Realisme dan Neorealisme I. Summary Dalam tulisannya, Realist Thought and Neorealist Theory, Waltz mengemukakan 3 soal, yaitu: 1) pembentukan teori; 2) kaitan studi politik internasional dengan ekonomi; 3) realisme dan neorealisme. Menurut Waltz, ada kesamaan dalam pembentukan teori pada studi ekonomi dengan studi politik internasional. Yakni dengan menempatkan ekonomi atau politik sebagai bidang sendiri, namun sekaligus berkaitan dengan bidang-bidang lainnya. Misalnya, fenomena ekonomi dapat dilihat dari berbagai proses yang berbeda. Hal ini juga pernah disampaikan oleh kaum Physiocrat yang digagas oleh Francois Quesnay, bahwa fenomena ekonomi dipandang sebagai sebuah bidang sendiri yang bisa berhubungan dengan kehidupan sosial dan politik. Sebagai contoh, Physiocrat membagi 2 kelas masyarakat dan di antara keduanya terjadi distribusi uang dan kekayaan. Kelas ini terdiri dari produktif (para pelaku sektor pertanian, pertambangan, perminyakan) dan tidak produktif (para pemilik dan para ahli). Waltz juga menguraikan pandangan Raymond Aron dan Hans Morgenthau mengenai realisme. Menurut kaum realis, dunia ini terdiri dari negara yang memiliki kedaulatan sendirisendiri. Dunia bersifat anarki karena tidak ada pemerintahan internasional atau lembaga yang ada di atas negara. Setiap negara ingin lebih unggul dengan power yang dimiliki, terutama dari segi kekuatan militer. Hans Morgenthau (1985:4-17) mengemukakan asumsinya dalam enam prinsip realisme politik, yaitu Six Principle of Political Realism, chapter A Realist Theory of International Politics. Salah satunya adalah ide mengenai human nature atau animus dominandi yaitu sudah menjadi sifat dasar manusia untuk mementingkan diri sendiri dan haus akan kekuasaan (power). Kepentingan akan power ini selalu membuat manusia atau negara saling mengadu kekuatan. Dalam realis, politik internasional dianggap sebagai arena konflik kepentingan negara yang diwujudkan lewat adu kekuatan secara fisik seperti perang. Dari pendekatan realis ini kemudian berkembang menjadi konsep realisme baru yaitu neorealis, yang dipelopori oleh Kenneth N. Waltz. Bagi Waltz, alasan negara mengejar kepentingannya bukan dikarenakan human nature, tetapi karena adanya struktur dalam dunia internasional yang anarki. Bahwa, terbentuk struktur antara negara yang kuat dan negara yang lemah. Dalam situasi anarki ini, setiap negara perlu melindungi keamanan negaranya sendiri dengan terus berupaya menempatkan negaranya lebih di atas negara lain. Pada realis, power menjadi fokus utama, sedangkan pada neorealis, negara lebih fokus pada rasa aman ketimbang power. Neorealis memuat konsep mengenai distribusi kekuatan dalam negara. Negara merupakan aktor rasional yang akan memilih strategi untuk
memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan kerugian. Sehingga, konsep perimbangan kekuatan menjadi fokus utama bagi konsep perdamaian dunia versi Waltz. Tapi, satu hal yang mendasar dalam realisme maupun neorealisme, yaitu bahwa negara memandang negara lain sebagai musuh potensial yang mengancam keamanan. Artinya, kelemahan negara menjadi pemicu bagi negara lain untuk membangun kekuatan yang lebih besar agar dapat menginvasi negara lemah. Sebaliknya, kekuatan yang terlalu besar atau ekstrim pada negara lain akan memicu sebuah negara untuk semakin meningkatkan pertahanan dan mengumpulkan kekuatan. Ini yang dikenal dengan security dilemma. II. Analisa Dari ringkasan di atas, berikut beberapa pertanyaan yang akan diuraikan lebih lanjut: 1. Bagaimana Waltz menyelesaikan hambatan dalam menjelaskan pembentukan dan pengaplikasian teori? 2. Mengapa Waltz kerap mengkaitkan antara ekonomi dan politik internasional? 3. Bagaimana definisi power dalam pengertian realisme dan neorealisme? 4. Bagaimana peran neorealisme dalam relasi internasional? 