HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit
|
|
- Suparman Johan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA dilakukan dengan tiga macam primer yaitu ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056 serta masing-masing lokus menganalisis 70 sampel DNA. Hasil amplifikasi menunjukkan lokus ILSTS028 dapat mengamplifikasi 68 sampel darah sapi Katingan yaitu 31 sampel dari Tumbang Lahang, 24 sampel dari Pendahara dan 13 sampel dari Buntut Bali. Lokus ILSTS052 dapat mengamplifikasi 68 sampel darah sapi katingan yaitu 31 sampel dari Tumbang Lahang, 24 sampel dari Pendahara dan 13 sampel dari Buntut Bali. Lokus ILSTS056 dapat mengamplifikasi 69 sampel darah sapi katingan yaitu 30 sampel dari Tumbang Lahang, 26 sampel dari Pendahara dan 13 sampel dari Buntut Bali. Sampel darah sapi Bali, Madura, PO dan Limousin yang berasal dari Kalimantan Tengah masing-masing sebanyak 11, 1, 6 dan 3 sampel dari lokus ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056 juga berhasil diamplifikasi. Suhu annealing setiap lokus berbeda-beda berdasarkan beberapa kali optimasi. Suhu annealing lokus ILSTS028 dan ILSTS052 adalah 55 0 C dan berbeda dengan suhu annealing lokus ILSTS056 sebesar 60 0 C. Perbedaan suhu annealing yang digunakan oleh Kathiravan et al. (2009) pada penelitiannya disebabkan ternak yang digunakan adalah kerbau Marathwada, sedangkan pada penelitian ini adalah sapi Katingan (sapi lokal Kalimantan Tengah). Suhu annealing menentukan ketebalan pita DNA yang diperoleh dari elektroforesis. Kisaran temperatur penempelan yang digunakan antara C, namun suhu yang biasa digunakan antara C (Muladno, 2002). Amplifikasi DNA mikrosatelit pada setiap populasi yang menggunakan lokus ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056 menghasilkan sifat polimorfik yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah mikrosatelit berlimpah, bersifat kodominan, memiliki polimorfik tinggi dan tersebar hampir di seluruh genom serta mudah ditemukan (Lehmann et al.,1996). Karakteristik tersebut menjadikan mikrosatelit sebagai penanda yang ideal untuk mengukur tingkat keragaman populasi. Sampel darah yang telah diamplifikasi melalui teknik PCR dilanjutkan dengan proses elektroforesis menggunakan gel poliakrilamid 6% dan melihat pita DNA melalui pewarnaan perak. Pita target dapat dilihat setelah proses pewarnaan 20
2 perak, tetapi sering kali ditemukan pita-pita tambahan yang bukan termasuk pita target. Pita-pita tambahan tersebut dihasilkan dari beberapa proses, seperti penyelipan selama amplifikasi PCR. Kemunculan pita-pita tersebut juga mencerminkan mikroheterogenitas dalam panjangan ulangan dinukleotida secara invitro (Litt dan Luty, 1989). Dua molekul DNA untai ganda hasil amplifikasi pada siklus pertama menjadi DNA target dan dilipatgandakan menjadi empat molekul DNA dan selanjutnya empat molekul baru ini dilipatgandakan jumlahnya menjadi delapan dan seterusnya (Muladno, 2002). Keragaman DNA Mikrosatelit Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokus ILSTS052 dan ILSTS056 bersifat polimorfisme. Hal ini didasarkan pada jumlah unit ulangan yang lebih dari 10 ulangan tetapi berbeda dengan lokus ILSTS028 yang hanya memiliki jumlah unit ulangan kurang dari 10 ulangan. Menurut Winaya (2000), polimorfisme akan semakin tinggi apabila unit ulangan tergandakan lebih dari 10 kali lipat. Hasil pengukuran lokus dari ketiga sub populasi sapi Katingan menghasilkan jumlah alel yang beragam. Lokus ILSTS028 menghasilkan 20 alel, lokus ILSTS052 menghasilkan 13 alel dan lokus ILSTS056 menghasilkan 19 alel. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman genetik dapat dilihat dari jumlah alel di setiap lokus dan heterozigositasnya (Sun et al., 2008). Lokus ILSTS028 Lokus ILSTS028 memiliki 20 macam alel dari ketiga populasi sapi katingan yaitu alel A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, S dan T. Pemberian simbol alel dengan menggunakan urutan abjad sesuai dengan ukuran alel. Lokus ILSTS028 memiliki jumlah alel terbanyak dibandingkan jumlah alel lokus-lokus lainnya. Jumlah alel yang dihasilkan menunjukkan bahwa populasi sapi Katingan memiliki tingkat keragaman genetik yang relatif tinggi. Menurut Karthickeyan et al. (2009), meningkatnya jumlah alel pada lokus yang berbeda akan meningkatkan ratarata keragaman genetik dalam populasi. Hasil amplifikasi PCR sapi Katingan terhadap lokus ILSTS028 menghasilkan alel yang sebagian ditampilkan pada Gambar
