HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Anang Suhardianto FMIPA Universitas Terbuka. ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

MODUL 4 PRESTO IKAN. Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan dan Alat. C. Prosedur Penelitian. 1. Tahapan Persiapan. a. Persiapan Buah Jambu Biji Terolah Minimal

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan Dan Alat. C. Prosedur Penelitian

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si.

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

TEKNOLOGI PASCA PANEN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian

CABE GILING DALAM KEMASAN

METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

IKAN ASAP 1. PENDAHULUAN

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

PASCA PANEN BUNGA POTONG (KRISAN)

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Lampiran 1. Prosedur Analisa

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2016 di Desa Margototo Metro Kibang

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sumber Pustaka Hilman. Y. A. Hidayat, dan Suwandi Budidaya Bawang Putih Di Dataran Tinggi. Puslitbang Hortikultura. Jakarta.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Mei 2012 di Laboratorium Rekayasa

METODOLOGI PENELITIAN

MANISAN KERING BENGKUANG

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Industri keripik pisang milik Bapak Heriyanto di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. Nilai Gizi Komposisi. Karbohidrat 3.0 g Kalsium mg. Vitamin A SI Vitamin B mg Vitamin C 50 mg

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

3. METODOLOGI PENELITIAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB III METODE PENELITIAN. Faktor I adalah variasi konsentrasi kitosan yang terdiri dari 4 taraf meliputi:

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Juni 2013 sampai dengan Agustus 2013.

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENGARUH SUHU DAN LAMA PERENDAMAN BLANSIR TERHADAP MUTU SELADA KEPALA (Lactuca Sativa L.) TEROLAH MINIMAL SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI

Variasi Kemasan Plastik Polipropilen Berperforasi pada Pengemasan Buah Jeruk Manis (Citrus sinensis Osb.)

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

MANISAN BASAH BENGKUANG

PENANGANAN PASCA PANEN

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU

PENDAHULUAN PENGOLAHAN NILAM 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian uji organoleptik dilaksanakan di kampus Universitas Negeri Gorontalo,

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu penelitian yang dilakukan dengan memberikan perlakuan (treatment)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1 Tahapan Penelitian. Penirisan. 1 ekor karkas ayam segar. Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Serbuk kitosan komersil.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir 1. Susut Bobot Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami penurunan pada semua perlakuan suhu dan lama perendaman blansir. Grafik perubahan susut bobot (%) pada rajangan selada selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 13, Gambar 1, dan Gambar 1..3 detik detik 9 detik Susut Bobot (%)..1. Gambar 13. Perubahan susut bobot (%) rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir (suhu blansir o C).3 detik detik 9 detik Susut Bobot (%)..1. Gambar 1. Perubahan susut bobot (%) rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir (suhu blansir o C).3 detik detik 9 detik Susut Bobot (%)..1. Gambar 1. Perubahan susut bobot (%) rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir (suhu blansir o C) Gambar 13, Gambar 1, dan Gambar 1 menunjukkan hubungan antara susut bobot (%) rajangan selada pada sumbu y dan hari penyimpanan rajangan selada pada sumbu x. Pada hari ke- 19