5. Apakah dalam konsep realisme, interaksi antar negara tetap terjadi? a. Pembentukan Teori Dalam soal pembentukan teori, persoalan yang kerap diperdebatkan adalah adanya kesulitan dalam membentuk sebuah teori Ini yang dialami para teoris, baik dalam studi politik internasional maupun juga ekonomi. Mengenai ini, Waltz mengkritik pembentukan teori, misalnya oleh Raymond Aron mengenai realis. Ada kompleksitas/kerumitan yang membuat teori menjadi sulit dirancang. Misalnya, Aron mempertanyakan apakah variabel ekonomi, politik, dan sosial masuk ke dalam sistem internasional; kepentingan negara yang banyak; ada pembedaan antara variabel dependen dengan independen. Masalah-masalah ini sebenarnya tidak perlu dibuat rumit. Yang perlu lebih diperhatikan adalah masalah pengaplikasian sebuah teori. Pada tulisannya yang lain 1, Waltz menjelaskan bahwa sebuah teori harus bisa diujikan pada bidang yang ingin dijelaskan oleh teori tersebut. Jika ada hal yang tak mampu dijelaskan oleh sebuah teori, maka tak berarti teori itu gagal atau tak sempurna. Sebab, Waltz telah memberi batasan bahwa sebuah teori tak mungkin mampu menjelaskan semua permasalahan. Jadi, sifatnya terbatas dan digunakan sesuai kasus tertentu. b. Ekonomi dan Politik Internasional 1 Kenneth N. Waltz, Anarchic Orders and Balances of Power in Robert O. Keohane (ed.), Neorealism and Its Critics. New York: Columbia University Press, pp 98-130
Keterkaitan antara ekonomi dan politik internasional sederhananya dilatari oleh persaingan antar negara yang memang kerap terjadi dalam bidang ekonomi. Bahkan, saat ini menjadi persaingan utama, selain bidang militer yang merupakan pengejawantahan power suatu negara. Hal ini senada dengan John J. Mearsheimer 2, bahwa power yang utama dalam pendekatan realis adalah potensi ekonomi dan militer yang dimiliki oleh negara. Seperti yang dinyatakan juga oleh Barry Buzan, adanya pembahasan ekonomi politik internasional diasumsikan sebagai teori yang baik untuk menjelaskan politik internasional itu sendiri. Bahkan,perlu dilihat bahwa teori ekonomi politik internasional akan dapat merepresentasikan hubungan internasional. Begitu pula Charles W. Kegley 3 menyatakan bahwa ekonomi erat kaitannya dengan politik internasional karena pertumbuhan ekonomi bisa menjelma sebagai faktor penting dalam memperkuat dan meluaskan power dan prestise sebuah negara. Senada dengan Padelford dan Lincoln (1954), bahwa ada 4 kecenderungan dalam politik internasional. Dua di antaranya yaitu mengenai politik internasional mengupayakan standar kehidupan yang lebih baik dengan memperkuat ekonomi negara; dan perjuangan untuk mempertahankan dan meningkatkan keamanan nasional (militer). c. Realisme dan Neorealisme Sebenarnya dalam realisme dan neorealisme, perlu dipahami bahwa keduanya samasama menyebutkan bahwa dunia ini anarki dan bahwa setiap negara punya kedaulatannya masing-masing dan terus meningkatkan power. Dalam realis, perlu ada strategi untuk memaksimalkan power dan kapabilitas negara. Power merupakan tujuan dari negara. Berbeda dengan neorealis, menurut John Mearsheimer, neorealis berusaha untuk memaksimalkan distribusi kekuatan antara yang kuat dan yang lemah sehingga dicapai perimbangan. Power merupakan maksud sekaligus tujuan dari negara. Kekuatan yang terlalu besar dalam negara justru tak baik dampaknya dalam struktur internasional. Misalnya, ketika PD II usai, pihak sekutu menang sekaligus membuat Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai kekuatan adidaya. Dua negara yang tadinya berkawan ini kemudian saling melawan dikarenakan kekuatan adidaya (terlalu besar) di setiap negara. Lantas, apa saja yang menjadi elemen power. Bila dilihat dari konsep dasar teori realisme yang orientasinya kepada perang, maka power terdiri dari kekuatan senjata dan militer, termasuk yang berkaitan dengan itu seperti anggaran militer. Sementara, bila dilihat secara lebih luas, banyak hal yang bisa menjadi elemen power. Misalnya, jumlah penduduk, 2 John J. Mearsheimer. Structural Realism in Tim Dunne, Milja Kurki and Steve Smith (ed.), International Relation Theories: Discipline and Diversity 2 nd Edition, pp 58-76. 3 Charles w.kegley, World Politics Trend and Transformation, USA: Wadsworth Cengage Learning, pp 25-32.
