TINJAUAN PUSTAKA Biologi Attacus atlas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Biologi Attacus atlas"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Attacus atlas Ulat sutera liar Attacus atlas adalah salah satu serangga yang berukuran besar dan banyak ditemukan di wilayah Asia (Peigler, 1989). A. atlas memiliki tahapan metamorfosis sempurna yang terdiri dari telur (embrio), larva, pupa, dan tahap dewasa (Chapman, 1971). Secara ilmiah, klasifikasi A. atlas menurut Triplehorn dan Johnson (2005) adalah sebagai berikut: Kelas : Heksapoda (Insecta) Ordo : Lepidoptera Super familia : Bombycoidea Familia : Saturniidae Genus : Attacus Spesies : Attacus atlas Attacus atlas dikenal sebagai ngengat sutera raksasa atau si rama-rama dan merupakan ngengat terbesar di Asia dengan bentang sayap mencapai 250 mm. Spesies A. atlas banyak ditemukan di hutan tropis dan tersebar di Asia Tenggara, daerah selatan Cina, dan India (Peigler, 1989). Penyebaran A. atlas hampir di seluruh wilayah Indonesia diantaranya Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua (Awan, 2007). Di daerah Jawa Barat khususnya ulat sutera liar A. atlas sering disebut hileud (ulat) badori, hileud orok (bayi), atau ulat gajah karena larvanya yang besar, adapun kupu-kupunya disebut kupu-kupu sirama-rama atau kupu-kupu gajah (Saleh, 2000). Di Yogyakarta dan sekitarnya serta daerah Temanggung, Wonosari, dan Wonogiri (Jawa Tengah), ngengat dari A. atlas ini disebut kupu gajah atau kupu sirama-rama (Situmorang, 1996). Larva A. atlas dapat memakan daun dari 90 jenis tumbuh-tumbuhan dari 48 famili tanaman (Peigler, 1989). Ulat sutera liar A. atlas merupakan serangga polivoltin yaitu dapat hidup lebih dari dua generasi dalam satu tahun. Sifat polivoltin ini menguntungkan bagi usaha pembudidayaan ulat sutera A. atlas karena: a) bibit dalam bentuk ketersediaan telur dapat dipenuhi sepanjang tahun, b) musim berkembang biak terjadi sepanjang tahun, c) pada musim hujan maupun musim kemarau dapat dipelihara, d) produksi kokon akan ada sepanjang tahun, e) produksi benang akan dapat ditingkatkan jika jumlah populasi tinggi, f) Perkawinan dapat

2 dilakukan secara kontinyu sehingga pemuliaan ke arah peningkatan produktivitas dapat dicapai (Awan, 2007). Attacus atlas merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna yang biasa disebut holometabola terdiri dari telur (embrio), larva, pupa, dan tahap dewasa (Chapman, 1971). Lama periode tiap fase hidup A. atlas seperti dilaporkan Awan (2007) dan Mulyani (2008), masa inkubasi telur A. Atlas hari, lama periode larva dengan pakan daun sirsak hari, lama periode pupa adalah hari, lama periode imago betina dan jantan masing-masing adalah 2-10 hari dan 2-4 hari. Total waktu yang diperlukan A. Atlas yang diberi pakan daun sirsak untuk menyelesaikan sekali daur hidupnya, mulai dari telur sampai imago bertelur lagi memerlukan waktu hari (Awan, 2007). Telur. Telur dihasilkan oleh imago betina baik yang kawin maupun tidak, tetapi telur yang dapat menetas adalah telur yang telah dibuahi. Imago betina yang tidak melakukan perkawinan akan menghasilkan telur steril yang tidak menetas menjadi larva (Awan, 2007). Telur yang dibuahi (fertil) berwarna cokelat gelap, sedangkan telur yang tidak dibuahi (infertil) berwarna kuning pucat (Mulyani, 2008). Ukuran telur dari ngengat A. atlas yaitu panjang 2,7 mm, lebar 2,3 mm dan tinggi 2,1 mm (Peigler, 1989); berbentuk oval, agak pipih dan hampir selalu ditutupi cairan agak kental berwarna merah kecokelatan yang disekresikan oleh ngengat betina agar telur melekat pada substrat (Mulyani, 2008) dengan masa inkubasi telur antara 7-13 hari (Adria dan Idris, 1997). Larva. Larva A. atlas melalui 6 tahapan instar, dimana pada setiap instar, ciri-ciri, ukuran dan tingkah laku larva berbeda sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan larva. Pergantian masa instar ditandai dengan pergantian kulit (molting) pada larva instar pertama sampai instar keenam (Awan, 2007). Larva instar pertama dimulai saat larva menetas dari telur dan memiliki ciri-ciri kepala dan badan berwarna hitam dan seluruh tubuh berbulu kuning yang tumbuh tegak kecuali bulu pada bagian punggung berupa duri halus berwarna coklat kehitaman (Nazar, 1990). Larva instar kedua memiliki kepala yang berwarna coklat tua, kaki berwarna hitam, badan ditutupi oleh serbuk putih, bagian tubuh samping memiliki tanda berwarna jingga pada bagian metathoraks di segmen 8-10, tanda ini akan ada sampai instar ketiga dan keempat. Instar keempat memiliki ciri-ciri kepala berwarna hijau

