III. HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Inge Gunardi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Fenotipe morfometrik Karakteristik morfometrik ikan nilem meliputi 21 fenotipe yang diukur pada populasi ikan nilem hijau (tetua) dan keturunannya dari hasil perkawinan antara nilem hijau, serta populasi ikan nilem were. Perbedaan fenotipe morfometrik yang dinyatakan dalam koefisien keragaman (CV) dari 21 karakter morfometrik ikan nilem hijau dan nilem were digambarkan menggunakan grafik batang (Gambar 3) dan disajikan dalam tabel distribusi fenotipe morfometrik (Lampiran 2a dan 2b). Koefisien keragaman fenotipe morfometrik pada ikan nilem berkisar antara 0,06-0,27 (nilem hijau) dan 0,03-0,49 (nilem were). Pada karakter C6 (jarak antara titik awal sirip anal dengan titik akhir sirip punggung) menunjukkan koefisien keragaman yang paling tinggi pada nilem were sebesar 0,49. Sebaliknya, karakter A2 (jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik di ujung mulut) merupakan fenotipe morfometrik yang menunjukkan koefisien keragaman paling rendah, yaitu 0,03 pada nilem were. Koefisien keragaman fenotipe morfometrik yang paling tinggi pada ikan nilem hijau ditunjukkan oleh karakter B1 (jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik awal sirip anal) sebesar 0,27, dan yang paling rendah adalah karakter B6 (jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik akhir sirip perut) sebesar 0,06. Karakter A5 (jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik di ujung mulut) dan karakter C3 (jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik akhir sirip punggung) pada ikan nilem were dan nilem hijau memiliki nilai yang sama, yaitu 0,07 untuk A5 dan 0,09 untuk C3. Koefisien keragaman fenotipe dipengaruhi oleh faktor genetis, lingkungan, dan interaksi genetis dengan lingkungan (Tave 1999).
2 CV A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B3 B4 B5 B6 C1 C3 C4 C5 C6 D1 D3 D4 D5 D6 Karakter morfometrik nilem hijau nilem were Gambar 3 Koefisien keragaman (CV) karakter morfometrik ikan nilem hijau dan nilem were Hubungan Interpopulasi Nilem Hijau dan Nilem Were Berdasarkan hubungan kemiripan karakter morfometrik antara nilem hijau dan nilem were serta truebreed nilem hijau yang digambarkan dalam bentuk dendogram menunjukkan hubungan terdekat adalah induk nilem hijau dengan truebreed nilem hijau, sedangkan yang terjauh adalah induk nilem were (Gambar 4). Hubungan interpopulasi berdasarkan kemiripan karakter dari nilem hijau dan truebreed nilem hijau (HH) mencapai 43,25% sedangkan kemiripan karakter dari nilem hijau dengan nilem were adalah 26,37%. Secara genetis truebreed HH mewarisi induknya, namun ekspresi fenotipeiknya 56,75% dipengaruhi oleh faktor lain. (Lampiran 3a) Similarity (%) Ika n Keterangan : 1 = Induk nilem hijau, 2 = Induk nilem were, 3 = truebreed nilem hijau 2 Gambar 4 Hubungan interpopulasi nilem hijau, truebreed nilem hijau (HH), dan nilem were berdasarkan kemiripan karakter morfometrik. 9
3 Berdasarkan hubungan 21 karakter morfometrik populasional menunjukkan pemisahan dalam 2 cluster, yaitu kelompok 1 dan kelompok 2. Karakter kelompok 1 (A1-B4-C5-C3) memiliki kemiripan berkisar antara 81,09-99,99% dan kelompok 2 (A2, D6, A5, D3, C1, A6, D5, B3, B5, B6, C4, A3, B1, D1, D4, A4, C6) memiliki kemiripan berkisar antara 93,19-99,99% (Gambar 5). Berdasarkan uji MANOVA (Levene s Test) karakter C6 dan A6 berbeda nyata (P<0,05) terhadap karakter lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetis mengontrol karakter C6 dan A6 serta berhubungan dengan kelompok karakter yang memiliki tingkat kemiripan tinggi pada ikan nilem (Lampiran 3b) Similarity (%) A1 B4 C5 C3 A2 D6 A5 D3 C1 A6 D5 B3 karakter B5 B6 C4 A3 B1 D1 D4 A4 C6 Gambar 5 Hubungan interpopulasi tiap karakter fenotipe morfometrik nilem hijau, truebreed nilem hijau (HH), dan nilem were berdasarkan kemiripan karakter morfometrik Heritabilitas Pendugaan nilai heritabilitas 21 karakter morfometrik dihitung berdasarkan regresi anak terhadap tetua pada ikan nilem hijau (Gambar 6), yaitu berkisar antara 0,02-6,79%. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman ukuran karakter morfometrik pada ikan nilem hijau yang dipengaruhi oleh faktor genetik adalah 0,02-6,79%, selebihnya disebabkan oleh faktor lingkungan. Nilai heritabilitas yang terendah adalah karakter C5 (jarak antara titik akhir sirip anal dengan titik awal sirip punggung) sebesar 0,02%, sedangkan yang terbesar adalah 10