3 300 bp M (-) 200 bp 150 bp 100 bp MR FN b GL FL LQ FM a a FH LR (+) Keterangan : M = Marker a = Bali b = PO Gambar 5. Penentuan Lokus ILSTS028 pada Katingan dan Lokal Lainnya Data mengenai jumlah alel dan frekuensi alel untuk masing-masing populasi dapat dilihat pada Tabel 3. Jumlah alel lokus ILSTS028 pada populasi Buntut Bali, Tumbang Lahang dan Pendahara berturut-turut menghasilkan 11 alel, 16 alel dan 15 alel. Jumlah alel lebih banyak ditemukan pada populasi Tumbang Lahang karena sampel darah lebih banyak diambil pada populasi Tumbang Lahang dibandingkan dengan populasi Buntut Bali dan Pendahara, tetapi frekuensi alel tertinggi dan terendah lokus ILSTS028 ditemukan pada populasi Tumbang Lahang. alel tertinggi adalah alel H sebesar 0,2097 dan frekuensi alel terendah adalah alel C, D, E dan K sebesar 0,0167. genotipe tertinggi pada ketiga populasi Buntut Bali, Tumbang Lahang dan Pendahara berturut-turut adalah genotipe HO sebesar 0,231, LG sebesar 0,129 serta MH dan RL sebesar 0,125. genotipe terendah pada populasi Buntut Bali adalah genotipe BI, DJ, dan sebesar ; dan pada populasi Tumbang Lahang adalah genotipe BB, DH, FH, GH, CI, HI, BJ, HK, EL, MO dan JP sebesar ; serta pada populasi Pendahara adalah genotipe FG, DI,, FL, HN, HO, IO, IP, LT, JQ, MS dan NT sebesar. 220
4 Tabel 3. Macam,, dan Lokus ILSTS028 pada Populasi Katingan di Kalimantan Tengah Populasi (n) Buntut Bali (13) Tumbang Lahang (31) dan Ukuran (pb) B (128) D (132) G (138) H (140) I (142) J (144) L (148) M (150) O (158) P (160) R (164) A (126) B (128) C (130) D (132) E (134) F (136) G (138) H (140) I (142) J (144) K (146) L (148) M (150) O (158) P (160) R (164) Pendahara (24) D (132) F (136) G (138) H (140) I (142) J (144) L (148) M (150) N (152) O (158) P (160) Q (162) R (164) S (168) T (170) Keterangan : n ,0484 0,0161 0,0161 0,0161 0,0484 0,0806 0,2097 0, ,0161 0,1129 0,1290 0,0645 0,0484 0,0645 0,0417 0,0417 0,0625 0,1042 0,0625 0,0208 0,0417 0,0417 0,0417 0,0625 0,1042 0,0208 0,0208 BI DJ GL HM HO IP LR BB AH DH FH GH CI HI BJ HK EL GL FM HM HO MO IP JP LR MR FG DI FL GM HM HN HO IO IP LT JQ LQ LR MR MS NT = Jumlah sampel yang teramplifikasi, pb = Pasang basa 0,154 0,154 0,231 0,154 0,064 0,129 0,064 0,097 0,097 0,064 0,064 0,064 0,083 0,125 0,083 0,125 0,
5 alel dan jenis alel pada lokus ILSTS028 yang sangat bervariasi dan beragam dapat dilihat pada Gambar 6. Lokus ILSTS028 menghasilkan beberapa alel yang hanya ditemukan pada populasi tertentu yang disebut alel spesifik. Macam Gambar 6. dan Macam pada Lokus ILSTS028 spesifik yang ditemukan pada populasi Tumbang Lahang yaitu alel A, C, E dan K. spesifik yang ditemukan pada populasi Pendahara yaitu alel N, Q, S dan T, alel yang spesifik tidak ditemukan pada populasi Buntut Bali. Hal ini menyebabkan tidak terdapat alel khusus di dalam populasi Buntut Bali sebagai penciri dari sapi Katingan dari Buntut Bali. spesifik dapat digunakan sebagai pembeda antara ketiga populasi (Sarbaini, 2004). Informasi mengenai jumlah, macam dan frekuensi alel sapi Katingan dan sapi lokal di Kabupaten Katingan pada lokus ILSTS028 dapat dilihat pada Tabel 4. alel tertinggi yang ditemukan pada lokus ILSTS028 dari ketiga populasi adalah alel H sebesar 0,1691. alel tertinggi terdapat pada sapi Bali, PO dan Limousin berturut-turut yaitu 0,2727 (alel L), (alel I, J, M dan P) dan 0,3333 (alel L dan R). Madura hanya memiliki dua jenis alel dan memiliki nilai frekuensi alel yang sama besar. alel tertinggi pada masing-masing populasi dapat mengindikasikan bahwa alel-alel mendominasi alel lainnya di dalam populasi tersebut. genotipe tertinggi terdapat pada sapi Katingan, Bali dan Limousin berturut-turut yaitu HM (0,1176), (0,3636) dan LR (0,6667). Populasi sapi PO tidak memiliki nilai frekuensi genotipe tertinggi dikarenakan nilai frekuensi genotipe yang sama pada semua macam genotipe
6 Tabel 4. Macam,, dan Lokus ILST028 pada Ketiga Populasi Katingan dan Lokal Lainnya di Kalimantan Tengah Populasi Katingan Jumlah Macam Macam 20 A 0,0147 BB 0,0147 B 0,0294 FG 0,0147 C 0,0074 AH 0,0294 D 0,0368 DH 0,0147 E 0,0074 FH 0,0147 F 0,0368 GH 0,0147 G 0,0735 BI 0,0147 H 0,1691 CI 0,0147 I 0,0735 DI 0,0147 J 0,0294 HI 0,0147 K 0,0074 BJ 0,0147 L 0,1397 DJ 0,0147 M 0,1324 HK 0,0147 N 0,0147 0,0294 O 0,0662 EL 0,0147 P 0,0515 FL 0,0147 Q 0,0221 GL 0,0882 R 0,0735 FM 0,0294 S 0,0074 GM 0,0294 T 0,0074 HM 0,1176 Bali 8 D E F G H I L N PO 8 B F I J M N P Limousin Madura U 4 C I L R 2 H N 0,1818 0,0455 0,0455 0,2727 0,3333 0,3333 HN FG EL FL GN HN HO IO BJ IM JM FN IP UP CI LR 0,0147 0,3636 0,3333 0,6667 HN 1,