rajangan selada yang disimpan pada suhu o C dianggap belum mengalami penyusutan bobot sehingga pada awal penyimpanan susutnya dianggap. Semakin tinggi susut (%) bobot pada rajangan selada maka semakin besar penurunan mutu yang dialami oleh rajangan selada tersebut. Gambar 13 menunjukkan perubahan susut bobot (%) rajangan selada pada suhu blansir o C. Perlakuan mengalami peningkatan susut bobot (%) sebesar.138 % selama penyimpanan. Berdasarkan nilai eror yang terlihat pada grafik terlihat bahwa perlakuan mengalami perubahan peningkatan yang cukup signifikan pada hari penyimpanan ke-6 dan ke-8. Pada perendaman detik peningkatan susut bobot (%) yang signifikan terjadi pada penyimpanan hari ke- dan ke-. Sedangkan perendaman detik dan 9 detik peningkatan susut bobot (%) lebih stabil selama penyimpanan. Namun secara keseluruhan perbedaan lama perendaman tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap susut bobot (%) rajangan selada dibandingkan perlakuan. Nilai peningkatan susut bobot (%) tertinggi ditunjukkan pada perendaman selama detik sebesar.189 % dan terendah terdapat pada perendaman selama 9 detik.1 %. Gambar 1 menunjukkan grafik peningkatan susut bobot (%) suhu blansir o C. Pada perendaman detik, detik, dan 9 detik peningkatan susut bobot (%) rajangan selada selama penyimpanan berubah secara signifikan. Namun jika dilihat dari hari penyimpanan ke- hingga ke-6 perlakuan lama perendaman tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perubahaan susut bobot (%) dibandingkan perlakuan. Sedangkan pada penyimpanan hari ke-8 pada perlakuan perendaman selama detik dan detik memberikan pengaruh yang signifikan jika dibandingkan perlakuan. Berdasarkan grafik tersebut peningkatan tertinggi ditunjukkan pada perlakuan selama 9 detik sebesar.18 %. Sedangkan peningkatan terendah terdapat pada perlakuan selama detik sebesar.11 %. Gambar 1 menunjukkan grafik peningkatan susut bobot (%) pada suhu blansir o C. Pada perendaman detik perubahan peningkatan susut bobot (%) rajangan selada relatif lebih stabil. Sedangkan untuk perendaman selama detik dan 9 detik peningkatan susut bobot (%) yang signifikan terjadi pada penyimpanan hari ke-6 dan hari ke-8. Namun jika dilihat secara keseluruhan perbedaan lama perendaman blansir tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan susut bobot (%) rajangan selada dibandingkan dengan perlakuan. Berdasarkan grafik terlihat bahwa peningkatan tertinggi ditunjukkan pada perendaman selama detik sebesar.1%. Sedangkan peningkatan terendah terdapat pada perendaman selama detik sebesar.13 %. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan susut bobot (%) terkecil dari semua perlakuan yaitu pada perlakuan suhu o C selama 9 detik sebesar.1 %. Peningkatan susut bobot ini lebih rendah dibandingkan perlakuan (.138 %). Oleh karena itu, perlakuan tersebut dianggap lebih dapat mempertahankan mutu rajangan selada selama penyimpanan dibandingkan kombinasi perlakuan yang lain. Penurunan bobot pada penelitian ini terjadi karena selama penyimpanan rajangan selada masih melakukan proses metabolisme. Hasil dari metabolisme tersebut berupa karbondioksida dan uap air. Perbedaan tekanan uap air yang terjadi di dalam kemasan dan lingkungan menyebabkan terjadi perpindahan uap air dari kemasan ke luar lingkungan.. Kadar Air Gambar 16 memperlihatkan grafik perubahan kadar air pada perlakuan blansir o C. Rajangan selada pada perlakuan nilai kadar airnya berkisar antar 96.1 % - 96.73 %. Pada hari ke- kadar air rajangan selada lebih tinggi dibandingkan perlakuan perendaman selama,, dan 9 detik yaitu 96.18 % yang berarti rajangan selada masih menunjukkan mutu yang lebih baik dibandingkan rajangan selada yang diberikan perlakuan blansir. Pada lama perendaman detik kadar air tertinggi terjadi pada hari penyimpanan ke- sebesar 96. %. Kadar

air pada lama perendaman detik, 9 detik, dan menunjukkan nilai kadar air tertinggi pada hari ke-6 yaitu 96.6 %, 96.78 %, dan 96.73 %. Gambar 17 menunjukkan grafik perubahan kadar air pada perlakuan blansir o C. Pada hari ke- penyimpanan kadar air tertinggi terjadi pada lama perendaman detik yaitu 96.6 %, lebih tinggi dibandingkan kadar air. Rajangan selada yang diblansir selama, dan 9 detik memiliki kadar air tertinggi pada hari ke- penyimpanan yaitu 96.6 %, 96.8 % dan 96.6 %. Nilai tersebut ternyata lebih tinggi dibandingkan pada hari ke- yang hanya sebesar 96.3 %. 1 Kadar Aiir (% bb) 9 9 detik detik 9 detik 8 Hari penyimpanan Gambar 16. Perubahan kadar air rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir (suhu blansir o C) 1 Kadar Air (%bb) 9 9 detik detik 9 detik 8 Gambar 17. Perubahan kadar air rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir (suhu blansir o C) 1 Kadar Air (% bb) 9 9 detik detik 9 detik 8 Gambar 18. Perubahan kadar air rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir (suhu blansir o C) Gambar 18 memperlihatkan grafik perubahan kadar air pada perlakuan dengan suhu blansir o C. Pada lama perendaman detik dan 9 detik menunjukkan kadar air tertinggi pada hari ke-6 yaitu 1