sumber daya alam, industri, ekonomi, batas wilayah, ideologi, cara berpikir, gaya hidup. Di Indonesia, jumlah penduduk bisa menjadi power setidaknya tampak dalam lingkup ASEAN. Karena, 46 persen warga ASEAN terdiri dari penduduk Indonesia. Sama dengan yang disampaikan oleh Mearsheimer, bahwa power yang utama ada dalam kekuatan militer yang ditunjukkan dengan angkatan bersenjata atau senjata nuklir. Hal ini terlihat pada negara Amerika yang sekaligus merupakan raja kapal induk di dunia. Lalu, ada pula power dari segi sosial ekonomi yang dapat ditujukan untuk menyokong militer, seperti kekayaan negara, jumlah populasi, teknologi. Sebagai contohnya, negara China. Selanjutnya, dalam dunia yang anarki, baik realis maupun neorealis, pada keduanya berlaku kondisi uncertainty atau ketidakpastian dalam negara. Ini artinya, masing-masing negara tidak saling mengetahui kapabilitas negara lain. Pada akhirnya, setiap negara akan merasa kedudukannya selalu terancam oleh negara lain. Dalam neorealisme, keadaan anarki dan negara yang berdaulat dapat diartikan bahwa suatu negara tidak punya kewenangan untuk mengganggu negara lain yang juga punya kedaulatannya sendiri. Tetapi, perlu dipahami bahwa negara juga perlu menjamin keamanannya sendiri. Dengan begitu, negara harus mampu menilai dirinya sendiri. Jika sebuah negara tidak mampu membangun kekuatan militer untuk memenuhi rasa aman tersebut, maka negara bisa memilih opsi melakukan pakta militer dengan negara yang lebih kuat. Hal ini dikenal dengan balance of power atau distribution of power atau perimbangan kekuatan. Seperti yang pernah dilakukan dalam PD II: Amerika Serikat, Uni Soviet, Cina melawan Jerman, Italia, Jepang. Selain menyoal kedaulatan negara, dalam neorealisme ada pemahaman bahwa setiap negara juga punya kepentingan nasional masing-masing. Untuk menjembatani hal ini, maka persamaan kepentingan negara dapat diarahkan lewat bentuk interaksi kerjasama dalam relasi internasional. Sebaliknya, perbedaan kepentingan akan terwujud dalam bentuk konflik yang bisa dihindari, misalnya lewat konsep balance of power (Vandana, 1996:17). Adapun bentuk interaksi dalam relasi internasional ini terdiri dari 3 macam sesuai dengan Joseph Frankel 4. Yaitu, cooperation (kerja sama), competition (persaingan), dan conflict (konflik). Persaingan termuat dalam konsep realisme dan neorealisme, yaitu bahwa antar negara pasti akan saling bersaing agar negaranya menjadi yang terbaik. Suasana kompetisi perlu disikapi secara positif oleh negara karena akan dapat merangsang kreativitas negara. Kerjasama termasuk ke dalam pengertian neorealisme, dan konflik termasuk ke dalam pengertian realisme. Baik itu kerjasama, persaingan, ataupun konflik sebenarnya ketiga bentuk interaksi ini sekaligus menunjukkan bahwa negara akan saling berinteraksi satu 4 Joseph Frankel, International Relations in a Changing World, New York: Oxford University Press, 1988, pp 81-129.
sama lain. Bahkan, antara negara besar dan kecil sekalipun. Dalam ranah neorealisme, negara besar akan terus berupaya mempertahankan nama besarnya, misalnya dengan membantu negara kecil. Begitu juga negara kecil akan terus menjaga hubungan baik dengan negara besar yang menurutnya dapat membantu dalam memenuhi kepentingan negaranya. III. Kesimpulan Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa neorealis hadir sebagai kritik atau bisa dianggap sebagai penyempurna terhadap teori pendahulunya yaitu realis.oleh karena itu, meskipun berbeda, tetapi masih terdapat akar persamaan di antara keduanya. Salah satunya, yaitu bahwa negara perlu power. Rancangan terhadap neorealis ini didasari pertimbangan bahwa ada kesulitan yang dihadapi dalam mengaplikasikan teori realis. Sehingga Waltz melakukan penyederhanaan lewat teori neorealismenya. Selanjutnya, baik realis maupun neorealis sama-sama berbicara mengenai power yang utamanya terdiri dari ekonomi dan militer negara. Perbedaannya adalah, power dalam realis harus diperoleh secara murni oleh negara sehingga kepemilikannya mutlak oleh sebuah negara. Namun, dalam neorealis, power bisa dibagi agar seimbang antara negara yang kuat dengan negara yang lemah. Sebab, kekuatan yang terlalu besar dalam sebuah negara justru akan berdampak tidak baik karena berpotensi merusak sistem atau struktur internasional. Sehingga, di antara negara yang kepentingannya sama, lebih baik menjalin kerjasama yang dapat menghindarkan kerugian. Hal ini sekaligus untuk mengaplikasikan balance of power. Daftar Pustaka Frankel, Joseph. International Relations in a Changing World. New York: Oxford University Press, 1988. Kegley, Charles W. World Politics: Trend and Transformation. USA: Wadsworth Cengage Learning, 2009. Mearsheimer, John J. Structural Realism. In International Relation Theories: Discipline and Diversity 2 nd Edition. ed. Tim Dunne, Milja Kurki and Steve Smith. Waltz, Kenneth N. Anarchic Orders and Balances of Power. In Neorealism and Its Critics.ed. Robert O. Keohane.New York: Columbia University Press. Waltz, Kenneth N. Realist Thought and Neorealist Theory. In Journal of International Affairs 44 (Spring/Summer), 1990. Vandana. Theory of International Politics. New Delhi: Vikas Publishing House PVT LTD, 1996.