7 Lokus ILSTS052 Lokus ILSTS052 dari ketiga populasi sapi Katingan menghasilkan 13 macam alel yaitu alel A, B, C, D, E, F, G, H, J, K, L, M dan N. Hasil amplifikasi PCR sapi Katingan terhadap lokus ILSTS052 disajikan pada Gambar bp M (-) 200bp 150bp 100bp CJ b CJ EL a EL FM a EL EL EL EL FM EL b FM a (+) Keterangan : M = Marker a = Bali b = PO Gambar 7. Penentuan Lokus ILSTS052 pada Katingan dan Lokal Lainnya Data mengenai jumlah alel dan frekuensi alel untuk masing-masing populasi dapat dilihat pada Tabel 5. Jumlah alel lokus ILSTS052 pada populasi Buntut Bali, Tumbang Lahang dan Pendahara berturut-turut menghasilkan 9, 10 dan 13 alel. Jumlah alel lebih banyak ditemukan pada populasi Pendahara. alel tertinggi yang ditemukan pada populasi Buntut Bali adalah alel C sebesar dan frekuensi alel terendah yang ditemukan pada populasi Pendahara adalah alel G, H, J, M dan N sebesar 0,0208. genotipe tertinggi pada ketiga populasi Buntut Bali, Tumbang Lahang dan Pendahara berturut-turut adalah genotipe CC sebesar 0,385, CC sebesar 0,258 dan CK sebesar 0,292. genotipe terendah pada populasi Buntut Bali adalah genotipe BB, dan FN sebesar dan pada populasi Tumbang Lahang adalah genotipe AA, DF, CH dan sebesar sedangkan pada populasi Pendahara adalah genotipe AA, CG, EH, CJ, DK, EL, FM dan FN sebesar
8 Tabel 5. Macam,, dan Lokus ILSTS052 pada Populasi Katingan di Kalimantan Tengah Populasi (n) Buntut Bali (13) Tumbang Lahang (31) Pendahara (24) dan Ukuran (pb) B (143) C (145) D (147) E (149) F (151) K (165) L (167) M (169) N (171) A (141) B (143) C (145) D (147) E (149) F (151) H (157) K (165) L (167) N (171) A (141) B (143) C (145) D (147) E (149) F (151) G (155) H (157) J (163) K (165) L (167) M (169) N (171) 0,0769 0,0769 0,1154 0, ,0645 0, ,0645 0,1129 0,0161 0,1129 0,0806 0,0484 0,0417 0,3125 0,0625 0,0417 0,0417 0,0208 0,0208 0,0208 0,0625 0,0208 0,0208 Keterangan : n = Jumlah sampel yang teramplifikasi pb = Pasang basa BB CC CK EM FN AA BB CC CF DF CH CK EL FN AA BB CC CG EH CJ CK DK EL FM FN 0,385 0,231 0,154 0,064 0,258 0,097 0,226 0,129 0,097 0,167 0,125 0,292 0,083 alel dan jenis alel pada lokus ILSTS052 sangat bervariasi dan beragam (Gambar 8). spesifik yang ditemukan pada populasi Pendahara yaitu alel G dan J, sedangkan pada populasi Buntut Bali dan Tumbang Lahang tidak ditemukan alel spesifik pada lokus ILSTS052. Hal ini menyebabkan populasi Buntut 27 25
9 Bali dan Tumbang Lahang tidak memiliki alel spesifik sebagai penciri dari sapi Katingan pada populasi tersebut. Macam Gambar 8. dan Macam Lokus ILSTS052 Berdasarkan Tabel 6, frekuensi alel C tertinggi pada lokus ILSTS052 dari ketiga populasi yaitu sebesar 0,4044. alel tertinggi pada sapi Bali dan PO berturut-turut yaitu 0,2727 (alel F) dan (alel C). Limousin hanya memiliki satu macam alel saja, sedangkan sapi Madura hanya terdapat dua macam alel dan memiliki nilai frekuensi alel yang sama besar. Tinggi rendah frekuensi alel sapi Limousin dan sapi Madura tidak dapat dibandingkan. Hal ini dikarenakan jumlah sampel yang digunakan terbatas. alel tertinggi pada masing-masing populasi dapat menyatakan bahwa alel-alel mendominasi alel lainnya di dalam populasi tersebut. genotipe tertinggi pada sapi Katingan, Bali dan PO berturut-turut adalah CK sebesar 0,2500, serta CF, BF dan FM sebesar 0,1818 dan CC sebesar 0,3333. Limousin memiliki satu macam alel (alel B) dan sapi Madura memiliki satu macam genotipe (CF), sehingga kedua populasi sapi tersebut tidak memiliki nilai frekuensi genotipe tertinggi pada lokus ILSTS052. Informasi mengenai jumlah, macam alel, genotipe, frekuensi alel dan frekuensi genotipe pada sapi Katingan dan sapi lokal lainnya lokus ILSTS052 dapat dilihat pada Tabel
10 Tabel 6. Macam,, dan Lokus ILSTS052 pada Populasi Katingan dan Lokal Lainnya di Kalimantan Tengah Populasi Katingan Jumlah Macam Macam 13 A 0,0294 AA 0,0294 B 0,1029 BB 0,1029 C 0,4044 CC 0,2353 D 0,0441 CF 0,0441 E 0,0588 DF 0,0147 F 0,0735 CG 0,0147 G 0,0074 CH 0,0147 H 0,0147 EH 0,0147 J 0,0074 CJ 0,0147 K 0,1324 CK 0,2500 L 0,0662 DK 0,0147 M 0,0221 0,0588 N 0,0368 EL 0,0735 EM 0,0294 FM 0,0147 FN 0,0735 CC 0,1818 0,2273 BF 0,1818 0,1364 FF 0,2727 EI 0,0455 CK 0,0455 EL 0,0455 EM 0,1364 FM 0,1818 Bali 8 B C E F I K L M PO 6 C D E J K L Limousin Madura CC CJ CK EL 0, B 1, C F CF 1,
11 Lokus ILSTS056 Lokus ILSTS056 dari ketiga populasi sapi Katingan menghasilkan 19 macam alel yaitu alel A, B, C, D, E, F, G, H, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, T dan U. Hasil amplifikasi PCR sapi Katingan terhadap lokus ILSTS052 disajikan pada Gambar bp M (-) 200 bp 160 bp 100 bp EK a CK CK CL CG KR EK KR GM FN GM GM (+) Keterangan : M = Marker a = Bali Gambar 9. Penentuan Lokus ILSTS056 pada Katingan dan Lokal Lainnya Jumlah alel dan frekuensi alel pada sapi Katingan pada setiap populasi dapat dilihat pada Tabel 7. Jumlah alel lokus ILSTS056 pada populasi Buntut Bali, Tumbang Lahang dan Pendahara berturut-turut menghasilkan 14, 15 dan 17 alel. alel tertinggi ditemukan pada populasi Buntut Bali yaitu alel M sebesar 0,2692 dan frekuensi alel terendah ditemukan pada populasi Tumbang Lahang yaitu alel B, O, Q dan U masing-masing sebesar 0,0167. genotipe tertinggi pada ketiga populasi Buntut Bali, Tumbang Lahang dan Pendahara berturut-turut adalah genotipe MO sebesar 0,154, serta DF, DK, CL,, FL, FM, GM, HM dan KT sebesar 0,067 dan FL sebesar 0,
