BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan pengembang properti berdasarkan survei yang dilakukan oleh Indonesia Property Watch (2015), menunjukkan bahwa rata-rata jumlah pengembang di bidang properti meningkat 20 persen per tahun. Hal tersebut mengindikasikan banyaknya permintaan terhadap properti residensial di Indonesia, baik komersial maupun industrial. McClelland (2014), jumlah pengusaha untuk menjadi negara yang maju minimal 2 persen dari total penduduk. Jika semakin banyak orang yang melakukan usaha di bidang pengembangan properti, dapat meningkatkan tingkat persentase sebagai kontribusi menjadi negara yang maju. Menurut Widjaja (2015), bahwa tingkat backlog di Indonesia tinggi, tahun ini total backlog mencapai 14 juta unit atau per tahunnya bertambah mencapai 800.000 unit, tingginya backlog di Indonesia dapat dipandang oleh pengusaha menjadi peluang pasar, khususnya untuk pasar rumah kelas menengah ke bawah. Tingkat kurang pasok atau backlog untuk para kepala keluarga di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Harsanto (2015), menyatakan bahwa capital gain di Indonesia cukup tinggi, kenaikan harganya relatif lebih tinggi dibanding Singapura. Hal tersebut menjadi salah satu alasan mengapa pengembang lebih cenderung menjual properti yang dikembangkan dibandingkan mengelola dan menyewakan properti-properti yang dibangun di Indonesia. 1
Menurut Appraisal Institute (2013: 332), menjelaskan bahwa penggunaan tertinggi dan terbaik merupakan salah satu metode yang digunakan dalam menentukan alternatif penggunaan pada suatu lahan secara optimal yang merupakan jantung dari penilaian dari nilai pasar properti, tetapi konsepnya selalu mengalami perdebatan dari para profesional dalam setiap literatur. Esensi dari komponen analisis penggunaan tertinggi dan terbaik adalah sebuah penggunaan yang paling mungkin dan beralasan yang menghasilkan nilai tertinggi. Syarat untuk menjadi penggunaan yang paling memungkinkan dan paling beralasan, penggunaan tertinggi dan terbaik mensyaratkan penggunaan harus secara fisik memungkinkan, penggunaaan harus secara peraturan diperbolehkan, penggunaan harus secara finansial layak. Penggunaan yang didapatkan dari pertemuan tiga syarat tersebut dengan cara pengujian produktivitas tertinggi sehingga menghasilkan penggunaan yang paling memungkinkan dan paling beralasan. Berdasarkan studi di kawasan permukiman Kota Yogyakarta dengan menggunakan konsep penggunaan tertinggi dan terbaik, didapatkan alternatif penggunaan yang paling optimal. Appraisal Institute (2013: 320), menjelaskan bahwa studi kelayakan pasar penilai menentukan dan membatasi area pasar dari properti subjek dengan properti yang menjadi pesaing dalam lokasi pasar yang kompetitif. Unit hunian harus memiliki tipe konsumen yang sama dengan cara penilai harus menentukan profil atau karakter dari penyewa atau pembeli dari properti yang bersangkutan. PT. Allproperty Media (2014), menyatakan bahwa pertumbuhan properti hunian tertinggi di Indonesia terdapat di tiga kota besar, yaitu Jakarta, Denpasar 2