4 karakter A5 (jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik di ujung mulut) sebesar 6,79% (Lampiran 4 dan 2c). heritabilitas (%) A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B3 B4 B5 B6 C1 C3 C4 C5 C6 D1 D3 D4 D5 D6 Karakter morfometrik Gambar 6 Nilai heritabilitas karakter morfometrik pada ikan nilem hijau Kualitas Air Parameter kualitas air yang diamati pada pemeliharaan larva ikan nilem meliputi ph, suhu, Dissolved Oxygen (DO), dan Total Ammonia Nitrogen (TAN) (Tabel 1). Pada umumnya kualitas air tidak bervariasi pada pemeliharaan larva nilem dan berada pada kisaran yang dapat ditoleransi ikan air tawar. Dalam hal ini, ph berkisar antara 7,02-7,86, suhu berkisar antara 25-27, DO berkisar antara 4,1-5 mg/l, dan TAN berkisar antara 0,041-0,13 mg/l. Tabel 1 Kualitas air pada pemeliharaan larva ikan nilem Parameter Truebreed nilem hijau (HH) Mulyasari (2010) ph 7,02-7,5 6-9,5 Suhu ( o C) DO (mg/l) 4, ,02 TAN (mg/l) 0,041-0,10 0-0,1 11
5 3.2 Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian terdapat perbedaan fenotipe morfometrik antara nilem hijau dan nilem were pada karakter C6 (jarak antara titik awal sirip anal dengan titik akhir sirip punggung) dengan tingkat keragaman yang relatif lebih tinggi pada populasi ikan nilem were dibandingkan nilem hijau sebesar 0,49 pada nilem were versus 0,26 pada nilem hijau dan karakter A6 (jarak antara titik bawah sirip dada dengan titik tengah antara kepala dan sirip punggung) dengan tingkat keragaman yang relatif lebih tinggi pada populasi ikan nilem hijau dibandingkan nilem were sebesar 0,13 pada nilem hijau versus 0,06 pada nilem were. Dua karakter ini diduga menjadi pembeda dari ikan nilem were dengan ikan nilem hijau. Sedangkan dua karakter morfometrik menunjukkan kemiripan distribusi pada kedua jenis ikan nilem yaitu pada karakter A5 (jarak antara titik akhir sirip perut dengan titik di ujung mulut) dan karakter C3 (jarak antara titik awal sirip punggung dengan titik akhir sirip punggung) dan diduga merupakan penciri jenis ikan nilem yang umum dimasyarakat. Secara umum nilai koefisien variasi suatu karakter mengindikasikan tingkat variabilitas karakter yang bersangkutan pada suatu populasi. Tingkat variabilitas suatu karakter fenotipe mencerminkan variabilitas genotip populasi tersebut yang menggambarkan variabilitas genetiknya (Ariyanto dan Subagyo 2004). Nilai variabilitas genetik berhubungan dengan proporsi gen-gen yang homozigot dan heterozigot. Semakin banyak proporsi gen yang homozigot berarti variabilitas genetiknya semakin rendah. Demikian pula sebaliknya, semakin banyak proporsi gen yang heterozigot, variabilitas genetiknya akan semakin tinggi. Koefisien keragaman pada kedua populasi menghasilkan kisaran nilai keragaman fenotipe morfometrik yang lebih tinggi pada nilem were, yaitu 0,03-0,49 versus 0,06-0,27 pada nilem hijau. Nilai keragaman fenotipe morfometrik nilem were yang lebih tinggi dibandingkan nilem hijau mengindikasikan bahwa ikan nilem were memiliki keragaman genetik yang lebih baik dibandingkan nilem hijau. Akan tetapi, perubahan fenotipe ini tidak berarti adanya perubahan genetik dari suatu populasi sehingga adanya perbedaan fenotipe diantara populasi tidak dapat dikatakan sebagai adanya perbedaan genetik (Mulyasari 2010). 12
6 Karakter fenotipe kedua populasi ikan nilem berdasarkan nilai koefisien keragaman menunjukkan nilai yang relatif rendah. Rendahnya keragaman tersebut diduga karena nilem telah lama dibudidayakan secara luas oleh masyarakat dan diakibatkan oleh faktor lingkungan selama kedua populasi hidup. Pola budidaya yang dilakukan untuk memelihara kedua populasi ini adalah polikultur, baik di wilayah Tasikmalaya maupun Bogor. Menurut Mulyasari (2010), sumber induk yang digunakan untuk pembenihan di daerah Tasikmalaya berasal dari beberapa lokasi budidaya ikan nilem yang ada di Tasikmalaya, sedangkan untuk lokasi di Bogor sumber induk hanya berasal dari Tasikmalaya. Selain itu, koefisien keragaman yang rendah juga diduga akibat pemeliharaan ikan