BAB I PENDAHULUAN. kurang merata. Dari sejumlah jiwa penduduk pada tahun 2013, sebaran
|
|
- Bambang Susman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Kabupaten Sukoharjo merupakan wilayah kabupaten dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi namun dengan sebaran penduduk yang kurang merata. Dari sejumlah jiwa penduduk pada tahun 2013, sebaran penduduk terpadat berada pada tiga kecamatan yaitu di kecamatan Grogol sebesar jiwa ( 12,45%), di kecamatan Kartasura sebesar jiwa ( 10,96%), dan di kecamatan Sukoharjo sebesar jiwa ( 10,05%). Sebaran penduduk yang tidak merata tersebut disebabkan oleh faktor geografis Kabupaten Sukoharjo yang terletak berbatasan dengan 6 wilayah kabupaten/kota yaitu Kota Surakarta, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Gunung Kidul (Daerah Istimewa Yogyakarta), Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Boyolali. Kecamatan Grogol dan Kecamatan Kartasura menempati kepadatan penduduk yang tinggi karena letaknya yang strategis. Kabupaten Grogol terletak berdekatan dengan Kota Surakarta yang merupakan kota besar dengan sektor ekonomi dan perdagangan yang tinggi. Kecamatan Kartasura terletak di segitiga emas yang merupakan perbatasan antara Kabupaten Klaten, Kabupaten Boyolali, dan Kota Surakarta. Kecamatan Kartasura juga berdekatan dengan Bandara Internasional Adi Sumarmo dan berada pada jalur transit perjalanan 3 kota besar yaitu Yogyakarta-Surakarta-Semarang (J oglosemar) sehingga menyebabkan perekonomian kecamatan ini cukup tinggi. 1
2 Kabupaten Sukoharjo merupakan daerah perekonomian yang cukup besar yang didominasi oleh sektor perindustrian dan didukung oleh sektor perdagangan. Dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sukoharjo tahun 2012 dengan nilai Rp ,00 sebesar Rp ,00 (28,50%) diperoleh dari sektor industri sedangkan dari sektor perdagangan, hotel dan restoran adalah sebesar Rp ,00 ( 26,06%). Tiga wilayah penyumbang PDRB tertinggi meliputi wilayah Kecamatan Grogol sebesar Rp ,00 (25,10%), Kecamatan Sukoharjo sebesar Rp ,00 (19,95%), dan Kecamatan Kartasura sebesar Rp ,00 (17,00%). Nilai investasi di Kabupaten Sukoharjo juga cukup tinggi yang dapat dilihat dari jumlah penanaman modal berskala nasional baik luar negeri (PMA) dan dalam negeri (PMDN). Jumlah investor dan nilai penanaman modal di Kabupaten Sukoharjo sampai dengan tahun 2014 adalah sebagai berikut. Tabel 1.1 Investor dan Nilai Investasi di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2014 Keterangan PMA PMDN Jml. Investor Nilai Investasi $ Rp ,00 Sumber: LKjIP Pemerintah Kabupaten Sukoharjo Tahun 2014 (diolah) Untuk menjamin kesejahteraan masyarakat, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo terus berkomitmen untuk dapat mengembangkan potensi daerahnya. Hal ini terlihat dari visi dan misi Pemerintah Kabupaten Sukoharjo dimana visi yang ingin dicapai adalah Terwujudnya masyarakat Sukoharjo yang sejahtera, maju, dan bermartabat didukung pemerintahan yang professional. Untuk mewujudkan visi tersebut Pemerintah Kabupaten Sukoharjo membangun 5 misi utama yaitu: 2
3 1. meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan, kesejahteraan masyarakat dan pembangunan infrastruktur yang terukur, terarah, adil dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup; 2. membangun manajemen pemerintahan yang professional, bersih dan yang berbasis pada pelayanan masyarakat; 3. mewujudkan kondisi masyarakat yang aman, tentram, demokratis dan dinamis; 4. Mendorong kemandirian ekonomi yang berbasis pada pertanian dan industri serta pengelolaan potensi daerah; dan 5. meningkatkan kualitas hidup beragama dan bermasyarakat. Untuk dapat membiayai program dan kegiatan dalam upaya pembangunan daerah, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo berupaya untuk mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan daerah terutama dengan cara menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan. Realisasi PAD Kabupaten Sukoharjo tahun 2014 adalah sebesar Rp ,00 (16,86%). Realisasi pendapatan Kabupaten Sukoharjo masih didominasi oleh realisasi dana perimbangan yaitu sebesar Rp ,00 (57,80%). U paya peningkatan PAD dilakukan baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi yang merupakan upaya penggalian potensi sumber-sumber PAD. Sejak adanya relokasi terminal Kartasura tahun 2009, lahan bekas terminal Kartasura seluas ± m 2 hingga saat ini belum dimanfaatkan atau dioptimalkan. Keberadaan lahan kosong di suatu daerah dapat menimbulkan 3