96.86 % dan 96. %. Sedangkan yang rajangan selada yang diblansir selama detik kadar air tertingginya terdapat pada hari penyimpanan ke- sebesar 96.7 %, lalu mengalami penurunan kadar air pada hari ke- hingga 9.8 %. Penurunan yang signifikan ini diduga karena pada saat pengambilan sampel lebih banyak diukur pada bagian batang selada. Selada bagian batang lebih padat strukturnya dibandingkan pada bagian daun sehingga batang selada memiliki kadar air yang rendah dan padatan yang lebih banyak dibandingkan bagian daun. Gambar 16, 17 dan 18 memperlihat bahwa perlakuan suhu dan lama perendaman blansir ternyata tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan kadar air rajangan selada selama penyimpanan. Hasil penelitian menunjukkan nilai kadar air rajangan selada berkisar antara 9.8 %- 96.86 % selama penyimpanan. Nilai tertinggi kadar air rataan selama penyimpanan ditunjukkan oleh perlakuan suhu blansir o C selama detik sebesar 96.6 %. Perubahan kadar air selama penyimpanan berubah secara fluktuatif. Hal ini diduga akibat karakteristik morfologi selada dimana bagian batang yang lebih padat struktur jaringannya dibandingkan pada bagian daun. Karakteristik morfologi ini berpengaruh pada daya penetrasi terhadap air pada saat diberikan perlakuan blansir. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Utama (7), bawang prei yang memiliki tangkai yang padat (stalk) dan sawi cina yang struktur daunnya berlapis-lapis dan padat relatif lebih sulit dipenetrasi oleh air, walaupun direndam pada suhu o C selama 7 menit. Peningkatan suhu perendaman tidak selalu menyebabkan peningkatan difusi air ke dalam produk sayuran. Hal ini disebabkan oleh mekanisme terbukanya stomata tergantung pada suhu maksimum fisiologis metabolisme dari produk. 3. Uji Tarik Tujuan uji tarik pada rajangan selada yaitu sebagai salah satu indikasi kerenyahan selada. Nilai uji tarik rajangan selada yang semakin rendah maka lebih disukai oleh konsumen, karena rajangan tersebut masih renyah (crispy). Gambar 19, menunjukkan perubahan nilai uji tarik pada perlakuan suhu blansir o C. Rajangan selada yang pada pelakuan nilai uji tariknya antara.31 -.73 N. Pada perlakuan perendaman detik dan detik perubahan nilai uji tariknya relatif stabil selama penyimpanan. Sedangkan pada perendaman 9 detik terjadi peningkatan nilai uji tarik rajangan selada yang cukup signifikan pada hari ke- dan mengalami penurunan kadar air pada hari penyimpanan ke-8. Pada penyimpanan hari ke-, ke-6, dan ke-8 perbedaan lama perendaman tidak berpengaruh pada perubahan nilai uji tarik rajangan selada. Pada perendaman selama detik nilai uji tarik tertinggi pada lama terjadi pada hari ke- penyimpanan sebesar.61 N, perendaman detik pada hari ke-6 sebesar.6 N, dan perendaman 9 detik pada hari penyimpanan ke-6 sebesar.7 N..1 detik detik 9 detik Nilai Uji Tarik (N).1.. Gambar 19. Perubahan nilai uji tarik rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir (suhu blansir o C)

