BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Abad 21 merupakan abad kebangkitan Asia. Kesuksesan pembangunan yang terjadi di negeri-negeri di kawasan tersebut dalam beberapa dekade terakhir menjadi alasan dari pernyataan tersebut. Tidak dipungkiri lagi, munculnya sejumlah negara dengan tingkat penghasilan yang tinggi di Asia telah mengubah wajah negeri-negeri tersebut dari semula hanyalah negeri miskin yang tak begitu disegani namun kini menjadi salah satu pemain kunci dalam percaturan global. Kesuksesan pembangunan dan industrialisasi di sejumlah negara Asia seperti Jepang, Republik Rakyat Cina (RRC), Taiwan (Republik Cina), Korea Selatan, Singapura, India, serta diikuti pula oleh sejumlah negara berpenghasilan menengah seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, Indonesia dan Filipina menjadikan wilayah Asia sebagai kekuatan ekonomi global yang baru. Seiring dengan kemajuan dalam pembangunan infrastruktur, Asia sudah tidak lagi sekedar dipandang sebagai penghasil bahan mentah untuk kepentingan industri maju yang berbasis di negara-negara Eropa dan Amerika Utara. Beralihnya kawasan produksi manufaktur dari negara-negara maju ke wilayah Asia menyebabkan pergeseran yang dramatis terhadap neraca ekspor-impor, dimana produk-produk manufaktur Asia mulai dipasarkan di negara-negara maju yang sudah beralih ke industri jasa dan teknologi tinggi. Meskipun, peralihan produksi tersebut lebih disebabkan oleh hukum rimba dalam bidang ekonomi, dimana tenaga kerja yang murah dan melimpah di wilayah Asia lebih menjanjikan margin keuntungan yang besar bagi Multi National Corporation (MNC), tetapi dampak yang ditimbulkan dari perubahan tersebut setidaknya membawa peningkatan penghasilan per kapita di negara-negara Asia. Kemajuan dalam bidang ekonomi inilah yang kemudian mengubah pola hubungan dan interaksi dalam politik global. Sebab, kebangkitan sejumlah negara-negara di kawasan Asia telah membawa konsekuensi logis berupa peningkatan anggaran dalam bidang pertahanan serta status posisi tawar negara-negara tersebut dalam rejim internasional. Kondisi tersebut menyebabkan munculnya poros kekuatan-kekuatan baru dalam konstelasi global, dimana negara-negara baru yang memiliki power sebagai akibat dari peningkatan posisi

2 tawarnya tidak lagi bisa didikte oleh negara-negara besar yang menguasai panggung rejim internasional selama ini. Dunia mulai beralih dari masa bipolarisme era perang dingin menuju masa multipolarisme yang ditunjukkan dengan semakin menguatnya institusi negara sebagai aktor dalam politik internasional. Dalam bukunya, Post-American World, Fareed Zakaria menulis, dunia tengah bergerak dari kebencian ke ketidakpedulian, dari anti-amerikaisme ke post-amerikaisme. Fakta bahwa kekuatan baru lebih kuat menegaskan kepentingan mereka adalah realitas dunia pasca-amerika. Hal ini juga menimbulkan teka-teki politik tentang bagaimana untuk mencapai tujuan internasional di dunia yang banyak aktor, negara dan bukan negara. 1 Hal ini menegaskan bahwa tidak ada lagi dominasi kekuatan tunggal dalam percaturan politik internasional, dan bahwa kekuatan politik global tengah terdistribusi ke negara-negara lain di luar barat, khususnya Asia yang kini tengah berkembang menjadi pusat perekonomian global. Yang menjadi persoalan kemudian, apakah pola multipolarisme yang saat ini tengah terjadi dalam tata dunia internasional dapat menjamin berlangsungnya kedamaian, harmoni, dan stabilitas? Meskipun terdapat rejim internasional yang berkomitmen menjaga perdamaian dunia seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta terdapat mekanisme perdagangan internasional yang menjamin terpenuhinya kepentingan nasional tiap-tiap negara melalui Organisasi Perdagangan Dunia, dimana peraturan perdangangan yang ada, merupakan hasil kesepakatan oleh mayoritas negara di dunia, tetapi adakah yang bisa menjamin bahwa semua itu mampu meredam potensi konflik yang mungkin muncul akibat perebutan kepentingan antar negara? Sebab, bukanlah hal yang baru jika kita mengatakan bahwa rejim internasional telah kehilangan legitimasinya sejak lama. Ada banyak sengketa dan konflik yang tidak mampu diselesaikan melalui prosedur dan mekanisme politik yang berlangsung di PBB. Ada banyak sekali resolusi dalam rangka perdamaian yang diabaikan oleh entitas politik dan negara akibat berbenturan dengan kepentingan negaranya masing-masing, serta bukanlah hal yang aneh jika dikatakan bahwa PBB dikuasai oleh segelintir negara besar 2 yang ingin tetap mempertahankan kekuasaannya dalam tubuh organisasi tersebut demi kelangsungan 1 Fareed Zakaria, The Post-American World, New York, W.W Norton & Company Inc, 2009, hal Hal ini tercermin dalam pemberian hak veto yang merupakan hak untuk membatalkan keputusan, ketetapan, rancangan peraturan dan undang-undang atau resolusi pada Dewan Keamanan PBB kepada 5 negara besar yakni Amerika Serikat, Rusia (dulu Uni Soviet), Republik Rakyat Cina (dulu Republik Cina/Taiwan), Inggris dan Perancis.

3 pencapaian kepentingannya sendiri. Sehingga bukannya memberikan solusi, yang terjadi tak jarang justru menimbulkan persoalan dalam proses penyelesaian konflik di berbagai belahan dunia. Berdasarkan fakta tersebut, relitas dan hakikat hubungan internasional yang dibangun melalui rejim internasional bersifat semu. PBB dibentuk sebagai upaya untuk mengendalikan karakteristik anarkis yang sesungguhnya menjadi pola alami dari hubungan internasional itu sendiri. Karena itu, tidak ada yang bisa menjamin konflik di dunia akan berakhir hanya dengan mengandalkan konsensus pada tataran rejim internasional. Dalam pandangan realisme klasik, perimbangan kekuasan (balance of power) menjadi syarat mutlak untuk menciptakan stabilitas. Peningkatan anggaran belanja pertahanan di suatu negara misalnya, hendaknya direspon dengan peningkatan anggaran yang serupa di negara-negara kawasan sekitarnya untuk memastikan negara-negara tersebut aman dari intervensi politik dan militer dari negara yang dikhawatirkan akan bersikap agresif. Selain itu, negara-negara juga hendaknya menjalin aliansi pertahanan apabila secara sadar tidak mampu mengimbangi kekuatan-kekuatan besar disekelilingnya. Melihat fenomena yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir, terutama setelah tumbangnya model tata dunia bipolar sejak runtuhnya Uni Soviet awal 90-an, terlihatlah bahwa peran negara bangsa kian menguat. Amerika Serikat yang tetap bertahan sebagai negara superpower tunggal pasca perang dingin, awalnya dianggap sebagai poros pemersatu yang akan membawa nilai-nilai globalisasi pada taraf universal, sehingga nilai-nilai demokrasi liberal, HAM, dan sistem ekonomi pasar bebas akan berlaku untuk satu dunia. Akan tetapi, realitas yang terjadi membuktikan, bahwa homogenitas dalam nilai dan teknologi yang dibawa bersamaan dengan globalisasi tidak menjamin lunturnya kedaulatan negara-bangsa dalam pentas politik internasional. Sebaliknya, kecendrungan sentimen nasionalisme semakin menguat di banyak negara, bahkan perpecahan secara kultural juga tengah terjadi pada masyarakat yang berada di level lebih rendah. Dalam kasus krisis ekonomi yang melanda Eropa misalnya, muncul fenomena di kalangan masyarakat Jerman yang merasa tidak sudi apabila pajak yang dibayarkannya kepada negara justru dipakai untuk menanggulangi persoalan kredit yang ada di Yunani, meskipun kedua negara dipersatukan dalam Uni Eropa. Sedangkan, di Asia Tenggara ketegangan antara Indonesia dan Malaysia dalam persoalan sengketa perbatasan dan isu budaya tak kunjung usai meskipun kedua negara dipertemukan dalam ASEAN yang mustinya mampu memberikan solusi berupa mekanisme penyelesaian sengketa diantara negara