12 Tabel 7. Macam,, dan Lokus ILSTS056 pada Populasi Katingan di Kalimantan Tengah Populasi (n) Buntut Bali (13) Tumbang Lahang (30) dan Ukuran (pb) A (156) B (158) C (160) D (162) E (164) F (168) G (170) H (172) J (176) K (178) L (180) M (182) O (186) U (198) B (158) C (160) D (162) E (164) F (168) G (170) H (172) J (176) K (178) L (180) M (182) O (186) Q (190) T (196) U (198) 0,0769 0,1154 0,1154 0,2692 0,0769 0,0167 0,0500 0, ,1333 0,0667 0,0500 0,0667 0,1000 0,1167 0,1333 0,0167 0,0167 0,0500 0,0167 AJ BJ CK JK FL DM EM FM GM HM MO KU DF GH BJ CJ DJ DK FK CL EL FL DM EM FM GM HM FO GQ JT KT KU 0,154 0,067 0,067 0,067 0,067 0,067 0,067 0,067 0,067 0,
13 Populasi (n) Pendahara (26) dan Ukuran (pb) A (156) B (158) C (160) D (162) E (164) F (168) G (170) H (172) J (176) K (178) L (180) M (182) N (184) P (188) R (192) T (196) U (198) 0,0192 0,0577 0,0962 0,0962 0,0577 0,0577 0,1923 0,1346 0,0192 0,0192 0,0192 Keterangan : n = Jumlah sampel yang teramplifikasi pb = Pasang basa DF CG DH AJ BK CK DK EK GK CL FL HL EM FN JN GP KR KT LU 0,115 spesifik yang ditemukan pada populasi Pendahara yaitu alel N, P dan R. spesifik yang ditemukan pada populasi Tumbang Lahang yaitu alel Q. spesifik pada lokus ILSTS056 tidak ditemukan pada populasi Buntut Bali, sehingga di dalam populasi Buntut Bali tidak terdapat alel spesifik sebagai penciri dari sapi Katingan. Semua macam alel ditemukan pada populasi Pendahara (kecuali alel N dan Q). Hal ini mengindikasikan populasi Pendahara memiliki keragaman yang tinggi dibandingkan dengan populasi Tumbang Lahang dan Buntut Bali (Gambar 10). alel dan jenis alel pada lokus ILSTS056 sangat bervariasi dan beragam (Gambar 10)
14 Macam Gambar 10. dan Macam Lokus ILSTS056 Informasi mengenai jumlah, macam dan frekuensi alel pada sapi Katingan dan sapi lokal lainnya lokus ILSTS056 dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 8. alel tertinggi lokus ILSTS056 pada sapi Katingan yaitu alel K sebesar 0,1377. Keterbatasan sampel darah yang dianalisis menyebabkan Limosin dan sapi Madura hanya menunjukkan dua jenis alel dan memiliki nilai frekuensi alel yang sama besar, sehingga pada sapi Limousin dan sapi Madura tidak dapat dibandingkan tinggi rendahnya frekuensi alel. alel tertinggi pada masingmasing populasi mengindikasikan bahwa alel-alel mendominasi alel lainnya di dalam populasi tersebut. genotipe pada sapi Katingan adalah FL sebesar 0,0869, sedangkan pada sapi Bali dan PO memiliki nilai frekuensi yang sama. Limousin dan Madura pada lokus ILSTS056 hanya memiliki satu macam genotipe karena sampel yang digunakan terbatas. 331
15 Tabel 8. Macam,, dan Lokus ILSTS056 pada Katingan dan Lokal lainnya di Kalimantan Tengah Populasi Katingan Jumlah Macam Macam 19 A 0,0217 DF 0,0434 B 0,0217 CG C 0,0507 DH D 0,1014 GH E 0,0362 AJ 0,0434 F 0,1087 BJ 0,0290 G 0,0580 CJ H 0,0435 DJ J 0,0725 BK K 0,1377 CK 0,0290 L 0,1087 DK 0,0580 M 0,1159 EK N FK O 0,0217 GK P 0,0072 Q 0,0072 R T 0,0362 U 0,0217 JK CL EL FL HL DM EM FM GM HM FN JN FO MO GP GQ KR JT KT KU LU 0,0434 0,0434 0,0869 0,0290 0,0434 0,0434 0,0434 0,0434 0,0290 0,0290 0,0580 0,
16 Populasi Jumlah Macam Bali 9 D E F H I J K L M PO 8 C D E I J K T U 2 D Limousin Madura I 2 A D 0,0455 0,1364 0,1364 0,1364 0,1364 0,0455 0,0455 Macam DH FH EI HI EK JK FL KM FP IS JT DI EI CJ DJ KT KU DI 1,0000 AD 1,0000 Nilai Heterozigositas Nilai Heterozigositas bervariasi antara 0,00 hingga 1,00. Nilai heterozigositas dari ketiga lokus yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai Heterozigositas pada Populasi Katingan dan Lokal Lainnya dari Masing-masing Lokus Lokus Buntut Bali (ĥ) Populasi Katingan Tumbang Lahang Pendahara Bali PO Limousin Madura ILSTS028 1,00 0,97 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 ILSTS052 0,54 0,64 0,67 0,73 0,67 0 1,00 ILSTS056 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 Rataan Heterozig ositas (Ĥ) 0,847 0,87 0,89 0,91 0,89 0,667 1,
17 Nilai heterozigositas lokus ILSTS028 pada populasi Buntut Bali dan Pendahara bernilai (ĥ) = 1,00; sedangkan nilai heterozigositas pada populasi Tumbang Lahang bernilai (ĥ) = 0,97. Hal ini membuktikan bahwa lokus ILSTS028 pada populasi Buntut Bali dan Pendahara memiliki keragaman yang sangat tinggi dibandingkan dengan populasi Tumbang Lahang. Heterozigositas lokus ILSTS052 pada populasi Buntut Bali bernilai (ĥ) = 0,54; bernilai (ĥ) = 0,67 pada populasi Pendahara dan pada populasi Tumbang Lahang bernilai (ĥ) = 0,64. Heterozigositas lokus ILSTS056 pada ketiga populasi bernilai (ĥ) = 1,00. Hal ini menunjukkan bahwa pada ketiga populasi tersebut memiliki keragaman genetik sangat tinggi. Heterozigositas pada sapi lokal lain pada umumnya bernilai (ĥ) = 1,00. Hal ini menunjukkan bahwa sapi-sapi lokal yang berada di Kalimantan Tengah memiliki tingkat keragaman yang tinggi. Nilai heterozigositas pada sapi Limousin lokus ILSTS052 sebesar (ĥ) = 0. Hal ini disebabkan oleh hanya ditemukan satu macam alel (alel B) pada sapi Limousin lokus