.1 detik detik 9 detik Nilai Uji Tarik (N).1.. Gambar. Perubahan nilai uji tarik rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir (suhu blansir o C).1 detik detik 9 detik Nilai Uji Tarik (N).8.. Gambar 1. Perubahan nilai uji tarik rajangan selada selama hari penyimpanan pada berbagai perlakuan lama perendaman blansir (suhu blansir o C) Gambar menunjukkan grafik perubahan nilai uji tarik rajangan selada pada perlakuan suhu blansir o C. Pada perendaman detik dan detik perubahan nilai uji tarik relatif stabil hingga penyimpanan hari-6, lalu meningkat pada hari ke-8 penyimpanan. Perubahan nilai uji tarik pada perendaman 9 detik mengalami perubahan yang relatif stabil hingga penyimpanan hari ke-8. Penyimpanan hari ke-8 menunjukkan bahwa perbedaan lama perendaman tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan nilai uji tarik dibandingkan. Nilai uji tarik tertinggi pada perendaman detik yaitu pada hari ke-8 sebesar.6 N. Sedangkan pada perendaman detik nilai uji tarik tertinggi terdapat pada penyimpanan hari ke-8 yaitu.8 N, lalu pada perendaman 9 detik sebesar.61 N pada awal penyimpanan. Gambar 1 menunjukkan grafik perubahan pada suhu blansir o C. Pada lama perendaman detik dan detik menunjukkan perubahan nilai uji tarik yang relatif stabil selama penyimpanan. Sedangkan perendaman 9 detik mengalami peningkatan nilai uji tarik pada hari ke- dan relatif stabil hingga penyimpanan ke-8. Hanya pada penyimpanan hari ke-8 perbedaan lama perendaman blansir tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan nilai uji tarik rajangan selada dibandingkan perlakuan. Nilai uji tarik tertinggi pada perendaman detik dan 9 detik terjadi pada hari penyimpanan hari ke-8, yaitu.68 N dan.9 N, sedangkan pada perendaman detik sebesar. N pada awal penyimpanan. Gambar 19,, dan 1 menunjukkan perubahan nilai uji tarik rajangan selada yang berubah secara fluktuatif selama penyimpanan. Hal ini diduga akibat ketebalan daun selada yang tidak seragam, sehingga berpengaruh pada perubahan data yang fluktuatif. Hasil penelitian menunjukkan rataan nilai uji tarik rajangan selada tertinggi selama penyimpanan terdapat pada perlakuan suhu 3

blansir o C selama 9 detik sebesar.79 N, sedangkan nilai rata-rata uji tarik terendah pada perlakuan suhu blansir o C selama detik sebesar.37 N. Perlakuan ini dianggap baik karena nilai uji tariknya tidak berbeda jauh dengan nilai uji tarik pada rajangan selada () selama penyimpanan yaitu sebesar.9 N... Kecerahan Gambar merupakan perubahan nilai L* (kecerahan) rajangan selada yang diberikan perlakuan suhu dan lama perendaman selama penyimpanan. Nilai L* pada bagian ujung daun selada berkisar antar 7.19-6.93, bagian tengah.97-68., dan bagian pangkal.76-71.7. Nilai L* yang semakin tinggi menunjukkan bahwa rajangan selada tersebut semakin pucat. Berdasarkan data tersebut Nilai L* rajangan selada bagian pangkal lebih tinggi dibandingkan pada bagian tengah dan ujung daun selada. Nilai rataan L* tertinggi selama penyimpanan pada bagian ujung yaitu terdapat pada perlakuan, sedangkan nilai rataan L* tertinggi pada bagian tengah dan pangkal terdapat pada perlakuan suhu o C selama 9 detik. Berdasarkan nilai eror yang terlihat pada grafik, perlakuan suhu dan lama perendaman blansir tidak memberikan pengaruh perubahan yang signifikan terhadap nilai L* (kecerahan) rajangan selada selama penyimpanan. Gambar 3 merupakan perubahan nilai a* (hijau-biru) rajangan selada selama penyimpanan. Nilai a* pada bagian ujung daun selada berkisar antara (-6.) - (-1.), bagian tengah.- (-6.98), dan bagian pangkal.88 - (-.7). Nilai a* yang semakin kecil menunjukkan rajangan selada akan semakin hijau. Berdasarkan data tersebut maka terlihat bahwa rajangan selada pada bagian ujung lebih hijau dibandingkan bagian tengah dan pangkal. Nilai rataan a* terendah selama penyimpanan ditunjukkan oleh perlakuan suhu blansir o C selama detik (ujung), suhu blansir o C selama 9 detik (tengah), dan suhu blansir o C selama 9 detik (pangkal). Berdasarkan nilai eror yang terlihat pada grafik terlihat perubahan nilai a* selama penyimpanan berubah secara fluktuatif. Hal ini diduga akibat karakteristik morfologi selada yang memiliki gradasi warna yang tidak seragam sehingga berpengaruh pada fluktuasi data. Gambar menunjukkan perubahan nilai b* (kuning-merah) rajangan selada selama penyimpanan. Nilai b* pada bagian atas berkisar antara 1.9-.11, bagian tengah 7.8-18., dan bagian pangkal.-13.. Nilai rataan b* tertinggi selama penyimpanan terdapat pada perlakuan suhu blansir o C selama detik (atas), suhu blansir o C selama 9 detik (tengah), dan (pangkal). Perubahan nilai b* pada rajangan selada juga berubah secara fluktuatif. Perubahan fluktuaif yang terjadi pada nilai L*, a*, dan b* terjadi akibat pengambilan data yang dilakukan hanya dilakukan dengan dua kali pengulangan sehingga data yang diukur kurang akurat untuk mewakili perubahan nilai L*, a*, dan b* selama penyimpanan. Warna merupakan salah satu parameter yang paling penting untuk melihat perubahan penurunan mutu pada selada. Namun penggunaan metode dengan cromameter ini kurang akurat untuk memperlihatkan perubahan pencoklatan rajangan selada selama penyimpanan, sehingga digunakan pengamatan secara fisik dengan dokumentasi foto untuk melihat perubahan pencoklatan tersebut.

