BAB VII PEMBAHASAN UMUM. Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Parameter yang Diamati:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera

PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat

PERSUTERAAN ALAM. UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

Ulat Sutera Liar (Attacus atlas)

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Attacus atlas

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. benua Asia hingga mencapai benua Eropa melalui Jalur Sutera. Para ilmuwan mulai

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

Oleh : Lincah Andadari

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

BAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai tinggi, mudah dilaksanakan, pengerjaannya relatif singkat,

MATERI DAN METODE. Prosedur

TINJAUAN PUSTAKA. Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

KONDISI PEMELIHARAAN SUTERA DI INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

PERANAN LITBANG dan INOVASI DALAM PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori)

PENGAMATAN KELUARNYA NGENGAT Attacus atlas BERDASARKAN BOBOT KOKON PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN

Perbandingan produktifitas ulat Sutra dari dua tempat pembibitan yang berbeda pada kondisi lingkungan pemeliharaan panas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

BAB I PENDAHULUAN. permintaan sangat tinggi. Banyaknya para pencari kroto di alam yang tidak

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

Peluang Investasi Sutra Alam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

4 PENGETAHUAN BAHAN DAN ALAT

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption.

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah semak yang memiliki nama ilmiah Ananas

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Nama ilmiah murbei adalah Morus spp terdapat kira-kira 68 spesies dari

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh

Transkripsi:

BAB VII PEMBAHASAN UMUM 7. 1. Polyvoltin Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) adalah serangga polyvoltin yaitu dapat hidup lebih dari dua generasi dalam satu tahun. Sifat polyvoltin ini menguntungkan bagi usaha pembudidayaan ulat sutera liar Attacus atlas karena : a). Bibit dalam bentuk ketersediaan telur dapat dipenuhi sepanjang tahun, b). Musim berkembang biak terjadi sepanjang tahun, c). Pada musim hujan maupun musim kemarau dapat dipelihara, d). Produksi kokon akan ada sepanjang tahun, e). Produksi benang akan dapat ditingkatkan jika jumlah populasi tinggi, f). Breeding dapat dilakukan secara kontinyu sehingga pemuliaan ke arah peningkatan produktivitas dapat dicapai. Telur Attacus atlas yang dihasilkan dapat dipenuhi sepanjang tahun, hal ini dapat dilihat dari proses habituasi dan domestikasi yang dipelihara pada kedua jenis pakan (sirsak dan teh). Hasil domestikasi menunjukkan bahwa generasi pertama (F1) dapat berkembang biak dan menghasilkan telur, kemudian dapat dilanjutkan pada generasi kedua (F2), generasi ketiga (F3) dan seterusnya, sehingga ketersediaan telur dapat tersedia sepanjang tahun. Musim berkembang biak Attacus atlas dapat terjadi sepanjang tahun, hal ini dapat dilihat pada hasil proses habituasi dan domestikasi (F1-F3) pada setiap generasi. Waktu kemunculan imago selalu diakhiri dengan perkawinan antara jantan dan betina, baik pada pakan daun sirsak maupun pada daun teh. Dari hasil perkawinan imago ini, akan lahir generasi kedua (F2), generasi ketiga (F3) dan seterusnya, sehingga ulat sutera liar Attacus 94

atlas ini dapat tersedia sepanjang tahun. Hal yang sama juga terjadi di lapangan, dimana perkawinan antara imago jantan dan betina tetap saja berlangsung pada setiap tahapan generasi, akan tetapi telur yang dihasilkan tidak dapat bertahan lama, karena dapat dimakan oleh predator dan mikroba patogen lainnya. Pemeliharaan Attacus atlas dapat dilakukan pada musim kemarau maupun pada musim hujan. Selama proses habituasi dan domestikasi berlangsung (F1-F3) ulat sutera liar Attacus atlas ini dapat dipelihara pada musim hujan (Februari sampai Juni) dan musim kemarau (Juli sampai September), dengan hasil yang cukup baik yaitu keberhasilan hidup yang tinggi (100 %), jumlah telur banyak (100-362 butir/ekor), serta kualitas kokon yang baik pada setiap tahapan generasi. Ini menunjukkan bahwa iklim tropis (musim hujan dan kemarau) dapat dilakukan domestikasi ulat sutera liar Attacus atlas. Tjiptoro (1997) memelihara Attacus atlas pada pakan daun gempol di lapangan pada musim hujan (bulan April sampai Juni), yang menghasilkan telur sebanyak 113-280 butir. Widyarto (2001) memelihara A. atlas pada musim kemarau (Juli September) dengan pemberian pakan daun dadap, menghasilkan telur antara 100-300 butir. Jika hasil domestikasi berlangsung efektif dan dapat dilakukan terus menerus, maka produksi kokon juga akan tersedia sepanjang tahun. Hal ini dapat dilihat dari hasil domestikasi Attacus atlas (F1-F3), yang dipelihara pada kedua jenis pakan (sirsak dan teh). Dari 480 ekor larva yang dipelihara, semuanya mencapai masa pupasi mulai dari generasi pertama (f1) sampai generasi ketiga (F3) dan dapat dilanjutkan pada generasi selanjutnya. Ini membuktikan bahwa produksi kokon dapat tersedia sepanjang tahun. 95