ILSTS052. Prahasta (2001) menyatakan bahwa semakin banyak sampel yang digunakan pada suatu lokus maka makin besar nilai heterozigositas. Hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian ini bahwa hanya lokus tertentu yang dapat menentukan tinggi rendahnya suatu nilai heterozigositas. Rataan heterozigositas pada masing-masing populasi yaitu sebesar 0,8462 (Buntut Bali), sebesar 0,8889 (Pendahara) dan sebesar 0,8710 (Tumbang Lahang). Takezaki dan Nei (1996) menekankan untuk mengukur suatu keragaman genetik dapat dilihat dari rataan heterozigositas pada lokus-lokus mikrosatelit yaitu antara 0,3 dan 0,8. Peneletian ini telah sesuai dengan kriteria tersebut. Rataan Heterozigositas (Ĥ) dari masing-masing lokus dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rataan Heterozigositas (Ĥ) dari Populasi Katingan dan Lokal Lainnya No. Lokus Jumlah Sampel (n) Heterozigositas (ĥ) 1 ILSTS ,989 2 ILSTS ,629 3 ILSTS ,000 Rataan Heterozigositas (Ĥ) 0,873 Nilai heterozigositas pada lokus ILSTS028 sebesar (ĥ) = 0,989, lokus ILSTS052 sebesar (ĥ) = 0,629 dan lokus ILSTS056 sebesar (ĥ) = 1,000. Tabel 10 menunjukkan bahwa lokus ILSTS056 memiliki nilai heterozigositas (ĥ) tertinggi 3634
18 dibandingkan dengan kedua lokus lainnya. Rataan Heterozigositas (Ĥ) dari semua lokus memiliki nilai yang cukup tinggi yaitu 0,873. Rataan heterozigositas (Ĥ) yang tinggi pada populasi menunjukkan bahwa sapi-sapi tersebut mengandung alel-alel sapi lain (Abdullah, 2008). Informasi mengenai Rataan Heterozigositas (Ĥ) pada beberapa bangsa sapi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Informasi Mengenai Rataan Heterozigositas (Ĥ) pada Beberapa Bangsa di Indonesia Bangsa Ternak Lokus (Ĥ) Referensi Pesisir 6 lokus 0,86 Harmayanti (2004) Bali 16 lokus 0,33 Winaya et al. (2007) Madura 16 lokus 0,31 Winaya et al. (2007) PO 6 lokus 0,73 Abdullah (2008) Aceh 16 lokus 0,62 Abdullah (2008) Katingan 15 lokus 0,56 Utomo (2011) Katingan* 3 lokus 0,87 Hasil Penelitian Keterangan: (*) = Terdiri atas Katingan, Bali, PO, Madura dan Limousin 37 35
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA mikrosatelit pada sapi Katingan dianalisis menggunakan tiga primer yaitu ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013. Ketiga primer tersebut dapat mengamplifikasi
Lebih terperinciKERAGAMAN FENOTIPIK DAN GENETIK, PROFIL REPRODUKSI SERTA STRATEGI PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN SAPI KATINGAN DI KALIMANTAN TENGAH
181 Lampiran 1. Kuisener kegiatan penelitian eksploratif Sapi Katingan KERAGAMAN FENOTIPIK DAN GENETIK, PROFIL REPRODUKSI SERTA STRATEGI PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN SAPI KATINGAN DI KALIMANTAN TENGAH
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3
Lebih terperinciKERAGAMAN DNA MIKROSATELIT LOKUS ILSTS073, ILSTS030 DAN HEL013 PADA SAPI KATINGAN DI KALIMANTAN TENGAH SKRIPSI RAHMAH MUTHMAINNAH
KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT LOKUS ILSTS073, ILSTS030 DAN HEL013 PADA SAPI KATINGAN DI KALIMANTAN TENGAH SKRIPSI RAHMAH MUTHMAINNAH DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT LOKUS CSSM066, ILSTS029 DAN ILSTS061 PADA SAPI KATINGAN DI KALIMANTAN TENGAH SKRIPSI REVY PURWANTI
IDENTIFIKASI KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT LOKUS CSSM066, ILSTS029 DAN ILSTS061 PADA SAPI KATINGAN DI KALIMANTAN TENGAH SKRIPSI REVY PURWANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
Lebih terperinciGambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal
TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal Keanekaragaman ternak sapi di Indonesia terbentuk dari sumber daya genetik ternak asli dan impor. Impor ternak sapi Ongole (Bos indicus) atau Zebu yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH) Amplifikasi gen hormon pertumbuhan pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging (sebagai
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah
Lebih terperinciData Survey Kendaraan Yang Keluar Areal Parkir
LAMPIRAN E.2-1 Data Survey Kendaraan Yang Keluar Areal Parkir Lokasi Survey : Areal Parkir Bagian Depan Jenis Kendaraan : Sepeda Motor Hari/Tanggal : Senin, 10 Juli 2006 Surveyor : Heri Plat Kendaraan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian
12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Amplifikasi silang jenis Mindi Amplifikasi DNA merupakan proses penggandaan DNA dimana basa penyusun DNA direplikasi dengan bantuan primer. Primer merupakan potongan rantai
Lebih terperinciDAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Alel Protein Darah Hasil penelitian terhadap protein plasma darah didapatkan hasil elektroforesis pita protein muncul ada lima lokus, yaitu Albumin (Alb), Post albumin (Pa),
Lebih terperinciCONTOH SOAL MATEMATIKA SMP SATU ATAP: 1. Hasil dari (3 + (-4)) (5 + 3) adalah... A. 8 B. -7 C. -8 D Hasil dari adalah... A.