a. Nilai L* Nilai L* 8 7 6 3 1 SL SL SL9 SL SL SL9 SL SL SL9 Kontrol 8 7 6 3 1 SL SL SL9 SL SL SL9 SL SL SL9 Kontrol ujung tengah bawah Gambar. Pengaruh berbagai perlakuan suhu (S) dan lama perendaman (L) blansir terhadap perubahan nilai L* (kecerahan) rajangan selada selama penyimpanan 8 7 6 3 1 SL SL SL9 SL SL SL9 SL SL SL9 Kontrol b. Nilai a* Nilai a* - - -6-8 -1-1 -1-16 SL SL SL9 SL SL SL9 SL SL SL9 Kontrol - - -6-8 -1-1 -1 SL SL SL9 SL SL SL9 SL SL SL9 Kontrol Hari Penyimpana ajung tengah bawah Gambar 3. Pengaruh berbagai perlakuan suhu (S) dan lama perendaman (L) blansir terhadap perubahan nilai a* (hijau-biru) rajangan selada selama penyimpanan - - -6-8 -1-1 -1 SL SL SL9 SL SL SL9 SL SL SL9 Kontrol 18

c. Nilai b* 3 SL SL SL9 SL SL SL9 SL SL SL9 Kontrol 3 SL SL SL9 SL SL SL9 SL SL SL9 Kontrol 3 SL SL SL9 SL SL SL9 SL SL SL9 Kontrol Nilai b* 1 1 1 1 1 1 ujung tengah bawah Gambar. Pengaruh berbagai perlakuan suhu (S) dan lama perendaman (L) blansir terhadap perubahan nilai b* (kuning-merah) rajangan selada selama penyimpanan 19 6