3 kekuningan dan tubuhnya ditutupi oleh tepung putih. Instar lima dan enam memiliki ciri-ciri kepala dan tubuh yang berkilau warna hijau terang (Peigler, 1989), terdapat tonjolan-tonjolan seperti bulu kasar yang jarang pada beberapa ruas abdomen (Nazar, 1990) dan panjang segmen badan bisa mencapai ± 15 cm (Pracaya, 2005). Imago Telur Larva Instar 1 Pupa Larva Instar II Larva Instar Larva Instar III Larva Instar V Gambar 1. Siklus Hidup Attacus atlas Sumber: Koleksi pribadi Larva Instar IV Pupa. Kokon terbentuk saat instar keenam mulai mengeluarkan cairan sutera yang ukurannya disesuaikan dengan ukuran tubuhnya. Cairan sutera yang dikeluarkan oleh instar enam berfungsi sebagai alat untuk melekatkan kokon pada daun atau ranting. Larva akan meneruskan pembuatan kokon sampai sempurna, biasanya daun dilipat di bagian ujung atau tepi daun kemudian dihubungkan dengan serat-serat sutera sehingga akan terbentuk suatu rongga tempat pupa. Bagian kokon yang menghadap

4 ke atas biasanya terdapat lubang sebagai tempat keluar imago. Posisi larva sebelum berubah menjadi pupa biasanya dengan kepala di bagian atas, posisi ini akan menguntungkan ketika imago keluar dari kokon. Pupa telah sempurna apabila isi kokon bergeser jika digoyangkan dan terdapat rongga antar isi kokon dengan kokon, sedangkan apabila kokon tidak dapat bergeser berarti isi di dalam kokon masih berbentuk larva (Awan, 2007). Imago. Setelah masa pupasi berakhir, biasanya pada siang hari imago A. atlas akan muncul dari kokon. Imago yang muncul umurnya pendek, tidak makan, dan biasanya istirahat pada siang hari (Peigler, 1989). Ngengat ulat sutera merupakan hewan yang cenderung aktif pada malam hari atau biasa disebut nokturnal (Beck, 1980). Ngengat jantan memiliki sayap dengan ujung yang lebih runcing dan panjang antenanya mm serta lebar mm; betina memiliki panjang antena mm dan lebar 3 mm. Imago A. atlas memiliki umur yang singkat, imago jantan berumur 2-4 hari sedangkan imago betina berumur 2-10 hari (Peigler, 1989; Awan, 2007). Imago betina yang telah kawin akan bertelur setelah beberapa jam dan akan menghasilkan telur sebanyak 100 sampai 360 butir (Awan, 2007). Keistimewaan Sutera Sutera merupakan serat yang istimewa. Tujuan asli dari pembentukan sutera pada kokon di alam liar adalah untuk melindungi pupa dari gangguan alam dan predator selama proses metamorfosis menjadi ngengat. Sutera diproduksi dalam sebuah kelenjar di kepala ulat, dikeluarkan dan dibentuk dengan pola angka delapan yang diulangi ribuan kali pada seluruh kokon (Cook, 2005). Secara umum, sutera tersusun dari dua jenis protein: fibroin dan serisin. Fibroin adalah inti dari filamen sutera, sedangkan serisin adalah protein berupa perekat yang mengelilingi serat dan menyatukannya menjadi kulit kokon (Nogueira et al., 2010). Serisin pada sutera liar sebagian besar terikat dengan tanin, zat warna, lilin, dan lain-lain (Kato et al., 1997). Serisin terdapat pada lapisan luar filamen yang merekatkan filamen satu dengan yang lain membentuk dinding (Rukaesih, 1990). Fibroin dan serisin merupakan serangkaian asam-asam amino yang terdiri atas: glisin, alanin, lisin, asam aspartat, asam glutamat, serin, prolin, oksiprolin, tirosin, dan fenilalanin (JOVC, 1975). Sutera yang telah diolah menjadi bentuk produk tekstil memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan bahan sandang lainnya. Dari karakteristiknya

