FASILITAS PEJALAN KAKI I. PENDAHULUAN - Di negara-negara sedang berkembang perhatian terhadap pejalan kaki masih tergolong rendah., terlihat beberapa permasalahan yang muncul, yaitu: jumlah kecelakaan yang melibatkan pejalan kaki cukup tinggiserta kurangnya penyediaan fasilitas bagi pejalan kaki. - Di Indonesia sendiri pejalan kaki diatur oleh UU No. 14 tahun 1992 tentang angkutan dan lalulintas jalan raya pada pasal 26 ayat 1,2. Ayat 1 : pejalan kaki wajib benjalan pada bagian jalan dan menyeberang pada temp at penyeberangan yang telah disediakan bagi pejalan kaki. Ayat 2 : Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat 1 diatur lebih lanjut dengan Peratu ran Pemerintah. - Aktifitas pejalan kaki merupakan salah satu komponen dalam menganalisis kapasitas jalan terutama pada daerah perkotaan. - Fungsi fasilitas pejalan kaki ditinjau dari : a. pejalan kaki, untuk memberi kesempatan bagi lalu lintas orang sehingga dapat berpapasan pada masing masing arah atau menyiap dengan rasa aman dan nyaman b. lalul intas, untuk menghindani bercampurnya atau terjadinya konflik antara pejalan kaki dengan kendaraan 2. KARAKTERISTIK PEJALAN KAKI - Pengertian pejalan kaki menurut Keputusan Dirjen perhubungan darat No: SK 43/AJ 007/DRJd/97, yaitu: orang yang melakukan aktifitas berjalan kaki dan merupakan salah satu unsur pengguna jalan. - Pejalan kaki sering dikelompokkan menjadi : kelompok anak-anak/dewasa/tua, pergi ke sekolah/kampus/ pasar, bermain di jalan dan lain-lain. - Beberapa karakteristik pejalan kaki, adalah a. Kecepatan pejalan kaki (m/detik) b. Aliran pejalan kaki (orang/menit) : jumlah pejalan kaki yang melintasi suatu titik per satuan waktu.
c. Aliran per satuan lebar (orang/menit/meter) rata-rata aliran pejalan kaki per satuan lebar efektif jalur jalan. d. Kepadatan pejalan kaki (orang/m2) : jumlah rata-rata pejalan kaki per satuan luas di dalam jalur berjalan kaki per satuan luas di dalam jalur berjalan kaki per satuan luas di dalam jalur berjalan kaki atau daerah antrian. e. Ruangan pejalan kaki (m2/orang) : luas rata-rata yang tersedia untuk setiap pejalan kaki. - Kiasifikasi ruang kota untuk berbagai pergerakan dapat dilihat pada bagan berikut:
3. FASILITAS PEJALAN KAKI 3.1. Tipe-tipe fasilitas - Menurut Keputusan Dirjen Perhubungan darat No: SK 43/AJ 007/DRJD/97, fasilitas pejalan kaki terdiri atas: a trotoar, zebra cross, jembatan penyeberangan dan terowongan penyeberangan. - Menurut Asian Development Bank (1996) jenis fasilitas pejalan kaki adalah: a. Fasiiitas pada samping jalan: footway, footpath shoulder dan pedestrian precincts b. Fasilitas pada penyeberangan peny jalan : pedestrian strian refuge islands, median jalan, zebra crossing sing, traffic signal controlled pedestrian crossing (pelican crossing), raised pedestrian crossing, grade separated pedestrian crossing dan roundabout. c. Fasilitas lain yang perlu dipertimbangkan, yaitu visibility, lighting dan guardrails 3.2. Lokasi yang membutuhkan mbutuhkan fasilitas pejalan kaki a. Daerah - daerah perkotaan secara s umum dengan jumlah penduduk tinggi b. Jalan-jalan jalan