Jika populasi Attacus atlas yang didapatkan pada setiap generasi cukup tinggi, produksi kokon yang dihasilkan juga cukup banyak, maka produksi dan kualitas benang juga dapat ditingkatkan. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil pemeliharaan Attacus atlas (F1-F3) pada pakan daun sirsak dan teh yang menghasilkan produksi kokon banyak, kualitas kokon cukup baik, serta terjadi peningkatan kualitas benang. Selama proses habituasi dan domestikasi terjadi peningkatan kualitas mutu kokon, dari grade C ke grade B (pada daun teh). Berat kokon berisi pupa pada pakan daun sirsak, yaitu 7,46 gram pada generasi ketiga (F3), sedangkan pada daun teh rata-rata 8.72 gram/kokon, ini lebih baik dari Situmorang (1996) 6,61 gram dan Widyarto (2001) 6,89 gram. Kualitas benang juga dapat ditingkatkan pada setiap tahapan generasi. Attacus atlas yang dipelihara pada pakan daun sirsak, panjang filamen pada F1 : 57,85 meter/kokon, F2 : 66,71 meter, F3 : 78,71 meter. Sedangkan pada daun teh panjang filamen pada F1 : 66,64 meter, F2 : 73,42 meter, F3 : 83,61 meter. Breeding dapat dilakukan terhadap ulat sutera liar Attacus atlas secara kontinyu sepanjang tahun. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F3), breeding dapat dilakukan pada setiap tahapan generasi, mulai dari generasi pertama (F1) sampai generasi ketiga (F3). Jika setiap generasi dapat dilakukan breeding secara kontinyu, maka pemulyaan ke arah peningkatan produktivitas dapat tercapai. Sifat polyvoltin yang terdapat pada ulat sutera liar Attacus atlas ini, sangat menguntungkan bagi para petani untuk membudidayakan ulat sutera liar ini, terutama dalam proses breeding. Untuk mendapatkan ketersediaan telur, produksi kokon yang banyak serta produksi benang yang tinggi dan berkualitas, maka kelanjutan generasi dan ketersedian populasi Attacus atlas sepanjang tahun sangat diperlukan. Sebab dengan 96

melakukan penelitian, Attacus atlas dapat tersedia secara kontinyu, sehingga ketersediaan telur, produksi kokon dan benang dapat ditingkatkan dan tersedia sepanjang tahun. Hal ini dapat terlihat dari hasil proses habituasi dan domestikasi A. atlas (F1-F3), mendapat kan warna kokon yang bervariasi (coklat, coklat muda dan abu-abu), produksi dan kualitas kokon yang lebih baik, munculnya larva yang tahan terhadap penyakit, mendapatkan kualitas benang yang lebih panjang dan berkualitas. Bukti bahwa kesinambungan pada Attacus atlas ini dijamin, yaitu selama proses habituasi dan domestikasi (F1-F2) yang dilaksanakan pada bulan Pebruari sampai dengan bulan Juli dan domestikasi Attacus atlas pada generasi ketiga (F3) yang dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September pada kedua jenis pakan (sirsak dan teh), dapat berlangsung dengan baik (Gambar 22), seratus persen mencapai masa pupasi, produksi telur yang banyak serta produksi kokon dan kualitas benang yang tinggi pada setiap tahapan, hal ini dapat dilakukan pada skala lapangan dan laboratorium. Habituasi & Domestikasi Perlakuan & Domestikasi Awal F1 akhir F1 F2 F 3 Pebruari Maret April Mei Mei Juni Juli Agustus September Breeding diteruskan Gambar 22. Pola Kontinuitas Jumlah Telur A. atlas (F1-F3) Pada Sirsak dan Teh 97

Attacus atlas merupakan hewan yang mengalami metamorfosis sempurna sepanjang hidupnya. Ulat sutera liar ini mengalami empat fase, yaitu telur, larva, pupa dan imago. Telur merupakan awal dari metamorfosis, kemampuan imago betina bertelur antara 100-362 butir. Jumlah telur yang dihasilkan selama proses habituasi dan domestikasi (F1-F3) pada daun sirsak yaitu, dari setiap betina rata-rata didapat F1 : 137,8 butir, F2 : 165,8 butir, F3 : 256,60 butir dari 3 sampai 5 pasang betina tiap generasi. Sedangkan jumlah telur dengan pemberian pakan daun teh, yaitu F1 : dengan rata-rata 182,5 butir, F2 : 193,8 butir, F3 : 282,4 butir dari 5 pasang betina pada tiap generasi. Tjiptoro (1997) melaporkan bahwa Attacus atlas yang dipelihara di Lapangan pada pakan daun dadap, rata-rata menghasilkan telur sebanyak 92 butir per ekor. Subagyo (2000) memelihara A. atlas pada pakan daun mahoni, menghasilkan telur 100-366 butir. Selama proses habituasi dan domestikasi berlangsung terdapat beberapa kendala pada telur Attacus atlas ini, yaitu telur yang tidak dibuahi tidak dapat menetas dan pasti bertahan lama, masa inkubasi telur menjadi lebih lama jika cuaca dalam ruangan berfluktuatif, banyak telur yang tidak bisa menetas, hal ini disebabkan proses perkawinan antara imago betina dan jantan jarang terjadi, karena kemunculan imago tidak secara bersamaan. Biasanya kemunculan imago betina lebih banyak dan waktunya lebih lama bila dibandingkan dengan jantan. Selain itu umur imago jantan (2-4) hari lebih cepat bila dibandingkan dengan imago betina (4-10) hari. Selama pemeliharaan berlangsung mulai dari generasi pertama (F1) sampai generasi ketiga (F3), diketahui bahwa kemunculan imago tidak bersamaan, sex ratio yang tidak sama serta umur imago berbeda antara jantan dan betina. Imago jantan lebih cepat keluar dan umurnya lebih pendek bila dibandingkan dengan betina, hal ini mempengaruhi 98