4 permasalahan baik secara fisik, ekonomi, maupun sosial. Keberadaan tanah kosong dapat mendorong timbulnya bangunan-bangunan liar yang pada akhirnya dapat menurunkan tingkat keindahan suatu lokasi selain timbulnya permasalahan terkait penguasaan lahan. Selain itu adanya lahan kosong dapat memicu peningkatan tingkat kejahatan antara lain pencurian dan perjudian di wilayah sekitar. Peningkatan kejahatan di perkotaan akan menyebabkan timbulnya biaya yang tinggi salah satunya adalah penurunan nilai dari suatu properti ( O Sullivan, 2013: 311). Saat ini lahan bekas terminal Kartasura dalam keadaan kosong dan dalam kondisi tidak terawat. Selain itu, di sekitar lahan bekas terminal Kartasura dibangun bangunan liar tidak permanen digunakan sebagai tempat perdanganan tanpa ijin serta potensi meningkatnya kejahatan di sekitar lokasi. Apabila lahan kosong tersebut didayagunakan tentu permasalah-permasalah di atas dapat dihindari bahkan secara ekonomi dapat meningkatkan PAD Kabupaten Sukoharjo. Kecamatan Kartasura merupakan wilayah Kabupaten Sukoharjo dengan pertumbuhan perekonomian yang tinggi serta menjadi wilayah dengan kontribusi PDRB yang besar menyebabkan optimalisasi lahan bekas terminal Kartasura menjadi penting. Sejak tahun 2013, rencana optimalisasi lahan bekas terminal Kartasura sebagai pusat perbelanjaan mulai muncul, namun rencana pengembangan sempat tertunda karena Pemerintah Kabupaten Sukoharjo lebih memprioritaskan pembangunan pasar tradisional. Optimalisasi lahan bekas terminal Kartasura akan dapat meningkatkan potensi PAD Pemerintah Kabupaten Sukoharjo salah satunya berupa kontribusi 4
5 tetap dari kerja sama pengembangan dengan pihak investor. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, penilaian BMD perlu dilakukan dalam rangka pemanfaatan atau optimalisasi Barang Milik Daerah. Dalam Standar Penilaian Indonesia 2013 (SPI 2013), n ilai wajar dalam konteks penilaian disebut dengan nilai pasar wajar yang memiliki pengertian yang sama dengan nilai pasar. Menurut SPI 101, perkiraan nilai pasar yang dihasilkan secara professional merupakan penilaian objektif atas suatu hak kepemilikan yang telah diidentifikasi atas suatu properti tertentu pada suatu tanggal yang diberikan. Nilai pasar adalah estimasi yang didukung data pasar dan dikembangkan sesuai dengan standar penilaian Indonesia. Salah satu metode penilaian tanah kosong dapat dilakukan dengan pendekatan pendapatan melalui metode land development analysis. Melalui metode tersebut dapat menghasilkan nilai tanah yang optimal karena penilaian dilakukan berdasarkan alternatif pengembangan tertinggi dan terbaik dari tanah. Penilaian tanah dengan metode land development analysis dilakukan dengan cara mengurangi nilai properti yang telah dikembangkan dengan nilai investasi untuk pengembangan lahan. 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian tentang optimalisasi dan penilaian lahan kosong sebelumnya telah banyak dilakukan antara lain sebagai berikut. 1. Kurniawan (2014) melakukan analisis penggunaan lahan kosong milik Kanwil Ditjen Pajak Bengkulu dan Lampung yang terletak di jalan raden intan kota 5
6 Bandar Lampung. Proses analisis dilakukan dengan cara menganalisa aspek fisik dan lokasi, aspek legal dan peraturan, dan aspek produktifitas untuk menentukan berbagai alternatif penggunaan lahan yang mungkin dilakukan. Dari beberapa alternatif penggunaan dialakukan analisis pasar untuk menentukan 2 alternatif penggunaan lahan yang paling optimal yaitu penggunaan sebagai ruko dan minimarket. Dari 2 alternatif dilakukan analisis kelayakan finansial atas usulan penggunaan sebagai ruko dan usulan penggunaan sebagai minimarket untuk menentukan alternatif yang menghasilkan nilai tertinggi. Berdasarkan hasil analisis, alternatif penggunaan sebagai ruko merupakan alternatif penggunaan tertinggi dan terbaik atas lahan kosong. 2. Irfan (2014) melakukan analisis HBU terhadap rencana pengembangan terminal Baranangsiang Kota Bogor. Proses analisis yang dilakukan meliputi analisis tapak, analisis produktifitas dari aspek peraturan, fisik, dan lokasi, analisis pasar untuk menentukan alternatif penggunaan yang mungkin. Berdasarkan alternatif penggunaan yang telah ditentukan dilakukan analisis kelayakan keuangan untuk menentukan penggunaan tertinggi dan terbaik. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa alternatif penggunaan sebagai mixed use developmet yang meliputi hotel, pusat perbelanjaan, dan convention centre merupakan penggunaan tertinggi dan terbaik. 3. Sasmito (2015), melakukan penilaian lahan kosong di kawasan pameran Temanggung Tilung, Kecamatan Jekan Raya, Kota Palangka Raya dengan 2 pendekatan. Pendekatan data pasar dilakukan untuk mengetahui indikasi nilai tanah dan pendekatan pendapatan dengan metode land development analysis untuk 6