nilem yang dilakukan bersamaan dengan ikan lainnya. Dalam riset Senanan et al. (2004) menjelaskan bahwa keragaman genetik ikan Clarias macrocephalus diduga dipengaruhi oleh adanya input genetik dari ikan Trichogaster pectoralis yang dipelihara dalam satu wadah pemeliharaan. Leary et al. (1995) dalam Wuwungan (2009) menyatakan bahwa genotip dengan tingkat keragaman yang tinggi menunjukkan fitness yang lebih baik, diantaranya meliputi laju pertumbuhan, fekunditas, viabilitas, serta daya tahan terhadap perubahan lingkungan dan stres. Keragaman genetik yang rendah dari ikan nilem hijau juga kemungkinan disebabkan oleh proses seleksi maupun inbreeding pada jumlah populasi yang terbatas tanpa pola rekrutmen yang terarah. Sedangkan faktor yang dapat meningkatkan keragaman genetik adalah munculnya gen baru hasil mutasi dan introduksi gen dari proses migrasi populasi. Namun demikian, menurut Soewardi (2007) dalam Mulyasari (2010), laju mutasi yang terjadi di alam berlangsung lambat, sedangkan proses migrasi pada populasi ikan air tawar sangat terbatas, meskipun keduanya berpeluang menyediakan cukup keragaman genetik bagi populasi. Sebagaimana dilaporkan pada hasil riset terdahulu bahwa keragaman genetik ikan nilem hijau tidak cukup tinggi dibandingkan dengan ikan nilem were (Mulyasari 2010). Semakin beragam sumberdaya genetik suatu populasi, akan semakin tinggi kemampuan populasi tersebut untuk bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama dan semakin tinggi pula daya adaptasi terhadap perubahan lingkungan sekitar. Sebaliknya, kurangnya variasi genetik atau terlalu tinggi 13
7 homozigositas dapat menurunkan ketahanan hidup dan fitness suatu individu atau populasi. Menurut Dunham (2004), keragaman genetik penting untuk mempertahankan keberlangsungan suatu spesies dalam jangka waktu yang lama karena keragaman genetik memberikan keunggulan terhadap kebugaran suatu populasi atau spesies dengan cara memberikan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan. Frekuensi alel dalam genotip populasi di alam tidak selalu tercermin dalam populasi hatchery atau laboratorium. Menurut Li et al. (2004), perubahan acak dalam frekuensi alel dapat disebabkan oleh kesalahan sampling atau perkawinan dalam memproduksi keturunan. Berdasarkan hubungan kemiripan karakter morfometrik antara nilem hijau dan nilem were serta truebreed nilem hijau menunjukkan hubungan terdekat adalah induk nilem hijau dengan truebreed nilem hijau, sedangkan yang terjauh adalah induk nilem were (Gambar 4). Kemiripan karakter dari nilem hijau dan truebreed nilem hijau (HH) sebesar 43,25%. Hal ini menunjukkan bahwa secara genetis truebreed HH mewarisi induknya, namun ekspresi fenotipeiknya 56,75% dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mulyasari (2010) bahwa truss morfometrik sangat dipengaruhi oleh lingkungan sedangkan genotip tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Adanya pengaruh lingkungan sesuai dengan pendapat Turan dan Basusta (2001) yang mengatakan bahwa faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, dan ketersediaan makanan berpengaruh pada perbedaan fenotipe ikan herring. Menurut Kirpichnikov (1981) dalam Amrullah (2001), tampilan morfologi berdasarkan pengukuran morfometrik dan meristik merupakan refleksi dari kekuatan pewarisan karakter dari sumber gamet serta kondisi lingkungan yang mendukungnya pada saat pembelahan sel berlangsung. Menurut Tave (1999), keragaman fenotipe berasal dari penjumlahan keragaman genetik, keragaman lingkungan, dan interaksi antara variasi lingkungan dan genetik. Pada kondisi lingkungan yang optimal, kemampuan tumbuh organisme akan optimal dan begitu pula sebaliknya. Dalam hal ini, kualitas air media pemeliharaan larva masih berada pada kisaran yang layak bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan nilem. Gambar 5 menunjukkan bahwa terdapat 2 kelompok dalam hubungan 21 karakter morfometrik. Karakter C6 dan A6 yang berada pada kelompok 2 berbeda 14