proses perkawinan dalam mendapatkan telur. Namun demikian selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F3) pada pakan daun srisak dan teh, telah terjadi peningkatan kemunculan imago dan produksi telur pada setiap tahapan generasi (F1-F3), sehingga produksi telur dan kokon dapat tersedia sepanjang tahun. 7.2. Suhu, Kelembaban dan Ruang Pemeliharaan Larva Attacus atlas mengalami 6 perkembangan instar. Tingkah laku, pola makan serta suhu dan kelembaban yang diperlukan berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangan instar. Masa inkubasi telur suhu ruangnya berkisar antara 22 0 C-24 0 C karena pada tahapan ini, saat penetasan telur ulat kecil sangat peka terhadap rangsangan sinar matahari yang dapat mengganggu kulit/tubuh dari larva. Ulat kecil (larva instar 1-3) terutama instar pertama, masih sangat peka terhadap kondisi cuaca yang berubah- ubah secara mendadak. Kondisi ini akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan larva. Ulat besar (larva instar 4-6) memakan daun yang sudah tua dengan pola makan secara teratur, kisaran suhu lingkungan berkisar antara 24 0 C-29 0 C. Pada tahapan ini intensitas makan tinggi, pola makan teratur serta melakukan seluruh aktivitas fisiologis lainnya. Kondisi yang paling ideal untuk ulat sutera liar mulai dari ulat kecil hingga besar adalah 22 0 C 30 0 C (FAO, 1979). Masa pupasi adalah masa pembentukan pupa atau kepompong. Pada masa ini suhu lingkungan yang diperlukan adalah antara 26 0 C-29 0 C, jika suhu lebih dari 30 0 C atau kurang dari 26 0 C, menyebabkan imago yang keluar akan menjadi cacat, tubuhnya kerdil, sayapnya patah dan tidak bisa mengembang. Secara fisiologis imago tersebut tidak bisa melakukan aktivitas lain, seperti terbang, berkopulasi dan sulit bertelur. 99

Pemeliharaan ulat sutera liar Attacus atlas dapat dilakukan pada musim hujan maupun musim kemarau. Hambatan yang perlu diperhatikan adalah kondisi suhu dan kelembaban dalam ruangan. Suhu ruang perlu dijaga berkisar antara 22 0 C-29 0 C agar tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan ulat sutera. Jika cuaca berfluktuatif, maka suhu dalam ruangan harus dirangsang dengan sinar tambahan agar cuaca tetap stabil, sehingga pemeliharaan dapat berlangsung efektif. Jika suhu lebih dari 30 0 C menyebabkan pakan cepat layu dan sangat tidak disukai oleh larva, suhu di bawah 20 0 C kelembaban menjadi tinggi, pakan menjadi lebih segar akan tetapi menimbulkan mikrobia patogen penyakit yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan ulat sutera. Attacus atlas adalah hewan poikiloterm, suhu tubuhnya diatur secara langsung oleh suhu lingkungan. Suhu dan kelembaban sangat mempengaruhi siklus hidupnya. Aktivitas fisiologis sangat dipengaruhi suhu tubuh, sehingga suhu sangat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan. Jika suhunya tinggi (lebih dari 30 0 C) menyebabkan pakan cepat layu, larva tidak mau makan dan menjadi stres. Energi yang dikeluarkan cukup banyak, kecepatan respirasi bertambah dan kontraksi pembuluh darah meningkat, pakan yang dicerna semakin sedikit, sehingga meningkatkan proses metabolisme, menyebabkan proses pertumbuhan dan perkembangan larva menjadi terganggu. Suhu dan kelembaban lingkungan yang optimal bagi perkembangan ulat sutera Attacus atlas dalam ruangan adalah masa inkubasi telur (22 0 C-24 0 C), larva instar pertama sampai enam (22 0 C-29 0 C), pembentukan kokon, masa pupasi dan perkawinan imago (26 0 C-29 0 C). 100