dengan rute angkutan umum yang tetap c. Daerah-daerah daerah yang memil memiliki iki aktifitas kontinyu yang tinggi, misal : pasar, pertokoan d. Lokasi-lokasi lokasi yang memiliki permintaan tinggi dengan periode yang pendek, misal : stasiun KA, terminal bis, sekolah/kampus, Rumah Sakit, lapangan olah raga. Lokasi yang mempunyai me permintaan yang tinggi untuk hari-hari tertentu, misal lapangan/gelanggang lapangan/gel olah raga dan masjid 3.3. Kriteria pernilihan fasilitas a. Kriteria ia desain jalur pejalan kaki menurut Asian Development bank: Tabel 2.1. Kriteria Desain Jalur Pejalan Kaki
b. Tingkat pelayanan jalur pejalan kaki (HCM1994) Tabel 2.2. Tingkat Pelayanan Jalur Pejalan Kaki c. Standar trotoar berdasarkan KM 65 tahun 1993
c. Kriteria penetapan jenis fasilitas penyeberangan
Disamping hubungan PV 2 dinyatakan sebagai indikasi awal perlunya penyediaan fasilitas penyeberangan perlu dipertimbangkan juga beberapa hal, antara lain : a. Headway antara kendaraan b. Frekuensi kecelakaan yang terjadi di lokasi tersebut c. Kapasitas jalan d. Lebar jalan. e. Peruntukkan jalan f. Pemanfaaatan lahan di sepanjang jalan g. Jarak jalan pejalan kaki rata-rata (walking distance) 4. KESELAMATAN PEJALAN KAKI - Berdasarkan data di Zimbabwe, banyak pejalan kaki meninggal pada saat menyeberang jalan dan berjalan di sisi jalan - Keselamatan pejalan kaki tidak lepas dan pengaruh tidak idealnya kondisi jalan. - Perlindungan terbaik bagi pejalan kaki adalah dengan menyediakan jalur pejalan kaki (footway) yang terpisah dengan badan jalan dan tidak boleh digunakan sebagai area parkir. - Beberapa upaya penanganan keselamatan pejalan kaki: a. Tersedia fasilitas pejalan kaki yang bebas gangguan b. pengaturan pada penyeberangan jalan c. penyediaan jembatan penyeberangan lebih banyak d. penyediaan pagar di tepi jalan untuk mencegah pejalan kaki menyeberang semaunya e. pencegahan kecepatan kendaraan yang tinggi f. penyediaan rambu-rambu lalu lintas g. patroli sekolah pada fasilitas penyeberangan anak-anak sekolah h. pengurangan kecepatan di zona lindungan anak-anak i. pemasangan penerangan jalan di waktu malam
7. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen (Bina Marga, 1987) SKBI 2326 1987 7.1 Lalu Lintas a. Jumlah jalur rencana dan koefisien distribusi kendaraan dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10 (Daftar I dan II). b. Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut rumus berikut: beban sumbu tunggal (Kg) E sumbu tunggal = ( ) 4 8160 beban sumbu tunggal (Kg) E sumbu tunggal = 0,086. ( ) 4 8160 Angka Ekivalen (E) sumbu kendaraan dapat dilihat pada Tabel 11 (Daftar III) Tabel 9 Daftar I. Jumlah Jalur Berdasarkan Lebar Perkerasan Lebar Perkerasan (L) L 5,50 m 5,50 L < 8,25 m 8,25 L < 11,25 m 11,25 L < 15,00 m 15,00 L < 18,75 m 18,75 L < 22,00 m Jumlah Jalur (n) 1 jalur 2 jalur 3 jalur 4 jalur 5 jalur 6 jalur Tabel 10 Daftar II. Koefisien Distribusi Kendaraan (C) Jumlah Jalur Kendaraan Ringan *) Kendaraan Berat **) 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah 1 jalur 2 jalur 3 jalur 4 jalur 5 jalur 6 jalur 1,00 0,60 0,40 -- -- -- 1,00 0,50 0,40 0,30 0,22 0,20 1,00 0,70 0,50 -- -- -- 1,00 0,50 0,475 0,45 0,425 0,40