7 menentukan indikasi nilai wajar tanah sebagai properti yang telah dikembangkan. Hasil penilaian melalui dua pendekatan dilakukan proses rekonsiliasi untuk manghasilkan nilai wajar lahan. Alternatif penggunaan lahan sebagai convention centre merupakan alternatif penggunaan tertinggi dan terbaik. 4. Guerin (2000) melakukan penelitian mengenai penilaian lahan kosong melalui model penilaian terpisah, yaitu analisis penilaian tanah kosong dan penilaian tanah pada properti yang telah dikembangkan secara terpisah (separate valuation model) dan analisis penilaian tanah kosong dan penilaian tanah pada properti yang dikembangkan dalam satu model (single valuation model). Hasil penelitian menunjukkan bahwa model analisis penilaian tanah kosong secara terpisah memiliki kelemahan dalam hal kecukupan jumlah sample dan ketidakkonsistensian dalam hal penyesuaian. Untuk itu analisis penilaian lahan kosong dengan model properti yang telah dikembangkan ( single valuation analisis) merupakan model penilaian lahan kosong yang lebih tepat. 5. Reed dan Kleynhans (2010) meneliti preferensi pembeli dan penilai atas penggunaan tertinggi dan terbaik lahan pertanian konvensional yang bertransisi menjadi lahan pertanian multi fungsi di The Western Cape Province of South Africa. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa penilai berorientasi dalam penggunaan karakteristik yang terukur dan lazim lahan pertanian sebagai faktor produksi untuk menghasilkan pendapatan, sedangkan pembeli berfokus pada karakteristik yang berbeda berdasarkan kategori pembeli (apakah lifestyle oriented atau production oriented) dalam menginterpretasikan nilai properti. 7
8 6. O Neill (2010) menganalisis penggunaan tertinggi dan terbaik bagi sebuah hotel dengan memberikan penjelasan bahwa konsep tersebut digunakan untuk mengidentifikasi penggunaan real estate yang akan menghasilkan tingkat pengembalian terbesar bagi pemilik. Penggunaan tertinggi dan terbaik dari sebuah hotel mungkin akan berubah ketika pasar hotel berubah sehingga untuk menentukan adanya alternatif penggunaan, perlu menganalisis penjualan lahan di area tersebut. Hasil analisis selanjutnya digunakan untuk mengestimasi nilai lahan subjek dengan dikurangi biaya untuk menghancurkan hotel sebagai kerugian yang terjadi saat hotel ditutup sampai dengan penggunaan baru menghasilkan arus kas (atau saat lahan dijual). 7. Dappah dan Toh (2011) melakukan penelitian mengenai penilaian lahan kosong dengan alternatif pengembangan berupa mixed-used development (yang meliputi penggunaan sebagai kondominium, retail, kantor, hotel, restoran, dan Cineplex). Berbagai alternatif pengembangan dalam mixed-used development dianalisis melalui nonlinear program untuk menentukan utilitas maksimal nilai aset dan besaran nilai sekarang dari suatu proyek penggunaan tertinggi dan terbaik. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa komposisi mixedused development yang merupakan penggunaan tertinggi dan terbaik atas lahan kosong meliputi 7,44 persen untuk residensial, 29,11 persen untuk retail, 7,2 persen untuk restoran, 40 persen untuk perkantoran, 15 persen untuk hotel, dan 1,17 persen untuk Cineplex. 8. Luce (2012) melakukan penelitian mengenai penggunaan tertinggi dan terbaik dari sebuah tapak yang berada di 3701 N. Dr. Fairfax, Arlington Virginia. 8
9 Analisis penggunaan tertinggi dan terbaik dilakukan melalui analisis lokasi, zoning, analisis pasar, dan analisis keuangan atas 3 alternatif penggunaan yang meliputi: renovasi gedung kantor yang sudah ada, membangun multy family building (apartemen), atau membangun hotel. Selain alternatif 3 penggunaan tersebut, dilakukan juga analisis kemungkinan penjualan properti untuk menutup hutang. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa alternatif membangun hotel secara ekonomi tidak layak karena menghasilkan return on cost (2,39%) yang lebih rendah dari biaya hutang untuk membangun hotel. Begitu juga dengan alternatif membangun apartemen yang menghasilkan return on cost (5,29%) lebih rendah dari return on cost dalam pasar pengembang (7%), sehingga alternatif membangun apartemen secara ekonomi tidak layak. Untuk alternatif renovasi gedung yang menghasilkan return on cost cukup tinggi (6,83%) sebagai alternatif opsi terbaik juga tidak layak, karena belum memasukkan variable biaya tambahan berupa biaya penghancuran gedung lama untuk membangun gedung keseluruhan. Alternatif penggunaan tertinggi dan terbaik adalah penjualan properti, dengan nilai sekarang sebesar $ maka penjualan properti tersebut dapat digunakan untuk menutup seluruh hutang dan memperoleh profit dari selisih harga penjualan dan hutang. Penelitian mengenai penilaian lahan kosong bekas terminal Kartasura selama ini belum pernah dilakukan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah objek penelitian merupakan tanah milik pemerintah daerah Kabupaten Sukoharjo (BMD ). Penelitian dilakukan dalam rangka pemanfaatan 9
10 BMD berupa tanah kosong bekas terminal Kartasura dengan perbedaan dalam lokasi, tata guna lahan dan waktu penelitian dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Penentuan nilai tanah dilakukan dengan tehnik pengembangan lahan sehingga pemanfaatan dapat memberikan kontribusi terhadap penerimaan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo yang optimal. 1.3 Rumusan Masalah Lahan bekas terminal Kartasura dalam kondisi tidak terawat dengan bangunan liar tidak permanen disekitar lahan yang digunakan sebagai tempat perdanganan tanpa ijin. Lahan bekas terminal Kartasura yang dibiarkan kosong juga berpotensi meningkatkan kejahatan di sekitar lokasi. Untuk itu lahan bekas terminal Kartasura perlu didayagunakan untuk mencegah dan menghindari permasalahanpermasalahan tersebut di samping dapat meningkatkan PAD Kabupaten Sukoharjo. Pendayagunaan lahan bekas terminal Kartasura dapat dilakukan dengan cara kerjasama dengan pihak investor untuk membangung properti yang dapat menghasilkan pendapatan sehingga pemerintah Kabupaten Sukoharjo akan mendapatkan kontribusi tetap dari kerjasama tersebut. Nilai kontribusi tetap yang dapat diterima Pemerintah Kabupaten Sukoharjo ditentukan berdasarkan nilai lahan bekas terminal Kartasura untuk itu agar nilai yang dihasilkan dapat optimal, penilaian lahan kosong bekas terminal Kartasura perlu dilakukan dengan metode land development analysis. 10