Pemeliharaan ulat sutera di dalam ruangan/laboratorium akan berlangsung dengan baik, jika suhu dalam ruangan tetap dipertahankan stabil serta kualitas pakan baik dan pakan tersedia secara kontinyu. Jika cuaca di dalam ruangan berfluktuatif dan berubah secara ekstrim, maka suhu dalam ruangan harus dirangsang dengan cara memberikan sinar tambahan berupa cahaya dari lampu petromax atau dari sinar listrik, terutama pada musim hujan. Pada musim kemarau dimana suhu melebihi 30 0 C, pakan harus dicelup dalam air agar tetap segar dan dapat dimakan oleh larva atau percikan air pada ruang pemeliharaan agar suhu dan kelembaban dapat terjaga dengan baik. 7.3. Kandungan Gizi Pakan Selain suhu dan kelembaban, kualitas pakan juga sangat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan produktvitas ulat sutera. Kondisi fisiologis, kualitas kokon, produksi telur, lama instar, bobot badan dan kualitas benang, sangat dipengaruhi oleh kualitas pakan yang diberikan. Kualitas pakan juga akan mempengaruhi hasil pemeliharaan generasi selanjutnya. Jika pakan yang diberikan kurang baik, larva akan jatuh sakit dan kurang gizi sekaligus akan menghambat pertumbuhan ulat, sehingga sulit untuk memperoleh hasil yang maksimum, meskipun pada tahap berikutnya diberikan pakan yang lebih baik. Reese and Beck (1978) melaporkan bahwa larva Agrotis ipsilon yang diberi pakan yang sangat kering, konsumsi pakan yang dimakan (Bobot basah maupun bobot kering) menurun, dengan efisiensi konversi pakan yang dimakan dan pakan yang dicerna berbanding terbalik terhadap persen bahan kering pakan, artinya bila pakan sangat kering larva enggan untuk makan, dan energi banyak terbuang karena kemungkinan larva lebih banyak mondar-mandir. 101

Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kecukupan kadar air pakan pada daun sirsak (65,46 %) dan teh (69,64 %), kandungan nutrisi berupa (protein, karbohidrat, lemak dan serat kasar) serta komponen kimia yang dimiliki pada kedua jenis pakan ini, menyebabkan ulat sutera Attacus atlas sangat menyukainya. Paul et al. (1992) meneliti pengaruh kelembaban daun murbei (60,5 %, 65 %, 70 % dan 76,6 %) terhadap indeks nutrien dan pertumbuhan ulat sutera (Bombyx mori). Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa konsumsi meningkat dengan meningkatnya persentase kelembaban daun. Jumlah bahan kering pakan yang dikonsumsi, efisiensi konversi pakan, efisiensi konversi pakan tercerna meningkat secara nyata dengan meningkatnya kadar air daun. Kecernaannya meningkat tajam sampai kandungan air daun 70 %, setelah itu menurun. Scriber (1979) menyatakan bahwa daun yang memiliki kandungan air rendah memerlukan energi metabolisme yang lebih tinggi daripada daun yang kandungan airnya cukup. Adanya kandungan nutrisi yang sesuai bagi serangga tidak hanya menyebabkan laju pertumbuhan yang cepat, tetapi juga menyebabkan kemampuan bertahan hidup yang lebih baik. Chapman (1982) mendapatkan tingkat pertumbuhan yang lebih cepat dan bertahan hidup yang lebih baik dari Schistocerca dan Locusta ketika sejumlah besar sellulosa ditambahkan pada makanan buatan dan penggunaan makanannya turun 45-50 % dibandingkan sebelumnya 70-80 %. Hasil proses habituasi dan domestikasi F1-F3 menunjukkan bahwa keberhasilan hidup yang tinggi, produksi telur dan kualitas kokon yang baik, serta peningkatan kualitas benang dan dapat tersedia sepanjang tahun. Attacus atlas dapat menkonsumsi pakan segar pada daun sirsak sebanyak 129,01 gram pakan/larva, selama satu periode tahap larva (instar 1-instar 6), dengan daya cerna 38,66 persen. Sedangkan Attacus atlas yang dipelihara pada pakan daun teh, dapat 102

menkonsumsi pakan segar sebanyak 137,97 gram pakan/larva, selama satu periode tahap larva. Instar keenam dapat menkonsumsi pakan cukup banyak, hal ini disebabkan pada instar enam membutuhkan pakan cukup banyak sebagai cadangan energi dalam tubuh larva, karena pada akhir instar enam larva sudah tidak makan lagi untuk tahapan berikutnya. Secara fisiologis larva Attacus atlas memasuki masa pupasi sebagai proses pembentukan protein sutera, hampir seluruh tubuh larva instar terakhir dipenuhi kelenjar sutera. Ulat sutera menggunakan sebagian besar pakan yang dikonsumsinya selama stadium ini untuk mensintesis sutera cair (Fibroin dan Serisin). 7.4. Produksi Kokon dan Kualitas Benang Komposisi serat kokon sutera secara umum, terdiri dari protein sutera yang meliputi fibroin dan serisin. Fibroin yang terkandung dalam serat sutera sebesar 70-80 %, sedangkan serisin sebesar 20-30 %. Unsur yang lainnya adalah lilin, karbohidrat, pigmen dan materi anorganik yang masing-masing jumlahnya sangat kecil. Serat sutera juga tersusun oleh unsur-unsur kimia antara lain C, H, O, N, S (Huang, 1997). Serisin adalah protein yang tidak larut dalam air dingin, tetapi menjadi lunak dalam air panas dan larut dalam alkali lemah dan sabun. Tetapi dalam kenyataannya, pada sutera liar lebih sedikit serisinnya, namun bahan-bahan yang perlu dihilangkan tidak hanya serisin, tetapi bahan lainnya seperti lilin, garam-garam mineral dan zat warna lain (pigmen) alam berwarna kekuningan perlu dihilangkan juga (Saleh, 2000). Populasi ulat sutera yang tinggi pada setiap generasi dapat menghasilkan produksi kokon yang banyak, sekaligus dapat meningkatkan produksi benang. Satu buah kokon dapat menghasilkan ribuan meter filamen dengan ketebalan tipis (Alat pemintal modern). 103

