HASIL DAN PEMBAHASAN. Keragaman Protein Plasma Darah

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KERAGAMAN PROTEIN DARAH ITIK PEGAGAN, ALABIO DAN MOJOSARI DENGAN METODE POLYACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS (PAGE) SKRIPSI PRI MENIX DEY

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Itik Lokal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN

Polimorfisme Protein Darah Itik Pegagan dengan Metode PAGE

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

KERAGAMAN DAN JARAK GENETIK KUDA BERDASARKAN ANALISIS ELEKTROFORESIS POLIMORFISME PROTEIN DARAH

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Keragaman Genetik Itik Alabio (Anas platyrhynchos Borneo) dan Prospek Pengembangannya di Kalimantan Selatan

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

METODE. Bahan IID : Temet 0,2 ml dan ditambah aquadestilata 100 ml.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

STUDI KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK KERBAU BENUANG DI BENGKULU

Polimorfisme Protein Darah Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam di Satuan Kerja Non Ruminansia Temanggung

KERAGAMAN PROTEIN DARAH SEBAGAI PARAMETER BIOGENETIK PADA SAPI JAWA [Blood Protein Variability as Biogenetic Parameter of Java Cattle]

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK PROTEIN DARAH KUDA LOKAL SULAWESI UTARA DENGAN MENGGUNAKAN POLYACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS (PAGE)

HASIL DAN PEMBAHASAN

KERAGAMAN PROTEIN PLASMA DARAH KAMBING JAWARANDU DI KABUPATEN PEMALANG (Blood Plasm Protein Variability of Jawarandu Goat in Pemalang, Central Java)

KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK ITIK TALANG BENIH DI BENGKULU

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi

20,0 ml, dan H 2 O sampai 100ml. : Tris 9,15 gram; HCl 3ml, dan H 2 O sampai 100ml. : ammonium persulfat dan 0,2 gram H 2 O sampai 100ml.

ALEL OLEH : GIRI WIARTO

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGUJIAN KESETIMBANGAN HARDY-WEINBERG. Tujuan : Mempelajari kesetimbangan Hardy-Weinberg dengan frekuensi alel dan gen.

POLIMORFISME PROTEIN DARAH AYAM KEDU [Blood Protein Polymorphism of Kedu Chicken]

KERAGAMAN GENETIK MELALUI POLIMORFISME PROTEIN DARAH AYAM KEDU JENGGER MERAH DAN JENGGER HITAM DI SATUAN KERJA NON RUMINANSIA TEMANGGUNG SKRIPSI

Keragaman Genetik Itik Magelang Berdasarkan Lebar Kalung Leher Melalui Analisis Protein Plasma Darah di Satuan Kerja Itik Unit Banyubiru Ambarawa

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab

ANALISIS PROTEIN DARAH KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DI WILAYAH MALANG DAN BANGKALAN SEBAGAI STUDI AWAL PENINGKATAN MUTU GENETIK

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Terisi secara geografis terletak pada 108 o o 17 bujur

Tanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

STUDI TENTANG KERAGAMAN GENETIK MELALUI POLIMORFISME PROTEIN DARAH DAN PUTIH TELUR PADA TIGA JENIS AYAM KEDU PERIODE LAYER TESIS.

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kuda

Gambar 1. Itik Alabio

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MINGGU VI UJI CHI SQUARE. Dyah Maharani, Ph.D.

Matakuliah Evolusi Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung

KERAGAMAN MOLEKULER DALAM SUATU POPULASI

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

Polimorfisme Protein Darah Domba di Kabupaten Batanghari

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

Analisis Pola Pita Protein Albumin...Abdur Rokhim A.

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

II. TELAAH PUSTAKA. 6. Warna buah Buah masak fisiologis berwarna kuning (Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al.

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Ayam

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Arab

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

Problems of Hardy-Weinberg Principle

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada

Gambar 1.1. Variasi pada jengger ayam

Dudung Mulliadi dan Johar Arifin Laboratorium Pemuliaan Ternak dan Biometrika Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber :

PERUBAHAN FREQUENSI GEN - AKIBAT SELEKSI. Kasus I Dominan Sempurna. Kuswanto, 2012 FP UB Malang

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. Kata kunci : kambing, frekuensi gen, heterosigositas ABSTRACT

Luisa Diana Handoyo, M.Si.