8 nyata terhadap karakter lainnya. Faktor genetis mengontrol kedua karakter ini dan berhubungan dengan kelompok karakter yang memiliki tingkat kemiripan tinggi yang terdapat pada kelompok 2. Pada saat mengalami perubahan genetis pada salah satu atau beberapa karakter pada kelompok 2 maka secara langsung karakter lainnya dalam kelompok 2 akan mengikuti perubahan tersebut. Apabila ditinjau dari koefisien keragaman, karakter C6 pada nilem were memiliki keragaman paling tinggi diantara karakter lainnya. Hal ini menguatkan dugaan di atas bahwa faktor genetis mengontrol karakter C6. Sedangkan karakter A6 menunjukkan nilai koefisien keragaman 0,13 (nilem hijau) dan 0,06 (nilem were). Meskipun memiliki koefisien keragaman yang rendah, karakter A6 berada pada kelompok 2 sehingga diduga akan mengikuti perkembangan karakter lainnya dalam kelompok 2 (A2, D6, A5, D3, C1, A6, D5, B3, B5, B6, C4, A3, B1, D1, D4, A4, C6). Berdasarkan angka pewarisan karakter morfometrik yang dihitung pada nilem hijau menunjukkan heritabilitas yang relatif rendah (0,02-6,79 %). Hal ini menegaskan bahwa tingkat kemiripan genetik kedua tetua pada truebreeding cukup tinggi. Sedangkan hubungan interpopulasi nilem hijau dengan nilem were menunjukkan tingkat keragaman yang lebih tinggi seperti digambarkan melalui dendrogram (Gambar 8). Menurut Fujaya (1999), nilai heritabilitas dapat berubah sesuai dengan kondisi lingkungan dan umur ikan pada saat fenotipe diukur. Hetzel et. al (2000) menjelaskan bahwa variasi fenotipe seperti heritabilitas bisa mengalami penurunan akibat perubahan genetik. Nilai heritabilitas yang rendah juga diakibatkan oleh perbedaan lingkungan dari induk dan keturunan. Hal ini sangat mungkin terjadi mengingat kondisi lingkungan di alam sangat berbeda dengan kondisi lingkungan dalam laboratorium. Pernyataan ini diperkuat oleh Vandeputte et al. (2004) bahwa nilai heritabilitas yang rendah dipengaruhi oleh lingkungan ataupun jumlah induk yang digunakan dalam pemijahan. Ada hal penting yang perlu diperhatikan sebelum pembudidaya memulai program pemuliaan seperti hibridisasi, salah satunya adalah mengetahui hubungan kekerabatan. Filogenetik sangat berpengaruh pada keberhasilan suatu persilangan karena dapat memberikan gambaran terhadap kemungkinan adanya perkawinan antar populasi. Berdasarkan hasil penelitian, metode pengukuran fenotipe morfometrik cukup untuk menggambarkan kekerabatan interpopulasi ikan nilem.. 15
9 Hasil penelitian menunjukkan informasi yang penting dalam mengambil keputusan untuk program pemuliaan yang akan dijalankan oleh pembudidaya. Langkah awal yang perlu dilakukan untuk ikan nilem were adalah pembentukan populasi dasar. Pembentukan populasi dasar membutuhkan stok induk yang memiliki keragaman genetik tinggi sehingga mampu menyediakan alel-alel yang beragam yang berhubungan dengan produktivitas seperti laju pertumbuhan yang tinggi, efisiensi pakan tinggi, atau tahan terhadap penyakit. Oleh karena itu diperlukan perbaikan sistem rekrutmen dengan menambah jumlah pasang induk yang akan digunakan dalam pemijahan. Selain itu dapat pula dilakukan seleksi untuk meningkatkan nilai variabilitas genetik dan heritabilitas karakter pertumbuhan. Menurut Tave (1993), Gjedrem (1993) serta Falconer dan Mackey (1996) dalam Ariyanto dan Subagyo (2004) aktivitas seleksi pada suatu generasi mampu memperbaiki kualitas genetik sebesar 10%-20% pada setiap generasi selanjutnya. Perbaikan genetik ikan nilem hijau dapat dilakukan melalui program persilangan. Penentuan ini berdasarkan pada nilai koefisien keragaman yang rendah pada ikan nilem hijau. Persilangan dapat dilakukan dengan spesies ikan yang memiliki keragaman genetik tinggi sehingga diharapkan dapat meningkatkan keragaman genetik yang rendah pada ikan nilem hijau. Persilangan ini dapat dilakukan secara interspesifik, intraspesifik, maupun intergenerik. Apabila ditinjau dari nilai heritabilitas ikan nilem hijau, maka dapat pula dilakukan seleksi famili pada populasi ikan nilem hijau. Seleksi famili dapat diterapkan untuk ikan yang memiliki nilai heritabilitas lebih kecil atau sama dengan 0,15 (Tave 1999). Program selective breeding, salah satunya melalui seleksi famili dilakukan untuk memperbaiki karakter fenotipe terutama laju pertumbuhan. Laju pertumbuhan yang tinggi pada populasi ikan budidaya akan meningkatkan produksi ikan yang dibudidayakan. Dengan produktivitas yang tinggi dalam budidaya maka keuntungan para pembudidaya ikan diharapkan dapat meningkat. 16
II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.