Namun demikian dengan memakai alat pemintal tradisional (Hund spund) menghasilkan panjang benang hanya ratusan meter saja. Dari 500-600 buah kokon dapat dihasilkan 1 Kg benang. Selanjutnya dapat menghasilkan benang tersebut kalau diproses dapat menghasilkan 7-8 meter kain. Akai (1997) melaporkan bahwa panjang benang sutera dari sebuah kokon adalah 2500 meter (dengan memakai alat pemintal modern). Roni (2005) mendapatkan dari 700-750 buah kokon Attacus atlas dihasilkan 1 kg benang dan kalau ditenun akan dapat membuat 7-8 meter kain. Anita (pengusaha tenun sutera) di Yogyakarta melaporkan bahwa dari sekitar 800 buah kokon Attacus atlas dapat menghasilkan 1 Kg benang, dan kalau ditenun dapat menghasilkan 8-9 meter kain (hasil wawancara tahun 2007). Semakin banyak produksi kokon, maka produksi benang juga dapat ditingkatkan. Jika Attacus atlas dapat menkonsumsi pakan secara kontinyu dan berkualitas, maka akan menghasilkan kualitas kokon dan benang yang baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil pemeliharaan pada kedua jenis pakan alami (sirsak dan teh), dimana rata-rata berat kokon yang dihasilkan yaitu 8,72 gram (F3), panjang filamen 83,61 meter pada F3 dan tidak ada kokon cacat. Pengujian kelas mutu (grade) berada pada kelas mutu B. Sedangkan Attacus. Atlas yang dipelihara pada pakan daun sirsak (Annona muricata), menunjukkan produktivitas dan kualitas kokon, yaitu : Bobot kokon berisi pupa 7,36 gram (F3), panjang filamen 78,73 meter, tidak ada kokon cacat. Pengujian kelas mutu (grade) berada pada kelas mutu C. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Attacus atlas yang dipelihara pada ruangan/laboratorium, menunjukkan keberhasilan hidup dan kualitas kokon yang lebih baik, bila dibandingkan dengan di alam. 104

Manfaat lain dari domestikasi ulat sutera liar Attacus atlas adalah, selain dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam pakaian (batik, kain kimono, wol, dll), dapat juga digunakan di bidang elektronik (digital komputer, alat cetak film), bahan baku industri (bahan pembuat karpet dan tali sepatu), bahan obat-obatan dan makanan ternak, pupa dapat dijadikan sebagai makanan, bahan industri kerajinan dan seni (lukisan dinding, berbagai macam kembang) dan dapat dijadikan sebagai eko-wisata. Harga per meter kain dari tenun sutera liar Attacus atlas, berkisar antara 500 ribu sampai 700 ribu per meter. 7.5. Rekomendasi Dalam Skala Komersial Tujuan dilaksanakannya usaha domestikasi ulat sutera liar Attacus atlas dalam ruangan, sangat diharapkan dapat memberikan suatu rekomendasi dalam skala yang komersial untuk pengembangan persuteraan nasional. Usaha ini dapat dipenuhi jika : a) Jumlah daun pakan tersedia cukup banyak, b). Kondisi tempat pemeliharaan (suhu, kelembaban dan ruang pemeliharaan) tersedia dan cocok, c). Produksi secara ekonomi dapat menguntungkan, baik dalam hal penggunaan lahan maupun analisis secara ekonomi produksi dari usaha ini. Keberhasilan dan kelangsungan hidup ulat sutera liar Attacus atlas sangat bergantung terhadap jumlah daun yang tersedia. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F3) dengan pemberian daun sirsak dan teh, menunjukkan bahwa jumlah daun harus tersedia secara kontinyu. Hal ini disebabkan larva ulat sutera liar Attacus atlas, terutama ulat besar (instar 4-6) dapat menkonsumsi jumlah daun cukup banyak. Larva ulat sutera menkonsumsi pakan tidak mengenal waktu, yaitu pagi, siang, sore dan malam hari dengan proporsinya yang berbeda. 105