Tabel 11 Daftar III. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan Beban Sumbu Angka Ekivalen (E) Kg Lbs Sumbu tunggal Sumbu ganda 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 8.160 9.000 10.000 11.000 12.000 13.000 14.000 15.000 16.000 2205 4409 6614 8818 11023 13228 15432 17637 18000 19841 22046 24251 26455 28660 30864 33069 35276 0,0002 0,0036 0,0183 0,0577 0,1410 0,2923 0,5415 0,9238 1,0000 1,4798 2,2555 3,3022 4,6770 6,4419 8,6647 11,4184 14,7815 -- 0,0003 0,0016 0,0050 0,0121 0,0251 0,0466 0,0794 0,0860 0,1273 0,1940 0,2840 0,4022 0,5540 0,7452 0,9820 1,2712 c. LHR setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masing-masing arah pada jalan dengan median. d. Lintas Ekivalen Rencana (LER) adalah merupakan jumlah lintasan ekivalen sumbu gandar kendaraan, yang dirumuskan berikut: trailer UR ( 1+ ( 1+ i) ) UR / 10 LER = 0, 5 LHR C E dengan: LHR : Lalulintas harian rata-rata C : Koefisien distribusi kendaraan i : faktor pertumbuhan UR : umur rencana UR/10 : faktor penyesuaian
7.2 Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan CBR Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi, seperti pada (Gambar 1). Harga CBR di sini adalah harga CBR lapangann atau CBR laboratorium. 7.3 Faktor Regional Faktor Regional hanya dipengaruhi oleh bentuk alinyemen (kelandaian dan tikungan), prosentase kendaraan berat dan iklim (curah hujan) disajikan pada Tabel 12 (Daftar IV). Gambar 1. Korelasi CBR dengan DDT
Iklim I < 900 mm/th Iklum II > 900 mm/th Tabel 12 Daftar IV. Faktor Regional (R) Kelalaian I (< 6%) Kelalaian II (6 10%) Kelalaian III (> 12%) % Kendaraan Berat % Kendaraan Berat % Kendaraan Berat 30% > 30% 30% > 30% 30% > 30% 0,5 1,0 1,5 1,0 1,5 2,0 1,5 2,0 2,5 1,5 2,0 2,5 2,0 2,5 3,0 2,5 3,0 3,5 7.4 Indeks Permukaan (IP) Suatu angka yang menyatakan tingkat kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalulintas yang lewat. IP = 1,0 : menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat mengganggu lalulintas kendaraan IP = 1,5 : tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak putus) IP = 2,0 : tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap IP = 2,5 : permukaan jalan masih cukup stabil dan baik Dalam menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana, perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen rencana, disajikan pada Tabel 13 (Daftar V) Tabel 13 Daftar V. Indeks Permukaan Akhir Umur Rencana (IP) LER = Lintas Klasifikasi Jalan Ekivalen Lokal Kolektor Arteri Tol < 10 10 100 100 1000 > 1000 1,0 1,5 1,5 1,5 2,0-1,5 1,5 2,0 2,0 2,0 2,5 1,5 2,0 2,0 2,0 2,5 2,5 - - - 2,5 LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal. Sedangkan indeks permukaan awal umur rencana (IPo) dapat dilihat pada Tabel 14 (Daftar VI)
Tabel 14 Daftar VI. Indeks Permukaan Awal Umur Rencana (IPo) 7.5 Koefisien Kekuatan Relatif (a) Masing-masing masing bahan, koefisien kekuatan relatif (a) sebagai lapis permukaan, lapis pondasi, lapis pondasi bawah disajikan pada Tabel 15 (Daftar VII).