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

STRUKTUR GENETIK POPULASI

POPULASI TANAMAN ALLOGAM

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Sapi Friesian Holstein (FH) Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2009)

BAB III: PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SILANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

ISTILAH-ISTILAH DALAM PEMULIAAN OLEH ADI RINALDI FIRMAN

Deskripsi Mata KuliahCourse Subjects

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo

Bab 7 EVOLUSI SMA Labschool Jakarta

HASIL DAN PEMBAHASAN

GENETIKA DAN HUKUM MENDEL

6 Pengkajian Polimorfisme..(Rike Oktarianti)

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen BMPR-1B dan BMP-15

Gambar 4. Visualisasi Hasil Amplifikasi Gen Pit1 Sapi FH dan Sapi Pedaging pada Gel Agarose 1,5%

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISASI, KERAGAMAN POLA WARNA, CORAK TUBUH DAN GENETIK KUDA LOKAL SULAWESI UTARA

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Protein Plasma Darah Hasil analisis plasma darah dari lokus Alb, PAlb, Tf, PTf-1, dan PTf-2 yang dilakukan pada itik lokal petelur Pegagan, Alabio, dan Mojosari divisualisasikan pada Gambar 6. Adapun rekonstruksi pola pita protein plasma darah disajikan pada Gambar 7. Gambar 6. Visualisasi Pola pita Alb, P Alb, TF, PTf-1, dan PTf-2 1 2 3 4 5 6 Post- Transferrin 2 Post-Transferrin 1 Transferrin Post-Albumin Albumin Gambar 7.Rekonstruksi Pola Pita Alb, PAlb, TF, PTf-1, dan PTf-2 32

Hasil dari contoh rekonstruksi pola pita yang telah divisualisasikan dapat dilihat dengan jelas perbedaan genotipe pada masing-masing lokus yang diamati. Polimorfisme yaitu suatu keadaan yang terdapat beberapa bentuk fenotipe yang berbeda yang berhubungan satu sama lainnya. Polimorfisme suatu protein darah dapat dipelajari melalui struktur protein karena perbedaan basa dalam DNA dianggap sebagai sifat biokimia untuk membedakan jenis organisme. Pita-pita yang muncul dapat digunakan untuk menduga protein atau enzim yang dibawa oleh alel dalam lok us yang sama atau lok us yang berbeda (non alel) (Selander, 1976; Nicholas,1987). Hasil dari frekuensi genotipe lokus Alb, PAlb, TF, PTf-1, dan PTf-2 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabe l 1.Frekuensi Genotipe Lok us Alb, P Alb, TF, PTf-1, dan PTf-2 Lokus Populasi Itik Petelur Genotipe Pegagan Mojosari Alabio Rataan Albumin AB 0,50 0,90 0,80 0,73 BB 0,10 0,10 0,20 0,13 BC 0,40 0,00 0,00 0,13 Post Albumin AA 0,00 0,90 1,00 0,6 AB 0,40 0,10 0,00 0,17 BB 0,60 0,00 0,00 0,20 Transferrin AC 0,80 1,00 1,00 0,93 BC 0,20 0,00 0,00 0,07 Post transferrin-1 AA 0,90 1,00 1,00 0,97 AB 0,10 0,00 0,00 0,03 Post transferrin-2 AA 0,30 1,00 0,50 0,60 AB 0,70 0,00 0,00 0,23 BB 0,00 0,00 0,50 0,17 Lokus Albumin (Alb) Dilihat dari Tabel 1 pita protein pada lokus Alb diperoleh tiga genot ipe, yaitu AB, BB, dan BC, dengan total frekuensi genotipe masing-masing adalah 0,73; 0,13 ; dan0,13. Dari hasil analisis pada lokus albumin untuk itik Pegagan, Alabio dan Mojosari ditemukan frekuensi genotipe tertinggi adalah genotipe AB dengan nilai sebesar 0,73 dan genotipe terendah adalah genotipe BB dan BC dengan nilai masingmasing 0,13. Pada itik Mojosari dan Alabio tidak ditemukan genotipe BC. 33