Jumlah pakan yang dapat dimakan cukup banyak yaitu 129,01 gram pakan/larva dalam satu siklus hidup untuk sirsak dan 137,97 gram pakan/larva untuk teh. Dengan demikian apabila petani atau pengusaha ulat sutera liar yang ingin mengembangkan usaha ini, 20.000 ekor larva memerlukan 2.580. 200 gram (2.580,2 Kg) daun dalam satu siklus hidup atau setara dengan 25.802. 000 Helai daun untuk sirsak ( 1 Kg daun sirsak setara dengan 1.000.000 helai daun). Untuk daun teh dari 20.000 ekor larva yang dipelihara memerlukan 2.759.400 gram daun (2.759,4 Kg) daun atau setara dengan 22.075.200 helai daun. Berarti untuk memelihara 20.000 ekor larva dibutuhkan 852 pohon sirsak ( 1 pohon sirsak yang berumur 4 tahun jumlah 3000 helai daun), sedangkan untuk pohon teh memerlukan 736 pohon (1 pohon teh jumlah 3000 helai daun ). Hasil wawancara dengan Anita seorang petani sekaligus sebagai pengusaha sutera di Yogyakarta pada tahun 2006, mengatakan bahwa untuk memelihara ulat sutera liar Attacus atlas pada tanaman sirsak di lapangan, setiap pohon (umur 5 tahun) biasanya hanya terdapat maksimal sekitar 25 ekor larva saja. Dari 1000 pohon sirsak seluas 1 Ha (jarak tanam 3 x 3 meter) yang ada di Kebun Peternakannya mampu memelihara sekitar 25.000 ekor larva. Sementara itu hasil wawancara dengan Roni dan Nursana (petani/pengusaha sutera) di Purwakarta pada tahun 2005, mengatakan bahwa sekitar 20-25 ekor larva dapat dipelihara pada satu pohon teh, dengan 3 sampai 4 kali panen dalam setahun. Keberhasilan yang diperoleh dari Anita di Yogyakarta, yaitu 25 % dari 25 000 ekor larva atau setara dengan 6. 250 butir kokon (1 Kg kokon tanpa pupa setara dengan 600 butir kokon), apabila diproses akan menghasilkan 2,6 Kg benang ( 1 Kg benang menghasilkan 8 meter kain). Sedangkan Roni di Purwakarta dari 20.000 ekor larva, keberhasilan 106

hidupnya hanya 25 % atau menghasilkan 5.000 butir kokon (500 butir kokon tanpa pupa setara dengan 1 Kg kokon), sehingga dapat menghasilkan 10 Kg kokon atau setara dengan 2,5 Kg benang ( 1 Kg benang apabila diproses akan menghasilkan 8 meter kain, harga /meter Rp 750. 000,-), atau didapat Rp. 15.000.000,-. Kondisi tempat pemeliharaan (suhu, kelembaban dan ruang pemeliharaan) sangat berpengaruh terhadap produktivitas ulat sutera liar Attacus atlas. Selama proses habituasi dan domestikasi A. atlas (F1-F3) berlangsung didapatkan suhu ruang yang sangat ideal untuk pemeliharaan ulat sutera liar adalah 22 0 C 29 0 C, dengan kelembaban 68-70 %. Kelembaban ruang tidak boleh keluar dari persyaratan tersebut. Oleh karena itu kelembaban ruangan harus tetap terjaga. Kondisi tempat pemeliharaan harus ditata dengan baik. Suhu ruang untuk masing-masing fase perkembangan diatur sesuai dengan tahapan instarnya. Ruang untuk inkubasi telur dipisahkan dengan ulat kecil (larva instar 1-3), begitu juga dengan ulat besar (larva instar 4-6) dan masa pupasi, sehingga masingmasing fase berada pada ruangan sendiri. Hal ini disebabkan setiap fase perkembangan memerlukan suhu dan kelembaban yang berbeda untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama proses habituasi dan domestikasi ulat sutera liar Attacus atlas yang dipelihara pada pakan alami (sirsak dan teh) menunjukkan hasil yang cukup baik, yaitu jumlah telur, produksi kokon dan kualitas benang yang lebih baik. Saleh (2000) melaporkan bahwa Attacus atlas yang dipelihara pakan daun sirsak keuntungannya cukup besar. Dari 1 hektar lahan bisa ditanami 1000 pohon sirsak dengan jarak tanam 3 x 3 meter. Selam 3 tahun bisa memperoleh keuntungan sebesar Rp 107

120.000.000,- yang didapatkan dari hasil penjualan buah sirsak yang dijadikan dodol dan kokon hasil pemeliharaan pada tanaman sirsak (Rp 40 juta/tahun). Keberhasilan hidup pada tanaman sirsak hanya 25 % saja, sehingga dari 20.000 ekor larva akan menghasilkan 5000 butir kokon atau setara dengan 10 Kg kokon (500 butir kokon menghasilkan 1 Kg kokon atau dihasilkan 2,5 Kg benang). Hasil yang diperoleh akan semakin banyak dengan bertambah besarnya pohon sirsak. Kelebihan usaha ulat sutera pada tanaman ini adalah tanaman terdapat hampir di semua tempat di Indonesia dan dapat ditanam pada berbagai lokasi tanah, yaitu di pekarangan rumah, pegunungan maupun di dataran rendah. Roni (2005) seorang petani sekaligus sebagai pengusaha sutera di Purwakarta yang memelihara Attacus atlas pada tanaman teh melaporkan bahwa walaupun Attacus atlas ini sebagai hama, tetapi tidak merusak secara keseluruhan perkebunan teh, bahkan sangat membantu perekonomian petani pemetik teh. Hal ini disebabkan selain mendapatkan daun teh, petani setempat juga dapat mengambil kokon dari tanaman tersebut. Berdasarkan hasil proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F3), terlihat bahwa ulat kecil (instar 1-3) menkonsumsi daun yang masih muda dengan hanya memakan sebagian kecil saja, lebih banyak menkonsumsi daun yaitu pada ulat besar (instar 4-6) yang dapat memakan daun lebih tua, sehingga daun yang masih muda dapat diambil untuk pembuatan minuman teh. Selain itu tanaman teh adalah tanaman perdu dimana daunnya dapat diambil bagian pucuk saja dan dapat diperbanyak dengan stek. 108