Tabel 15 Daftar VII. Koefisien Kekuatan Relatif
Daftar VIII Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan 7.6 Indeks Tebal Perkerasan (ITP) Tebal perkerasan dicari dengan bantuan nomogram. Indeks tebal perkerasan (ITP) diperoleh dengan menghubungkan DDT dan LER, kemudian ITP dihubungkan dengan faktor regional akan diperoleh Indeks Tebal Perkerasan
Rencana. Tebal perkerasan masing-masing lapis dihitung dengan menggunakan persamaan: ITP = a1.d1 + a2.d2 + a3.d3 dengan: a1, a2, a3 : koefisien kekuatan relatif bahan lapis perkerasan (Daftar VII) D1, D2, D3 : tebal masing-masing lapis permukaan (cm) Angka 1, 2, dan 3 masing-masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi dan lapis pondasi bawah. CONTOH PERHITUNGAN Data yang Diperlukan Jalan yang direncanakan adalah jalan Kabupaten dan merupakan jalan baru a. Data tanah: CBR Rencana : 5% LL = 40, PI = 25 55% passing # 200 Sifat tanah silt clay material b. Data lingkungan: Kelandaian jalan 8%, curah hujan 800 mm/tahun c. Data lalulintas: LHR tahun 1995 (tahun pertama) = 500 kendaraan per hari Komposisi kendaraan terdiri dari: 50% mobil penumpang, 30% bus 8 ton dan 20% truk dua sumbu 12,4 ton, Dianggap konstan selama masa pelayanan Pertumbuhan lalulintas 3,2%/tahun, dianggap konstan Umur rencana jalan ditetapkan 5 tahun. d. Bahan jalan: 1) Lapis permukaan : pelabuhan (lapis pelindung), lapen mekanis, laston 2) Lapis pondasi atas : batu pecah klas C CBR 60% 3) Lapis pondasi bawah : sirtu/pitrun (klas C CBR 30%) tanah lempung kepasiran (CBR 20%)
e. Data tambahan: Pertumbuhan lalulintas selama pembangunan jalan dianggap sama dengan pertumbuhan lalulintas selama umur rencana = 3,2% Jalan dibuka pemakaiannya tahun 1996 Lebar perkerasan direncanakan 4,5 m PENYELESAIAN 1. Cara Group Indeks Dihitung dulu nilai GI sebagai berikut: GI = 0,2.a + 0,005.a.c + 0,01.b.d a = 55 35 = 20 b = 55 15 = 40 c = 40 40 = 0 d = 25 10 = 15 GI = 0,2. 20 + 0,005. 20.0 + 0,01.40.15 = 10 Dapat pula nilai GI diperoleh dari Grafik, diperoleh GI = 4 + 6 = 10 Jalan dibuka pada 1996, maka volume lalulintas dapat dihitung: LHR (1996) = LHR (1995) x (1 + i) = 500 x (1 + 0,032) = 516 kendaraan/hari Berdasarkan Gambar 3, termasuk heavy traffic dan untuk menentukan tebal perkerasan digunakan kurva D. Dengan menggunakan kurva D diperoleh total tebal perkerasan = 50 cm. 2. Cara CBR Volume kendaraan diubah dalam satuan mobil penumpang (SMP) yang bertekanan gandar > 2 ton, dengan angka korelasi sebagai berikut: Jenis Kendaraan Faktor korelasi dengan mobil penumpang, > 2 ton Mobil penumpang 1,00 Pick-up barang 0,96 Bis 1,87 Truk ringan 1,27 Truk sedang 2,40 Truk berat 2,82 Sedan/jeep 1,23