dan Yogyakarta. Kota Yogyakarta dengan luas kota sebesar 32,5 km² merupakan kota terkecil dari tiga kota besar yang memiliki tingkat pencarian properti tertinggi di Indonesia. Pengembang dapat mengambil kesempatan ini untuk bisa membangun unit hunian properti secara optimal sehingga keuntungan yang dihasilkan dapat lebih tinggi lagi dari keadaan sekarang sehingga hal tersebut menjadi salah satu daya tarik bagi investor untuk melakukan investasi di Kota Yogyakarta. Berdasarkan data Bank Indonesia (2015), Kota Yogykarta merupakan kota dengan kenaikan harga properti tertinggi pada tahun 2014 triwulan ke-3 untuk luas kota di bawah 50 km², tetapi merupakan kota dengan kenaikan harga properti terendah pada tahun 2015 triwulan ke-1. Kota Yogyakarta berada di urutan ketiga se-indonesia untuk jumlah peminat pencari properti. Pembangunan dan pertumbuhan properti terutama pada jenis properti perumahan berdasarkan laporan konsultasi pengembangan lahan milik PT. Cipta Karya Land (2013), di Kota Yogyakarta, untuk kelas pengembang terbagi menjadi tiga kelas. Kelas yang pertama adalah kelas pengembang kecil yang mengembangkan tanah kavling siap bangun ataupun hunian di atas tanah ukuran rata-rata 100-250 m 2 sedangkan kelas yang lain adalah kelas menengah dan kelas pengembang besar. Greg (2014), sebanyak 88% pegembang kecil di Kota Yogyakarta tidak memperluas pengembangan pembangunan ke lahan yang lebih besar disebabkan unit-unit mereka belum terjual. Menurut SPI (2013), kekuatan akan membentuk nilai pasar sehingga interaksi dari kekuatan pasar yang menghasilkan HBU menjadi sangat penting. Pasar erat kaitanya dengan metode penggunaan tertinggi 3
dan terbaik dalam menganalisis suatu lahan agar menjadi properti yang memiliki fungsi optimal. 1.2 Keaslian Penelitian Kurniawan (2014), meneliti tentang penggunaan tertinggi dan terbaik, dengan menggunakan cara analisis produktivitas properti dari aspek hukum serta peraturan dan aspek fisik serta lokasi menggunakan treshold testing dengan rating grid untuk memperoleh penggunaan tertinggi dan terbaik sementara (preliminary highest and best use). Langkah berikutnya adalah analisis pasar yang meliputi analisis terhadap permintaan dan penawaran properti, yang dilanjutkan dengan analisis kelayakan keuangan untuk setiap alternatif penggunaan. Berdasarkan hasil analisis tersebut, mengindikasikan bahwa penggunaan ruko lebih baik dibandingkan minimarket sehingga dapat disimpulkan bahwa alternatif penggunaan ruko merupakan yang paling optimal. Penelitian oleh Putra (2014), meneliti optimasi pemanfaatan lahan kosong melalui analisis penggunaan tertinggi dan terbaik, dengan alat analisis yang digunakan adalah analisis kelayakan fisik dan peraturan, analisis pasar, analisis dari perspektif masyarakat serta analisis finansial terhadap empat alternatif usulan pemanfaatan tanah. Empat alternatif tersebut adalah untuk penggunaan pusat perbelanjaan, hotel, pertokoan dan taman kota. Data penelitian tersebut diperoleh dengan menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pihak terkait, obervasi, dan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari instansi pemerintahan dan sumber-sumber lain yang relevan dengan penelitian ini. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dari empat alternatif 4
usulan pemanfaatan tanah yang diajukan, pusat perbelanjaan merupakan penggunaan yang paling optimal. Pusat perbelanjaan memungkinkan secara fisik, sesuai dengan peruntukan (zoning), memiliki tingkat daya serap pasar yang tinggi, tanggapan dari masyarakat sangat setuju, dan dari aspek finansial layak untuk dikembangkan. Agung (2014), melakukan penelitian dengan menganalisis penggunaan tertinggi dan terbaik berdasarkan aitem-aitem lingkungan, fisik, keuangan dan penggunaan keuntungan yang mampu memberikan nilai serta keuntungan yang optimal khusus pada wilayah pariwisata yang sudah matang. Analisis produktivitas properti berdasarkan kelayakan fisik dan lokasi lahan serta kelayakan peraturan dengan treshold testing yang menggunakan rating grid, mengindikasikan bahwa alternatif