CONTOH SOAL MATEMATIKA SMP SATU ATAP: 1. Hasil dari (3 + (-4)) (5 + 3) adalah... A. 8 B. -7 C. -8 D. -15 2. Hasil dari 12+13-14 adalah... A. 320 B. 512 C. 712 D. 1 E. 3. Ibu membeli 24 permen yang akan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi Pasundan merupakan sapi lokal di Jawa Barat yang diresmikan pada tahun 2014 oleh Menteri pertanian (mentan), sebagai rumpun baru berdasarkan SK Nomor 1051/kpts/SR.120/10/2014.
Lebih terperinciKERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)
KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ikan merupakan salah satu makanan yang memiliki nilai gizi yang baik bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu makanan yang memiliki nilai gizi yang baik bagi tubuh, terutama kandungan proteinnya. Beberapa ikan air tawar yang sering dikonsumsi diantaranya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keragaman Protein Plasma Darah
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Protein Plasma Darah Hasil analisis plasma darah dari lokus Alb, PAlb, Tf, PTf-1, dan PTf-2 yang dilakukan pada itik lokal petelur Pegagan, Alabio, dan Mojosari divisualisasikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah ketersediaan keanekaragaman sumberdaya
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur
20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciIII. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb
III. KARAKTERISTIK AYAM KUB-1 A. Sifat Kualitatif Ayam KUB-1 1. Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb Sifat-sifat kualitatif ayam KUB-1 sama dengan ayam Kampung pada umumnya yaitu mempunyai warna
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia MacHugh (1996) menyatakan jika terdapat dua spesies sapi yang tersebar diseluruh dunia yaitu spesies tidak berpunuk dari Eropa, Afrika Barat, dan Asia Utara
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR
IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR 1 (PIT1) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DAN SAPI FH (Friesian-Holstein) SKRIPSI RESTU MISRIANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang
I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari kabupaten induknya yaitu kabupaten Indragiri
Lebih terperinciLAMPIRAN 1. A. Suasana Parkir di Jalan Patrice Lumumba II. B. Suasana Parkir di Jalan Merdeka. Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 1 A. Suasana Parkir di Jalan Patrice Lumumba II B. Suasana Parkir di Jalan Merdeka C. Suasana Parkir di Jalan MH. Thamrin D. Suasana Parkir di Jalan WR. Supratman E. Suasana Parkir di Jalan KH.
Lebih terperinciElektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN
11 annealing yang tepat dengan mengatur reaksi pada berbagai suhu dalam satu reaksi sekaligus sehingga lebih efektif dan efisien. Proses optimasi dilakukan menggunakan satu sampel DNA kelapa sawit yaitu
Lebih terperinciIDENTIFIKASI TINGKAT KEMURNIAN GENETIK SAPI BALI DI KABUPATEN BONE DENGAN MENGGUNAKAN MARKER MIKROSATELIT LOKUS INRA035
IDENTIFIKASI TINGKAT KEMURNIAN GENETIK SAPI BALI DI KABUPATEN BONE DENGAN MENGGUNAKAN MARKER MIKROSATELIT LOKUS INRA035 (Identification of Genetic Purity Bali Cattle In Bone Province using INRA035 Locus
Lebih terperinciPRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas
PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi memiliki peran utama dalam evolusi kebudayaan manusia dan penting dalam segi ekonomi. Semua ternak sapi saat ini diperkirakan telah di domestikasi dari Bos
Lebih terperinciABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau
ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau terancam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi
Lebih terperinciPOLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH
POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Lebih terperinciKeragaman Genetik Sapi Katingan dan Hubungan Kekerabatannya dengan beberapa Sapi Lokal Lain Menggunakan Analisis DNA Mikrosatelit
UTOMO et al. Keragaman genetik sapi Katingan dan hubungan kekerabatannya dengan beberapa sapi lokal lain menggunakan analisis DNA Keragaman Genetik Sapi Katingan dan Hubungan Kekerabatannya dengan beberapa
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN GROWTH HORMONE RELEASING HORMONE (GHRH) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DENGAN METODE PCR-RFLP
IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN GROWTH HORMONE RELEASING HORMONE (GHRH) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DENGAN METODE PCR-RFLP SKRIPSI ALMIRA PRIMASARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
Lebih terperinciKeragaman Genetik Sapi Katingan dan Hubungan Kekerabatannya dengan beberapa Sapi Lokal Lain Menggunakan Analisis DNA Mikrosatelit
JITV Vol. 16 No. 2, Th. 2011: 112-125 Keragaman Genetik Sapi Katingan dan Hubungan Kekerabatannya dengan beberapa Sapi Lokal Lain Menggunakan Analisis DNA Mikrosatelit BAMBANG NGAJI UTOMO 1, R.R. NOOR
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan Amplifikasi fragmen gen hormon pertumbuhan (GH) yang dilakukan pada sapi pesisir, sapi bali, sapi limousin, dan sapi simmental menunjukkan adanya
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN M
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya
Lebih terperinciKarakterisasi Keragaman Genetik DNA Mikrosatelit dan Hubungannya Dengan Bobot Badan pada Sapi Aceh
Karakterisasi Keragaman Genetik DNA Mikrosatelit dan Hubungannya Dengan Bobot Badan pada Sapi Aceh Sari EM¹, Yunus M 1, Jianlin H 2, Muchti 3 1 Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Polimorfisme RAPD dan Mikrosatelit Penelitian ini menggunakan primer dari Operon Technology, dimana dari 10 primer acak yang diseleksi, primer yang menghasilkan pita amplifikasi yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA
HASIL DAN PEMBAHASAN Gen sitokrom b digunakan sebagai pembawa kode genetik seperti halnya gen yang terdapat dalam nukleus. Primer tikus yang dikembangkan dari gen sitokrom b, terbukti dapat mengamplifikasi
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sumber :
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein merupakan bangsa sapi perah yang banyak terdapat di Amerika Serikat dengan jumlah sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang ada. Sapi ini
Lebih terperinciMINGGU VI UJI CHI SQUARE. Dyah Maharani, Ph.D.