II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Profil RAPD Keanekaragaman profil RAPD meliputi jumlah fragmen dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan tiga primer (OPA-2, OPC- 2, dan OPC-5)
Lebih terperinciEVALUASI KERAGAMAN FENOTIPE TRUSS MORFOMETRIK IKAN NILEM UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN NILEM DESI LESTARI
EVALUASI KERAGAMAN FENOTIPE TRUSS MORFOMETRIK IKAN NILEM UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN NILEM DESI LESTARI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jumlah Larva Jumlah larva yang dipanen dari pemijahan induk semua tipe persilangan disajikan pada Gambar 5. Jumlah larva terbanyak dihasilkan dari persilangan
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN M
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya
Lebih terperinciKARAKTERISTIK FENOTIPE MORFOMERISTIK DAN KERAGAMAN GENOTIPE RAPD (RANDOMLY AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA) IKAN NILEM (Osteochilus hasselti) DI JAWA BARAT
KARAKTERISTIK FENOTIPE MORFOMERISTIK DAN KERAGAMAN GENOTIPE RAPD (RANDOMLY AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA) IKAN NILEM (Osteochilus hasselti) DI JAWA BARAT MULYASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kegiatan seleksi famili yang dilakukan telah menghasilkan dua generasi yang merupakan kombinasi pasangan induk dari sepuluh strain ikan nila, yaitu TG6, GIFT F2 dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi yang baik semakin meningkat, baik kecukupan protein hewani
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.23/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA NIRWANA II MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna lebih
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia kedelai
Lebih terperinciII. BAHAN DAN METODE 2.1 Perancangan Percobaan
II. BAHAN DAN METODE 2.1 Perancangan Percobaan Induk yang digunakan dalam penelitian ini adalah induk ikan nila yang berasal dari 4 populasi ikan nila yang berbeda, yaitu Red NIFI, NIRWANA, BEST, dan Merah
Lebih terperinci-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PELEPASAN IKAN LELE MUTIARA.
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN LELE MUTIARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciKERAGAMAN FENOTIPE TRUSS MORFOMETRIK IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp.) PADA BEBERAPA UKURAN BENIH MUHAMMAD HASYIM AL ABROR
KERAGAMAN FENOTIPE TRUSS MORFOMETRIK IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp.) PADA BEBERAPA UKURAN BENIH MUHAMMAD HASYIM AL ABROR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciII. BAHAN DAN METODE
II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juli 2012. Penelitian dilaksanakan di Balai Budidaya Laut Lombok, Dusun Gili Genting, Kecamatan
Lebih terperinciSELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT
Media Akuakultur Vol. 10 No. 2 Tahun 2015: 65-70 SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT Didik Ariyanto Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Jl. Raya 2 Pantura Sukamandi, Patokbeusi, Subang 41263, Jawa
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian tersebar ke daerah Mancuria, Korea, Jepang, Rusia,
Lebih terperinciPokok Bahasan: Pemuliaan untuk Tanaman Menyerbuk Sendiri. Arya Widura R., SP., MSI PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi
5 Pokok Bahasan: Pemuliaan untuk Tanaman Menyerbuk Sendiri Arya Widura R., SP., MSI PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi 1. Tanaman menyerbuk sendiri 2. Dasar genetik Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Sendiri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kedelai biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe, tahu, kecap,
Lebih terperinciIrin Iriana Kusmini, Rudy Gustiano, dan Mulyasari. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Jl. Raya Sempur No. 1, Bogor E-mail: brpbat@yahoo.
507 Karakteristik truss morfometrik... (Irin Iriana Kusmini) KARAKTERISASI TRUSS MORFOMETRIK IKAN TENGADAK (Barbonymus schwanenfeldii) ASAL KALIMANTAN BARAT DENGAN IKAN TENGADAK ALBINO DAN IKAN TAWES ASAL
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai keanekaragaman genetik yang luas (Deanon dan Soriana 1967). Kacang panjang memiliki banyak kegunaan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan salah satu
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi karena banyak disukai oleh masyarakat.