5 keistimewaan kain sutera antara lain: ringan, kepadatan sutera relatif lebih ringan jika dibandingkan dengan wool atau katun; tidak mudah kusut, karena sifat sutera yang liat dan elastis; mempunyai daya menahan panas dan meresap air, karena sifat inilah maka bila kita memakai bahan sutera akan merasa hangat pada suhu dingin dan sejuk pada waktu panas; daya menahan warna kuat sehingga warna tidak cepat pudar; seperti wool jika sutera kontak dengan api tidak akan menjalarkan api, sutera akan hangus dan mengkerut tidak mudah menimbulkan kebakaran (P3H, 1992). Indonesia memiliki 5 jenis ulat sutera liar, antara lain: A. atlas, Samia cynthia ricini, Cricula alaezea, Cricula trifenestrata, dan Antherae pernyi yang semuanya termasuk dalam familia Saturniidae. Kekayaan ini belum banyak dimanfaatkan dan didayagunakan secara maksimal untuk industri tekstil Indonesia (Situmorang, 1996). Menurut Akai (1997), ulat sutera liar seperti A. atlas dan S.c. ricini menghasilkan jenis sutera yang berbeda dengan sutera B. mori. Sifat yang dimiliki serat sutera liar jauh lebih lembut, tahan panas, dan anti bakteri. Keunggulan lainnya adalah adanya macam sutera yang bervariasi, filamen kokon banyak yang mengandung pori dan tidak menyebabkan alergi bagi pemakainya. Kelebihan serat sutera yang dihasilkan dari kokon A. atlas menurut Gusa et al. (2002) memiliki warna yang beragam dari cokelat tua, cokelat keputihan dan cokelat kehitaman. Keragaman warna serat sutera, dapat menambah kekayaan warna alami dan tidak perlu dilakukan pewarnaan. Karakter Kokon dan Serat Sutera Hasil akhir dari proses pemeliharaan ulat sutera adalah kokon. Kokon inilah yang akan diproses lebih lanjut untuk menjadi benang dan kain. Kualitas dari produk tersebut ditentukan oleh beberapa faktor yang saling terkait dan yang paling menentukan kualitas produk adalah kokon itu sendiri. Kokon yang berkualitas baik ditentukan oleh beberapa faktor antara lain bibit ulat sutera, teknik pemeliharaan, temperatur, kelembaban, dan proses pengokonan (Sampe, 1991). Kokon diselimuti filamen sutera yang kusut, yang disebut cocoon floss (serabut serat). Di bawahnya terdapat lapisan sutera, atau cocoon shell (kulit kokon), yang terdiri dari lapisan filamen, yang didalamnya terdapat pupa dan kulit ulat sutera yang sudah lepas. Makin berat kulit kokon, makin besar kandungan suteranya. Hal ini bervariasi, sesuai dengan varietas ulat, dan kondisi pemeliharaan dan pengokonan (Atmosoedarjo et al., 2000).

6 A B Gambar 2. Kokon (A) Kokon Mentah; (B) Kulit Kokon Sumber: Koleksi pribadi Syarat kokon yang baik menurut Samsijah dan Andadari (1995) adalah sehat (tidak cacat), bersih, bagian dalamnya (pupa) tidak hancur, bagian kulit kokon keras dan terbukti kalau ditekan sedikit berat sedangkan kokon berkualitas rendah adalah kokon rangkap, kokon berlubang, kokon kotor di bagian dalam, kotor di bagian luar, kulit kokon tipis, kokon berbentuk aneh, kokon berbulu, kulit kokon berlapis dan kokon berlekuk. Kokon yang terbentuk sempurna menurut Awan (2007) berbentuk elips, ujungnya membulat, dan pada ujung anteriornya terdapat celah. Kokon berwarna coklat keemasan, kokon yang baru terbentuk masih agak lemah dan agak basah, oleh pengaruh sinar matahari dan gerakan angin, lama kelamaan akan lebih kuat dan lebih kering. Beberapa karakter sutera yang penting untuk penilaian kualitasnya, antara lain adalah karakter kokon dan karakter seratnya. Berat kokon merupakan karakter kokon yang paling penting secara komersial. Hal ini disebabkan karena penjualan kokon di pasaran berdasarkan beratnya. Semakin berat kokon yang dihasilkan maka semakin bagus kualitas kokon yang dihasilkan (Lee, 1999). Pembentukan lapisan filamen kokon B. mori terdiri dari 75% fibroin dan 25% serisin. Selebihnya mengandung sedikit malam, lemak, karbohidrat, abu, dan zat warna. Fibroin dan serisin seluruhnya terbentuk dari protein murni yang mengandung berbagai macam asam amino. Namun fibroin tidak larut di dalam air, karena struktur molekul yang longgar dan kaya akan asam amino yang hidrofobik. Fibroin merupakan bagian utama filamen, sedang serisin merupakan pelindung yang mengelilingi fibroin dan menyatukan filamennya (Atmosoedarjo et al., 2000).