Frekuensi gen yang diperoleh padakelompok itik Pegagan adalah tipe A (Alb A ) de ngan frekuensi gen 0,25 tipe B (Alb B ) de ngan frekuensi gen sebesar 0,55 da n tipe C (Alb C ) dengan frekuensi sebesar 0,20. Berarti lokus Albumin pada semua plasma darah itik yang dianalisis adalah polimorfik.hal ini menunjukkan adanya variasi genotipe pada lokus PAlb pada Itik Pegagan, Mojosari dan Alabio. Hasil penelitian lain pada itik Talang Benih dan itik Cihateup menurut Azmi et al. (2006) dan Wulandari (2005) juga ditemukantiga alel yaitu Alb A, Alb B, da n Alb C. Selanjutnya Suryana (2011) juga menemukan Alb A, Alb B, dan Alb C pada itik Alabio. Lokus Post Albumin (PAlb) Berdasarkan Tabel 1 hasil pola migrasi pita protein, pada lokus PAlb ditemukan tiga genotipe yaitu AA, AB da n BB, de ngan frekuensi genotipe masingmasing berur utan ada lah 0,63 ; 0,17 ; da n 0,20. Frekuensi genotipe yang tertinggi ditemukan pada kelompok itik lok al petelur Pegagan, Alabio dan Mojosari adalah frekuensi genot ipe AA sebesar 0,63 dan frekuensi genot ipe yang t erendah adalah AB sebesar 0,17. Alel yang ditemukan padalokus postalbumin (PAlb) adalah alel A dan B.Hal ini menunjukkan adanya variasi alel pada lok us post albumin (PAlb) pada kelompok Itik Pegagan, Mojosari dan Alabio yang diteliti. Pada itik Mojosari tidak ditemukan genotipe BB dan pada itik Alabio tidak ditemukan genotipe AB dan BB, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pada lokus post albumin pada semua plasma darah yang dianalisis adalah polimorfik. Lokus Transferrin (Tf) Berdasarkan 1 hasil pola migrasi pita protein pada lokus Transferrin (Tabel 1) ditemukan dua macam genotipe dengan variasi polimer heterozigot yaitu AC dan BC, dengan frekuensi genotipe masing-masing adalah 0,93 dan 0,07. Diantara ketiga jenis itik yang diteliti, frekuensi genotipe tertinggi ditemukan pada genotipe AC dan frekuensi genot ipe terenda h adalah genotipe BC, dan adapun pada itik Mojosari dan itik Alabio tidak ditemukan genotipe BC, de ngan de mikian genotipe BC hanya ditemukan pada itik Pegagan. Lok us transferrin yang dianalisis adalah polimorfik. Hal ini menunjukkan adanya variasi pada lokustransferrin (Tf) pada populasi Itik Pegagan, Mojosari dan 34

Alabio yang diteliti sampel darahnya.hasil analisis elektroforesis mendapatkan adanya tiga pita alel yaitu A (Tf A ). B (Tf B ) dan C (Tf C ) dengan nilai frekuensi alel masing-masing adalah 0,40 ; 0,10 ; dan 0,50. Hasil penelitian ini berbeda denganazmi et al. (2006) dan Wulandari (2005) yang hanya menemuka n dua pita alel yaitu Tf B da n Tf C. Lokus Post Transferrin-1(PTf-1) Berdasarkan pola migrasi pita protein, pada lokuspost transferrin-1 (Tabel 1) ditemukan dua genot ipe yaitu AA da n AB, de ngan frekuensi genotipe berturut-tur ut adalah 0,97 dan 0,03. Frekuensi genotipe tertinggi ditemukan pada genotipe AA dan frekuensi genotipe terendah ditemukan pada genotipe AB. Pada post transferrin-1 itik Mojosari dan Itik Alabio tidak ditemukan genotipe AB, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pada lokus post transferrin-1 pada semua plasma darah yang dianalisis adalah polimorfik. Hal ini menunjukkan adanya variasi pada lok us post transferrin-1(ptf-1) pada populasi Itik Pegagan, Mojosari dan Alabio yang diteliti sampel darahnya. Lokus Post Transferrin-2(PTf-2) Berdasarkan pola migrasi pita protein, pada lokus post transferrin-2 (Tabe l 1) ditemukan tiga genotipe ya itu AA, AB da n BB, dengan frekuens i genotipe berturuttur ut ada lah 0,60; 0,23; da n 0,17. Frekuensi genotipe terbesar terdapat pada genotipe AA da n yang terenda h pada genot ipe BB. Genotipe AB dan BB untuk lok us post transferrin-2 (PTf-2) tidak ditemukan pada itik Mojosari. Pada itik Alabio tidak ditemukan genotipe AB dan pada itik Pegagan tidak ditemuka n genotipe BB, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pada lokus post transferrin-1 pada semua plasma darah yang dianalisis ada lah polimorfik. Hal ini menunjukkan adanya variasi pada lok us post transferrin-2(ptf-2) pada kelompokitik Pegagan, Mojosari dan Alabio yang diteliti sampel darahnya. 35