4 anggota. Hal yang sama juga terjadi misalnya dalam kasus Thailand dan Kamboja yang malah lebih jauh, dimana kedua negara sama-sama mengirimkan tentaranya untuk bertempur akibat persoalan sengeketa kedaulatan. Kecendrungan ini menimbulkan kesimpulan bahwa peran negara sebagai aktor dalam politik internasional tidaklah mungkin dinafikan, malah peran negara-bangsa sebagai aktor menunjukkan penguatan ketika tata pemerintahan global kian kehilangan bentuk dalam merumuskan konsensus internasional. Salah satu aktor negara yang dianggap muncul sebagai kekuatan baru dalam konstelasi politik internasional adalah Republik Rakyat Cina (RRC). Kebangkitan RRC menjadi sebuah negara yang kuat dan stabil di Asia dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai dua digit dalam beberapa tahun menjadikannya sebagai aktor berpengaruh dalam tatanan regional maupun internasional. Tak hanya pertumbuhan ekonomi, kebangkitan RRC juga diikuti dengan kebangkitan industri pertahanannya yang memang sejak lama dirintis melalui prinsip kemandirian. RRC berhasil meniru teknologi barat untuk merintis proyekproyek industri strategisnya serta memodofikasinya sesuai dengan kebutuhan sendiri. Tak bisa dipungkiri, kebangkitan RRC dalam beberapa tahun terakhir telah menyebabkan perubahan kebijakan luar negeri dari negara-negara barat, terutama Amerika Serikat yang kini terlihat lebih fokus pada isu keamanan dan stabilitas di kawasan Asia Pasifik dari semula hanya fokus pada wilayah-wilayah rawan seperti Eropa Timur ataupun Timur Tengah yang merupakan daerah rawan konflik pada masa sebelumnya. Kebangkitan RRC ini patut untuk menjadi perhatian sebab wilayah Asia Pasifik masih menyisakan sejumlah potensi konflik yang belum berakhir seperti ketegangan di semenanjung Korea dan klaim RRC atas kepulauan Formosa yang saat ini merupakan wilayah kedaulatan Republik Cina (Taiwan). Selain itu juga terdapat jalur perlintasan internasional di kawasan perairan Laut Cina Selatan yang juga sangat berkaitan erat dengan kepentingan negara-negara barat untuk memastikan area tersebut bebas untuk bernavigasi. Sejak 1970-an, RRC telah beranjak dari sistem perekonomian tertutup yang sentralistis menuju sistem terbuka yang berorientasi pasar. RRC merupakan negara dengan skala ekonomi terbesar dengan total Produk Domestik Bruto sebesal $ 12,38 triliun pada tahun 2012, memiliki angkatan kerja terbesar di dunia yakni sebesar 795,4 juta jiwa, serta menjadi negara pengekspor terbesar di dunia, yang pada tahun 2012 membukukan nilai ekspor senilai $ 201,7 miliar. 3 Dengan kondisi yang ada saat ini, RRC menjadi lawan yang 3 CIA World Factbook: diakses pada 1 Mei 2013

5 seimbang bagi Amerika Serikat dalam kompetisi perebutan cengkraman hegemoni dan kepentingan kedua negara tersebut dalam politik internasional. Dilihat dari sudut pandang lainnya, kebangkitan RRC sebagai sebuah tinjauan peradaban dengan nilai-nilai yang dibawanya bersikap relatif dengan nilai-nilai barat. Peradaban Sino 4 tidak sepakat dengan konsep demokrasi dan penegakan Hak Asasi Manusia ala barat yang selalu dijadikan justifikasi bagi barat untuk menegaskan kepentingan mereka dalam politik global. Sebab, nilai-nilai tersebut terkadang sering dianggap sebagai pembenaran bagi intervensi rejim internasional ke negara-negara dunia ketiga yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai tersebut. Karena itu, RRC kerap tampil menentang barat dalam perumusan sebuah keputusan pada badan-badan internasional. Salah satu yang terbaru, RRC sebagai salah satu anggota dewan keamanan tetap Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menolak untuk menyetujui sebuah resolusi berisi sanksi terhadap Suriah dalam respon badan internasional tersebut terhadap persoalan konflik saudara di Suriah. Di tengah-tengah redefenisi poros politik internasional yang masih mencari format baru, muncul kekhawatiran lain atas bangkitnya RRC sebagai sebuah kekuatan baru dunia. Kekhawatiran itu muncul dari negara-negara di kawasan regional yang menjadi tetangga RRC. Pasalnya, RRC dengan kebangkitan ekonomi dan militernya yang semakin kuat menunjukkan kecendrungan yang kian agresif di kawasan Asia Pasifik dengan mempertegas klaimnya atas sejumlah wilayah yang masih dipersengketakan dengan negara tetangganya. Agresivitas RRC terlihat misalnya di kawasan perairan Asia Timur dengan mengklaim kepulauan Senkaku (oleh Cina di sebut Diaoyu) yang secara defacto milik Jepang sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya. Sedangkan di kawasan Asia Tenggara, RRC mengklaim kepemilikan seluruh perairan Laut Cina Selatan yang meliputi kedaulatan sejumlah negara seperti Vietnam, Filipina, Brunei, dan Malaysia. Laut Cina Selatan selain memiliki kandungan sumber daya alam berupa minyak bumi dan gas alam, juga merupakan jalur perlintasan internasional yang sangat strategis. Karena itu, klaim RRC tidak hanya akan membahayakan kedaulatan sejumlah negara di kawasan Asia Pasifik tetapi juga akan mengundang perhatian serius dari barat, terutama Amerika Serikat yang juga memiliki kepentingan isu kebebasan bernavigasi di kawasan perairan tersebut. 4 Salah satu tipologi peradaban menurut Samuel P. Huntington yang merujuk pada bangsa han, suku bangsa mayoritas di RRC. Termasuk di dalam tipologi ini ialah para perantau tiongkok yang ada di seluruh belahan dunia, utamanya di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur.

6 Melihat perkembangan yang terjadi kekinian, terutama pada tahun 2011 hingga 2013, terlihat kecendrungan menguatnya upaya-upaya dari pihak tertentu untuk mengakhiri status quo. Sebagai contoh adalah upaya penegasan klaim dengan menghadirkan kapal perang dan pesawat militer, eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi di kawasan sengketa, penerbitan paspor dengan menghadirkan peta kedaulatan yang masih dipersengketakan, serta bentuk-bentuk provokasi lainnya yang mengarah pada potensi konflik. Sebagai salah satu negara poros kekuatan baru dunia, pengaruh RRC dalam mendikte kebijakan negara-negara di kawasan sekitarnya cukup kuat. Hal ini terlihat misalnya ketika untuk pertama kalinya forum menteri luar negeri ASEAN gagal menyepakati komunike bersama di Phnom Phen, Kamboja untuk menentukan Kode Tata Berperilaku di kawasan perairan Laut Cina Selatan. Kondisi ini diyakini terjadi akibat sikap Kamboja sebagai tuan rumah yang tidak menginginkan isu yang terjadi di kawasan Laut Cina Selatan diinternasionalisasi-kan. Sikap Kamboja ini sesungguhnya merefleksikan kepentingan RRC yang bertentangan secara kontras dengan sikap Filipina, Brunei, dan Vietnam yang memiliki sengketa perbatasan dengan RRC di wilayah Laut Cina Selatan. Melihat perkembangan dan dinamika yang terjadi di kawasan Asia Pasifik yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi global abad-21, peneliti merasa penting untuk menganalisa fenomena kebangkitan negara yang menjadi poros kekuatan baru dunia untuk melihat kecendrungan yang memungkinkan adanya potensi konflik di masa depan dalam panggung politik global yang multipolar. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan menganalisa faktor-faktor yang menyebabkan munculnya sikap agresif dalam politik luar negeri RRC dalam konteks regional di Asia Pasifik. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini akan menjawab pertanyaan penelitian yaitu: Apa Saja Faktor Penyebab Agresivitas Politik Luar Negeri Republik Rakyat Cina dalam Sengketa Perbatasan di Asia Pasifik? 3. Pembatasan Masalah Sebagai upaya dalam mensistematiskan masalah dalam penelitian ini diperlukan adanya batasan-batasan masalah agar masalah yang diteliti menjadi jelas, terarah, serta konsisten. Pembatasan masalah ini berguna untuk mengidentifikasi faktor mana saja yang

7 termasuk dalam ruang lingkup masalah penelitian dan faktor mana saja yang termasuk dalam ruang lingkup penelitian tersebut. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah: a. Penelitian yang dilakukan terbatas pada faktor-faktor internal RRC yang menyebabkan munculnya sejumlah kebijakan luar negeri yang agresif di kawasan regional. Sehingga, penelitian ini akan meminggirkan persoalan sengketa perbatasan sebagai akibat saja. Fokus utama penelitian ini tetap pada analisis penyebab munculnya sikap agresif dalam politik luar negeri RRC itu sendiri. Karena itu sebenarnya tidak terlalu relevan untuk menyimpulkan hasil penelitian hanya pada wilayah Asia Pasifik saja, sebab RRC juga terlibat konflik perbatasan dengan India di wilayah barat daya negerinya. b. Penelitian hanya dilakukan dengan melihat perkembangan sengketa klaim kedaulatan antara RRC dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik yang mulai mengemuka pada 2012 hingga Sehingga penelitian tidak akan terlalu mendalami kajian historis dari sengketa perbatasan tersebut, ataupun sengketa perbatasan lain yang pernah terjadi pada masa sebelumnya yang melibatkan RRC dengan negara di kawasan Asia Pasifik Lainnya. 4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk memahami faktor-faktor yang menyebabkan munculnya sejumlah kebijakan politik luar negeri Republik Rakyat Cina (RRC) yang bersifat agresif di kawasan regional yang berimplikasi pada terjadinya sengketa klaim kedaulatan dengan negara-negara tetangga RRC di kawasan Asia Pasifik. 5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: a. Secara akademis penelitian ini hendak memperkaya ilmu pengetahuan di bidang ilmu politik khususnya kajian seputar Politik Luar Negeri dan Hubungan Internasional. b. Secara praktis, dari hasil penelitian ini menggambarkan prespektif RRC sebagai sebuah aktor negara dalam pusaran politik internasional. Sehingga dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tindakan-tindakan sebuah negara dalam berinteraksi dengan negara-negara lainnya, sehingga menimbulkan apa yang kita kenal sebagai hubungan internasional.