. Uji Organoleptik a. Warna Warna menjadi parameter penting dalam penilaian panelis terhadap rajangan selada. Rajangan selada yang baik yaitu tidak ada bercak coklat pada tulang daun maupun bekas irisan pada pinggir daun selada. Gambar merupakan grafik nilai uji organoleptik pada parameter warna rajangan selada selama penyimpanan. Penilaian panelis pada awal pengujian berkisar antara 3.37-3.83. Pada pengujian hari pertama tersebut perlakuan paling disukai oleh konsumen dibandingkan perlakuan lainnya. Pada hari ke-3 perlakuan dan suhu blansir o C selama detik sudah tidak disukai oleh, hal ini disebabkan sudah mulai ada bercak pencoklatan yang terjadi pada pinggiran daun. Penerimaan tertinggi pada hari ke-3 yaitu perlakuan o C selama 9 detik. Pada hari penyimpanan ke-8 perlakuan, suhu blansir o C selama detik, dan suhu o C selama detik sudah tidak diterima oleh konsumen. Sedangkan penerimaan tertinggi terdapat pada perlakuan suhu blansir o C selama detik. Berdasarkan pengamatan secara fisik sampai pada hari ke-8 penyimpanan, perlakuan dengan suhu blansir o C selama detik masih dapat mempertahankan warnanya dan dapat mencegah timbulnya pencoklatan dibandingkan perlakuan yang lain (Lampiran ). Nilai Uji Organoleptik 3 1 3 8 Gambar. Perubahan nilai uji organoleptik warna rajangan selada selama penyimpanan pada perlakuan berbagai suhu (S) dan lama perendaman (L) blansir SL SL SL9 SL SL SL9 SL SL SL9 b. Aroma Aroma merupakan bau khas dari suatu produk sehingga dapat menjadi indikator kelayakan konsumsi pada suatu produk. Gambar 6 merupakan grafik nilai uji organoleptik pada parameter aroma rajangan selada selama penyimpanan. Pada awal pengujian rajangan selada perlakuan suhu blansir o C selama 9 detik lebih disukai aromanya oleh panelis dibandingkan perlakuan yang lainnya. Hari ke-3 pengujian perlakuan yang paling disukai oleh panelis yaitu suhu blansir o C selama 9 detik. Pada hari ke- nilai penerimaan tertinggi terdapat pada perlakuan suhu blansir o C selama detik. Ternyata pada penyimpanan hari ke- perlakuan suhu blansir o C selama detik sudah tidak disukai oleh konsumen. Sampai penyimpanan hari ke-8 perlakuan dan perlakuan suhu blansir o C selama detik sudah tidak diterima oleh panelis, hal ini dikarenakan sudah timbulnya bau asam pada rajangan selada tersebut. Timbulnya bau asam pada rajangan selada tersebut akibat pengemasan vakum sehingga terjadi respirasi anaerob. Bau asam tersebut juga dapat disebabkan jika penirisan yang dilakukan ternyata belum mengurangi air yang menempel pada permukaan rajangan selada sehingga terjadi pembusukan. Nilai penerimaan tertingi oleh 7 18

panelis sampai hari ke-8 penyimpanan terdapat pada penerimaan suhu blansir o C selama detik. Nilai Uji Organoleptik 3 1 SL SL SL9 SL SL SL9 SL SL SL9 Gambar 6. Perubahan nilai uji organoleptik aroma rajangan selada selama penyimpanan pada perlakuan berbagai suhu (S) dan lama perendaman (L) blansir c. Kesegaran 3 8 Selada yang masih segar terlihat dengan tidak adanya daun yang layu. Gambar 7 menunjukkan grafik nilai uji organoleptik pada parameter kesegaran rajangan selada selama penyimpanan. Pada hari ke- pengujian menunjukkan perlakuan lebih disukai panelis dibandingkan perlakuan yang lain. Pada hari ke-3 penyimpanan nilai penerimaan tertinggi berturut-turut yaitu perlakuan suhu blansir o C selama detik, suhu blansir o C selama 9 detik, lalu suhu o C selama detik. Namun untuk perlakuan dan suhu blansir o C selama detik sudah tidak disukai oleh panelis karena daunnya sudah mulai layu. Hari ke- pengujian nilai penerimaan rajangan selada tertinggi terdapat pada perlakuan suhu blansir o C selama 9 detik, sedangkan perlakuan yang sudah tidak disukai terlihat pada perlakuan suhu blansir o C selama detik. Lalu sampai pada akhir penyimpanan hari ke-8 nilai penerimaan tertinggi yaitu pada suhu blansir o C selama detik. Pada pengujian kesegaran terjadi kesulitan dalam penilaian, karena ketidakseragaman waktu penilaian para panelis menyebabkan penilaian yang berbeda-beda. Jika sampel rajangan selada terlalu lama dibiarkan pada suhu ruang maka nilai kesegarannya juga akan berkurang akibat daun yang mulai layu karena terkontaminasi suhu lingkungan yang tinggi. Nilai Uji Organoleptik 3 1 3 8 SL SL SL9 SL SL SL9 SL SL SL9 Gambar 7. Perubahan nilai ujiorganoleptik kesegaran rajangan selada selamapenyimpanan pada perlakuan berbagai suhu (S) dan lama perendaman (L) blansir 19 8