Menghitung volume lalulintas sebagai berikut: Volume lalulintas tahun pertama (1996) = 516 kendaraan/hari Mobil penupang = 50% x 1,00 x 516 = 258 SMP/hari Bus 8 ton = 30% x 1,87 x 516 = 290 SMP/hari Truk 12,4 ton = 20% x 2,40 x 516 = 248 SMP/hari Volume kendaraan dalam SMP/hari ( > 2 ton) = 798 SMP/hari Dengan pertolongan grafik pada Gambar 4 diperoleh kelas lalulintas E (LHR = 450 1500) Mengingat lebar perkerasan hanya 4,5 m, sehingga setiap jalur perkerasan dianggap mendukung beban lalulintas yang sama dengan jalur lainnya, dengan kata lain lalulintas 798 kendaraan (SMP)/ hari hanya diperhitungkan untuk satu jalur. Dari grafik Gambar 4, mulai dari titik CBR = 5% ditarik garis ke bawah sehingga memotong kurva E, selanjutnya ditarik garis mendatar dari titik potong ini ke kiri sehingga memotong garis vertikal di sebelah kiri, dan terbaca tebal perkerasan total (LP + LPA + LPB) yaitu sebesar 42,5 cm. Cara tersebut diulangi lagi untuk titik CBR 30%, maka dari grafik diperoleh tebal (LP + LPA) = 15 cm. Persyaratan tebal minimum lapis permukaan = 5 cm, maka tebal untuk: - Lapis pondasi atas = (LP + LPA) LP = 15 5 = 10 cm - Lapis pondasi bawah = (LP + LPA + LPB) (LP + LPA) = 42,5 15 = 27,5 cm Digambarkan sebagai berikut: 3. Cara Perencanaan Perkerasan untuk Jalan-jalan Kabupaten (Bina Marga, 1987) Volume lalulintas tidak dinyatakan dalam LHR, tetapi yang sangat mempengaruhi perencanaan tebal perkerasan adalah KSST yaitu Komulatif Standar Sumbu Tunggal dari kendaraan. Persamaan untuk menghitung KSST: KSST = N x Angka Ekivalen dengan: N : volume lalulintas selama umur rencana : jumlah lalulintas yang ditampung selama umur rencana : UR x 365 x 0,5 (LHR o + LHR 5 )
LHR o : LHR tahun 1992 (saat dioperasikan jalan) : 516 kendaraan/hari LHR 5 : LHRO (1+i) 5 = 604 kendaraan/hari N : 5 x 365 x 0,5 (516 + 604) = 1.022.000 kendaraan Komposisi kendaraan: Mobil penumpang = 50% x 1.022.000 = 511.000 kendaraan Bus 8 ton = 30% x 1.022.000 = 306.000 kendaraan Truk 12,4 ton = 20% x 1.022.000 = 204.000 kendaraan dengan memperhitungkan angka ekuivalen seperti yang telah ditentukan pada uraian sebelumnya Mobil penumpang = 0,0004 Bus 8 ton = 0,1593 Truk 12,4 ton = 1,0148 Maka KSST dapat dihitung sebagai berikut: KSST Mobil penumpang = 511.000 x 0,0004 = 204,4 KSST Bus 8 ton = 306.000 x 0.1593 = 48.745,8 KSST Truk 12,4 ton = 204.000 x 1,0148 = 207.019,2 Tampak bahwa KSST mobil penumpang sangat kecil jika dibandingkan KSST kendaraan yang lain maka dalam perhitungan perencanaan boleh diabaikan, maka KSST total = 255.765 Mengingat lebar jalur perkerasan hanya 4,5 m sehingga setiap jalur/arah akan sering dilewati oleh sejumlah kendaraan tersebut, maka KSST sebesar 255.765 hanya diperhitungkan untuk satu jalur/arah saja. Dari Tabel 5, untuk KSST = 255.765 termasuk jalan Kelas III.B1 (200.000 < KSST < 500.000). Daya dukung tanah dasar 5% dianggap termasuk kondisi sedang, maka berdasarkan Tabel 2 diperoleh tebal perkerasan sebagai berikut: Lapis permukaan = 5 cm Lapis pondasi atas = 15 cm Lapis pondasi bawah = 19 cm Total tebal perkerasan = 39 cm 4. Metode Analisa Komponen (Bina Marga, 1987) LHR pada tahun 1996 (awal umur rencana), dihitung dengan rumus LHR92.(1+i) n