8 6. Kerangka Teori Secara umum penelitian ini didasari atas kerangka berpikir realis yang melihat negara sebagai aktor dalam politik internasional, dan bahwa struktur politik internasional pada hakikatnya bersifat anarkis. Para realis memperlakukan negara sebagai aktor yang rasional yaitu mengikuti prinsip mengejar, melindungi, dan mempertahankan kepentingan nasionalnya yang didefenisikan sebagai kekuasaan sesuai dengan kemampuan dan keterbatasanya di dunia internasional Asumsi- Asumsi Utama Realisme Ada tiga asumsi utama realisme yang sering dikelompokkan dalam 3S : statism, survival, self-help 6. State adalah aktor utama dalam hubungan internasional yang anarkis. Asumsi ini berasal dari kenyataan bahwa untuk bisa survive dan mencapai level subsisten manusia perlu hidup bersatu berdasarkan suatu solidaritas kelompok. Kohesi dalam grup ini juga berpotensi untuk berkonflik dengan kelompokkelompok lain. State merupakan pengelompokan manusia (groupism) yang paling penting dewasa ini, dan sumber kohesi in-group yang paling kuat adalah nasionalisme. 7 Negara sebagai satu komunitas politik yang independen mempunyai kedaulatan terhadap suatu wilayah dalam dunia yang anarkis. Perlu dijelaskan bahwa anarkis bagi realis bukan keadaan benar-benar chaos dan tidak ada aturan, tetapi ketiadaan kekuasaan sentral. Berbeda dengan struktur organisasi dalam politik domestik yang hirarkis, dalam hubungan internasional, struktur dasarnya adalah anarkis di mana negara-negara adalah berdaulat dan menganggap kekuasaan tertinggi ada di tangan mereka. State diasumsikan seperti black-box yang mewakili keseluruhan kepentingan di suatu negara. 8 Ide tentang negara yang utuh berdaulat ini berasal dari defenisi Weber yaitu monopoli terhadap penggunaan kekuatan fisik secara sah dalam suatu wilayah. Dalam teori kedaulatan Barat, diasumsikan bahwa persoalan di dalam negeri ini sudah 5 Abu Bakar Ebi Hara, Pengantar Analisis Politik Luar Negeri, Nuansa, 2011, hal 34 6 Dunne and Schmidt, The Globalization of World Politics : An Introduction to International Relations, Oxfort University Press 2001, hal Wohlforth, Foreign Policy: Theories, Actors, Cases, Oxfort University Press 2008 hal 32 8 Log Cit, 2011, hal 36

9 terselesaikan dan negara berhasil mengamankan berbagai masalah dalam negeri. Rakyat di dalam pun mendapatkan rasa aman bahkan keadilan. Di sinilah kemudian bermula perbedaan antara inside/outside. Di dalam semuanya aman, namun di luar tidak berlaku dan negara dapat melakukan apa saja untuk menjamin survival dari negara. Dalam konteks internasional yang anarkis, prioritas politik luar negeri negaranegara dengan demikian adalah menjaga kelangsungan hidupnya atau survival dari ancaman negara lain, yang juga merupakan inti dari kepentingan nasional. Sementara kepentingan lainnya, seperti ekonomi, adalah kurang penting (low politics). Kode etik realis adalah sesuatu yang harus dinilai dari hasilnya, bukan dari apakah tindakan individu itu benar atau salah. Realis tidak percaya pada universalitas moral; kalaupun ada, itu hanya berlaku relatif untuk suatu masyarakat tertentu saja. Dengan kata lain, dalam pandangan Wohlforth, negara seringkali harus bertindak egois, terutama bila dihadapkan pada pilihan kepentingan diri dan kepentingan kolektif. Ini juga merupakan sifat dasar manusia sebagaimana diungkapkan adagium klasik realis: inhumanity is just humanity under pressure (kekejaman berarti kemanusian di bawah tekanan) 9 Dalam keadaan anarkis ini, tiap negara harus menolong dirinya sendiri atau self-help. Negara tidak boleh percaya pada negara lain atau organisasi internasional, tapi harus mencari cara sendiri, terutama meningkatkan kekuatan militernya. Struktur internasional tidak mengizinkan adanya persahabatan, kepercayaan dan kehormatan, yang ada hanyalah kondisi abadi ketidakpastian karena tiadanya pemerintahan global. Walaupun penting untuk menilai apakah negara lain merupakan negara revisionis yang ingin mengubah balance of power atau pro-status quo yang tidak ingin mengubah keadaan itu secara militer, namun adalah susah untuk memastikan intensi atau maksud suatu negara secara empirik. Cara terbaik adalah memperkuat diri sehingga negara lain tidak berani menyerang. 10 Koeksistensi demikian bisa dicapai melalui keseimbangan kekuatan dan interaksi terbatas, tetapi pendirian negara tetap lebih untuk keuntungan dirinya sendiri daripada negara lain. Di sini terjadi security dilemma yang lebih sering terjadi pada 9 Log Cit, 2008 hal Log Cit, 2011 hal 36-37

10 negara-negara besar daripada negara kecil karena peningkatan kekuatan militer mereka akan selalu mendorong meningkatkan kekuatan negara besar yang lain. Keamanan bagi negara lain berarti ketidakamanan bagi negara sendiri. Inilah tragedi politik negara-negara besar. 11 Tetapi ada dua pandangan yang berbeda dalam melihat bagaimana dilema keamanan ini dapat dikelola. Realis historis dan klasik melihat balance of power dapat mengurangkan dilema keamanan ini. Sementara kaum neo-realis atau disebut realis struktural berpendapat bahwa dilema keamanan ini adalah situasi yang abadi dalam politik internasional. Bagi realis struktural atau neo-realis, balance of power akan muncul dengan sendirinya secara alamiah terlepas dari intensi negara-negara, misalnya dengan munculnya aliansi-aliansi. Dalam kaitan dengan politik luar negeri, dengan melihat asumsi di atas harus dipahami bahwa negara sebagai aktor utama harus menghadapi negara lain seperti bola biliar yang sedang dimainkan di atas mejanya bergerak dan bertabrakan satu sama lain. Yang membuat konsep bola biliar ini menarik adalah adanya perasaan ketidakamanan bersama antarnegara dan ketiadaan otoritas kekuatan politik yang disebut anarki di dunia internasional. Tindakan negara-negara karena itu didorong oleh keinginan untuk survive atau mempertahankan diri dari ancaman keamanan yang terus-menerus. Karena tiap negara mengejar keamanan yang meningkatkan kekuatan militernya, maka politik luar negeri pun diorientasikan pertama kali untuk mempertahankan keamanan. Mereka menghadapi dilema keamanan atau security dilemma yang tiada habisnya. Dari sini kemudian kita mengenal konsep power atau kekuasaan yang merupakan kepentingan nasional yang harus selalu dikejar oleh negara. Walaupun sering membingungkan karena begitu luas dan bermacam-macam maknanya, power tetap menjadi ukuran bagi analis realis. Ia pun sering dipertukarkan dengan konsep pengaruh, kekuasaan, kekuatan senjata, perimbangan kekuasaan, kekuatan lunak (soft power) dan berbagai istilah lainnya. Power juga sering disamakan dengan uang dalam ekonomi yang perlu dicari, ditambah dan digunakan. Negara-negara, terutama negaranegara besar, sangat khawatir power mereka berkurang atau menjadi relatif lemah 11 Mearsheimer, International Relations Theories: Discipline and Diversity, Oxfort University Press, 2007 hal 74

11 dalam hubungan dengan negara lain. Karena itu, mereka ingin selalu memastikan keseimbangan kekuasaan yang ada tidak bergeser ke pihak lawan. Menurut Mearsheimer, power didasarkan pada kemampuan militer yang dikuasai oleh negara. Walaupun demikian, menurutnya, negara-negara memiliki juga apa yang disebut dengan kekuatan laten yang meliputi potensi sosial ekonomi yang dapat dikembangkan untuk menjadi kekuatan militer. Kekuatan laten ini meliputi apa yang sering disebut dengan sumber-sumber kekuatan nasional oleh Morgenthau, seperti penduduk, sumber alam, ekonomi dan teknologi. Jadi, mereka mendapatkan power bukan saja dari menaklukkan negara lain tetapi juga melalui pengelolaan terhadap latent power atau sumber kekuatan nasional ini. 12 Konsep power ini terus berubah mulai dari yang satu dimensi, seperti Morgenthau, ke yang lebih canggih. Menurut Morgenthau, power adalah kontrol manusia terhadap pikiran dan tindakan manusia yang lain. 13 Power harus dipahami dalam hubungan dengan negara lain, jadi bukan dalam situasi vacuum. Power sifatnya relatif karena dilihat dalam perbandingan dengan kekuatan negara lain. Pengertian yang lebih kompleks adalah power sebagai prestige yakni kemampuan untuk mendapatkan apa yang diinginkan, bukan dengan senjata atau ancaman penggunaan senjata, tetapi melalui pengaruh diplomasi dan otoritas. Terakhir sekali, kelompok neo-realis menyamakan power dengan kapabilitas. Kapabilitas dapat dirangking menurut kekuatannya dalam ukuran penduduk dan wilayah, sumber dana, kemampuan militer, stabilitas dan kompetisi politik Teori Realisme Klasik dalam Perspektif Kajian Politik Luar Negeri Dalam politik internasional, kalau mengikuti realisme klasik seperti Morgenthou, negara-negara masih dianggap memiliki tujuan dan aspirasi politik luar negeri sendiri dan tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh distribusi kekuasaan pada struktur internasional seperti yang diasumsikan oleh kaum neo-realis. Morgenthou, menyadari bahwa negara memiliki contextual imperative yang sering dihubungkan dengan posisi geografis, sejarah, ekonomi dan politik. Morgenthou juga berbicara tentang tanggungjawab pemimpin dan artinya melihat pentingnya peranan individu 12 Ibid, 2007 hal Morgenthau, Truth and Power, Essays of Decade, Praeger, Waltz, Theory of International Politics, Adison-Wesley, 1979 hal 131