7 Filamen sutera yang dihasilkan tentunya diharapkan memenuhi mutu standar. Berat filamen kokon yang diurai dari satu kokon tunggal, proporsional dengan berat kulit kokon, tetapi berbeda sesuai daya urainya. Beratnya berkisar antara centigram dan % dari berat kulit kokon (Atmosoedarjo et al., 2000). Filamen kokon Bombyx mori terdiri dari sepasang serat yang dikeluarkan oleh larvanya. Rata-rata filamen B. mori berukuran sekitar 2-3 denier yang setara dengan ketebalan sekitar mikron dan struktur bagian dalam padat. Serat sutera liar ukurannya 2-3 kali lebih tebal dari serat sutera mori. Serat sutera liar memiliki keragaman ukuran dan diameter yang tinggi dan menunjukkan penampang melintang yang seragam. Terdapat banyak jenis sutera liar yang tidak seperti sutera mori, ketebalan filamen kokonnya sangat beragam, memiliki penampang melintang filamen yang sama dan ukuran struktur yang bervariasi. Sutera liar berbeda dengan sutera mori dalam hal sifat sutera, kemampuan menyerap kelembaban, sifat insulasi panas, hand feel dan lain-lain. Sehingga, serat sutera liar menunjukkan materi serat dengan banyak potensi aplikasi selain sebagai penggunaannya dalam busana gaya barat (Kato et al., 1997). Ukuran atau ketebalan filamen kokon A. atlas yang diperkirakan dari mikrograf SEM dalam Kato et al. (1997) adalah sekitar 30 µm. Ukuran kehalusan filamen dinyatakan dengan satuan denier (d). Apabila panjang serat 9000 meter dengan berat 1 g, maka kehalusan filamen adalah satu denier. Ukuran kehalusan filamen kokon B. mori berkisar antara 2,5-3,5 denier. Kehalusan filamen sutera dipengaruhi beberapa faktor: (1) suhu dan kelembaban: filamen mempunyai tendensi ukuran denier yang tinggi (lebih besar seratnya) apabila ulatnya dipelihara selama instar I dan II, dengan suhu dan kelembaban udara yang tinggi. Selain itu, suhu yang tinggi pada waktu pengokonan ulat yang belum dewasa, membuat denier filamennya rendah; (2) musim pemeliharaan: pemeliharaan ulat sutera pada musim semi di Jepang menghasilkan denier filamen lebih besar daripada pada pemeliharaan musim gugur; (3) pakan dan kepadatan populasi: pemberian pakan dengan daun yang lunak dan pemeliharaan yang jarang, akan menghasilkan filamen yang lebih besar dibandingkan dengan pada pemeliharaan yang lebih padat; (4) ukuran larva: ulat yang bertubuh besar cenderung menghasilkan pola denier yang lebih besar pula (Atmosoedarjo et al., 2000).

8 Berdasarkan fenomena di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa faktor lingkungan yang menunjang kesehatan ulat, akan menghasilkan denier yang lebih tinggi (lebih tebal). Ukuran filamen berbeda sesuai dengan bagian dari kokon, lazimnya lebih besar pada lapisan luar dibanding dengan lapisan dalam kulit kokon. Kokon dengan deviasi di antara lapisan-lapisan kulit kokon akan sangat menguntungkan proses reeling (Atmosoedarjo et al., 2000). Gusa et al. (2002) menyatakan pada pengembangan industri serat sutera perlu dilakukan pengkajian tentang berbagai hal, termasuk pengujian terhadap kualitas serat yang meliputi kumuluran, beban putus, kekuatan tarik dan kehalusan serat serta pengamatan foto morfologi serat dengan menggunakan mikroskop elektron. Karakter serat yang digunakan dalam menilai kualitas sutera antara lain adalah kekuatan serat dan daya serap terhadap kelembaban. Pustaka dari Prachayawarakorn dan Klairatsamee (2005) menyataan kekuatan serat dan daya serap terhadap kelembaban merupakan parameter penting dalam penilaian karakter dan kenampakan serat secara fungsional, seperti: pemeliharaan, kenyamanan dan penanganannya. Penyimpanan Kokon Pengeringan dilakukan pada kokon Bombyx mori sebelum pengolahan kokon dilaksanakan. Selain untuk mematikan pupa di dalam kokon agar kokon tidak rusak, pengeringan juga dilakukan agar kokon kering serta dapat disimpan lama dalam jangka waktu 6-12 bulan sebelum diolah (Cahyadi, 2008). Berbeda dengan pustaka LPE Al Syura (2003), setelah kokon dikeringkan, kokon dapat bertahan dengan kualitas baik paling lama sekitar 1 bulan. Kokon yang tidak dikeringkan hanya mampu bertahan disimpan selama 1 minggu saja. Menurut hasil penelitian Kaomini dan Bertha (1988) dalam Samsijah dan Lincah Andadari (1992) menyatakan bahwa penyimpanan kokon dalam ruangan yang mempunyai kelembaban 65-75% selama 4-6 minggu akan mnurunkan daya gulung, akan tetapi tidak mempengaruhi persentase benang. Bahkan BGI (2010) menjelaskan bahwa kokon yang sudah disortasi dan dibersihkan dari floss dimasukkan dalam bag yang disesuaikan masa panennya, karena maksimum 6 hari setelah panen, kokon harus direbus dan direeling.