7.6. Analisis Finansial Analisis produksi (analisis finansial) dari pemeliharaan ulat sutera liar A. atlas pada pakan daun sirsak untuk 20.000 ekor larva/ha, dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Modal Memelihara Ulat Sutera Liar A. atlas untuk 20. 000 ekor/ha 1. Sarana dan Alat (biaya tetap) 1.1. Sebuah gedung untuk inkubasi telur dan pemeliharaan ulat kecil (instar 1-3) berukuran 5 x 6 meter Rp 5 000 000,- 1.2. Sebuah gedung untuk pemeliharaan ulat besar (instar 4-6) dan ruang masa pupasi, berukuran 9 x 6 meter Rp. 10 000 000,- 1.3. Rak pemeliharaan ulat kecil dan inkubasi telur sebanyak 6 buah rak Rp. 1 800 000,- 1.4. Rak pemeliharaan ulat besar dan masa pupasi 9 buah Rp. 2. 700 000,- 2. Bahan Untuk Sterilisasi Ruangan 2. 1. Formalin 10 liter a. Rp 20.000,- = Rp. 200.000,- 2. 2. Poppzol 5 Kg a Rp. 10.000,- = Rp. 50.000,- 2. 3. Kaporit 25 Kg a Rp. 10.000,- = Rp. 250.000,- 3. Tenaga Kerja (biaya rutin) 3.1. Upah untuk 2 orang pekerja per/bulan selama satu tahun a Rp. 400 000,- = Rp. 9.600. 000. 4. Sewa tanah = Rp. 3.000.000/tahun 109

b. Modal Pembuatan dan Pemeliharaan Kebun Sirsak Untuk 1 Ha Lahan 1. Bahan 1.1. Bibit 1000 pohon sirsak (jarak tanam 3 x 3 meter) a Rp. 2 500 = Rp. 2 500 000,- 1.2. Pupuk kandang 1000 blek a Rp 1 500 = Rp. 1 500 000,- 1.3. Alat semprot Rp. 500 000,- 1.4. Peralatan lain Rp. 300 000,- 2. Tenaga kerja 2.1. Pengolahan dan Perataan Tanah Rp 2.000 000,- 2.2. Pembuatan lubang dan isi pupuk Rp 2 000 000,- 2.3. Pemeliharaan kebun dan panen daun 2 orang = Rp. 9.600.000,- c. Pengolahan Benang 1. Alat 1.1. Alat Pemasakan kokon Rp. 5.000.000,-. 1.2. Pengering kokon dan Benang Rp. 7.500.000,- 1.3. Cloos Rp. 7.500.000,- 1.4. Alat untuk reeling Rp 8.000.000,- 2. Bahan Untuk Pemasakan Kokon 2.1. Teepol (deterjen) 10 liter a Rp. 15.000 = Rp. 150.000,- 2.2. Soda kuastik (NaOH) 4 botol a Rp. 75.000 = Rp. 300.000,- 2.3. Sabun netral 2 karton a Rp. 100.000 = Rp. 200.000,- 110

3. Upah Pengolahan Benang dan Penenun 3.1. 2 orang x 12 (satu tahun) a. Rp. 400.000,- = Rp. 9.600.000,- 4. Pengolahan Kain 4.1. Alat Pintal Rp. 10.000.000,- 4.2. Upah untuk 2 orang x 12 (satu tahun) a. Rp.400.000,- = Rp. 9.600.000,- d. Produksi dan Pendapatan Jika larva yang dipelihara sebanyak 20.000 ekor dengan keberhasilan hidup 50 %, maka kokon yang dihasilkan sebanyak 10.000 butir kokon atau setara dengan 16.67 Kg kokon. (600 butir kokon setara dengan 1 Kg kokon), 1 kg benang menghasilkan 8 meter kain dengan harga/meter Rp 750.000,-. Apabila diproses akan menghasilkan 4.17 Kg benang. Hasil yang diperoleh adalah 4.17 Kg benang x 8 meter kain x Rp 750.000 = Rp 25.020.000,- untuk sekali panen, sehingga dalam satu tahun menghasilkan ( 4 kali panen dalam satu tahun) = Rp 100.060.000,- e. Keuntungan : B = e (a + b + c + d). Jika hasil yang didapatkan sebanyak 50 %, maka keuntungan yang diperoleh adalah 16.67 Kg kokon atau setara dengan 4.17 Kg benang x 8 x Rp 750. 000,- = Rp 25. 020 000 untuk sekali panen. ( 1 Kg benang menghasilkan 8 meter kain, satu meter kain harganya Rp 750.000). Maka keuntungan yang diperoleh adalah Rp 100. 060. 000 - modal usaha Rp 108.850.000,- = Rp -8.790.000,- untuk tahun pertama. Hasil analisis usaha pemeliharaan ulat sutera Attacus atlas selama lima tahun dapat dilihat pada Tabel 30. Gaji petani sutera untuk tahun pertama adalah Rp. -8.790.000 : 12 = Rp. -.732. 500. 111