Lebih terperinciANALISIS KARAKTER REPRODUKSI IKAN NILA KUNTI (Oreochromis niloticus) F4 DAN F5. Rifqi Tamamdusturi, Fajar Basuki *) ABSTRAK
1 ANALISIS KARAKTER REPRODUKSI IKAN NILA KUNTI (Oreochromis niloticus) F4 DAN F5 Rifqi Tamamdusturi, Fajar Basuki *) Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pada penelitian F 5 hasil persilangan Wilis x B 3570 ini ditanam 15 genotipe terpilih dari generasi sebelumnya, tetua Wilis, dan tetua B 3570. Pada umumnya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Pertumbuhan Turunan Hibrid Huna Pertumbuhan bobot tubuh turunan hibrid antara huna capitmerah dengan huna biru sampai umur 4 bulan relatif sama, pada umur 5 bulan mulai tumbuh
Lebih terperinciPENTINGNYA POPULASI KONTROL INTERNAL DALAM EVALUASI KEBERHASILAN PROGRAM SELEKSI
Media Akuakultur Vol. 0 No. Tahun 05: -6 PENTINGNYA POPULASI KONTROL INTERNAL DALAM EVALUASI KEBERHASILAN PROGRAM SELEKSI Didik Ariyanto Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Jl. Raya Pantura Sukamandi, Patokbeusi,
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) NIRWANA III
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) NIRWANA III DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN
Lebih terperinciKata Kunci : Heterosis; Ikan Nila (Oreochromis niloticus); Pertumbuhan.
1 ANALISA PERTUMBUHAN DAN EFEK HETEROSIS BENIH HIBRID NILA LARASATI GENERASI 5 (F5) HASIL PENDEDERAN I III Agus Arif Rahman *) Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara
8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari persilangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus monodon Fabricius,1798) merupakan komoditas primadona dan termasuk jenis udang lokal yang berasal
Lebih terperinciEVALUASI LAJU PERTUMBUHAN, KERAGAMAN GENETIK DAN ESTIMASI HETEROSIS PADA PERSILANGAN ANTAR SPESIES IKAN PATIN (Pangasius sp.)
Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) VIII (1): 81-86 ISSN: 0853-6384 81 Full Paper EVALUASI LAJU PERTUMBUHAN, KERAGAMAN GENETIK DAN ESTIMASI HETEROSIS PADA PERSILANGAN ANTAR SPESIES IKAN PATIN (Pangasius sp.)
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 26/MEN/2004 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN LELE SEBAGAI VARIETAS UNGGUL
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 26/MEN/2004 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN LELE SEBAGAI VARIETAS UNGGUL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperkaya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (Makmur,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :
II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 34/Permentan/OT.140/7/2008 TENTANG METODE SELEKSI DALAM PEMBUATAN VARIETAS TURUNAN ESENSIAL
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 34/Permentan/OT.140/7/2008 TENTANG METODE SELEKSI DALAM PEMBUATAN VARIETAS TURUNAN ESENSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : bahwa dalam
Lebih terperinciEVALUASI RAGAM GENETIK IKAN NILA HASIL SELEKSI BEST F4, F5 DAN NIRWANA II BERDASARKAN ANALISIS RAPD DAN TRUSS MORFOMETRIK PENI PITRIANI
EVALUASI RAGAM GENETIK IKAN NILA HASIL SELEKSI BEST F4, F5 DAN NIRWANA II BERDASARKAN ANALISIS RAPD DAN TRUSS MORFOMETRIK PENI PITRIANI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2006 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2006 TENTANG PELEPASAN VARIETAS IKAN NILA NIRWANA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL INDUK PENJENIS MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN
Lebih terperinciGambar 1.1. Variasi pada jengger ayam
Uraian Materi Variasi Genetik Terdapat variasi di antara individu-individu di dalam suatu populasi. Hal tersebut menunjukkan adanya perubahan genetis. Mutasi dapat meningkatkan frekuensi alel pada individu
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida
TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Kegiatan pemuliaan diawali dengan ketersediaan sumberdaya genetik yang beragam. Keanekaragaman plasma nutfah tanaman jagung merupakan aset penting sebagai sumber
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu komoditas pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. Sebagai sumber
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kedelai mengandung sekitar 40% protein, 20% lemak, 35% karbohidrat,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil
I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil protein dan lemak nabati yang cukup penting untuk memenuhi nutrisi tubuh manusia. Bagi industri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman.
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman berkaitan erat dengan proses seleksi. Seleksi hanya dapat dilakukan dengan
Lebih terperinciPENGUJIAN KESETIMBANGAN HARDY-WEINBERG. Tujuan : Mempelajari kesetimbangan Hardy-Weinberg dengan frekuensi alel dan gen.