9 Pemasakan Kokon Pemasakan kokon dapat dilakukan dengan beberapa metode. Pemasakan kokon dilakukan untuk memudahkan penguraian dan penggunaan fibroin setelah pelepasan serisin yang merekatkan filamen. Serisin merupakan protein yang tidak larut dalam air dingin, tetapi menjadi lunak dan larut dalam alkali lemah dan sabun. Sutera dari B. mori biasa dimasak dengan cara direbus atau diuapi saja sebelum diurai dan dipintal. Kenyataannya serisin pada sutera liar lebih sedikit, namun bahanbahan yang perlu dihilangkan tidak hanya serisin, tetapi juga bahan lainnya seperti lilin, garam-garam mineral, dan zat warna lain seperti pigmen alam berwarna kekuningan. (Saleh, 2000). Degumisasi pada beberapa jenis sutera yang dilakukan dalam penelitian Kato (2000) dilakukan dalam beberapa tahapan seperti tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1. Metode Degumisasi Kokon Anaphe, Cricula trifenestrata dan A. atlas Lapisan tengah Lapisan luar dan Cricula Proses Attacus atlas Anaphe dalam Anaphe trifenestrata Pra o C o C o C o C perlakuan air panas air panas air panas air panas Degumisasi Na 2 CO 3 3g/l Na 2 CO 3 4g/l Na 2 CO 3 2g/l Na 2 CO 3 3g/l 4-5 jam 3-4 jam 2 jam 3 jam o C o C o C o C Na 2 CO 3 3g/l 4-5 jam o C Finishing pencucian air panas pencucian air panas pencucian air panas pencucian air panas Sumber: Kato (2000) Serisin pada sutera liar terikat pada tannin dan zat-zat lainnya, sehingga pemasakan kokon harus dengan metode yang benar-benar tepat sehingga degumisasi dapat terjadi dengan sempurna. Degumisasi merupakan proses pelepasan serisin dan zat lainnya yang merekat pada filamen fibroin (Kato, 2000). Lebih lanjut, Kato (2000) menjelaskan setelah didegumisasi, kokon dicuci dengan air hangat yang

10 bersuhu sekitar 40 o C dan diekstraksi dengan etanol selama lima hari sebelum filamen dianalisis karakteristiknya. Sampel yang digunakan dalam penelitian tersebut (kokon Anaphe, C. trifenestrata dan A. atlas) diperlakukan sebagai sutera liar. Pengamatan di bawah SEM terhadap filamen A. atlas yang didegumisasi dengan metode di atas menunjukkan struktur permukaan sutera A. atlas sangat halus dikarenakan hampir seluruh serisin telah dihilangkan pada proses degumisasi. Metode pemasakan kokon lain yang banyak digunakan seperti dalam penelitian Awan (2007) menggunakan bahan plot 1:20 (1 gram kokon 20 ml air), sabun netral g/l, soda kaustik (NaOH) 2 cc/l, dengan suhu sampai mendidih dalam waktu 1 jam. Selesai proses pemasakan, kokon dikeluarkan untuk dicuci secara bertahap, yaitu dengan air panas, air hangat kemudian dengan air dingin, selanjutnya kokon tersebut disimpan di atas saringan untuk diperas. Setelah proses pemerasan, barulah kokon diurai satu persatu menggunakan hand spun. Tanaman Sirsak Sirsak (Annona muricata L.) disebut juga nangka belanda atau nangka seberang, merupakan tanaman buah-buahan tropis dari famili Annonaceae, yang dicirikan dengan bau yang tidak sedap dari daunnya. Di Indonesia hanya dikenal dua jenis yaitu sirsak manis dan sirsak asam yang secara morfologis susah dibedakan (Radi, 1997). Habitat pohon sirsak di kawasan beriklim tropis yang hangat dan lembab, pada ketinggian sampai 1000 m dpl. Tumbuh pada semua jenis tanah yang gembur dan sedikit asam dan tidak tahan terhadap genangan. Musim berbunga dan berbuah sirsak sepanjang tahun (LIPI, 2000) Daun sirsak merupakan daun tunggal, berbentuk bulat telur dengan panjang 8-16 cm dan lebar 3-7 cm (LIPI, 2000). Daun sirsak berbentuk bulat panjang dengan ujung runcing, warna daun bagian atas hijau tua, sedangkan bagian bawah hijau kekuningan. Daun sirsak tebal dan agak kaku dengan urat daun tegak pada urat daun utama. Daun mahkota berwarna hijau muda, jumlahnya enam helai yang terbagi dalam dua lapis, tiga daun mahkota lingkaran dalam ukurannya lebih kecil. Bila mendekati mekar mahkota bunga ini berubah menjadi kuning muda (Radi, 1997).