12 dalam politik luar negeri. Dia juga mendiskusikan pentingnya karakter nasional sebagai satu aspek kekuatan nasional yang mempengaruhi politik luar negeri. Holsti, yang juga digolongkan sebagai pengikut realisme klasik penerus Morgenthou, mengejawantahkan lebih lanjut pandangan di atas dengan menyebutkan bahwa selain dipengaruhi oleh struktur sistem internasional, strategi umum politik luar negeri suatu negara juga dihubungkan dengan sifat dari keadaan domestik dan kebutuhan ekonomi. 15 Seperti Morgenthou, ia juga menyebutkan peranan pembuat keputusan dalam mempersepsikan ancaman eksternal yang tetap terhadap nilai-nilai dan kepentingan mereka akan sangat menentukan orientasi politik luar negeri negara itu. Juga faktor lokasi geografis, ciri-ciri topografi, potensi alam, menurut Holsti, adalah variabel-variabel yang mempengaruhi pilihan orientasi politik luar negeri. Dalam pandangannya, Holsti melihat negara sebagai aktor memiliki tujuantujuan, aspirasi, kebutuhan, sikap, pilihan, dan tindakan politik luar negeri yang dipengaruhi atau terbentuk oleh struktur kekuatan dan distribusi kekuasaan dalam politik internasional. Ia membagi empat komponen utama dalam politik luar negeri yaitu : Orientasi-orientasi politik luar negeri, peran-peran nasional, tujuan-tujuan dan tindakan-tindakan. 16 Menurut Holsti, orientasi dasar politik luar negeri ada tiga, orientasi pertama disebut isolasi di mana untuk menjaga kepentingannya, negara memilih membatasi hubungannya dengan negara lain. Negara yang melakukan ini biasanya merasa cukup sufisien secara ekonomi dan sosial sehingga tidak memerlukan banyak bantuan dari negara lain. Isolasi Amerika dan juga Jepang sebelum Perang Dunia I merupakan contoh dari orientasi politik luar negeri yang demikian. Orientasi jenis kedua adalah nonalignment atau non-blok, untuk kepentingan strategis, mereka bersatu untuk mencapai tujuan kemerdekaan dan mempertahankan diri dari pengaruh negara-negara besar. Orientasi ketiga disebut Holsti pembuatan koalisi dan pembangunan aliansi. Berbeda dengan isolasi, orientasi yang ketiga ini berangkat dari ketidakmampuan negara, baik dalam pertahanan maupun ekonomi, untuk berdiri sendiri. Jadi karena 15 K. J. Holsti,International Politics : A Framework for Analysis, Prentice-Hall 1988 hal Ibid, 1983 hal 97-98

13 itu, mereka berusaha melakukan koalisi diplomatik dan kadangkala melakukan aliansi militer untuk melindungi pertahanan negara. 17 Komponen kedua dari politik luar negeri menurut Holsti adalah peran-peran nasional dan konsepsi tentang peran yang merupakan turunan dari komponen pertama orientasi politik luar negeri. Konsepsi peran nasional ini adalah sebagaimana yang didefenisikan oleh para pembuat keputusan tentang komitmen, aturan, tindakan yang sesuai untuk negara. Contoh peran nasional adalah pelindung regional yaitu peranan untuk melindungi negara-negara lain dalam lingkungan tertentu. Juga ada perang sebagai mediator yaitu membantu pemecahan konflik internasional. Banyak istilah lain untuk peran nasional ini, seperti pemimpin regional, bebas aktif, agen antiimperialis, pembebas dan beberapa peran khusus lain yang didefenisikan oleh negara sendiri. 18 Komponen ketiga disebut tujuan-tujuan politik luar negeri yang mengacu pada komponen kedua dan pertama dari politik luar negeri. Tujuan dan kepentingan sekurangnya ada tiga macam. Yang pertama adalah nilai-nilai dan kepentingankepentingan inti atau core di mana secara umum semua orang akan rela mengorbankan diri untuk tujuan ini. Ini diistilahkan dengan macam-macam term seperti merdeka atau mati untuk membela kedaulatan dan kemerdekaan, keamanan, memenangkan perang dan lain-lain tujuan yang harus dicapai dalam jangka pendek karena merupakan kepentingan vital. Kemudian ada tujuan dan kepentingan jangka menengah seperti kepentingan ekonomi dan perdagangan. Prestise negara juga masuk dalam kepentingan jenis jangka menengah ini, sama halnya seperti perluasan pengaruh di negara lain. Macam ketiga dari tujuan politik luar negeri adalah tujuantujuan jangka panjang yang sering disebut sebagai visi dan rencana universal, seperti mengkonsumsi dunia oleh rejim-rejim komunis atau tindakan sebagian negara Barat untuk menciptakan dunia demokratis. 19 Dalam analisis politik luar negeri Holsti ini, terdapat hubungan yang logis mulai dari orientasi yang menentukan peran-prean nasional negara-negara, kemudian juga mempengaruhi pilihan tujuan-tujuan politik luar negeri dan akhirnya akan mempengaruhi tindakan-tindakan politik luar negeri yang akan diambil oleh suatu 17 Ibid, 1983 hal Ibid, 1983 hal Ibid, 1983 hal 98

14 negara. Karena sifatnya yang demikian, maka orientasi-orientasi politik luar negeri dan peran nasional biasanya adalah yang paling langgeng, bertahan lama dan susah berubah. Kemudian diikuti oleh komponen yang lain. Politik luar negeri suatu negara, misalnya, akan selalu menggantikan tindakan politik luar negeri untuk mencapai tujuan, baik jangka pendek ataupun jangka panjang, namun jarang mereka menggantikan orientasi dan peran nasional politik luar negeri mereka Makna Agresivitas dalam Perspektif Realisme Kata Agresif dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia berarti bernafsu menyerang, sedangkan kata agresivitas diartikan sebagai hal agresif, sifat agresif, atau tindakan yang agresif. 20 Agresif dan agresivitas sesungguhnya merupakan sebuah kata sifat yang melekat pada manusia. Akan tetapi dilekatkannya kata agresif dan agresivitas pada negara dalam konteks penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan perilaku ataupun sikap sebuah negara yang secara personifikasi memiliki defenisi yang serupa dengan makna kedua kata tersebut pada manusia, yakni berarti bernafsu menyerang untuk kata agresif, serta hal agresif, sifat agresif, atau tindakan yang agresif, untuk kata agresivitas. Dalam perspektif realisme, negara merupakan suatu kohesi sosial yang penting dalam masyarakat modern. Sebab, negara memberikan perlindungan terhadap individu-individu yang bernaung di dalamnya dalam menjalankan aktivitas kehidupannya, terutama dalam konteks ketika berhadapan dengan dunia luar. Perspektif realisme mengasumsikan dunia luar sebagai suatu wilayah di luar batas juridiksi negara, dimana jangkauan negara atas hak-hak individu yang berada dalam di luar naungannya terbatas. 21 Karena negara merupakan kumpulan dari individu-individu, serta digerakkan dan dikendalikan oleh manusia itu sendiri, maka sikap dan tindakan sebuah negara sesungguhnya ialah perwujudan dari sikap dan tindakan manusia yang bernaung di dalamnya. Negara dalam perspektif realisme yang menganggap panggung global sebagai suatu area yang bersifat anarki, tanpa struktur hirarkis, menyebabkan individu-individu yang bernaung di dalam negara menyelenggarakan suatu pola 20 Fajri, EM Zul dan Ratu Aprillia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Difa Publisher. 21 Log Cit, 1979