MINGGU VI UJI CHI SQUARE Dyah Maharani, Ph.D. PENGERTIAN CHI-SQUARE Chi square adalah pengujian hipotesis mengenai perbandingan antara frekuensi observasi atau yang benar-benar terjadi dengan frekuensi
Lebih terperinciII. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di
II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas
PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas unggulan nasional karena kontribusinya yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Saat ini, Indonesia merupakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Terisi secara geografis terletak pada 108 o o 17 bujur
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Terisi secara geografis terletak pada 108 o 04-108 o 17 bujur timur dan 6 o 36-6 o 48 lintang selatan memiliki luas wilayah 174,22
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN REAKSI ESTERIFIKASI DISUSUN OLEH :
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN REAKSI ESTERIFIKASI DISUSUN OLEH : NAMA NPM TANGGAL : : : YESSICA 1343050008 04 JUNI 2014 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA 2014 TUJUAN PERCOBAAN
Lebih terperinci2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60
BAB 1 PENDAHULUAN Di wilayah Indonesia, sejauh ini,ditemukan keturunan tiga bangsa besar ternak sapi potong yaitu bangsa sapi Ongole, bangsa sapi Bali dan bangsa sapi Madura serta peranakan beberapa bangsa
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium
Lebih terperinciGambar 4. Visualisasi Hasil Amplifikasi Gen Pit1 Sapi FH dan Sapi Pedaging pada Gel Agarose 1,5%
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pit1 Gen Pit1 ekson 6 pada sapi Friesian Holstein (FH) dari lokasi BIB Lembang, BBIB singosari dan BET Cipelang; sapi pedaging (Simmental, Limousin, Angus, dan Brahman)
Lebih terperinciKolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria
Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH
62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,
Lebih terperinciRUANG AREA PARKIR LGM KHUSUS KENDARAAN RODA 4 (EMPAT)
LAMPIRAN RUANG AREA PARKIR LGM KHUSUS KENDARAAN RODA 4 (EMPAT) RAMBU BATAS KETINGGIAN DI PINTU MASUK KE AREA PARKIR LANTAI BASEMENT LGM KHUSUS KENDARAAN RODA 4 (EMPAT) MESIN KARCIS DI PINTU MASUK KE AREA
Lebih terperinciDAFTAR RIWAYAT HIDUP
50 Lampiran 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Dian Eriyanti Doloksaribu Tempat, Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 19 Mei 1993 Alamat : Jalan Jamin Ginting Gang Dipanegara No. 17C Agama : Protestan Jenis Kelamin
Lebih terperinciDAFTAR LOT MOTOR FINAL LELANG 11 NOVEMBER 2016
DAFTAR LOT MOTOR FINAL LELANG 11 NOVEMBER 2016 SERANG 001 A 2228 SH HONDA BEAT POP CW PIXEL 2016 PUTIH HITAM 75% ADA ADA 02/06/2017 TA TA BPKB MENYUSUL 15 HARI KERJA Rp 9,000,000 002 A 4659 WN YAMAHA SOUL
Lebih terperinciPEMBUATAN PETA ZONA NILAI TANAH UNTUK MENGETAHUI PERUBAHAN NILAI TANAH DI KECAMATAN RUNGKUT
PEMBUATAN PETA ZONA NILAI TANAH UNTUK MENGETAHUI PERUBAHAN NILAI TANAH DI KECAMATAN RUNGKUT MAP ZONE LAND CHANGES TO MONITORING OF CHANGE THE VALUE OF LAND AT DISTRICT RUNGKUT Udiana Wahyu Deviantari 1,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
31 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keragaman Gen FSH Sub-unit Beta Sapi Bali Metode PCR-RFLP Amplifikasi Ruas Gen FSH sub-unit beta Pada penelitian ini kondisi PCR yang digunakan adalah denaturasi awal 94 o C
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini meliputi kegiatan lapang dan kegiatan laboratorium. Kegiatan lapang dilakukan melalui pengamatan dan pengambilan data di Balai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif
Lebih terperinciEKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP
EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP (Exon 3 Growth Hormone Gene Exploration in Etawah Grade, Saanen and Pesa by PCR-SSCP Method)
Lebih terperinciI. PEMBAHASAN. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA. menggunakan teknik elektroforesis gel agarosa konsentrasi 1% pada tangki berisi
I. PEMBAHASAN A. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA Uji kualitatif dilakukan dengan dipilih secara acak sebanyak 14 sampel dari 27 sampel yang digunakan karena dianggap mewakili keseluruhan sampel
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan
30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,
Lebih terperinciABSTRAK. (xii lampiran)
ABSTRAK Fatma Kusuma Wardani, 1008486 Analisis Penentuan Portofolio Efisien Saham Pada Sepuluh Sekuritas Dalam Perusahaan Perbankan Kata Kunci : Portofolio yang efisien, Markowitz (xii + 39 + lampiran)
Lebih terperinciKarakteristik Lokus Mikrosatelit D10s1432 pada Populasi Monyet Ekor Panjang Di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi
Indonesia Medicus Veterinus 2014 3(3) : 244-251 ISSN : 2301-7848 Karakteristik Lokus Mikrosatelit D10s1432 pada Populasi Monyet Ekor Panjang Di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi CHARACTERISTICS OF D10S1432
Lebih terperinciBAB 7. Analisis Polimorfisme Gen GHUntuk ProduktivitasTernak Sapi PO