11 1.4 Pertanyaan Penelitian 1. Berapakah nilai lahan kosong bekas terminal Kartasura dengan menggunakan pendekatan data pasar? 2. Berapakah nilai lahan kosong bekas terminal Kartasura dengan menggunakan pendekatan pendapatan melalui metode land development analysis? 3. Berapakah nilai lahan kosong bekas terminal Kartasura berdasarkan rekonsiliasi indikasi nilai yang dihasilkan dari pendekatan data pasar dan pendekatan pendapatan yang menggunakan metode Land Development Analysis (LDA)? 1.5 Tujuan Penelitian 1. Mengestimasi nilai lahan kosong bekas terminal Kartasura dengan pendekatan data pasar. 2. Mengestimasi nilai lahan kosong bekas terminal Kartasura dengan pendekatan pendapatan melalui metode land development analysis. 3. Mengestimasi nilai lahan kosong bekas terminal Kartasura berdasarkan rekonsiliasi indikasi nilai yang dihasilkan dari pendekatan data pasar dan pendekatan pendapatan yang menggunakan metode land development analysis. 1.6 Manfaat Penelitian 1. Menjadi sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Kabupaten Sukoharjo tentang nilai lahan dalam rangka optimalisasi aset berupa lahan kosong bekas terminal Kartasura. 11
12 2. Memperkaya wawasan tentang penerapan optimalisasi lahan serta penilaian tanah dengan metode land development analysis. Menunjukkan bahwa penilaian tanah dengan metode land development analysis dapat diterapkan dalam rangka optimalisasi aset daerah. Di samping itu hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu sumber penelitian berikutnya yang terkait dengan manajemen aset, optimalisasi lahan, dan penilaian tanah dengan metode land development analysis. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I merupakan Pendahuluan yang mencakup uraian tentang latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Bab II membahas Landasan Teori, Kajian Pustaka terhadap penelitian terdahulu serta menguraikan kerangka penelitian. Bab III merupakan Metoda Penelitian yang terdiri dari desain penelitian, metode pengumpulan data, metode pengambilan sample, definisi operasional, instrumen penelitian, dan metode analisis data. Bab IV merupakan Analisis Data yang menjelaskan tentang analisis penilaian dengan pendekatan data pasar, analisis produktifitas, analisis pasar, analisis penilaian dengan metode land development analysis, dan analisis rekonsiliasi indikasi nilai dua pendekatan. Bab V berisikan Simpulan hasil dari penelitian dan Saran. 12
BAB I PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia, karena tanah dan kandungannya bisa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber daya alam yang memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena tanah dan kandungannya bisa memberikan berbagai sumber pendapatan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. maupun non komersial, karena aset memegang peranan penting dalam
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Keberadaan aset tidak bisa diabaikan dalam sebuah organisasi komersial maupun non komersial, karena aset memegang peranan penting dalam keberlangsungan sebuah organisasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemilik aset. Aset berarti kekayaan atau harta yang nantinya diharapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aset merupakan hal yang sangat fundamental bagi perseorangan maupun organisasi, karena merupakan bagian yang penting dalam pencapaian tujuan dari pemilik aset. Aset
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Timor, tepatnya LS dan BT; Luas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Kupang merupakan bagian dari wilayah Negara Indonesia dan merupakan ibukota dari Provinsi Nusa Tenggara Timur yang teletak di pulau Timor, tepatnya 10 36 14-10
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (BPK RI) merupakan salah satu target setiap daerah di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) merupakan salah satu target setiap daerah di Indonesia. Opini yang diberikan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. Pemerintah daerah di dalam menjalankan kewenangannya telah diberikan
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah di dalam menjalankan kewenangannya telah diberikan kebebasan yang lebih besar setelah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Indonesia Property Watch (2015), menunjukkan bahwa rata-rata