Frekuensi Alel Frekuensi alel tertinggi ditemukan pada lokus post albumin yaitu alel A dengan nilai sebesar 1 pada itik Alabio, pada lokus post transferrin-1 Alel A pada itik Mojosari dan Alabio. Pada lokus post transferrin-2 Alel A sebesar 1 pada itik Mojosari. Adapun frekuensi alel merupakan parameter dasar dalam mempelajari proses terjadinya evolusi, karena peruba han genetik pada sebuah populasi biasanya digambarkan dengan adanya perubahan pada frekuensi alel (Nei dan Kumar, 2000). Hasil analisis frekuensi alel pada itik lokal petelur Pegagan, Mojosari dan Alabio berdasarkan lokus Alb, Palb, Tf, PTf-1 da n PTf-2 disajikan pada Tabel 2. Tabe l 2.F rekuensialel Itik Petelur Lokal Lokus Populasi Itik Lokal Petelur Total Alel Pegagan Mojosari Alabio Albumin A 0,25 0,45 0,40 0,37 B 0,55 0,50 0,60 0,57 C 0,20 0,00 0,00 0,07 Post Albumin A 0,20 0,95 1,00 0,72 B 0,80 0,05 0,00 0,28 Transferrin A 0,40 0,50 0,50 0,47 B 0,10 0,00 0,00 0,03 C 0,50 0,50 0,50 0,50 Post Transferrin-1 A 0,95 1,00 1,00 0,98 B 0,05 0,00 0,00 0,02 Post Transferrin-2 A 0,65 1,00 0,50 0,72 B 0,35 0,00 0,50 0,28 Berdasarkan pola migrasi pita proteinlokus albumin, pada ketiga jenis itik petelur yang diteliti ditemukan tiga macam alel yaitu Alel A, B dan C, dengan nilai berur utan sebesar 0,37;0,57; da n 0,07.Nilai frekuensi alel yang tertinggi ditemukan pada alel B pada itik Alabio sebesar 0,60 dan yang terendah alel C sebesar 0,00 pada itik Mojosari dan Alabio. Rataan frekuensi alel yang nilainya terbesar yaitu alel A pada post transferrin-1 dan yang terenda h yaitu alel B pada lokus transferrin. Pada itik Mojosari dan Alabio tidak ditemukan adanya alel C.Hal ini menunjukkan adanya 16

variasi pada lokus albumin.hasil yang sama diperoleh oleh Suryana (2011) pada itik Alabio. Selanjut nya pada itik Talang Benih dan itik Cihateup Azmi et al. (2006) dan Wulandari (2005) juga menemukan tiga pita protein. Frekuensi alel pada lokus post albumin juga terdapat variasi, terdapat dua macam alel pada lokus ini yaitu alel A dan B, alel A dengan nilai rataan sebesar 0,72 dan alel B dengan nilai sebesar 0,28. Nilai frekuensi alel yang terbesar ditemukan yaitu alel A pada itik Alabio sebesar 1,00 dan yang terendah alel B pada itik Alabio dengan nilai yaitu 0,00 atau pada itik Alabio t idak d itemuka n alel B. Berdasarkan pola migrasi pita protein, pada ketiga jenis itik petelur yang diteliti dilokus tansferrin terdapat alel A, B da n C, dengan nilai total masing-masing berurutan sebesar 0,47, 0,03 dan 0,50. Nilai frekuensi alel terbesar ditemukan pada alel A pada itik Mojosari dan Alabio sebesar 0,50 dan alel C pada itik Pegagan, Alabio dan Mojosari. Rataan frekuensialel yang tertinggi adalah alel C dan yang terenda h adalah alel B. Tidak ditemukan alel B pada jenis itik Mojosari dan Alabio.Beragamnya hasil alel yang ditemukan, hal ini menunjukkan adanya variasi pada lokus transferrin, dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada lokus transferrin pada semua plasma darah yang dianalisis adalah polimorfik.azmi et al. (2006) dan Wulandari (2005) yang hanya menemukan dua pita alel yaitu Tf B da n Tf C. Berdasarkan pola migrasi pita protein, pada ketiga jenis itik petelur yang diteliti pada lok us post tansferrin-1 ditemukan alel A dan B, dengan nilai total masing-masing alel berurutan adalah 0,98 dan 0,02. Hasil yang didapatkan bahwa nilai rataan frekuensi alel yang tertinggiyaitu alel A dan yang terendah yaitu alel B. Nilai frekuensi alel terbesar adalah alel A pada itik Mojosari dan Alabio dengan nilai 1,00 dan yang terenda h alel B dengan nilai 0,00 pada itik Mojosari dan Alabio. Beragamnya hasil alel yang ditemuka n, hal ini menunjukkan adanya variasi pada lokus post transferrin-1. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Azmi et al. (2006). Adapun pada itik Talang Benih tidak ditemukan alel A pada lokus post transferrin-1. Berdasarkan pola migrasi pita protein, pada ketiga jenis itik petelur yang diteliti dilokus post tansferrin-2 ditemukan alel A dan B. Nilai frekuensi alel yang tertinggi ditemukan yaitu alel A pada itik Mojosari dan yang terendah ditemukan yaitu alel B pada itik Mojosari. Nilai total dari kedua alel secara berurutan adalah 17