d. Kekerasan Kekerasan rajangan selada merupakan paramaeter kerenyahan pada selada. Gambar 8 menunjukkan nilai uji organoleptik kesegaran rajangan selada selama penyimpanan. Pada pengujian hari ke- perlakuan memperlihatkan nilai penerimaan teringgi dibandingkan perlakuan yang lain. Hari ke-3 pengujian menunjukkan penerimaan tertinggi panelis yaitu pada perlakuan suhu blansir o C selama 9 detik, namun pada perlakuan suhu blansir o C selama detik sudah tidak disukai para panelis. Sedangkan pada hari ke- nilai tertinggi penerimaan panelis terhadap kekerasan rajangan selada yaitu pada perlakuan. Secara umum rajangan selada yang diberikan perlakuan masih disukai oleh panelis sampai pada hari ke- penyimpanan. Pada hari ke-8 pengujian nilai penerimaan tertinggi yaitu pada perlakuan suhu o C selama detik. Perlakuan yang sudah tidak disukai oleh panelis sampai pada hari ke- 8 penyimpanan yaitu perlakuan suhu blansir o C selama detik, suhu blansir o C selama detik, dan. Hal ini disebabkan rajangan selada sudah mulai mengalami pelunakan dan berair. Nilai Uji Organoleptik 3 1 Gambar 8. Perubahan nilai uji organoleptik kekerasan rajangan selada selama penyimpanan pada perlakuan berbagai suhu (S) dan lama perendaman (L) blansir e. Penilaian Umum 3 8 SL SL SL9 SL SL SL9 SL SL SL9 Penilaian umum dilakukan untuk mengetahui penilaian terhadap warna, aroma, kesegaran, kekerasan, kondisi produk, dan penampakan. Pada Gambar 9 menunjukkan nilai uji organoleptik penerimaan umum rajangan selada selama penyimpanan. Pada awal penyimpanan panelis lebih menyukai perlakuan dibandingkan perlakuan yang lain. Pada hari ke-3 perlakuan dan suhu blansir o C selama detik sudah tidak disukai oleh konsumen karena sudah timbulnya bercak coklat pada daun selada. Pada pengujian hari ke- hanya perlakuan suhu o C selama detik yang tidak disukai oleh konsumen, sedangkan perlakuan yang memiliki nilai penerimaan tertinggi yaitu pada suhu blansir o C selama 9 detik. Sampai pada penyimpanan hari ke-8 perlakuan yang masih diterima oleh panelis yaitu perlakuan suhu blansir o C selama 9 detik, suhu o C selama detik, suhu o C selama detik, dan suhu o C selama 9 detik. Penurunan penerimaan pada parameter penilaian umum ini terjadi karena sudah banyaknya pencoklatan, daun selada yang sudah tidak renyah, dan timbulnya bau asam akibat fermentasi. 9