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan pengembang properti berdasarkan survei yang dilakukan oleh Indonesia Property Watch (2015), menunjukkan bahwa rata-rata jumlah pengembang di bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Indonesia, menurut Undang-Undang Dasar Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemerintahan Indonesia, menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 termasuk amandemennya, UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No 25 Tahun 1999
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada otonomi daerah,
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada otonomi daerah, setelah lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (sebagaimana telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 32. Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, memberikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, memberikan kewenangan yang lebih besar bagi pemerintah
Lebih terperinciPENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. keberadaannya akan melampaui umur semua bangunan dan segala penggunaan
BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan aset permanen yang tidak memiliki umur ekonomis, keberadaannya akan melampaui umur semua bangunan dan segala penggunaan yang berada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasca dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah terkait otonomi daerah, banyak wilayah-wilayah di Indonesia mengusulkan diri untuk
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. Setelah Jakarta kian sesak akibat maraknya pembangunan properti, apartemen pun merambah daerah di luar Ibu Kota Jakarta yaitu Bekasi,
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Setelah Jakarta kian sesak akibat maraknya pembangunan properti, apartemen pun merambah daerah di luar Ibu Kota Jakarta yaitu Bekasi, Tangerang, Depok, dan Bogor menjadi
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Aset sebagai elemen penting suatu entitas baik sektor publik maupun swasta,
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Aset sebagai elemen penting suatu entitas baik sektor publik maupun swasta, yang berperan dalam mewujudkan keberlangsungan entitas tersebut. Ketersediaan aset merupakan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang adalah sebanyak orang, tahun 2012 adalah sebanyak
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara ke Bali selama tahun 2013 adalah sebanyak 3.278.598 orang, tahun 2012 adalah sebanyak 2.892.019 orang (lampiran 46). Sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. otonomi daerah, yang ditandai dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia, terhitung sejak tahun 1999 telah menggunakan sistem pemerintahan yang bersifat Desentralisasi, atau yang lebih dikenal dengan otonomi daerah, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Selain sektor penggerak ekonomi yang lain, sektor pariwisata telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain sektor penggerak ekonomi yang lain, sektor pariwisata telah menjadi sumber pendapatan daerah yang berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. penting, yakni sebagai wadah yang menampung berbagai aktivitas-aktivitas
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Dalam pengembangan suatu kota, lahan memiliki peranan yang sangat penting, yakni sebagai wadah yang menampung berbagai aktivitas-aktivitas perkotaan yang kompleks. Karakter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan produktif manusia, baik sebagai wadah maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah memiliki fungsi dan kedudukan yang sangat penting dalam berbagai kehidupan, menyebabkan tanah menjadi komoditi yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. keputusan publik pada suatu wilayah kota. Dengan demikian, pertimbangan aspek
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut O Sullivan (2009: 4), pertumbuhan ekonomi kota didasarkan pada bagaimana masyarakat kota mampu memaksimalkan potensi ekonomi yang dimilikinya di tengah keterbatasan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan akan tanah dengan berbagai macam tujuan penggunaannya akan
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan tanah dengan berbagai macam tujuan penggunaannya akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di suatu daerah atau kota. Tanah perkotaan
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah investasi. Akan tetapi, banyak investasi pada real estate lebih banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena tanah merupakan pondasi dari semua kegiatan yang dilakukan oleh manusia, baik kegiatan yang
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Otonomi daerah dimulai sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah dimulai sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun mengamanatkan diselenggarakannya otonomi seluas-luasnya dalam kerangka