penggunaan yang memungkinkan terhadap tanah kosong milik PT DG yang terletak di Jl. Raya Kuta, Kelurahan Kuta, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung seluas 4.460 m² adalah penggunaan untuk hotel dengan total skor 143, penggunaan ruko jual total skor 134. Penaksiran nilai sewa tanah properti komersial dilakukan dengan analisi regresi berganda dengan metode penaksir Least Squares Dummy Variable (LSDV). Analisis penilaian pendekatan pendapatan dengan perhitungan aliran kas (discounted cash flow) selama 10 tahun untuk alternatif penggunaan hotel adalah Net Present Value sebesar Rp19.748.445.399,00 Internal Rate of Return sebesar 17.05 persen, Pay Back Period selama 6 tahun 6 bulan, Benefit Cost Ratio sebesar 1,16. Terminal Value Rp17.422.279.043,00. Analisis penilaian pendekatan pendapatan dengan perhitungan aliran kas (discounted cash flow) selama 5 tahun 5
Penggunaan apartemen jual menghasilkan Net Present Value sebesar Rp8.191.654.000,-, Internal Rate of Return sebesar 21,67 persen, Pay Back Period selama 3 tahun 3 bulan, dan Benefit Cost Net Present Value Ratio sebesar 1,23. Penggunaan ruko jual menghasilkan sebesar Rp12.895.768.000,00, Internal Rate of Return sebesar 27,66 persen, Pay Back Period selama 2 tahun 11 bulan, dan Benefit Cost Ratio sebesar 1,54. Berdasarkan analisis produktivitas properti, analisis pasar, analisis kelayakan keuangan dan analisis rekonsiliasi keuangan, dapat disimpulkan bahwa usulan penggunaan ruko jual merupakan penggunaan tertinggi dan terbaik. Penelitian Luce (2012), dengan melakukan analisis penggunaan tertinggi dan terbaik pada lahan 3701 N yang akan diinvestigasi untuk ditarik kesimpulanya dari pilihan yang paling menguntungkan dan memiliki kemampuan untuk (1) renovasi dari gedung yang ada; (2) mengembangkan gedung untuk tempat tinggal; (3) mengembangkan hotel. Penggunaan tertinggi dan terbaik di atas akan disandingkan dengan penjualan properti. Analisis-analisis yang digunakan adalah analisis lokasi dengan melihat gambaran lokasi dan pengembangan yang ada di lokasi bersangkutan. Analisis zonasi menginvestisasi pilihan pengembangan potensial yang diperbolehkan, dan akan selalu mempertimbangkan aspek legal dari syarat pengembangan. Analisis Pasar, Properti terletak di daerah perkotaan, dikelilingi oleh restoran, bar, taman, sekolah, MRT, banyak apartemen, dan gedung-gedung tempat tinggal yang bertingkat-tingkat. Setelah itu akan dilakukan analisis makro, yang mana akan membantu untuk pengembangan dimasa yang akan datang 6
sehingga dalam tahap analisis pasar ini akan diketahui tren, dan karakteristik wilayah yang mana hal tersebut akan menjelaskan pasar ini menarik bagi pendana. Analisis kelayakan pasar, pada tahap ini disajikan data pasar untuk gedung perkantoran, gedung-gedung tempat tinggal, hotel, dan tiga penggunaan yang potensial. Data ini akan digunakan untuk menganalisis penggunaan tertinggi dan terbaik. Sebagai tambahan analisis kelayakan pasar akan mengidentifikasi beberapa tren pada pasar real estate di Washington DC. Analisis Keuangan, pada tahap ini akan ditentukan penggunaan tertinggi dan terbaik yang telah mempertimbangkan renovasi, mengembangankan rumah susun, merenovasi gedung perkantoran atau mengembangkan hotel. Berdasarkan empat kajian penelitan sebelumnya belum ada yang meneliti mengenai evaluasi penentuan harga jual dan tipe properti, kurangnya penelitian yang komprehensif mengenai dasar pemilihan alternatif sehingga belum menghasilkan alternatif yang optimal dan objektif. Penelitian ini menyempurnakan metode pada penelitian sebelumnya dengan menggunakan pembanding data pasar penjualan yang apple to apple dan sebanding antara jenis properti yang terserap oleh pasar terhadap properti objek. Penggunaan analisis fisik, analisis legal dan analisis spasial yang kemudian dikonfirmasi dengan analisis pasar untuk mengetahui keadaan pangsa pasar properti objek. 