima yaitu pengaruh variabel laten bebas pemberdayaan psikologis terhadap pemberdayaan variabel laten bebas komitmen organisasi dengan nilai t adalah 3.3 > 1.96 dengan koefesien lintasan pemberdayaan psikologis menuju komitmen organisasi yaitu 0.56 adalah signifikan (berpengaruh positif). Nilai SMC yang dihasilkan untuk menunjukkan besarnya pengaruh pemberdayaan psikologis terhadap komitmen orgniasasi adalah 0.36 yang artinya pemberdayaan psikologis memberikan pengaruh 36% terhadap komitmen organisasi. Karyawan yang mengalami pemberdayaan psikologis akan lebih mungkin merasakan tingkat komitmennya yang lebih besar terhadap organisasi/perusahaan. Dalam hal ini, karyawan yang mengalami pemberdayaan psikologis akan merasakan keberartian dengan pekerjaan. sehingga meningkatkan komitmen karyawan. Selain itu karyawan merasa lebih kompeten atau memiliki keyakinan diri dalam melaksanakan peran kerja dan memilki pilihan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh berbagi kekuasaan/pendelegasian kekuasaan dari pimpinan yang kemudian berdampak positif terhadap komitmen karyawan terhadap organisasi/perusahaan.

Hasil analisis model struktural secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Nilai t. Koefesien Estimasi. dan SMC Model Struktural Jalur Koefesien Estimasi Nilai t SMC Kesimpulan Pengaruh P.Struktural ==> P.Psikologis 0.68 7.90 0.47 Signifikan P.Struktural ==> K.Kerja 0.37 1.92 0.74 Tidak Signifikan P.Struktural ==> K.Organisasi 0.07 0.48 0.20 Tidak Signifikan P.Psikologis ==> K.Kerja 0.71 3.16 1.00 Signifikan P.Psikologis ==> K.Organisasi 0.56 3.30 0.36 Signifikan Oleh karena itu, dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan struktural memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi dengan dimediasi pemberdayaan psikologis. 5.3.3 Analisis Variabel Individual 5.3.3.1 Variabel Laten Bebas Pemberdayaan Struktural Indikator yang diamati untuk mengukur pemberdayaan struktural ada lima yaitu informasi, dukungan, akses sumberdaya, kekuasaan formal, dan kekuasaan informal. Kelima variabel mempunyai pengaruh terhadap variabel laten pemberdayaan struktural. Indikator informasi menjelaskan seberapa besar karyawan selama ini mendapatkan informasi yang telah diberikan atasannya sehingga karyawan memahami peran mereka dan mencapai tuntutan pekerjaan sesuai dengan tujuan perusahaan. Indikator dukungan menjelaskan seberapa besar dukungan yang sudah diberikan atasan kepada karyawan selama ini. Selain itu. akses sumberdaya menjelaskan seberapa besar tersedianya sumberdaya misalnya waktu dan perangkat kerja lainnya yang diterima karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Indikator kekuasaan formal menjelaskan seberapa besar kekuasaan karyawaan yang mengarah kepada kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan yang terjadi di tempat kerjanya. Indikator kekuasaan informal menjelaskan seberapa besar aliansi/kekuatan kebersamaan yang dapat dibentuk karyawan dengan atasan ataupun rekan kerjanya. Dari hasil estimasi yang terlihat pada Tabel 21 menunjukkan semua indikator mempunyai t- value > 1.96. Adapun indikator informasi memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemberdayaan struktural dengan nilai loading factor sebesar 0.45. Jika dilihat dari nilai SMC yaitu sebesar 0.2 menjelaskan bahwa 20% indikator informasi menjelaskan pemberdayaan struktural. Indikator dukungan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemberdayaan struktural dengan nilai loading factor sebesar 0.6. Jika dilihat dari nilai SMC yaitu sebesar 0.36 menjelaskan bahwa 36% indikator dukungan menjelaskan pemberdayaan struktural. Indikator akses sumberdaya memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemberdayaan struktural dengan nilai loading factor sebesar 0.82. Jika dilihat dari nilai SMC yaitu sebesar 0.67 menjelaskan bahwa 67% indikator informasi menjelaskan pemberdayaan struktural. Indikator kekuasaan formal memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemberdayaan struktural dengan nilai loading factor sebesar 0.75. Jika dilihat dari nilai SMC yaitu sebesar 0.57 menjelaskan bahwa 57% indikator kekuasaan formal menjelaskan pemberdayaan struktural. Begitu juga indikator kekuasaaan informal memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemberdayaan struktural dengan nilai loading factor sebesar 0.83. Jika dilihat dari nilai SMC yaitu sebesar 0.69 menjelaskan bahwa 69% indikator kekuasaan informal menjelaskan pemberdayaan struktural. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semua indikator mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap variabel laten pemberdayaan struktural. Dari kelima indikator, yang memberikan kontribusi yang