15 kebijakan yang sesuai dan mampu mencukupi kebutuhan-kebutuhannya. Sikap, tindakan dan kebijakan sebuah negara terhadap dunia luar yang dikendalikan oleh individu-individu itulah yang kemudian disebut sebagai Politik Luar Negeri. Perspektif realis sebenarnya tidak menggarisbawahi perilaku ataupun sikap negara yang bagaimana yang menunjukkan politik luar negeri yang agresif. Tetapi perspektif realis itu sendiri menganggap bahwa manusia dan negara (sebagai kohesi individu) itu cenderung egois terhadap orang lain yang berada di luar (outside). Perspektif realis memandang bahwa pemenuhan kebutuhan di dalam (inside) negara hendaknya dicapai dengan cara apapun termasuk apabila mengharuskan negara bersikap agresif terhadap dunia luar. 22 Meskipun di dalam teori realisme secara khusus tidak ada kriteria yang menyebutkan suatu tindakan politik luar negeri tertentu yang bisa diklasifikasikan sebagai tindakan yang agresif, namun dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan sejumlah kriteria sebagai alat bantu untuk memberikan pola yang mengarahkan pemahaman kita pada apa yang dimaksud sebagai tindakan-tindakan politik luar negeri yang agresif itu. Sejumlah kriteria yang peneliti tentukan ini merupakan derivasi atas teori realisme dalam tahap aplikatif. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa kriteria-kriteria ini masih terbuka untuk diperdebatkan secara teoretik, serta tidak bermaksud untuk mengeneralisir. Adapun sejumlah kriteria yang menunjukkan sikap atau tindakan agresif dalam politik luar negeri sebuah negara itu ialah sebagai berikut: Sebuah negara yang secara eksplisit mengumumkan sikap dan posisinya yang bermusuhan terhadap sebuah negara berdaulat lainnya; Sebuah negara yang mengklaim kepemilikan suatu wilayah teritorial dimana masih terdapat entitas politik berdaulat yang secara sah menguasai wilayah tersebut; Sebuah negara yang melakukan provokasi ataupun bertujuan ekspansif dengan menghadirkan kekuatan militer di kawasan teritorial negara lain atau di sebuah kawasan teritorial yang masih dalam tahap perselisihan di Mahkamah Internasional; 22 Log Cit, 2011 hal 38

16 Sebuah negara yang memiliki tujuan nasional baik yang tertulis melalui dokumen resmi kenegaraan, maupun visi misi pemimpin politiknya yang secara gamblang mengutarakan ambisi ekspansionisme dalam kebijakan politik luar negerinya; Sebuah negara yang memberlakukan kebijakan politik luar negeri yang bersifat unilateral tetapi mengancam kepentingan negara lain sehingga mencederai hubungan bilateral dengan negara tersebut; Sebuah negara yang melalui pemimpin politik ataupun utusan diplomatik resminya mengumumkan suatu pernyataan verbal yang bersifat mengancam kedaulatan, kepentingan, dan kehormatan negara lain; Sebuah negara dengan sengaja mengadakan sebuah kegiatan di dalam negerinya yang bertentangan dengan norma ataupun asas keamanan yang telah menjadi kesepakatan dalam komunitas internasional atau mengadakan kegiatan yang berpotensi membahayakan perdamaian dunia. Adapun sejumlah kebijakan luar negeri Republik Rakyat Cina yang disoroti sebagai sebuah sikap ataupun tindakan yang agresif dalam penelitian ini ialah berkisar seputar perselisihan sengketa perbatasan yang terjadi di kawasan regional Asia Pasifik, diantaranya ialah sebagai berikut: menghadirkan armada militer dan personil bersenjata di kawasan yang secara resmi merupakan wilayah kedaulatan negara lain ataupun kawasan yang masih dipersengketakan; menerbitkan dokumen resmi (baca: paspor) bergambar peta wilayah kedaulatan negara lain ataupun wilayah yang masih dipersengketakan; mengintervensi kebijakan politik luar negeri negara lain dengan tujuan menguntungkan kepentingan nasional RRC; menghalangi kehadiran pemimpin politik negara lain ke RRC dengan tidak bersedia menerbitkan visa kunjungan dengan maksud hendak mengadakan transaksi berupa pencabutan laporan negara tersebut pada Mahkamah Internasional atas sejumlah pelanggaran kedaulatan yang dilakukan oleh RRC; serta, melalui pemimpin politiknya menyuarakan pernyataan verbal yang bersifat memprovokasi negara lain atas perselisihan sengketa kedaulatan yang melibatkan RRC.

17 6.4. Beberapa Konsep dalam Teori Realis Berikut dijabarkan sejumlah defenisi konsep yang mengemuka dalam teori realis, yang akan dipakai sebagai instrumen pembedah analisis dalam penelitian ini : Konsep Kepentingan Nasional Kepentingan Nasional (National Interest) adalah tujuan-tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan kebutuhan negara bangsa atau sehubungan dengan hal yang dicita-citakan. Dalam hal ini kepentingan nasional yang relatif tetap dan sama diantara semua negara/bangsa adalah keamanan, (yang mencakup kelangsungan hidup rakyatnya dan kebutuhan wilayah) serta kesejahteraan. Kedua hal pokok ini yaitu keamanan (Security) dan kesejahteraan (Prosperity) merupakan kepentingan nasional yang utama. Kepentingan nasional diidentikkan dengan dengan tujuan nasional. Contohnya kepentingan pembangunan ekonomi, kepentingan pengembangan dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) atau kepentingan mengundang investasi asing untuk mempercepat laju industrialisasi. 23 Kepentingan nasional sering dijadikan tolok ukur atau kriteria pokok bagi para pengambil keputusan (decision makers) masing-masing negara sebelum merumuskan dan menetapkan sikap atau tindakan. Bahkan setiap langkah kebijakan luar negeri (Foreign Policy) perlu dilandaskan kepada kepentingan nasional dan diarahkan untuk mencapai serta melindungi apa yang dikategorikan atau ditetapkan sebagai Kepentingan Nasional. Sedangkan menurut Morgenthau, Kepentingan nasional adalah kemampuan minimum negara untuk melindungi, dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultur dari gangguan negara lain. Dari tinjauan ini para pemimpin negara menurunkan kebijakan spesifik terhadap negara lain yang sifatnya kerjasama atau konflik T.May Rudy, Study Strategis dalam transformasi sistem Internasional Pasca Perang dingin, Refika Aditama, Bandung, 2002, hal Ibid, 2002 hal 116

18 Konsep Perimbangan Kekuasaan (Balance of Power) Konsep perimbangan kekuasaan (Balance of Power) merupakan suatu konsep yang menginginkan perimbangan kekuatan di antara kekuatankekuatan utama aktor hubungan internasional. Dalam pandangan kaum realis, perang terjadi karena dunia tidak seimbang dalam aspek power. Karena pada dasarnya manusia itu buruk, setiap negara memiliki hasrat untuk menguasai negara lainnya. Dengan hal ini, untuk menguasai negara lain maka suatu negara yang memiliki power yang kuat akan menyerang negara yang dituju sehingga menimbulkan konflik dan peperangan. Hal ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keamanan di dunia. Jika hal ini terus berlangsung, peperangan di dunia akan terus terjadi. Morgenthau mengemukakan suatu konsep yang disebut Balance of Power yang didasari dari pemikiran seorang sejarawan yaitu Thucydides. Balance of power menganggap dunia akan aman jika semua negara memiliki kekuatan yang seimbang. Perimbangan kekuatan yang dimaksud adalah pada aspek kekuatan militernya. Namun, hal ini akan sulit terwujud karena setiap negara mempunyai kekuatan yang berbeda-beda. Menurut kaum realis, negara-negara yang paling penting dalam politik dunia adalah negaranegara berkekuatan besar (great powers). 25 Akan tetapi, konsep ini bisa disambungkan dengan konsep polaritas dalam hubungan internasional. Ini terlihat pada masa perang dingin yang merupakan masa bipolar. Hubungan internasional dipahami oleh kaum realis terutama sebagai perjuangan di antara negara-negara berkekuatan besar untuk dominasi dan keamanan Konsep Perimbangan Ancaman (Balance of Threat) Teori Perimbangan Ancaman (Balance of Threat) merupakan kritik terhadap teori perimbangan kekuasaan. Menurut teori ini, dalam sistem internasional yang anarkis dan cenderung pada tidak adanya distribusi kekuatan yang berimbang, negara akan menggalang aliansi dengan atau 25 Robert Jackson dan George Sorensen. Pengantar Studi Hubungan Internasional. terj. 2009, Yogyakarta: Pustaka Pelajar hal Ibid, 2009 hal 89

19 melawan kekuatan yang paling mengancam 27. Aliansi adalah respon atas ketidakseimbangan ancaman (imbalances of threat ), bukan ketidakseimbangan kekuatan (imbalance of power ) 28. Jadi, berbeda dengan Balance of Power yang melihat balancing sebagai kondisi alamiah dalam sistem internasional yang terdiri dari unit-unit negara ketika terjadi ketidakmerataan distribusi kekuatan terutama militer (lebih tepatnya, ini adalah konsepsi Balance of Power menurut Neoralism/Structrual Realism), Teori perimbangan ancaman berasumsi bahwa, balancing adalah respon yang dilakukan oleh negara atau beberapa negara terhadap negara lain yang memiliki power (militer, ekonomi, teknologi, dll) besar atau lebih besar dari yang dimiliki negara tersebut. Berbeda dari teori perimbangan kekuasaan yang melihat pengaruh power itu sendiri terhadap sistem internasional, konsep perimbangan ancaman melihat akibat dari kepemilikan power tersebut terhadap sistem. Berangkat dari asumsi dasar neorealis bahwa sistem internasional adalah anarkis, bahwa tidak ada pemerintahan yang mengatur negara-negara sehingga setiap negara harus menjamin keamananannya sendiri dalam pergaulan regional maupun global, dan bahwa setiap negara bertindak untuk mencapai kepentingan nasionalnya baik ekomoni maupun keamanan, Walt memandang bahwa kepemilikan power oleh sebuah negara, misalnya rudal balistik atau bahkan senjata nuklir, akan mengancam keamanan dan kepentingan nasional negara-negara lain terutama yang berada di sekitarnya. Walt lebih lanjut menjabarkan sumber-sumber ancaman bagi negara sebagai berikut 29 : Pertama, aggregate power. Jenis ancaman ini berasal dari level atau jumlah relative power yang dimiliki oleh suatu negara. Semakin besar kekuatan yang dimiliki seperti populasi, industri, militer, teknologi, dan lain sebagainya, akan semakin besar potensi ancamannya bagi negara lain. Uni Eropa mungkin dapat dikatakan sebagai mekanisme untuk mendistribusikan kekuatan agregat di antara negara-negara Eropa Barat. 27 Walt, Stephen M. Spring. Alliance Formation and The Balance of World Power, 1985 hal Legro, Jeffrey W. & Andrew Moravcsik, Is Anybody Still a Realist?, hal Log cit, 1985 hal. 9-13