Tahun kedua Rp. 64.260.000 : 12 = Rp 5.355.000,- untuk tahun ketiga, keempat dan kelima keuntungannya sama dengan tahun kedua. Tabel 30. Analisis Usaha Pemeliharaan Attacus atlas (20.000 ekor larva/ha Lahan Pohon Sirsak) dengan Keberhasilan Hidup 50 % Selama 5 Tahun Pengeluaran (Cost) Produksi & pendapatan Keuntungan (Benefit) 1. Modal Pemeliharaan Ulat Rp. 32.600.000,- 2. Pemeliharaan Kebun Rp. 18.400.000,- 3. Pengolahan Benang Rp. 57.850.000,- 4. Total pengeluaran Rp. 108.850.000,- Triwulan I 4,17 Kg Benang = Rp. 25. 020.000,- Triwulan II = Rp. 25.020.000,- Triwulan III = Rp. 25.020.000,- Triwulan IV = Rp. 25.020.000,- Tahun Pertama = Rp. -8.790.000,- Tahun Kedua = Rp. 64.260.000,- Tahun Ketiga = Rp. 64.260.000,- Tahun ke-4 & ke-5 sama dengan tahun ke-2 dan 3 Berdasarkan Tabel 30 dapat dijelaskan bahwa hasil analisis usaha ulat sutera Attacus atlas, dari 20.000 ekor larva yang dipelihara pada pakan daun sirsak dengan keberhasilan hidup 50 %, dapat memberikan keuntungan selama lima tahunn, yaitu Rp. 260.250.000,- ( hasil yang didapatkan dari tahun pertama sampai tahun kelima). 112

7.7. Kelebihan Sutera Liar Attacus atlas dibandingkan dengan Bombyx Mori Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F3), dengan pemberian pakan daun sirsak dan teh menunjukkan kualitas lebih baik dibandingkan Bombyx mori, termasuk strain C301 (hasil persilangan dari ras Jepang dan China). Kelebihan kualitas tersebut antara lain : a). Attacus atlas merupakan hewan asli Indonesia, b). Attacus atlas adalah polyvoltin, c). Attacus atlas dapat menkonsumsi lebih dari 90 jenis tanaman pakan (polipagus), d). bobot kokon dan benang lebih baik, e). benang Attacus atlas warnanya alami dan eksklusif. Attacus atlas merupakan hewan asli Indonesia yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia (Sumatera, Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua). Sedangkan Bombyx mori, termasuk strain C301 berasal dari negara sub tropis, sehingga Attacus atlas lebih tahan dengan iklim Indonesia dibandingkan dengan Bombyx mori. Attacus atlas adalah hewan polyvoltin, artinya serangga ini dapat hidup lebih dari satu generasi dalam satu tahun, bahkan ada sepanjang tahun (Januari sampai Desember), sedangkan Bombyx mori adalah Bivoltin yaitu dapat hidup tidak lebih dari dua generasi dalam satu tahun. Hal ini dapat dibuktikan dari proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F3) yang dapat dipelihara sepanjang tahun, pada musim kemarau maupun musim hujan. Attacus atlas merupakan hewan polipagus, yaitu dapat menkonsumsi pakan lebih dari 90 jenis tanaman pakan, sehingga dapat beradaptasi sesuai dengan ketersediaan pakan, diantaranya pohon sirsak, dadap, gempol, mahoni, alpokat, cengkeh dan tanaman 113

tahunan lainnya. Sedangkan Bombyx mori adalah monopagus, artinya dapat menkonsumsi satu jenis tanaman pakan saja (Murbei). Kualitas bobot kokon dan benang dari Attacus atlas jauh lebih besar dibandingkan dengan Bombyx mori. Hal ini dapat dibuktikan dari proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F3), menunjukkan bobot kokon berisi pupa antara 6.61 13 gram/kokon dan panjang benang sekitar 2500 meter. Sedangkan Bombyx mori berat kokon berkisar antara 2.5-3 gram dengan panjang benang antara 1500-2000 meter. Benang yang dihasilkan dari kokon Attacus atlas warnanya alami dan sangat eksklusif (coklat, coklat muda dan keabu-abuan), sedangkan pada Bombyx mori warnanya hanya satu jenis yaitu warna putih. Keunggulan lain dari sutera Attacus atlas ini adalah kain hasil tenunnya lembut, tahan panas, tidak kusut dan tidak alergi. 114