BAB 7 Analisis Polimorfisme Gen GHUntuk ProduktivitasTernak Sapi PO Beberapa kajian dilaporkan bahwa genotip Msp1+/+danMsp1+/- dapat digunakan sebagai gen kandidat dalam seleksi ternak sapi untuk program
Lebih terperinciPROGRAM KERJA INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT DADI KELUARGA PURWOKERTO TAHUN
PROGRAM KERJA INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT DADI KELUARGA PURWOKERTO TAHUN 05 A. PENDAHULUAN Pelayanan gizi merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan di rumah sakit, yang saling menunjang dan tidak
Lebih terperinciANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI
1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Plasma nutfah ternak mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan dan kesejahteraan bagi masyarakat dan lingkungannya. Sebagai negara tropis Indonesia memiliki
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Profil RAPD Keanekaragaman profil RAPD meliputi jumlah fragmen dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan tiga primer (OPA-2, OPC- 2, dan OPC-5)
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tanaman mangga dengan menggunakan metode CTAB (cetyl trimethylammonium
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ekstraksi DNA Analisis DNA dimulai dengan melakukan ekstraksi DNA total dari daun tanaman mangga dengan menggunakan metode CTAB (cetyl trimethylammonium bromide). CTAB merupakan
Lebih terperinciKERAGAMAN DNA MIKROSATELIT SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH) DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL (BPTU) SAPI PERAH BATURRADEN
KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH) DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL (BPTU) SAPI PERAH BATURRADEN (Microsatellite DNA Variation of Holstein Friesian (HF) Dairy Cattle in BPTU Baturraden)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Ayam lokal di Indonesia telah lama dikembangkan oleh masyarakat Indonesia dan biasanya sering disebut dengan ayam buras. Ayam buras di Indonesia memiliki perkembangan
Lebih terperinciA~a n = B~b~b 1 n = C~c b ~c s ~c a ~c n = D~d n = i~i n= L~l n = o~o n = = h.
Lokus o~o yang terpaut kromosom X akan memberikan tiga macam warna fenotipe yaitu oranye (a 1 ), tortoiseshell (a ) dan bukan oranye (a ) dengan jumlah a 1 + a + a = n. Frekuensi alel ditentukan dengan
Lebih terperinciKARAKTERISASI GENETIK SAPI ACEH MENGGUNAKAN ANALISIS KERAGAMAN FENOTIPIK, DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA DAN DNA MIKROSATELIT
KARAKTERISASI GENETIK SAPI ACEH MENGGUNAKAN ANALISIS KERAGAMAN FENOTIPIK, DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA DAN DNA MIKROSATELIT MOHD. AGUS NASHRI ABDULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Lebih terperinciIMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS
IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS Shorea johorensis Foxw DI PT. SARI BUMI KUSUMA BERDASARKAN RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) TEDI YUNANTO E14201027
Lebih terperinciPENGARUH PEJANTAN TERHADAP KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT DARI LOKUS CSN-3, BM 143, BM 415 DI KROMOSOM BTA-6
PENGARUH PEJANTAN TERHADAP KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT DARI LOKUS CSN-3, BM 143, BM 415 DI KROMOSOM BTA-6 C. SUMANTRI 1, A. ANGGRAENI 2. dan A. FARAJALLAH 3 1 Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth
III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan
Lebih terperinciMETODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi asli Indonesia secara genetik dan fenotipik umumnya merupakan: (1) turunan dari Banteng (Bos javanicus) yang telah didomestikasi dan dapat pula (2) berasal dari hasil
Lebih terperinciSKRIPSI. KEANEKARAGAMAN GENETIK DAN IDENTIFIKASI JENIS KELAMIN Lonchura fuscans SECARA MOLEKULER. Disusun oleh: Carolina Yulent Carlen
SKRIPSI KEANEKARAGAMAN GENETIK DAN IDENTIFIKASI JENIS KELAMIN Lonchura fuscans SECARA MOLEKULER Disusun oleh: Carolina Yulent Carlen 110801189 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNOBIOLOGI PROGRAM
Lebih terperinciStudi Zona Nilai Tanah di Sekitar Lokasi Pembangunan Pelabuhan Internasional Kalimireng
A708 Studi Zona Nilai Tanah di Sekitar Lokasi Pembangunan Pelabuhan Internasional Kalimireng Erlenda Prameswari Putri, Yanto Budisusanto, Udiana Wahyu D, Andy Dediyono Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
59 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil data survai dan analisis yang dilakukan pada lahan parkir Rumah Sakit Umum Daerah RAA Soewondo Pati selama 3 hari dapat diambil kesimpulan
Lebih terperinciKERAGAMAN PROTEIN PLASMA DARAH KAMBING JAWARANDU DI KABUPATEN PEMALANG (Blood Plasm Protein Variability of Jawarandu Goat in Pemalang, Central Java)
Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p 136 142 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj KERAGAMAN PROTEIN PLASMA DARAH KAMBING JAWARANDU DI KABUPATEN PEMALANG (Blood Plasm Protein
Lebih terperinci