Nilai Uji Organoleptik 3 1 3 8 Gambar 9. Perubahan nilai ujiorganoleptik penilaian umum rajangan selada selama penyimpanan pada perlakuan berbagai suhu (S) dan lama perendaman (L) blansir B. Penentukan Suhu dan Lama Perendaman Blansir Terbaik SL SL SL9 SL SL SL9 SL SL SL9 Penentuan perlakuan terbaik dilakukan dengan menggabungkan parameter subjektif (organoleptik), objektif (susut bobot, kadar air, uji tarik, kecerahan), serta pengamatan secara langsung dengan mengamati dari dokumentasi foto pada hari ke-8 penyimpanan (Lampiran ). Analisa data uji organoleptik dilakukan dengan faktor pembobot, dimana parameter warna (.3 %), aroma (.1 %), kekerasan (. %), kesegaran (.1 %), dan penilaian umum (.3 %). Hasil dari uji pembobotan dapat dilihat pada lampiran 16. Berdasarkan hasil uji pembobotan, didapatkan tiga perlakuan yang memiliki nilai peringkat tertinggi berturut-turut yaitu suhu blansir o C selama detik (98.98 %), suhu blansir o C selama 9 detik (98.7 %), dan suhu blansir o C selama detik (89.76 %). Nilai persentase ini lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang hanya (83.8 %). Hal ini berarti perlakuan suhu dan lama perendaman blansir dapat mempertahankan mutu rajangan selada selama penyimpana dibandingkan. Hasil dokumentasi dan pengamatan yang dilakukan secara fisik terlihat bahwa perlakuan suhu blansir o C selama detik lebih sedikit mengalami pencoklatan dibandingkan perlakuan yang lain. Parameter objektif yang paling utama berpengaruh pada penurunan mutu rajangan selada yaitu uji tarik (kerenyahan) dan warna. Namun data pengukuran warna yang dilakukan belum bisa mewakili penurunan mutu rajangan selada yang ditandai dengan adanya pencoklatan, sehingga untuk parameter warna dapat dilakukan dengan pengamatan secara fisik dari dokumentasi foto. Nilai rataan uji tarik terendah selama penyimpanan terdapat pada perlakuan suhu o C selama detik yaitu sebesar.37 N. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perlakuan yang dapat mempertahankan mutu rajangan selada terolah minimal selama penyimpanan yaitu perlakuan suhu blansir o C selama detik. C. Standar Operational Procedur (SOP) Penanganan Rajangan Selada Standar Operational Procedur (SOP) ini merupakan pengembangan SOP yang sudah dilakukan oleh Putranto (), seledri hasil panen dicuci dan dimasukkan ke dalam kantong plastik dan dibawa ke tempat pengolahan. Seledri disortasi, lalu dirajang dengan ukuran. -.3 cm pada suhu ruang 18- o C. Rajangan seledri dikemas menggunakan styrofoam dan ditutup dengan plastik strech film, lalu disimpan di dalam lemari pendingin suhu o C. 1 3

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data dengan parameter susut bobot, kadar air, uji tarik (kerenyahan), kecerahan, dan organoleptik maka didapatkan tahapan Standar Operational Procedur (SOP) untuk penanganan pasca panen dan pengolahan minimal selada sebagai berikut : 1. Selada hasil panen dicucikan dengan air bersih kemudian ditiriskan di tempat yang teduh.. Masukkan ke dalam kardus yang sudah diberikan ventilasi dengan berat maksimum kg dan di angkut ke tempat pengolahan rajangan selada. 3. Meja kerja dan peralatan yang akan digunakan seperti meja kerja, pisau potong stainless steel, talenan, baskom, dan saringan disterilkan terlebih dahulu dengan alkohol 7 %.. Sarung tangan dipakai selama melakukan perajangan.. Selada dikeluarkan dari wadah, disortasi, lalu daun selada terluar dibuang 1- daun yang layu dan mengalami pencoklatan, lalu pilih bagian yang masih segar. 6. Kemudian selada dipotong menjadi dua bagian dari pusatnya, dirajang dengan ukuran 1. cm. 7. Setelah itu rendam dengan air pada suhu blansir o C selama detik, kemudian rendam dalam air dingin dengan suhu 3- o C selama 1 menit. 8. Rajangan selada disentrifus dengan kecepatan maksimum 1 rad/menit (17.3 g) untuk mengurangi kandungan air yang menempel pada permukaan selama 3 detik. 9. Rajangan selada yang sudah ditiriskan, dimasukkan ke dalam plastik HDPE dengan berat masing-masing gram, lalu dikemas vakum. 1. Simpan dalam lemari pendingin dengan suhu o C. Selada utuh Sortasi dan buang 1- daun terluarnya Rajang selada dengan ukuran 1. cm Blansir dengan suhu o C selama detik Rendam pada air dingin suhu 3- o C selama 6 detik Tiriskan dengan sentrifuse (17.3 g) selama 3 detik Dikemas vakum (plastik HDPE) dengan berat gram Rajangan selada (fresh cut lettuce) Simpan dalam lemari pendingin suhu o C Gambar 3. Diagram alir standar operational procedur (SOP) pengolahan minimal selada 31