Mobil penumpang = 50% x 500.(1+0,032) 1 = 258,0 kend/hr Bus 8 ton = 30% x 500.(1+0,032) 1 = 154,8 kend/hr Truk 12,4 ton = 20% x 500.(1+0,032) 1 = 103,2 kend/hr LHR pada tahun ke-5, dihitung dengan rumus LHR96.(1+i) 5, dan diperoleh: Mobil penumpang = 302,0 kendaraan/hr Bus 8 ton = 181,2 kendaraan/hr Truk 12,4 ton = 120,8 kendaraan/hr Menghitung angka ekivalen (E) masing-masing kendaraan sebagai berikut (Daftar III): Mobil penumpang = 0,0002 + 0,0002 = 0,0004 Bus 8 ton = 0,0183 + 0,1410 = 0,1593 Truk 12,4 ton = 0,0845 + 0,9238 = 1,0083 Menghitung LEP (Lintas Ekivalen Permulaan): Dari Daftar I dan II didapatkan bahwa jumlah jalur yang direncanakan adalah 1 jalur dan faktor distribusi kendaraan (C) adalah 0,50, sehingga LEP dihitung sebagai berikut: LEP Mobil penumpang = 0,50 x 258,0 x 0,0004 = 0,0516 LEP Bus 8 ton = 0,50 x 154,8 x 0,1593 = 12,3298 LEP Truk 12,4 ton = 0,50 x 103,2 x 1,0083 = 52,0283 LEP Total = 64,4097 Menghitung LEA (Lintas Ekivalen Akhir): LEA Mobil penumpang = 0,50 x 302,0 x 0,0004 = 0,0604 LEA Bus 8 ton = 0,50 x 181,2 x 0,1593 = 14,4325 LEA Truk 12,4 ton = 0,50 x 120,8 x 1,0083 = 60,9013 LEA Total = 75,3942 Menghitung LET (Lintas Ekivalen Tengah): LET5 = 0,50 x (LEA + LEP) = 0,50 x (64,4097 + 75,3942) = 69,9020 Menghitung LER (Lintas Ekivalen Rencana): LER = LET5 x UR/10 = 69,9020 x 510 = 34,9510
Menghitung ITP (Indeks Tebal Perkerasan): CBR tanah dasar = 5%, dari Gambar 1 diperoleh DDT = 4,75 LER = 34,9510 maka: IP = 1,5 (Daftar V) FR = 1,0 (Daftar IV) Untuk mencari ITP rencana dengan menggunakan Nomogram 5, dan diperoleh ITP rencana = 5,4 (pada IPO = 3,9 3,5) Menetapkan Tebal Perkerasan a. Koefisien kekuatan relatif pada Daftar VII: a1; Pelaburan = 0,00; Lapen manual = 0,19 a2; Batu pecah (CBR 30%) = 0,11 a3; Tanah kepasiran (CBR 20%) = 0,10 b. UR = 5 tahun ITP = a1.d1 + a2.d2 + a3.d3 Mencari batas tiap tebal dengan Daftar VIII dengan ITP = 5,4 diperoleh: Pelaburan = 0 cm Lapen manual = 5 cm Batu pecah (CBR 30%) = 15, karena lapis pondasi kepasiran Tanah kepasiran (CBR 20%) = 10 cm Jika pelaburan sebagai lapis penutup, maka susunan perkerasan: ITP = a1.d1 + a2.d2 + a3.d3 5,4 = (0,00 x 0) + (0,11 x D2) + (0,10 x 10) Diperoleh : D2 = 40 cm D1 = 0 cm (dianggap tidak punya tebal), dan D3 = 10 cm Tebal total lapis perkerasan = D1 + D2 + D3 = 50 cm Jika Lapen manual sebagai lapis permukaan, maka susunan perkerasan: ITP = a1.d1 + a2.d2 + a3.d3 5,4 = (0,19 x 5) + (0,11 x 15) + (0,10 x D3) diperoleh: D3 = 28 cm D1 = 5 cm D2 = 15 cm Tebal total lapis perkerasan = D1 + D2 + D3 = 48 cm