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan diselenggarakannya otonomi seluas-luasnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. penting bagi kelangsungan kehidupan manusia, dalam hal ini setiap individu
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber daya alam sebagai sarana dalam menyelenggarakan seluruh sivitas kehidupan dan mempunyai peranan yang penting bagi kelangsungan kehidupan manusia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Lebih terperinciPertumbuhan yang telah dicapai dari berbagai kebijakan akan memberi dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi angka pengangguran
BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar yang dilakukan pada berbagai program sebagaimana diungkapkan pada bab sebelumnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI 2013: KPUP 3.4), tanah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI 2013: KPUP 3.4), tanah merupakan sesuatu yang mendasar bagi kehidupan dan keberadaan manusia. Hingga kini, tanah masih menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian.
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode penelitian. 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan sektor yang tidak dapat
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. ini Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu memiliki tujuh aset idle yang
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap aset tetap non operasional milik Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu diperoleh informasi bahwa pada saat ini Pemerintah
Lebih terperinciRENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program. Pembangunan Nasional , bahwa program penataan pengelolaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional 2000-2004, bahwa program penataan pengelolaan keuangan daerah ditujukan untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selama tahun tersebut. Menurunnya daya beli masyarakat yang dipicu dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perlambatan ekonomi sepanjang tahun 2015 memberikan pengaruh tersendiri terhadap pertumbuhan beberapa sektor industri dalam negeri, tak terkecuali bagi sektor properti.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan hal penting bagi manusia. Tanah digunakan manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan hal penting bagi manusia. Tanah digunakan manusia untuk mencari nafkah, membangun rumah tinggal serta membangun bangunan lain seperti gedung perkantoran,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Balikpapan juga merupakan pusat perdagangan dan jasa yang perekonomiannya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Balikpapan mulai dikenal sejak ditemukannya sumur minyak oleh Mathilda pada tanggal 10 Februari 1897. Sejak saat itulah Kota Balikpapan diminati oleh masyarakat
Lebih terperinciBAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH
BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta. Keadaan geografis suatu wilayah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta terbagi dalam lima wilayah Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Kulon Progo, dan Kota
Lebih terperinciOleh : Indra Gunawan Dimas Andika James Antony. L. F
Catatan atas Laporan Keuangan Kabupaten Boyolali dan Kota Salatiga untuk Ekonomi Kebijakan Ekonomi Makro, Kebijakan Keuangan, dan Pencapaian Target Kinerja APBD Oleh : Indra Gunawan Dimas Andika James
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multi dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga-lembaga sosial. Perubahan
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia
BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Geografis Daerah Kota Bengkulu merupakan ibukota dari Provinsi Bengkulu dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasionalnya memiliki satu tujuan yaitu memajukan kesejahteraan umum.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembagunan ekonomi suatu daerah atau suatu negara selalu diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, pembagunan ekonomi suatu daerah atau
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Tanah merupakan properti yang mempunyai karakteristik yang sangat
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan properti yang mempunyai karakteristik yang sangat unik, khususnya sifat kelangkaan dan kegunaannya. Hal itu berkaitan dengan semakin berkurangnya ketersediaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang selanjutnya diamandemen oleh Undang-Undang Nomor 32 serta 33 Tahun 2004, mengenai pemberian
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) D-73
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-73 Analisis Produktivitas Maksimum Penggunaan Lahan dengan Metode Highest and Best Use (HBU) pada Lahan Kosong di Kawasan Perumahan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota, memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN OBYEK PENELITIAN. a. Bagian ujung sebelah timur :110 57' 33,70" B.T. b. Bagian ujung sebelah barat: ' 6,79" B.T.