20 Dalam sejarahnya, saat persebaran kekuatan di wilayah tersebut tidak merata, terjadi ketidakstabilan sistem sehingga menyebabkan peperangan bebar dalam sejarah dunia (Perang Dunia I dan Perang Dunia II). Kedua, proximity. Semakin dekat dekat jarak sebuah negara, semakin besar potensi ancaman yang dimiliki bagi negara lain. Sebagai contoh, Perang Arab-Israel I pada 1948 terjadi antara Israel melawan koalisi Arab yaitu Mesir, Libanon, Yordania, Suriah dan Irak. Negara-negara Arab lain seperti Arab Saudi, Oman, Yaman dan Libya tidak terlibat perang, karena negaranegara tersebut tidak berbatasan langsung dengan Israel. Ketiga, offensive power. Negara yang memiliki kapabilitas militer kuat lebih memprovokasi terjadinya aliansi dalam sistem daripada negara yang kemampuan militernya lemah atau yang militernya hanya untuk pertahanan diri. Bagi Arab Saudi, pertumbuhan postur militer Iran akhir-akhir ini menjadi sangat mengkhawatirkan, karena dilihat dari kualitasnya, kemampuan militer Iran tersebut lebih dari sekedar untuk pertahanan diri. Maka tidak mengherankan jika aliansi Arab Saudi dengan AS semakin erat seiring dengan perkembangan agresivitas Iran. Keempat, offensive intention. Negara yang agresif selalu memicu terbentuknya aliansi negaranegara lain. GCC terbentuk di antara negara-negara Arab Teluk adalah sebagai reaksi atas agresivitas Iran. Pada tahun 2006 GCC kembali mempererat aliansinya dengan AS untuk merespon Iran yang kembali agresif sejak dipimpin oleh Mahmoud Ahmadinejad 30 Bagi GCC Iran dianggap lebih berbahaya daripada AS karena AS tidak menunjukkan ambisi ofensif di kawasan tersebut meskipun memiliki kapabilitas militer yang jauh lebih kuat dari pada Iran. Keempat, sumber ancaman tersebut merupakan kondisi-kondisi yang menggiring negara-negara dalam sistem internasional untuk membangun aliansi atau melakukan bandwagoning. Keempatnya juga menunjukkan kompleksitas balancing dalam konsepsi Walt, sehingga dalam bukunya The Origins of Alliances Walt secara eksplisit dia menyebutnya sebagai 30 Knapp, Patrick. The Gulf States in the Shadow of Iran: Iranian Ambition, Middle East Quraterly, 2010, hal

21 parsimonious revision of realist balance-of-power theory 31. Teori Walt mampu menjelaskan fenomena-fenomena yang tidak mampu dijelaskan oleh teori Balance of Power Teori Dilema Keamanan Dilema keamanan yaitu suatu keadaan ketergantungan pada persenjataan yang menjadi kebijakan suatu negara yang seolah-olah demi kepentingan pertahanan suatu negara padahal untuk mengancam negara lain. Ancaman persenjataan yang menyebabkan negara lain tertekan karena adanya ancaman-ancaman tersebut, menyebabkan negara yang tertekan tersebut membuat kebijakan untuk meningkatkan nilai persenjataanya baik dari segi jumlah, maupun kualitasnya. Dilema disini timbul antara kebijakan untuk peningkatan senjata mempengaruhi ekonomi negara. Sedangkan perekonomian negara yang stabil sangat dibutuhkan bagi negara yang sedang berkembang untuk pembangunan nasionalnya, peningkatan sumber daya ekonomi, seperti sektor pertambangan, sektor pertanian, perkebunan dan lain sebagainya yang seharusnya dibangun sarana untuk peningkatan laju pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan sarana dan prasarana seperti jalan, komunikasi yang sesungguhnya berdampak langsung dengan kekuatan militer disuatu negara.sedangkan peningkatan jumlah senjata, dan anggaran militer yang besar menyebabkan banyak menghabiskan dana, dan anggaran devisa negara sehingga akan menyebabkan dampak langsung maupun tidak langsung akan menjadikan negara tersebut jatuh kepada kebinasaan. Seandainya suatu negara boleh memilih suatu keadaan mana yang ia pilih pembangunan ekonomi atau peningkatan anggaran militer demi keamanan. Di negara yang kondisi politik regionalnya masih relatif stabil maka akam memilih pembangunan ekonomi. Tetapi keadaan politik regional kadang memaksa suatu negara meningkatkan anggaran militernya disebabkan adanya ancaman dari pihak luar. Pilihan untuk meningkatkan persenjataan militer disebabkan karena ancaman dari peningkatan senjata dari negara lain, 31 Log Cit, 1999 hal. 36

22 dengan mengorbankan perekonomian dalam negeri karena kepentingan keamanan yang mendesak. 7. Metodologi Penelitian 7.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan yang menggunakan metode penelitian deskriptif, yaitu metode penelitian yang hendak mencari fakta berdasarkan pada interpretasi yang tepat. 32 Secara harfiah, metode deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai sesuatu atau kejadian, sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data dasar belaka. 33 Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengungkapkan faktor-faktor yang mendasari munculnya kebijakan politik luar negeri RRC yang agresif dalam sengketa teritorial dengan negara-negara di Asia Pasifik yang bertetangga dengannya. Dengan menetapkan fokus pada masalah yang akan diteliti diharapkan nantinya penelitian ini akan mendapat data yang maksimal untuk menggambarkan kondisi aktual yang terjadi Teknik Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini digunakan teknik penelaahan terhadap dokumen tertulis (kepustakaan) meliputi pencarian data dari buku-buku, jurnal, koran, media daring, dan lainnya Teknik Analisa Data Teknik analisa data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis analisa data kualitatif, yaitu tanpa menggunakan alat bantu rumus statistik. Penelitian kualitatif tidak berusaha untuk menguji hipotesis, dan penelitian ini bersifat alamiah (natural setting), artinya peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi situs (setting) penelitian ataupun melakukan intervensi terhadap 32 Whitney, F.L, The elements of Research, 1960 hal Nazir, Mohammad, Metode Penelitian, 2005 hal 54

23 aktivitas subjek penelitian dengan memberikan perlakuan tertentu, namun peneliti berusaha untuk memahami fenomena yang dirasakan subjek sebagaimana adanya. 34 Data yang akan peneliti dapatkan dari buku-buku, surat kabar, maupun situs media daring kemudian akan ditampilkan dalam bentuk uraian lalu dianalisis kemudian dieksplorasi secara mendalam, selanjutnya akan menghasilkan suatu kesimpulan yang menjelaskan masalah yang diteliti. 8. Sistematika Penulisan Bab I : Pendahuluan Pada Bab I ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian. Bab II : Kebangkitan RRC dan Sengketa Perbatasan di Asia Pasifik Pada Bab II ini akan diuraikan tentang gambaran umum seputar kebangkitan Republik Rakyat Cina sebagai sebuah kekuatan baru serta meningkatnya isu sengketa perbatasan yang terjadi di kawasan Asia Pasifik dalam beberapa tahun belakangan. Bab III :Penyebab Agresivitas Politik Luar Negeri RRC dalam Sengketa Perbatasan di Asia Pasifik Dalam Bab III ini akan dijelaskan tentang peningkatan agresivitas kebijakan politik luar negeri Republik Rakyat Cina melalui sejumlah sikap, tindakan, maupun kebijakan negara tersebut dalam rentang periode terhadap sengketa perbatasan yang melibatkannya di kawasan Asia Pasifik, serta faktorfaktor yang bisa dianggap sebagai alasan yang menyebabkan munculnya agresivitas dalam politik luar negeri terkait sengketa perbatasan tersebut. Bab IV : Kesimpulan Bab IV ini merupakan bab terakhir dari penulisan penelitian ini yang berisi kesimpulan dari hasil-hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya. 34 Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu Sosial, 2002 hal 24-25

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional Setelah PD I mulai ada

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967

BAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Posisi Laut Cina Selatan sebagai jalur perairan utama dalam kebanyakan ekspedisi laut, yang juga berada diantara negara-negara destinasi perdagangan, dan terlebih lagi

Lebih terperinci

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global. BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewan keamanan PBB bertugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan antar negara dan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama negaranegara anggota PBB.