0,72 dan 0,28. Nilai rataan frekuensi alel yang tertinggi adalah alel A dan yang terendah adalah alel B. Beragamnya hasil alel yang ditemukan, hal ini menunjukkan adanya variasi pada lokus post transferrin-2. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Azmi et al. (2006) pada itik Talang Benih yaitu tidak ditemukan alel A pada lokus post transferrin-2. Keseimbanga n Hardy-Weinberg Hasil pengujian keseimbangan populasi menggunakan uji 2 terhadap lokus Albumin, Post Albumin, Transferrin, Post Transferrin-1 dan Post Transferrin-2 pada itik pe telur lokal disajikan pada Tabel 3. Tabel 5. Hasil uji 2 lokus Albumin, Post Albumin, Transferrin, Post Transferrin-1 dan Post Transferrin-2 Populasi Lokus Alb PAlb Tf Ptf-1 PTf-2 * Pegagan 6.68 2,20 Mojosari 0,03 Alabio Keterangan : (*) ( tn ) n = = = = nyata tidak nyata pada tarafα = 0.05 tidak didefinisikan banyaknya sampel Tabe l 3 memperlihatkan hasil dari perhitungan * * 10,00 8,62 2 pada itik Pegagan adalah berada pada keadaan tidak seimbang pada lokus albumin, transferrin dan post transferrin-1. Hal ini berarti bahwa keragaman genotipnya rendah dan tidak memenuhi hukum Hardy-Weinberg yang menyatakan bahwa frekuensi genotipe suatu populasi yang cukup besar akan selalu dalam keadaan seimbang bila tidak ada seleksi, mutasi, migrasi dan genetic drift (Noor, 2010) sehingga diduga sudah terjadi seleksi, sedangkan lokus post albumindalam keadaan seimbangdan lokus post transferrin 2 tidak dapat didefinisikan karena memiliki nilai hitung tak hinggga. Frekuensi gen pada kelompok itik Mojosari seimbang pada lokus post albumin, namun pada lokus albumin, transferrin, post transferrin-1 dan post transferrin-2 tidak dapat dianalisis lebih jauh karena nilai hitung hitungnya tak hingga.begitu juga dengan semua lokus yang diteliti pada itik Alabio menunjukkan keadaan tidak dapat didefinisikan karena adanya suatu nilai tak hingga pada lokus 2 2 18