BAB IV GAMBARAN OBYEK PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Sukoharjo terletak dibagian tenggara Propinsi Jawa Tengah, lebih tepatnya pada posisi sebagai berikut: a. Bagian ujung sebelah timur :110
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tanah merupakan sesuatu yang sangat penting bagi masyarakat dan dianggap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sesuatu yang sangat penting bagi masyarakat dan dianggap sebagai sesuatu yang berharga dalam kehidupan, dikarenakan tanah merupakan sumber daya alam
Lebih terperinciGAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu
BAB - III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Kinerja Keuangan Masa Lalu Arah Kebijakan Pengelolaan Keuangan Kebijakan Umum Anggaran Bab ini berisi uraian tentang gambaran umum mengenai pengelolaan keuangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu ukuran penting dalam menilai keberhasilan pembangunan ekonomi
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.
54 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.185,80 km 2 dengan perbatasan wilayah dari arah Timur : Kabupaten Wonogiri di
Lebih terperinciANALISA HIGHEST AND BEST USE (HBU) LAHAN X UNTUK PROPERTI KOMERSIAL
ANALISA HIGHEST AND BEST USE (HBU) LAHAN X UNTUK PROPERTI KOMERSIAL Miftahul Mubayyinah, Christiono Utomo Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya yiena_hereiam@yahoo.com Abstrak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diproduksi dan jumlahnya yang tetap, namun kebutuhan akan lahan terus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya yang terbatas karena tidak dapat diproduksi dan jumlahnya yang tetap, namun kebutuhan akan lahan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi telah memberikan dampak yang besar terhadap perubahan di seluruh aspek pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang Nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikelolanya. Aset merupakan bagian terpenting dalam kegiatan pemerintahan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah memiliki aset yang dikelolanya. Aset merupakan bagian terpenting dalam kegiatan pemerintahan, baik Pemerintah Pusat maupun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada millennium keempat ini Indonesia memasuki era baru dalam sistem pemerintahannya. Otonomi Daerah, sebagai salah satu pilihan yang bermula pada awal 2001 bertepatan
Lebih terperinciBAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH
Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik pada tahun 2001 telah menimbulkan dampak dan pengaruh yang signifikan bagi Indonesia (Triastuti
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. Pertumbuhan pengembangan properti dapat dibuktikan dengan semakin banyak alih
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis properti dewasa ini semakin pesat. Pengembangan properti tersebut tidak hanya hotel, mall, apartemen tetapi juga perumahan. Bahkan perumahan menjadi
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Otonomi daerah yang berarti bahwa daerah memiliki hak penuh dalam mengurus rumah tangganya sendiri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah dibutuhkannya investasi. Investasi merupakan salah satu pendorong untuk mendapatkan pendapatan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penelitian terkait analisis nilai sewa. Selain itu, dalam bab ini juga dijelaskan
BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas beberapa alasan yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian terkait analisis nilai sewa. Selain itu, dalam bab ini juga dijelaskan rumusan masalah yang menjadi pokok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri daerahnya sesuai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memberikan kewenangan yang lebih besar bagi pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri daerahnya sesuai peraturan perundangan. Dengan adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional, guna mewujudkan cita-cita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN SURAKARTA. Gambar 1.1. Jaringan Transportasi Kota Surakarta dengan Kota Kota di Pulau Jawa Sumber : Widiyanto_2005,Analisis Penulis
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota Surakarta sebagai pusat Wilayah Pengembangan VIII Propinsi Jawa Tengah, mempunyai peran yang strategis bagi pengembangan wilayah di Propinsi Jawa Tengah. Secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk Kabupaten Sukoharjo tahun 2005 tercatat sebanyak 821.213 jiwa yang terdiri dari 405.831 laki-laki (49,4%) dan 415.382 perempuan (50,6%). Kecamatan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Jumlah penduduk dan keadaan ekonomi Kabupaten Way Kanan
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan umum Kabupaten Way Kanan 1. Jumlah penduduk dan keadaan ekonomi Kabupaten Way Kanan Berdasarkan Way Kanan dalam angka (2013), Kabupaten Way Kanan adalah salah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Upaya tersebut merupakan dilema tersendiri bagi perusahaan, karena menyangkut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan perusahaan dalam upaya untuk mengantisipasi persaingan yang semakin tajam seperti sekarang ini akan selalu dilakukan oleh perusahaan. Upaya tersebut merupakan
Lebih terperinciDAFTAR ISI DAFTAR ISI...
DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-2 1.3 Hubungan RPJMD dengan Dokumen Perencanaan Lain... I-4 1.4 Sistematika Penulisan... I-5
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian kewenangan otonomi daerah dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana pemerintah daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas pada kemampuan keuangan daerah. Artinya daerah harus memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan perekonomian dan pembangunan di Indonesia yang didukung kegiatan di sektor industri sebagian besar terkonsentrasi di daerah perkotaan yang struktur dan infrastrukturnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber pendapatan daerah menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 157 meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain pendapatan daerah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian kota Binjai dilihat dari struktur PDRB riil kota Binjai yang menunjukkan karakteristik sebagai berikut : 2
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang semakin maju di Indonesia. Di provinsi Sumatera Utara terdapat beberapa kota
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dianggap investasi tersebut menguntungkan. Menurut Tandelilin (2010) investasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seorang investor bersedia menanamkan dananya pada suatu investasi apabila dianggap investasi tersebut menguntungkan. Menurut Tandelilin (2010) investasi dapat diartikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Potensi industri pariwisata di Indonesia memiliki jenis yang bervariatif,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi industri pariwisata di Indonesia memiliki jenis yang bervariatif, berbagai macam bentuk potensi wisata seperti wisata alam, sejarah, budaya dan religi dimiliki
Lebih terperinciA. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk
Perspektif Kabupaten Berau selama 5 tahun ke depan didasarkan pada kondisi objektif saat ini dan masa lalu yang diprediksi menurut asumsi cetiris paribus. Prediksi dilakukan terhadap indikator-indikator
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kedudukan Propinsi DKI Jakarta adalah sangat strategis dan juga menguntungkan, karena DKI Jakarta disamping sebagai ibukota negara, juga sebagai pusat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan perbaikan yang secara terus menerus menuju pada pencapaian tujuan yang diinginkan. Secara umum tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Profil PT. Pesona Gerbang Karawang (Grand Taruma) Sumber : PT. Pesona Gerbang Karawang (Grand Taruma)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum 1.1.1 Profil PT. Pesona Gerbang Karawang (Grand Taruma) Gambar 1.1 Logo PT. Pesona Gerbang Karawang (Grand Taruma) Sumber : PT. Pesona Gerbang Karawang (Grand Taruma)
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selalu mengalami kenaikan dalam jumlah maupun kualitas barang dan jasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah dari perekonomian dalam suatu negara adalah masalah pertumbuhan ekonomi dengan jangka waktu yang cukup lama. Perkembangan perekonomian diukur
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi
IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI Cimahi berasal dari status Kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Bandung sesuai dengan perkembangan dan kemajuannya berdasarkan Undangundang Republik Indonesia Nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.32 Tahun 2004 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Otonomi merupakan suatu konsep politik yang terkait dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi merupakan suatu konsep politik yang terkait dengan pengertian kemandirian. Suatu entitas dikatakan otonom apabila mampu menentukan dirinya sendiri, membuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukan berdasarkan prinsip dari otonomi daerah. Dalam Undang Undang No. 32
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Daerah merupakan bagian dari Pembangunan Nasional yang dilakukan berdasarkan prinsip dari otonomi daerah. Dalam Undang Undang No. 32 Tahun 2004
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintahan suatu negara pada hakikatnya mengemban tiga fungsi utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dijelaskan terlebih dahulu beberapa istilah yang terkait dengan judul. Adapun
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Sebagai kerangka awal untuk memudahkan dan menghindari kesalah pahaman dalam memahami maksud dari judul ini, maka perlu kiranya dijelaskan terlebih dahulu beberapa
Lebih terperinci