Lebih terperinci

Realisme dan Neorealisme I. Summary

Realisme dan Neorealisme I. Summary Realisme dan Neorealisme I. Summary Dalam tulisannya, Realist Thought and Neorealist Theory, Waltz mengemukakan 3 soal, yaitu: 1) pembentukan teori; 2) kaitan studi politik internasional dengan ekonomi;

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kepemilikan senjata nuklir oleh suatu negara memang menjadikan perubahan konteks politik internasional menjadi rawan konflik mengingat senjata tersebut memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak Orde Baru memegang kekuasaan politik di Indonesia sudah banyak terjadi perombakan-perombakan baik dalam tatanan politik dalam negeri maupun politik luar negeri.

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010. BAB 4 KESIMPULAN Korea Utara sejak tahun 1950 telah menjadi ancaman utama bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara telah mengancam Korea Selatan dengan invasinya. Kemudian Korea Utara dapat menjadi

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA UPAYA JEPANG DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGGARA RESUME SKRIPSI Marsianaa Marnitta Saga 151040008 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008. BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat

Lebih terperinci

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar. Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini akan membahas mengenai kerja sama keamanan antara pemerintah Jepang dan pemerintah Australia. Hal ini menjadi menarik mengetahui kedua negara memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan pasca- perang dingin ini juga mempunyai implikasi strategis baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan pasca- perang dingin ini juga mempunyai implikasi strategis baik BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan Internasional Runtuhnya Uni Soviet sebagai negara komunis utama pada tahun 1990-an memunculkan corak perkembangan Hubungan Internasional yang khas. Perkembangan pasca-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika Perang Dunia Pertama terjadi, tren utama kebijakan luar negeri Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua terjadi Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar 80% merupakan wilayah lautan. Hal ini menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai jalur alur

Lebih terperinci

Amerika Tanam Pengaruh di Asia Sejak Desember 1949

Amerika Tanam Pengaruh di Asia Sejak Desember 1949 Amerika Tanam Pengaruh di Asia Sejak Desember 1949 http://forum.viva.co.id/showthread.php?t=1896354 Jika kita telisik lebih mendalam, sebenarnya kebijakan strategis AS untuk menguasai dan menanam pengaruh

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai BAB V PENUTUP Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai hubungan antara kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan yang terjadi di Suriah dengan persepsi Amerika Serikat, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu

BAB I PENDAHULUAN. pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Iran meluncurkan program pengembangan energi nuklir pertamanya pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu Iran dan Amerika Serikat memang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

DISUSUN OLEH : EKA PRASETYA ILMU POLITIK

DISUSUN OLEH : EKA PRASETYA ILMU POLITIK AGRESIFITAS POLITIK LUAR NEGERI REPUBLIK RAKYAT CINA DALAM SENGKETA PERBATASAN DI KAWASAN ASIA PASIFIK DISUSUN OLEH : EKA PRASETYA 080906034 ILMU POLITIK DOSEN PEMBIMBING : DR. HERI KUSMANTO, MA DOSEN

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin BAB IV KESIMPULAN Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin memiliki implikasi bagi kebijakan luar negeri India. Perubahan tersebut memiliki implikasi bagi India baik pada

Lebih terperinci

Signifikasi Kawasan Asia Pasifik. Yesi Marince, S.Ip., M.Si

Signifikasi Kawasan Asia Pasifik. Yesi Marince, S.Ip., M.Si Signifikasi Kawasan Asia Pasifik Yesi Marince, S.Ip., M.Si A NEW WORLD AND ASIA PACIFIC ORDER Bagaimana Berakhirnya Perang Dingin mempengaruhi kawasan Asia Pasifik? 1. Alasan pelaksanaan containment policy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang Bab V KESIMPULAN Dalam analisis politik perdagangan internasional, peran politik dalam negeri sering menjadi pendekatan tunggal untuk memahami motif suatu negara menjajaki perjanjian perdagangan. Jiro

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,

Lebih terperinci

"Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia"

Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia H T T P : / / U S. A N A L I S I S. V I V A N E W S. C O M / N E W S / R E A D / 2 8 4 0 2 5 - I N D O N E S I A - B I S A - J A D I - M A S A L A H - B A R U - B A G I - A S I A "Indonesia Bisa Jadi Masalah

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

turut melekat bagi negara-negara di Eropa Timur. Uni Eropa, AS, dan NATO menanamkan pengaruhnya melalui ide-ide demokrasi yang terkait dengan ekonomi,

turut melekat bagi negara-negara di Eropa Timur. Uni Eropa, AS, dan NATO menanamkan pengaruhnya melalui ide-ide demokrasi yang terkait dengan ekonomi, BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dengan berbagai aspek yang telah dinilai oleh pembuat kebijakan di Montenegro untuk bergabung dalam NATO, terdapat polemik internal dan eksternal yang diakibatkan oleh kebijakan

Lebih terperinci

KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI]

KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI] KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI] INTERNATIONAL RELATIONS DEPARTMENT UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA 2015 1 HISTORICAL BACKGROUND 2 Secara geografis kawasan Laut Cina Selatan dikelilingi sepuluh

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008 BAB IV PENUTUP A.Kesimpulan Sangat jelas terlihat bahwa Asia Tengah memerankan peran penting dalam strategi China di masa depan. Disamping oleh karena alasan alasan ekonomi, namun juga meluas menjadi aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya BAB V KESIMPULAN Keamanan energi erat hubungannya dengan kelangkaan energi yang saat ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya industrialisasi dan kepentingan militer. Kelangsungan

Lebih terperinci

REALISM. Theoretical Intrepretations of World Politics. By Dewi Triwahyuni

REALISM. Theoretical Intrepretations of World Politics. By Dewi Triwahyuni REALISM Theoretical Intrepretations of World Politics By Dewi Triwahyuni Theory in Brief REALISM & NEOREALISM Key Actors View of the individual View of the state View of the international system Beliefs

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan

BAB V KESIMPULAN. evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan BAB V KESIMPULAN Dari penjelasan pada Bab III dan Bab IV mengenai implementasi serta evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan bahwa kebijakan tersebut gagal. Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA 2008 DAFTAR 151 PEN D A H U l U A N... 1 Latar Belakang Buku Putih.................................. 1 Esensi Buku Putih..............................4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sejarah Korea yang pernah berada di bawah kolonial kekuasaan Jepang menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekuatan militer merupakan salah satu aspek penting dalam menjaga stabilitas negara. Semua negara termasuk Indonesia membangun kekuatan militernya untuk menjaga keamanan

Lebih terperinci

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010.

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Diplomasi energi..., Muhammad Ali Busthomi, FISIP UI, 2010. 100 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Rusia adalah salah satu negara produksi energi paling utama di dunia, dan negara paling penting bagi tujuan-tujuan pengamanan suplai energi Eropa. Eropa juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian New Zealand merupakan negara persemakmuran dari negara Inggris yang selama Perang Dunia I (PD I) maupun Perang Dunia II (PD II) selalu berada di

Lebih terperinci

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- 166 BAB VI 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- Assad berkaitan dengan dasar ideologi Partai Ba ath yang menjunjung persatuan, kebebasan, dan sosialisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Politik Luar Negeri merupakan sikap dan komitmen suatu Negara terhadap lingkungan eksternal, strategi dasar untuk mencapai tujuan kepentingan nasional yang harus

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Laut China Selatan sebagai perairan semi tertutup telah berstatus konflik. Konflik yang

BAB V KESIMPULAN. Laut China Selatan sebagai perairan semi tertutup telah berstatus konflik. Konflik yang BAB V KESIMPULAN Fenomena hubungan internasional pada abad ke-20 telah diwarnai dengan beberapa konflik. Terutama di Kawasan Asia Pasifik atau lebih tepatnya kawasan Laut China Selatan. Laut China Selatan

Lebih terperinci

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI Introduksi Perbedaan Latar belakang sejarah, status ekonomi, kepentingan nasional,

Lebih terperinci

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses

Lebih terperinci

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya.

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya. Politik Luar Negeri Amerika Serikat Interaksi antarnegara dalam paradigma hubungan internasional banyak ditentukan oleh politik luar negeri negara tersebut. Politik luar negeri tersebut merupakan kebijaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang telah membangun mitra kerjasama dengan Tiongkok dalam berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Oleh : Indah Astutik Abstrak Globalisasi ekonomi merupakan proses pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam sistim ekonomi global yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Invasi dan pendudukan Vietnam ke Kamboja yang dilakukan pada akhir tahun 1978 merupakan peristiwa yang begitu mengejutkan baik bagi Kamboja sendiri maupun

Lebih terperinci

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Bapak Presiden SMU PBB, Saya ingin menyampaikan ucapan

Lebih terperinci

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Melalui penelitian mengenai peran ASEAN dalam menangani konflik di Laut China Selatan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Sengketa di Laut China Selatan merupakan sengketa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan BAB V KESIMPULAN Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan intensitas diplomasi dan perdagangan jasa pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara, yang kemudian ditengarai

Lebih terperinci

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan BAB V PENUTUP 4.1. Kesimpulan Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan masyarakat di Asia Tenggara meluas mencangkup persolan-persoalan yang tidak terbatas pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

dalam merespon serangkaian tindakan provokatif Korea Selatan dalam bentuk latihan gabungan dalam skala besar yang dilakukan secara rutin, dan

dalam merespon serangkaian tindakan provokatif Korea Selatan dalam bentuk latihan gabungan dalam skala besar yang dilakukan secara rutin, dan BAB V KESIMPULAN Secara keseluruhan, upaya kelima negara China, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Korea Utara dalam meningkatkan kekuatan pertahanannya dilakukan untuk memberikan daya gentar terhadap