sehingga tidak dapat dianalisis lebih jauh. Begitu juga pada lok us post transferrin- 2pada ketiga jenis itik petelur yang diteliti menunjukkan keadaan tidak dapat didefinisikan. Hal ini tidak sesuai dengan hukum Hardy-Weinbergbahwa frekue nsi genotipe suatu populasi yang cukup besar akan selalu dalam keadaan seimbang bila tidak ada seleksi, mutasi, migrasi dan genetic drift (Noor,2010). Heterozigositas Hasil analisis heterozigositas tiga kelompok itik petelur lokalya itu Pegagan, Mojosari dan Alabio disajikan pada Tabel 4. Tabe l 4. N ilai Heterozigositas pada Tiga Populasi Itik Pegagan, Mojosari da n Alabio Itik Lok us Albumin Palb Tf PTf-1 PTf-2 Total Pegagan 0,90 0,40 1,00 1,00 1,00 0,80 Mojosari 0,90 0,10 1,00 1,00 0,00 0,60 Alabio 0,80 0,00 1,00 0,00 1,00 0,56 Rataan 0,87 0,17 1,00 1,00 0,23 0,65 Tabe l 4 menunjukka n bahwa nilai heterozigositas itik Pegagan sebesar 0,80. Nilai heterozigositas pada itik Alabio sebesar 0,56. Nilai heterozigositas pada itik Mojosari adalah 0,60.Hal ini menunjukkan bahwa variasi genetik pada itik Pegagan tinggi sehingga sangat bermanfaat untuk program seleksi perbaikan genetik itik Pegagan, hal ini juga sesuai de ngan ya ng dilapo rka n Marson et al. (2005) bahwa pendugaan nilai heterozigositasuntuk mendapatkan keragaman genetik dalam populasi yang dapat digunakan untuk membantu program seleksi pada ternak yang akan digunakan sebagai sumber genetik pada generasi berikutnya. Nilai heterozgositas itik Alabio paling rendah jika dibandingka n dengan itik Pegagan dan itik Mojosari. Rendahnya nilai heterozigositas pada itik Alabio diduga akibat seleksi yang dilakukan oleh para peternak untuk menghasilkan itik petelur. Nilai heterozigositas pada ketiga jenis itik diurutkan dari mulai yang tertinggi adalah lokus transferrin (1,00), post transferrin-1 (1,00), albumin (0,87), post transferrin-2 (0,23), dan lok us post albumin (0,17). Hal ini menunjukkan bahwa pada lokus transferrin bervariasi, sehingga untuk melakukan program seleksi pada 19

ketiga jenis itik ini, maka lokus transferrin dapat digunakan sebagai acuan seleksi. Sebaliknya pada lokus post albumin dan post transferrin-2 yang memiliki nilai keragaman genetik rendah. Nilai rataan heterozigositas keseluruhan pada itik lokal petelur Pegagan, Mojosari dan Alabio adalah 0,65. Ferguson (1980) menyatakan bahwa heterozigot menggambarkan adanya variasi genetik pada suatu populasi.semakin tinggi nilai heterozigositas pada suatu populasi maka tinggi pula variasi genetik pada populasi tersebut. Jarak Genetik dan Pohon Filoge nik Berdasarkan hasil dari analisis jarak genetik dan pohon kekerabatan diperoleh jarak genetik dan dendogram yang ditampilkan pada Tabel 5 dan Gambar 8. Tabe l 5.Jarak Genetik Itik P egagan, Mojosari da n Alabio Populasi Pegagan Mojosari Alabio Pegagan - - - Mojosari 1,58 - - Alabio 1,47 1,48 - Jarak genetik ketiga itik pada Tabel 5, menunjukkan bahwa hubungan kekerabatan yang paling dekat antara populasi itik Alabio dengan Pegagan sebesar 1,47. Adapun hubungan kekerabatan terjauh adalah antara itik Mojosari dengan Pegagan sebe sar 1,58. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Brahmantiyo et al. (2003), yang memperoleh hasil bahwa itik Alabio memiliki hubungan kekerabatan dengan itik Mojosari. Selanjutnya pada penelitian Brahmantiyo et al. (2005), juga menemukan bahwa itik Mojosari memiliki hubungan kekerabatan dengan itik Cirebon dan itik Cihateup. Semakin dekat hubungan kekerabatan megidentifikasikan adanya kesamaan yang tinggi pada lokus-lokus protein darah yang diamati, dan sebaliknya.semakin jauh hubungan kekerabatan mengidentifikasikan adanya keragaman atau variasi yang tinggi pada lokus-lokus protein darah yang diamati (Nei dan Kumar, 2000), dari hasil jarak genetik yang diperoleh digunakan untuk membuat pohon kekerabatan diantara ketiga jenis itik petelur yang diteliti, seperti yang disajikan pada Gambar 8. 20

0,76 Mojosari 0,74 Alabio 0,02 0,74 Pegagan Gambar 8. Dendo gram Pohon FilogenikItik Petelur Lokal Gambar 8 memperlihatkan kesamaan pada masing-masing populasi berdasarkan lokus-lok us ya ng diamati. Populasi itik Pegagan memiliki kesamaan yang dekat dengan itik Alabio. Adapun dengan itik Mojosari keduanya masih memiliki hubungan kekerabatan namun kesamaan diantara ketiganya yang palingdekat adalah itik Alabio dan Pegagan,hal ini memungkinka n ketiga jenis itik ini dapat dikawinkan, sehingga bisa memperoleh galur itik petelur lokal yang unggul. 21