1.3 Rumusan Masalah Pembangunan di Kota Yogyakarta memicu munculnya pengembangpengembang perumahan di lahan yang lebih kecil dibanding pengembangpengembang yang ada sebelumnya. Secara akumulasi hingga saat ini Kota 7
Yogyakarta mengalami backlog hingga delapan puluh ribu unit rumah (Akseptoro, 2015). Berdasarkan backlog ini harusnya pengembang dapat bertahan dan tetap menghasilkan keuntungan. Kurangnya pengetahuan pengembang mengenai analisis pasar menjadikan investasi yang dilakukan cenderung bersifat spekulasi yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kerugian/loss maupun keuntungan/profit yang tidak dapat terdeteksi. Terbatasnya pengetahuan mengenai teknik penentuan harga jual dan tipe properti yang benar terjadi di Kota Yogyakarta, Kecamatan Umbulharjo, Kelurahan Muja Muju, Jalan Timoho II. Bangunan yang telah dikembangkan di atas tanah lokasi berupa hunian yang belum diketahui apakah merupakan harga jual dan tipe properti yang sesuai dengan kondisi pasar properti, dikarenakan pada saat penelitian ini dilakukan properti tersebut belum terserap pasar atau terjual sesuai dengan tujuan utama pengembang yaitu mendapatkan tingkat keuntungan tertinggi. Peluang untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum sangat tergantung jenis properti yang diminati pasar sehingga dibutuhkan studi mengenai penggunaaan tertinggi dan terbaik terhadap lahan yang bersangkutan (Ridwanto, 2015). 1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian dan pendapat para ahli di atas, maka peneliti mengajukan pertanyaan penelitian. Apakah penentuan harga jual dan tipe properti yang dikembangkan dengan merek Urbanhouse di Kota Yogyakarta merupakan harga jual dan tipe properti yang sesuai dengan permintaan pasar? 8
1.5 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi harga jual dan tipe properti dari objek penelitian. Berdasarkan metode yang digunakan dalam penelitian ini dievaluasi apakah objek penelitian yang terletak di Jalan Timoho II dengan merek Urbanhouse di Kota Yogyakarta sesuai dengan kondisi pasar. 1.6 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat bagi beberapa pihak. Bagi pihak pendana dan pengembang, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai tingkat keuntungan tertinggi pada ukuran lahan properti yang memiliki luas kurang dari lima ratus meter persegi. Bagi pihak pembeli atau pemilik properti, harga yang di bayar merupakan nilai yang didasarkan pada penggunaan lahan tertinggi dan terbaik. Bagi pihak akademis, penelitian ini diharapkan dapat menaambah kajian mengenai metode penggunaan tertinggi dan terbaik dalam menganalisis suatu lahan. 1.7 Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini terdiri dari lima bab dengan sistematika berupa: Bab I terdiri dari Pendahuluan yang memuat latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan; Bab II terdiri dari Kajian Pustaka dari penelitian terdahulu serta kerangka penelitian; Bab III merupakan Metode Penelitian yang terdiri dari desain penelitian, metode pengumpulan data, metode penyampelan, definisi operasional, metode analisis data; Bab IV merupakan Hasil Analisis yang memuat 9
mengenai deskripsi data dan pembahasan; Bab V merupakan bagian yang memuat Kesimpulan dan Saran. 10