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 110 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab terakhir ini bertujuan untuk menyimpulkan pembahasan dan analisa pada bab II, III, dan IV guna menjawab pertanyaan penelitian yaitu keuntungan apa yang ingin diraih

Lebih terperinci

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu

Lebih terperinci

sanksi terhadap intensi Kiev bergabung dengan Uni Eropa. Sehingga konflik Ukraina dijadikan sebagai instrumen balance of power di Eropa Timur.

sanksi terhadap intensi Kiev bergabung dengan Uni Eropa. Sehingga konflik Ukraina dijadikan sebagai instrumen balance of power di Eropa Timur. BAB. V KESIMPULAN Dunia yang terkungkung dalam persaingan kekuatan membuat negaranegara semakin aktif untuk meningkatkan persenjataan demi menjaga keamanan nasionalnya. Beberapa tahun silam, Ukraina mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

HUBUNGAN INTERNASIONAL

HUBUNGAN INTERNASIONAL HUBUNGAN INTERNASIONAL MOH. IKMAL Informasi Akademik : Blog : Mohammadikmal.Wordpress.Com E-mail : Ikmal.uny@gmail.com Deskripsi perkuliahan Mata kuliah hubungan internasional merupakan disiplin ilmu yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konflik internasional antar dua negara cukup terdengar akrab di telinga kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih terganggu akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, menjadi salah satu tujuan negara-negara asing untuk merebut. kepentingan nasionalnya di Timur Tengah.

BAB I PENDAHULUAN. ini, menjadi salah satu tujuan negara-negara asing untuk merebut. kepentingan nasionalnya di Timur Tengah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusia adalah negara terbesar di dunia yang terletak di sebelah timur Eropa dan utara Asia. Pada saat Uni Soviet, Rusia merupakan negara bagian terbesarnya dan

Lebih terperinci

Artikel hubungan internasional antara indonesia dengan negara lain. Artikel hubungan internasional antara indonesia dengan negara lain.

Artikel hubungan internasional antara indonesia dengan negara lain. Artikel hubungan internasional antara indonesia dengan negara lain. Artikel hubungan internasional antara indonesia dengan negara lain Artikel hubungan internasional antara indonesia dengan negara lain.zip CONTOH PERJANJIAN INTERNASIONAL ANTAR NEGARA hubungan antara Indonesia

Lebih terperinci

Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat

Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat Kesimpulan Amerika Serikat saat ini adalah negara yang sedang mengalami kemunduran. Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat relatif; karena disaat kemampuan ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri Arab Saudi pada dasarnya berfokus pada kawasan Timur Tengah yang dapat dianggap penting dalam kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek BAB V KESIMPULAN Illegal Fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan yang tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. geografis. Kecenderungan inilah yang sering dinamakan regionalisme.

BAB I PENDAHULUAN. geografis. Kecenderungan inilah yang sering dinamakan regionalisme. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pada akhir abad ke 20 hingga awal abad ke 21 telah ditandai dengan adanya suatu proses penyatuan dunia yang menjadi sebuah ruang tanpa batasan tertentu. Proses

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdulgani, H. Roeslan, Ganyang Setiap Bentuk Neo-Kolonialisme yang Mengepung Republik Indonesia, dalam Indonesia, 1964-B

DAFTAR PUSTAKA. Abdulgani, H. Roeslan, Ganyang Setiap Bentuk Neo-Kolonialisme yang Mengepung Republik Indonesia, dalam Indonesia, 1964-B BAB V KESIMPULAN Jepang menjadi lumpuh akibat dari kekalahanya pada perang dunia ke dua. Namun, nampaknya karena kondisi politik internasional yang berkembang saat itu, menjadikan pemerintah pendudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Iran merupakan negara salah satu dengan penghasilan minyak bumi terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Iran merupakan negara salah satu dengan penghasilan minyak bumi terbesar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iran merupakan negara salah satu dengan penghasilan minyak bumi terbesar di dunia. Negara para mullah ini menduduki posisi ke-5 didunia setelah mengalahkan negara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia BAB V KESIMPULAN Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia berubah dari super power state menjadi middle-power state (negara dengan kekuatan menengah). Kebijakan luar

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN TEORI DEPENDENSI Dr. Azwar, M.Si & Drs. Alfitri, MS JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS Latar Belakang Sejarah Teori Modernisasi

Lebih terperinci

RESUME. Amerika Latin merupakan salah satu wilayah di dunia. yang mengalami dinamika sosial-politik yang menarik.

RESUME. Amerika Latin merupakan salah satu wilayah di dunia. yang mengalami dinamika sosial-politik yang menarik. RESUME Amerika Latin merupakan salah satu wilayah di dunia yang mengalami dinamika sosial-politik yang menarik. Salah satu kasus yang mengemuka adalah tergulingnya presiden Honduras, Manuel Zelaya pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Eropa Barat membuat suatu kebijakan dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Eropa Barat membuat suatu kebijakan dengan memberikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Skripsi ini akan mengupas mengenai alasan kebijakan luar negeri Uni Eropa memberikan dukungan terhadap Ukraina dalam kasus konflik gerakan separatisme pro-rusia di Ukraina.

Lebih terperinci

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut. BAB V KESIMPULAN Sampai saat ini kelima negara pemilik nuklir belum juga bersedia menandatangani Protokol SEANWFZ. Dan dilihat dari usaha ASEAN dalam berbagai jalur diplomasi tersebut masih belum cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia Tengah dan Asia Tenggara yang terlingkup dalam satu kawasan, yaitu Asia Selatan. Negara-negara

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan analisis-analisis Penulis yang dipaparkan pada Bab III setelah

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan analisis-analisis Penulis yang dipaparkan pada Bab III setelah BAB IV PENUTUP Berdasarkan analisis-analisis Penulis yang dipaparkan pada Bab III setelah melalui bukti-bukti dari beberapa blue print, pidato dan peryataan-peryataan maupun penjelasan-penjelasan maka

Lebih terperinci

LAPORAN KUNJUNGAN. Ke Sekretariat ASEAN dan Kedutaan Besar Malaysia. Sekretariat ASEAN

LAPORAN KUNJUNGAN. Ke Sekretariat ASEAN dan Kedutaan Besar Malaysia. Sekretariat ASEAN LAPORAN KUNJUNGAN Christoph. Ratno Nugroho Ke Sekretariat ASEAN dan Kedutaan Besar Malaysia Sekretariat ASEAN M. C. Abad, Jr. (Head of ARF Unit) June, 16 th 2006 Topik : Isu-Isu Kontemporer di Asia Tenggara

Lebih terperinci

DOSEN : Dr. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

DOSEN : Dr. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI DOSEN : Dr. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI FISIP HI UNJANI CIMAHI 2011 Tinjauan Umum Teori Kepentingan Nasional Teori National Interest Versi Hans J. Morgenthau Teori National Interest Versi Donald Nuchterlin

Lebih terperinci

perdagangan, industri, pertania

perdagangan, industri, pertania 6. Organisasi Perdagangan Internasional Untuk mempelajari materi mengenai organisasi perdagangan internasional bisa dilihat pada link video berikut: https://bit.ly/2i9gt35. a. ASEAN (Association of South

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Benturan intervensi..., Rina Dewi Ratih, FISIP UI, 2008.

BAB V KESIMPULAN. Benturan intervensi..., Rina Dewi Ratih, FISIP UI, 2008. BAB V KESIMPULAN Krisis kemanusiaan yang terjadi di Darfur, Sudan telah menarik perhatian masyarakat internasional untuk berpartisipasi. Bentuk partisipasi tersebut dilakukan dengan pemberian bantuan kemanusiaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peluang kerjasama dalam era globalisasi saat ini sangat diperlukan dalam konteks hubungan internasional guna mengatasi berbagai masalah dengan meningkatkan hubungan

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan. dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan. dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Ketahanan nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri atas ketangguhan serta keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM BAB II GAMBARAN UMUM 2.1. Jepang Pasca Perang Dunia II Pada saat Perang Dunia II, Jepang sebagai negara penyerang menduduki negara Asia, terutama Cina dan Korea. Berakhirnya Perang Dunia II merupakan kesempatan

Lebih terperinci

Unipolaritas Damai? Menggugat Justifikasi Dominasi AS

Unipolaritas Damai? Menggugat Justifikasi Dominasi AS Tangguh 0706291426 Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia 1 Unipolaritas Damai? Menggugat Justifikasi Dominasi AS Review Mata Kuliah Hubungan Luar Negeri dan Keamanan Amerika William

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

2015 DAMPAK DOKTRIN BREZHNEV TERHADAP PERKEMBANGAN POLITIK DI AFGHANISTAN

2015 DAMPAK DOKTRIN BREZHNEV TERHADAP PERKEMBANGAN POLITIK DI AFGHANISTAN 1 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Setelah berakhirnya perang dunia kedua, muncul dua kekuatan besar di dunia yaitu Uni Soviet dan Amerika Serikat. Kedua negara ini saling bersaing untuk

Lebih terperinci