11 Rata-rata kandungan nutrisi daun sirsak disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata Kandungan Nutrien pada Daun Sirsak Nutrien Kandungan (%) Air 65,46 Protein 6,59 Lemak 1,24 Karbohidrat 8,80 Abu 1,08 Sumber: Awan (2007)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Lokasi pemeliharaan larva, pengokonan, dan pengamatan kokon adalah Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Kompleks Kandang Blok C. Lokasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Attacus atlas Attacus atlas merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (Chapman, 1969). Klasifikasi A. atlas menurut Peigler (1989) adalah sebagai berikut: Kelas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FILAMEN SUTERA (Attacus atlas) PADA USIA KOKON YANG BERBEDA SKRIPSI YULIANA FAJAR

KARAKTERISTIK FILAMEN SUTERA (Attacus atlas) PADA USIA KOKON YANG BERBEDA SKRIPSI YULIANA FAJAR KARAKTERISTIK FILAMEN SUTERA (Attacus atlas) PADA USIA KOKON YANG BERBEDA SKRIPSI YULIANA FAJAR DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Filamen Sutera Beberapa atribut yang berperan pada penentuan kualitas filamen sutera diantaranya panjang filamen, bobot filamen, tebal filamen, persentase bobot filamen, dan

Lebih terperinci

Ulat Sutera Liar (Attacus atlas)

Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) TINJAUAN PUSTAKA Sutera Sutera yang telah diolah menjadi bahan tekstil memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan bahan sandang lainnya. Dari karakteristiknya keistimewaan kain sutera antara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra (Bombyx mori L.) Ulat sutera adalah serangga holometabola yang mengalami metamorfosa sempurna, yang berarti bahwa setiap generasi keempat stadia, yaitu telur, larva atau lazim

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN UMUM. Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus

BAB VII PEMBAHASAN UMUM. Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus BAB VII PEMBAHASAN UMUM 7. 1. Polyvoltin Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) adalah serangga polyvoltin yaitu dapat hidup lebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Floss Floss merupakan bagian kokon yang berfungsi sebagai penyangga atau kerangka kokon. Pada saat akan mengokon, ulat sutera akan mencari tempat lalu menetap di tempat tersebut

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei 10 Persentase Filamen Persentase filamen rata-rata paling besar dihasilkan oleh ulat besar yang diberi pakan M. cathayana sedangkan yang terkecil dihasilkan oleh ulat yang diberi pakan M. alba var. kanva-2.

Lebih terperinci

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua BAB IV Hasil Dari Aspek Biologi Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) Selama Proses Habituasi dan Domestikasi Pada Pakan Daun Sirsak dan Teh 4.1. Perubahan tingkah laku Selama proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benua Asia hingga mencapai benua Eropa melalui Jalur Sutera. Para ilmuwan mulai

BAB I PENDAHULUAN. benua Asia hingga mencapai benua Eropa melalui Jalur Sutera. Para ilmuwan mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sutera ditemukan di Cina sekitar 2700 sebelum Masehi dan teknologi budidayanya masih sangat dirahasiakan pada masa itu. Perkembangan dan persebarannya dimulai dari benua

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-Ukuran Kulit Kokon C. trifenestrata Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman berbagai ukuran kokon panjang kokon, lingkar bagian medial kokon, lingkar ¼ bagian posterior

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Ulat Sutera Liar (Attacus Atlas) Ulat sutera liar Attacus atlas adalah serangga yang memiliki ukuran tubuh besar dan banyak ditemukan di hutan-hutan tropis dan subtropis seperti

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Ulat Sutera (Bombyx mori L.) TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Ulat sutera merupakan serangga yang termasuk ke dalam Ordo Lepidoptera, yang mencakup semua jenis kupu dan ngengat. Ulat sutera adalah serangga holometabola,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

PENGAMATAN KELUARNYA NGENGAT Attacus atlas BERDASARKAN BOBOT KOKON PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN

PENGAMATAN KELUARNYA NGENGAT Attacus atlas BERDASARKAN BOBOT KOKON PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN PENGAMATAN KELUARNYA NGENGAT Attacus atlas BERDASARKAN BOBOT KOKON PADA BERBAGAI KONDISI LINGKUNGAN SKRIPSI FITRI KARTIKA SARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA

Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA 2 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai bakteri yang bersifat sebagai flora normal atau berperan sebagai patogen yang terdapat pada saluran reproduksi imago betina

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda : Insekta : Lepidoptera : Plutellidae : Plutella

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KOKON ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) HASIL PENGOKONAN DI LABORATORIUM LAPANG FAKULTAS PETERNAKAN IPB

KARAKTERISTIK KOKON ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) HASIL PENGOKONAN DI LABORATORIUM LAPANG FAKULTAS PETERNAKAN IPB KARAKTERISTIK KOKON ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) HASIL PENGOKONAN DI LABORATORIUM LAPANG FAKULTAS PETERNAKAN IPB SKRIPSI NUNIEK SETIORINI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM

PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM TIM SUTERA BALITBANGHUT KEBUTUHAN SUTERA ALAM NASIONAL BENANG SUTERA 900 TON/THN RENDEMEN 1:8 KOKON 7.200 TON/THN KONDISI 2012 PRODUKSI KOKON 163.119 TON PRODUKSI BENANG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kupu-kupu Troides helena (Linn.) Database CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) 2008 menyebutkan bahwa jenis ini termasuk

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahkota Dewa 1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., dengan nama sinonim Phaleria papuana. Nama umum dalam

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Metabolisme Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor mulai bulan Oktober sampai dengan Nopember 2011. Tahapan meliputi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998): Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta

Lebih terperinci

4 PENGETAHUAN BAHAN DAN ALAT

4 PENGETAHUAN BAHAN DAN ALAT 4 PENGETAHUAN BAHAN DAN ALAT KRIYA TEKSTIL Kompetensi yang akan diperoleh setelah mempelajari bab ini adalah pemahaman tentang pengetahuan bahan dan alat kriya tekstil. Setelah mempelajari pengetahuan

Lebih terperinci

Morfometri Kokon Attacus atlas Hasil Pemeliharaan di Laboratorium. Cocoon Morphometry Attacus atlas has Grown in the Laboratory

Morfometri Kokon Attacus atlas Hasil Pemeliharaan di Laboratorium. Cocoon Morphometry Attacus atlas has Grown in the Laboratory Jurnal Peternakan Indonesia, Februari 2012 Vol. 14 (1) ISSN 1907-1760 Morfometri Kokon Attacus atlas Hasil Pemeliharaan di Laboratorium Cocoon Morphometry Attacus atlas has Grown in the Laboratory Y.C.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Daerah Penyebaran C. trifenestrata di Indonesia Sumber: Nassig et al. (1996)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Daerah Penyebaran C. trifenestrata di Indonesia Sumber: Nassig et al. (1996) TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Penyebaran Ulat Sutera Emas (C. trifenestrata) Ulat sutera emas C. trifenestrata merupakan salah satu jenis ngengat nokturnal (aktif pada malam hari). C. trifenestrata diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

Parameter yang Diamati:

Parameter yang Diamati: 3 Selanjutnya, telur dikumpulkan setiap hari dalam satu cawan petri kecil yang berbeda untuk setiap induk betina fertil. Oviposisi dihitung sejak peletakan telur hari pertama hingga hari terakhir bertelur.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

SERAT ALAMI DAN SERAT BUATAN (SINTETIS) SERAT ALAMI DAN SERAT BUATAN (SINTETIS)

SERAT ALAMI DAN SERAT BUATAN (SINTETIS) SERAT ALAMI DAN SERAT BUATAN (SINTETIS) SERAT ALAMI DAN SERAT BUATAN (SINTETIS). SERAT ALAMI DAN SERAT BUATAN (SINTETIS) Pengertian serat. SERAT adalah suatu benda yang berbanding panjang diameternya sangat besar sekali. asal serat bahan tekstil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

6. Panjang helaian daun. Daun diukur mulai dari pangkal hingga ujung daun. Notasi : 3. Pendek 5.Sedang 7. Panjang 7. Bentuk daun

6. Panjang helaian daun. Daun diukur mulai dari pangkal hingga ujung daun. Notasi : 3. Pendek 5.Sedang 7. Panjang 7. Bentuk daun LAMPIRAN Lampiran 1. Skoring sifat dan karakter tanaman cabai 1. Tinggi tanaman : Tinggi tanaman diukur mulai dari atas permukaan tanah hingga ujung tanaman yang paling tinggi dan dinyatakan dengan cm.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family Caricaceae dan merupakan tanaman herba (Barus dan Syukri, 2008). Sampai saat ini, Caricaceae itu diperkirakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik, pertumbuhan akar tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar-akar cabang banyak terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Persuteraan Alam Budi daya ulat sutera jenis Bombyx mori (Lepidoptera, Bombycidae) sudah dikembangkan di negara China sejak 2500 tahun SM, yakni pada era Dinasti Han.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun Papasan Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota Cucurbitaceae yang diduga berasal dari Asia dan Afrika. Tanaman mentimun papasan memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura S. litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi TINJAUAN PUSTAKA Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang 5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Trichogrammatidae) Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang bersifatgeneralis. Ciri khas Trichogrammatidae terletak

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kegiatan persuteraan alam di Kabupaten Polewali Mandar dilakukan secara terintegrasi oleh kelompok tani di Desa Pallis mulai dari pemeliharaan murbei sampai pertenunan.