PENGUJIAN KESETIMBANGAN HARDY-WEINBERG Tujuan : Mempelajari kesetimbangan Hardy-Weinberg dengan frekuensi alel dan gen. PENDAHULUAN Pada tahun 1908, ahli Matematika Inggris G.H. Hardy dan seorang ahli
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam hal penyediaan pangan, pakan dan bahan-bahan industri, sehingga telah menjadi
Lebih terperinciISTILAH-ISTILAH DALAM PEMULIAAN OLEH ADI RINALDI FIRMAN
ISTILAH-ISTILAH DALAM PEMULIAAN OLEH ADI RINALDI FIRMAN 1. ANALISIS KORELASI Mempelajari hubungan antara dua sifat yang diamati atau mengukur keeratan (derajat)hubungan antara dua peubah. 2. ANALISIS REGRESI
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang sungut peraba (barbel) pada sisi kanan dan kiri anterior kepala, tidak memiliki sisik, dan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keragaman Haplotipe Ikan Malalugis Panjang sekuens mtdna ikan malalugis (D. macarellus) yang diperoleh dari hasil amplifikasi (PCR) dengan menggunakan pasangan primer HN20
Lebih terperinciSTUDI MORFOLOGI BEBERAPA JENIS IKAN LALAWAK (Barbodes spp) DI SUNGAI CIKANDUNG DAN KOLAM BUDIDAYA KECAMATAN BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG
STUDI MORFOLOGI BEBERAPA JENIS IKAN LALAWAK (Barbodes spp) DI SUNGAI CIKANDUNG DAN KOLAM BUDIDAYA KECAMATAN BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG ANGGA ALAN SURAWIJAYA C02499069 SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA
Lebih terperinciANALISIS RAGAM GENOTIP RAPD DAN FENOTIP TRUSS MORFOMETRIK TIGA POPULASI IKAN GABUS Channa striata (Bloch, 1793) TIA OKTAVIANI
ANALISIS RAGAM GENOTIP RAPD DAN FENOTIP TRUSS MORFOMETRIK TIGA POPULASI IKAN GABUS Channa striata (Bloch, 1793) TIA OKTAVIANI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari
Lebih terperinciPENGARUH TIPE PERSILANGAN TERHADAP SINTASAN DAN PERTUMBUHAN POPULASI BENIH UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii)
591 Pengaruh tipe persilangan terhadap sintasan dan pertumbuhan... (Imron) PENGARUH TIPE PERSILANGAN TERHADAP SINTASAN DAN PERTUMBUHAN POPULASI BENIH UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) Imron *), Harry
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Panjang Baku Gambar 1. menunjukkan bahwa setelah dilakukan penyortiran pada bulan pertama terjadi peningkatan rata-rata panjang baku untuk seluruh kasus dan juga kumulatif.
Lebih terperinciLABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009
ANALISIS HERITABILITAS POLA REGRESI LAPORAN PRAKTIKUM Oleh Adi Rinaldi Firman 200110070044 LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009 BAB I PENDAHULUAN
Lebih terperinciTanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN
Tanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN Dasar Genetik Tanaman Penyerbuk Silang Heterosigot dan heterogenous Satu individu dan individu lainnya genetis berbeda Keragaman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein nabati yang penting mengingat kualitas asam aminonya yang tinggi, seimbang dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan.
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pertambahan penduduk dan berkembangnya industri pengolahan makanan yang berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan. Kebutuhan kacang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. ujung (tassel) pada batang utama dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Jagung Manis Jagung manis adalah tanaman herba monokotil dan tanaman semusim iklim panas. Tanaman ini berumah satu dengan bunga jantan tumbuh sebagai perbungaan ujung (tassel)
Lebih terperinciVII. PEMBAHASAN UMUM
VII. PEMBAHASAN UMUM Ketahanan terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum acutatum dilaporkan terdapat pada berbagai spesies cabai diantaranya Capsicum baccatum (AVRDC 1999; Yoon
Lebih terperinciEVALUASI KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN NILAI HETEROSIS PADA PERSILANGAN DUA STRAIN IKAN NILA (Oreochromis niloticus)
553 Evaluasi keragaan pertumbuhan dan nilai heterosis... (Adam Robisalmi) EVALUASI KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN NILAI HETEROSIS PADA PERSILANGAN DUA STRAIN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Adam Robisalmi,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ikan Nilem
TINJAUAN PUSTAKA Ikan Nilem Nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan endemik Indonesia yang hidup di sungai-sungai, danau dan rawa-rawa, tersebar di pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Namun, sejalan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hikam (2007), varietas LASS merupakan hasil rakitan kembali varietas
9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jagung Manis LASS Menurut Hikam (2007), varietas LASS merupakan hasil rakitan kembali varietas jagung sintetik bernama Srikandi. Varietas LASS juga merupakan hasil
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG
Menimbang KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG PELEPASAN IKAN TORSORO MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa guna lebih memperkaya
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)
4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan tanaman telah menghasilkan bibit unggul yang meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan dihasilkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Amplifikasi silang jenis Mindi Amplifikasi DNA merupakan proses penggandaan DNA dimana basa penyusun DNA direplikasi dengan bantuan primer. Primer merupakan potongan rantai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Jagung Manis Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan letak bunga jantan terpisah dari bunga betina pada
Lebih terperinciMETODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI
METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI Metode Pemuliaan Introduksi Seleksi Hibridisasi penanganan generasi bersegregasi dengan Metode silsilah (pedigree) Metode curah (bulk) Metode silang balik (back
Lebih terperinciDAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...
DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... iii Halaman Pernyataan... iv Halaman Persembahan... v Kata Pengantar... vi Daftar Isi... viii Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xi Daftar Lampiran...
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Ayam lokal di Indonesia telah lama dikembangkan oleh masyarakat Indonesia dan biasanya sering disebut dengan ayam buras. Ayam buras di Indonesia memiliki perkembangan
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2016 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) RAJADANU TAHAN PENYAKIT KHV DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen dalam bentuk polong muda. Kacang panjang banyak ditanam di
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) MARWANA
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) MARWANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 42/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG GALAH SEBAGAI VARIETAS UNGGUL
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 42/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG GALAH SEBAGAI VARIETAS UNGGUL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka dalam rangka
Lebih terperinciPEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
79 PEMBAHASAN UMUM Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kuda di Sulawesi Utara telah dikenal sejak lama dimana pemanfatan ternak ini hampir dapat dijumpai di seluruh daerah sebagai ternak tunggangan, menarik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pendugaan stok ikan. Meskipun demikian pembatas utama dari karakter morfologi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakter morfologi telah lama digunakan dalam biologi perikanan untuk mengukur jarak dan hubungan kekerabatan dalam pengkategorian variasi dalam taksonomi. Hal ini juga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi terutama proteinnya (35-38%) hampir mendekati protein
Lebih terperinciSuhardi, S.Pt.,MP MONOHIBRID
Suhardi, S.Pt.,MP MONOHIBRID TERMINOLOGI P individu tetua F1 keturunan pertama F2 keturunan kedua Gen D gen atau alel dominan Gen d gen atau alel resesif Alel bentuk alternatif suatu gen yang terdapat
Lebih terperinciGambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk
Lebih terperinciANALISA GENETIC GAIN ANAKAN IKAN NILA PANDU (Oreochromis niloticus) F5 HASIL PEMBESARAN I. Nurin Dalilah Ayu, Sri Hastuti *)
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 147-160 ANALISA GENETIC GAIN ANAKAN IKAN NILA PANDU (Oreochromis niloticus) F5 HASIL PEMBESARAN I Nurin Dalilah Ayu, Sri Hastuti *) Program Studi Budidaya Perairan,
Lebih terperinciPARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi
PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi PENDAHULUAN Seleksi merupakan salah satu kegiatan utama dalam pemuliaan tanaman.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi tinggi sebagai sumber protein nabati dengan harga terjangkau. Di Indonesia, kedelai banyak
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN KELABAU (OSTEOCHILUS MELANOPLEURUS) HASIL DOMESTIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/KEPMEN-KP/2013 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/KEPMEN-KP/2013 TENTANG PELEPASAN BENIH SEBAR HIBRIDA IKAN LELE SANGKURIANG 2 MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran
Lebih terperinciPENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba mempunyai arti penting bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia karena dapat menghasilkan daging, wool, dan lain sebagainya. Prospek domba sangat menjanjikan untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia tinggi, akan tetapi produksinya sangat rendah (Badan Pusat Statistik,
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kedelai merupakan salah satu contoh dari komoditas tanaman pangan yang penting untuk dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan kedelai di Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung yang merupakan sumber protein utama bagi masyarakat. Pemanfaatan
Lebih terperinciANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) PANJANG BADAN TERNAK SAPI PO
BAB 11 ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) PANJANG BADAN TERNAK SAPI PO Nilai genetik dan rata-rata populasi ditentukan dengan menggunakan data kajian pada ternak sapi PO. Data fenotip yang dimaksud
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Efisiensi Keberhasilan Hibridisasi Buatan Keberhasilan suatu hibridisasi buatan dapat dilihat satu minggu setelah dilakukan penyerbukan. Pada hibridisasi buatan kacang tanah,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas terpenting di dunia. Sebagai tanaman kacang-kacangan sumber protein dan lemak nabati,
Lebih terperinci