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN DAYA TETAS TELUR ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) ASAL PURWAKARTA PADA BERBAGAI JENIS KANDANG PENGAWINAN

PRODUKTIVITAS DAN DAYA TETAS TELUR ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) ASAL PURWAKARTA PADA BERBAGAI JENIS KANDANG PENGAWINAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA TETAS TELUR ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) ASAL PURWAKARTA PADA BERBAGAI JENIS KANDANG PENGAWINAN SKRIPSI RADEN RUVITA DESIANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA LANDASAN TEORI Organisme yang akan digunakan sebagai materi percobaan genetika perlu memiliki beberapa sifat yang menguntungkan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ulat Kantong (Metisa plana) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat Kantong (M. plana) merupakan salah satu hama pada perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Hama ini biasanya memakan bagian atas daun, sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut : Kerajaan Filum Kelas Bangsa : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi A.atlas

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi A.atlas TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi A.atlas Ngengat A. atlas mempunyai ukuran tubuh yang besar dan merupakan hewan asli Indonesia. Imago aktif di malam hari (nokturnal). Tubuh ditutupi oleh sisik dan bersifat polivoltin.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial atau regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Tingkat keasaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Ubijalar

TINJAUAN PUSTAKA Botani Ubijalar TINJAUAN PUSTAKA Botani Ubijalar Menurut Sarwono (2005) ubijalar tergolong tanaman palawija. Tanaman ini membentuk umbi di dalam tanah. Umbi itulah yang menjadi produk utamanya. Ubijalar digolongkan ke

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi (Coffea spp.) Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% diekspor sedangkan

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut : 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : Insekta :

Lebih terperinci

2016 PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PAKAN ALAMI TERHAD APPERTUMBUHAN D AN PERKEMBANGAN FASE LARVA

2016 PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PAKAN ALAMI TERHAD APPERTUMBUHAN D AN PERKEMBANGAN FASE LARVA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kupu-kupu merupakan satwa liar yang menarik untuk diamati karena keindahan warna dan bentuk sayapnya. Sebagai serangga, kelangsungan hidup kupu-kupu sangat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

Oleh : Lincah Andadari

Oleh : Lincah Andadari POTENSI HIBRID ULAT SUTERA HARAPAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI SUTERA. Oleh : Lincah Andadari Kementerian Kehutanan Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Dan Pengembangan

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA BUDIDAYA TANAMAN DURIAN Dosen Pengampu: Rohlan Rogomulyo Dhea Yolanda Maya Septavia S. Aura Dhamira Disusun Oleh: Marina Nurmalitasari Umi Hani Retno

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae,

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman: Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo : Euphorbiales, Famili

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN DATA, EKSPERIMEN, DAN ANALISA. Pohon kapuk berbunga tiga atau empat kali dalam setahun dengan selang

BAB III TINJAUAN DATA, EKSPERIMEN, DAN ANALISA. Pohon kapuk berbunga tiga atau empat kali dalam setahun dengan selang BAB III TINJAUAN DATA, EKSPERIMEN, DAN ANALISA 3.6 Proses Pengambilan Serat Kapuk Pohon kapuk berbunga tiga atau empat kali dalam setahun dengan selang waktu 2 atau 3 pekan, yang pertama kalinya biasanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Ulat Sutera Ulat sutera adalah serangga yang memiliki keuntungan ekonomis bagi manusia karena mampu menghasilkan benang sutera. Menurut Boror et al.,(1992), klasifikasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Bawang merah telah dikenal dan digunakan orang sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Dalam peninggalan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Nama ilmiah murbei adalah Morus spp terdapat kira-kira 68 spesies dari

TINJAUAN PUSTAKA. Nama ilmiah murbei adalah Morus spp terdapat kira-kira 68 spesies dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Murbei Nama ilmiah murbei adalah Morus spp terdapat kira-kira 68 spesies dari genus Morus. Mayoritas dari spesies ini terdapat di Cina (24 spesies) dan Jepang (19 spesies).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Tanaman Sawi ke dalam : Menurut klasifikasi dalam tata nama (sistematika) tanaman, sawi termasuk Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci