BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

Interpretasi Citra dan Foto Udara

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelititan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab II Tinjauan Pustaka

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam interpretasi dan proses pemetaan citra

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab III Pelaksanaan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

Gambar 1. Satelit Landsat

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Gambar 7. Lokasi Penelitian

III. METODE PENELITIAN

Citra Satelit IKONOS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA

BAB I. 1.1 Pengantar Latar Belakang PENDAHULUAN

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN WILAYAH SURABAYA BARAT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT QUICKBIRD TAHUN 2003 DAN 2009

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian dengan judul Dampak Pembangunan Jalan Arteri

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI

ISSN Jalan Udayana, Singaraja-Bali address: Jl. Prof Dr Soemantri Brodjonogoro 1-Bandar Lampung

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Gambar 1. Lokasi Penelitian

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: ( Print) 1 II. METODOLOGI PENELITIAN

ANALISA TUTUPAN LAHAN TERHADAP RENCANA INVESTASI DI KECAMATAN LABANG, KABUPATEN BANGKALAN PASCA SURAMADU DENGAN CITRA SPOT-5

KAJIAN CITRA RESOLUSI TINGGI WORLDVIEW-2

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa

III. BAHAN DAN METODE

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta)

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

Pengumpulan dan Integrasi Data. Politeknik elektronika negeri surabaya. Tujuan

KAWASAN TERPADU RIMBA DI 3 KABUPATEN PRIORITAS (Kab. Kuantan Sengingi, Kab. Dharmasraya dan Kab. Tebo)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini, perkembangan suatu daerah semakin pesat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan sarana prasarana. Akibatnya, pembangunan terus meningkat di atas lahan yang luasnya relatif tetap. Pertambahan penduduk dan perkembangan wilayah secara terus menerus menuntut tercukupinya kebutuhan pembangunan yang memerlukan lahan, sehingga hal ini memicu terjadinya benturan-benturan kepentingan penggunaan lahan yang berujung pada sengketa lahan. Adanya perhatian khusus dalam penggunaan dan pengalihan fungsi lahan sangat diperlukan agar tata ruang kota menjadi teratur, serasi, selaras, dan seimbang seperti yang diharapkan. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) memberikan informasi penggunaan lahan pada pembangunan suatu wilayah. Rencana Tata Ruang Wilayah juga berperan penting dalam menentukan letak-letak dan pengaturan tata wilayah dalam suatu daerah. Kenyataannya, banyak pembangunan di suatu wilayah tidak sesuai dengan RTRW, contohnya di Kecamatan Bantul yang memiliki luas 2.251,54 Ha dengan kepadatan penduduk 64,02 jiwa/ha. Seiring berjalannya waktu, kondisi pertambahan kepadatan penduduk akan mempengaruhi penggunaan lahan di wilayah ini, sehingga terjadi alih fungsi lahan. Oleh karena itu, penggunaan lahan berdasarkan RTRW di Kecamatan Bantul perlu untuk dievaluasi. Penelitian ini sebagai upaya mengevaluasi penggunaan lahan di Kecamatan Bantul. Teknik yang digunakan dalam proses evaluasi adalah teknik scoring yang didahului dengan meng-overlay-kan peta penggunaan lahan tahun 2013 dengan peta RTRW Kecamatan Bantul tahun 2010 sampai dengan tahun 2030. Oleh karena itu, selain menghasilkan evaluasi penggunaan lahan di Kecamatan Bantul berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah, penelitian ini juga menghasilkan peta penggunaan lahan tahun 2013. Hasil tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai referensi serta 1

2 acuan bagi institusi-institusi terkait untuk pengambilan keputusan dalam rencana pembangunan wilayah di Kecamatan Bantul selanjutnya. I.2. Rumusan Masalah Setiap daerah memiliki Rencana Tata Ruang, salah satunya adalah Kecamatan Bantul. Daerah ini memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2010 sampai dengan tahun 2030 untuk mengatur penggunaan lahan agar dapat digunakan secara maksimal oleh masyarakat sekitar. RTRW Kecamatan Bantul secara umum digunakan dalam kurun waktu 20 tahun, saat ini sedang berjalan 3 tahun. Meskipun Rencana Tata Ruang Wilayah baru berjalan 3 tahun, Kecamatan Bantul memerlukan adanya evaluasi penggunaan lahan yang mengalami ketidaksesuaian dengan Rencana Tata Ruang yang sudah ditetapkan. I.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Membuat peta penggunaan lahan Kecamatan Bantul tahun 2013 skala 1:50.000. 2. Mengevaluasi pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kecamatan Bantul tahun 2010 sampai dengan tahun 2030 dengan peta penggunaan lahan tahun 2013. I.4. Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Bantul dan sebagai referensi serta acuan bagi institusiinstitusi terkait (khususnya BAPPEDA) untuk pengambilan keputusan dalam rencana pembangunan wilayah Bantul selanjutnya.

3 I.5. Batasan Masalah Batasan masalah penelitian ini ditetapkan sebagai berikut : 1. Data yang digunakan adalah peta Rencana Tata Ruang Wilayah tentang penggunaan lahan Kecamatan Bantul tahun 2010 sampai dengan tahun 2030. 2. Citra Quickbird Kecamatan Bantul tahun 2011 yang sudah teregistrasi sehingga tidak perlu dilakukan registrasi ulang. 3. Uji lapangan dilakukan guna pengujian terhadap interpretasi secara visual. Proses perbandingan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS dan didukung dengan perhitungan pada Microsoft Excel 2010. I.6. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai penggunaan lahan sebelumnya telah dilakukan oleh Marahati (2013), Puspita (2013), Setiyadi (2005), dan Setiaji (2011). Keempat penelitian ini merupakan skripsi. Marahati (2013) menginventarisasi penggunaan lahan pada kawasan bekas Benteng Kraton Yogyakarta menggunakan orthofoto tahun 2012. Hasil dari proyek ini berupa informasi persentase area bekas Benteng Kraton utuh sebesar 23,64% dan area benteng tidak utuh sebesar 76,36%. Selain itu, diketahui jumlah bangunan yang menempati kawasan bekas Benteng Kraton dari citra sejumlah 907 bangunan dan cek lapangan sejumlah 902 bangunan. Proses analisis spasial dengan overlay menghasilkan informasi penggunaan lahan berupa permukiman (49,99%), perdagangan (28,77%), jasa (2,81%), rekreasi (1,47%), keagamaan (1,06%), transportasi dan komunikasi (15,62%), serta lahan kosong (0,29%). Pembuatan peta persebaran dan penggunaan tanah Sultan Ground dilakukan oleh Puspita (2013) menggunakan beberapa data, yaitu peta tanah-tanah SG-PAG, peta administrasi Kota Yogyakarta, dan citra Quickbird. Pembuatan peta ini dilakukan menggunakan software AutoCAD 2004, ArcGIS 10, dan ENVI 4.5. Proses interpretasi jenis penggunaan tanahnya mengacu skema klasifikasi menurut PMNA/KBPN No.1 Tahun 1997. Hasil dari pemetaan menunjukkan keberadaan tanah Sultan Ground yang tersebar di seluruh kelurahan yang ada di Kecamatan Umbulharjo dari luas daerah penelitian yang digunakan persebaran tanahnya 73,687

4 Ha atau sekitar 9,074%. Selain itu, berdasarkan hasil dari interpretasi visual pada citra diperoleh 13 jenis penggunaan tanah Sultan Ground di daerah penelitian. Jenis penggunaan tanah tersebut, antara lain: klas perumahan teratur, perumahan tidak teratur, makam, jalur hijau, jasa kesehatan, jasa pelayanan umum, jasa pemerintahan, jasa pendidikan, pasar, perbengkelan, pertanian tanah basah, pertanian tanah kering, jalan, dan tanah kosong. Setiyadi (2005) telah melakukan penelitian untuk mengevaluasi perubahan penggunaan lahan di daerah Ring Road Selatan antara tahun 1996 sampai tahun 2004 dengan metode interpretasi citra secara visual yang diolah menggunakan perangkat lunak ER Mapper. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan penggunaan lahan di daerah Ring Road Selatan antara tahun 1996 sampai dengan tahun 2004, antara lain: untuk pemukiman meningkat sebesar 11,55%, industri meningkat sebesar 14,43%, dan pertokoan meningkat sebesar 123,83%. Sementara penggunaan lahan persawahan mengalami penurunan sebesar 35,18%. Setiaji (2011) membuat peta perubahan penggunaan lahan pertanian di Kecamatan Ngaglik dengan menggunakan perangkat lunak Autodesk Map 2004 dan ArcGIS 9.3. Tahapan pemrosesan datanya menggunakan perangkat lunak Autodesk Map 2004 dan ArcGIS 9.3. Hasil dari proyek ini diperoleh berupa peta penggunaan lahan pertanian Kecamatan Ngaglik tahun 2005, peta penggunaan lahan Kecamatan Ngaglik hasil observasi dan pengukuran langsung di lapangan, dan peta perubahan penggunaan lahan pertanian Kecamatan Ngaglik tahun 2005 sampai dengan tahun 2011. Penelitian mengenai tata ruang telah dilakukan Syahid (2003). Penelitiannya digunakan untuk mengevaluasi Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) kota Tasikmalaya periode tahun 1995 sampai dengan periode 2005 dengan memanfaatkan citra satelit IKONOS. Evaluasi penggunaan lahan dilakukan dengan cara membandingkan luas penggunaan lahan saat ini dengan yang direncanakan pada RUTRK kota Tasikmalaya tahun 1995 sampai dengan tahun 2005. Hasil dari penelitian ini, didapatkan luas perubahan penggunaan lahan yang tidak sejalan dengan RUTRK, yaitu lahan yang mengalami peningkatan dan penurunan penggunaan lahan. Lahan yang mengalami peningkatan penggunaan lahannya yaitu militer seluas 88,69 Ha, wisata dan rekreasi seluas 5,36 Ha, terbuka hijau seluas

5 1.494,82 Ha, dan lahan terbuka seluas 85,35 Ha. Sebaliknya, penggunaan lahan yang mengalami penurunan yaitu pemukiman seluas 1.231,55 Ha, industri seluas 227,97 Ha, terminal seluas 16,68 Ha, pemakaman seluas 189,38 Ha, taman kota seluas 0,55 Ha, lahan terbatas seluas 868,92 Ha, dan untuk TPA seluas 2,99 Ha. Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan, penulis melakukan evaluasi penggunaan lahan di Kecamatan Bantul berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) penggunaan lahan Kecamatan Bantul tahun 2010 sampai dengan tahun 2030. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode scoring dengan hitungan perbandingan luas menggunakan perangkat lunak ArcGIS 10 dan didukung dengan perangkat lunak Microsoft Excel 2010. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu peta penggunaan lahan tahun 2013, persentase dan peta ketidaksesuaian penggunaan lahan tahun 2013 dengan RTRW penggunaan lahan Kecamatan Bantul tahun 2010 sampai dengan tahun 2030. I.7.1. Konsep Tata Ruang I.7. Landasan Teori Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Ruang tersebut harus dilakukan penataan agar dapat memberikan manfaat yang maksimal untuk makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola ruang. Sementara itu, penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dasar hukum bagi pelaksanaan tata ruang adalah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Undang-undang tersebut berisi sekumpulan kaidah hukum, asas, dan pranata yang mengatur hak, kewajiban, tugas, wewenang pemerintah serta hak dan kewajiban masyarakat. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul, maka Kecamatan Bantul sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Bantul harus menjaga keserasian, keterpaduan pembangunan, dan pengembangan wilayahnya. Kabupaten Bantul merupakan pusat pertumbuhan dan pusat kegiatan bagi wilayah sekitarnya

6 yang melayani lingkup regional perlu menata ruang sehingga kualitas ruang dapat terjaga keberlanjutannya. Dalam rangka melaksanakan pembangunan wilayah Kabupaten Bantul secara terpadu, lestari, optimal, seimbang dan serasi sesuai dengan karakteristik, fungsi, dan predikatnya, diperlukan dasar untuk pedoman perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ruang di wilayah Kabupaten Bantul. Sehubungan dengan hal tersebut, disusunlah konsep dan strategi pemanfaatan ruang wilayah nasional dan provinsi ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul yang disesuaikan dengan potensi dan kondisi yang ada guna mewujudkan visi dan misi Kabupaten Bantul. Penggunaan lahan yang ada pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kecamatan Bantul tahun 2010 sampai dengan tahun 2030 dapat dilihat pada Gambar I.1. Gambar I.1. Penggunaan lahan Kecamatan Bantul berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah tahun 2010 sampai dengan tahun 2030

7 Pengertian Rencana Tata Ruang Wilayah menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bantul No.4 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul tahun 2010 sampai dengan tahun 2030 adalah sebagai berikut: 1. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul (Bab I pasal 1). 2. Ruang Lingkup RTRW mencakup penetapan rencana tata ruang Kabupaten yang meliputi struktur ruang, pola ruang, dan penetapan kawasan strategis yang dilengkapi dengan upaya-upaya yang diperlukan untuk pencapaian tujuan penataan ruang kabupaten melalui arahan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten sampai dengan batas ruang daratan, ruang perairan, dan ruang udara sesuai peraturan perundangundangan (Bab II pasal 2). 3. RTRW disusun berdasarkan asas : manfaat, kelestarian, keterpaduan, berkelanjutan, adil dan merata, keterbukaan, persamaan, keadilan, perlindungan, dan kepastian hukum, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, kebersamaaan dan kemitraan, perlindungan kepentingan umum, dan akuntabilitas. 4. Tujuan penataan ruang kabupaten adalah mewujudkan Kabupaten Bantul yang maju dan mandiri dengan bertumpu pada sektor pertanian sebagai basis ekonomi serta didukung oleh sektor industri pengolahan, pariwisata-budaya, perdagangan, dan jasa serta perikanan dan kelautan dengan memperhatikan pelestarian lingkungan dan pengurangan risiko bencana (Bab III pasal 4). Di samping tujuan, RTRW kabupaten juga memiliki banyak manfaat, di antaranya yaitu : a. Mewujudkan keterpaduan pembangunan dalam wilayah kabupaten. b. Mewujudkan keserasian pembangunan wilayah kabupaten dengan wilayah sekitarnya. c. Menjamin terwujudnya tata ruang wilayah kabupaten yang berkualitas. Peraturan Daerah RTRW kabupaten dapat digunakan sebagai acuan bagi implementasi pembangunan dan investasi di daerah dengan menjaga koridor keberlanjutan lingkungan. Selain itu, dengan adanya RTRW kabupaten sebagai

8 acuan, pembangunan di daerah tidak terhambat, investasi dapat berjalan, dan lingkungan yang berkelanjutan dapat dipertahankan. I.7.2. Citra Satelit Penginderaan Jauh yang sering disebut Remote Sensing yaitu ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena tersebut (Lillesand dan Kiefer, 2000). Penginderaan jauh ini menggunakan alat sensor yang dipasang pada wahana pesawat terbang, satelit, pesawat ulang-alik atau wahana lainnya. Citra penginderaan jauh yang kemudian disingkat dengan citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau sensor lainnya (Sutanto, 1994). Kemampuan sensor dalam merekam obyek terkecil pada tiap pikselnya disebut dengan resolusi spasial. Berdasarkan tingkatan resolusinya citra satelit dibedakan menjadi 3 macam, yaitu : 1. Citra resolusi tinggi Citra resolusi tinggi adalah citra yang memiliki resolusi spasial 0,6 m sampai dengan 1 m, contohnya : citra satelit IKONOS dan Quickbird. 2. Citra resolusi sedang Citra resolusi sedang adalah citra yang memiliki resolusi spasial 2,5 m sampai dengan 10 m, contohnya : citra satelit SPOT. 3. Citra resolusi rendah Citra resolusi rendah adalah citra yang memiliki resolusi spasial antara 15 m sampai dengan 30 m, contohnya : citra satelit Landsat. I.7.3. Citra Satelit Quickbird Saat ini terdapat berbagai macam citra satelit dengan spesifikasi yang berbedabeda, salah satunya adalah citra satelit Quickbird. Citra satelit Quickbird merupakan satelit pengamatan bumi komersil yang dimiliki oleh Digital Globe. Satelit Quickbird diluncurkan pada 18 Oktober 2001 dengan menggunakan roket Delta II dari SLC-

9 2W, Pangkalan Angkatan Udara Vandenberg, California (Crespi dan Giannone, 2006). Citra satelit Quickbird merupakan salah satu citra yang memiliki resolusi yang tinggi. Resolusi spasial untuk pankromatik (hitam dan putih) 60-70 cm dan resolusi spasial 2,4-2,8 m untuk multispektral (berwarna). Citra pankromatik memiliki informasi keabu-abuan yang umumnya memiliki informasi spasial tinggi. Oleh karena informasi spasialnya yang tinggi tersebut, citra pankromatik ini dapat membantu melokasikan suatu objek di muka bumi dan merupakan citra yang sering dipakai dalam analisis penginderaan jauh. Jika citra pankromatik memiliki resolusi yang tinggi, maka citra multispektral memiliki resolusi spasial yang lebih rendah akan tetapi informasi warnanya tinggi. Karakteristik teknis dari citra satelit Quickbird dapat dilihat pada Tabel I.1. Tabel I.1. Karakteristik teknis citra satelit Quickbird Kriteria Uraian Informasi peluncuran Tanggal peluncuran : 18 Oktober 2001 Wahana peluncuran : Delta II Lokasi peluncuran di SLc-2 W, Vandenberg Air Force Base, California Spesifikasi satelit Pengisian bahan bakar 7 tahun, berat 2400 pon, panjang 3,04 m Orbit Ketinggian : 450 km, 98 o, sun synchronous inclination Resoulusi temporal : 3-7 hari Periode orbit mengelilingi bumi 93,4 menit Pengumpulan data tiap orbit 128 Gigabits Kemampuan sapuan 16,5 km pada nadir Resolusi spasial Di nadir Pankromatik : 60 cm Multispektral : 2,4 m

10 Lanjutan Tabel I.1. Karakteristik teknis citra satelit Quickbird Band citra Kriteria Resolusi radiometrik Uraian Pankromatik : hitam putih 445-900 nm Multispektral: Band 1 (biru) : 450-520 nm Band 2 (hijau) : 520-600 nm Band 3 (merah) : 600-690 nm Band4 (inframerah dekat) : 690-900 nm 11 bit per piksel Sumber : Digital Globe, 2012 I.7.4. Penggunaan Lahan Sumber daya alam sangat penting bagi kehidupan manusia. Salah satu contoh sumberdaya alam yaitu lahan. Lahan merupakan suatu sumber daya alam yang mempunyai peranan penting dalam produksi. Lahan juga digunakan sebagai tempat hidup manusia dalam melakukan segala aktivitasnya. Penggunaan lahan adalah segala campur tangan manusia baik secara permanen maupun secara psikis terhadap kumpulan sumberdaya alam dan sumber daya buatan dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan material maupun spiritual atau keduaduanya. Pemanfaatan citra satelit yang utama yaitu untuk mendapatkan informasi tematik penggunaan lahan. Informasi tematik penggunaan lahan ini memerlukan pemilihan skema klasifikasi. Pemilihan skema klasifikasi yaitu pemilihan klas yang akan dilakukan atau diambil. Skema klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan penggunaan lahan yang ada pada peta RTRW penggunaan lahan tahun 2010 sampai dengan tahun 2030 yang meliputi: 1. Hutan sejenis 2. Kampung 3. Kebun campuran 4. Pemakaman 5. Perairan darat 6. Persawahan irigasi 7. Persawahan tadah hujan

11 8. Perumahan 9. Semak 10. Tanah rusak 11. Tegalan Pemilihan skema klasifikasi ini perlu untuk dilakukan karena tidak semua klas yang ada dapat diperoleh dari suatu citra. I.7.5. Interpretasi Citra Dalam pemanfaatannya, citra memerlukan proses interpretasi terlebih dahulu. Interpretasi citra adalah pekerjaan mengkaji citra satelit dengan maksud mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut (Sutanto, 1994). Interpretasi citra dilakukan melalui tiga rangkaian kegiatan, yaitu: 1. Deteksi Deteksi merupakan pengamatan terhadap obyek pada citra yang bersifat global dengan mengamati ciri khas obyek berdasarkan unsur rona atau warna citra. 2. Identifikasi Identifikasi merupakan upaya untuk mencirikan obyek agak rinci menggunakan keterangan yang cukup. 3. Analisis Analisis merupakan tahap pengumpulan keterangan lebih lanjut terhadap pengamatan obyek pada citra yang bersifat rinci. Interpretasi citra dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1. Interpretasi secara digital adalah interpretasi citra penginderaan jauh dengan bantuan komputer. 2. Interpretasi secara manual adalah pengenalan karakteristik obyek secara keruangan atau spasial berdasarkan unsur-unsur interpretasi citra penginderaan jauh.

12 Adapun unsur-unsur interpretasi citra, yaitu : a. Rona dan warna Rona (tone/color tone/grey tone) adalah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada citra yang disebut juga tingkatan dari hitam ke putih atau pun sebaliknya. Sementara itu, warna adalah wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak. b. Bentuk Bentuk adalah variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu obyek (Sutanto, 1994). Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja. c. Ukuran Ukuran adalah atribut obyek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan volume. Citra harus selalu diingat skalanya karena ukuran obyek pada citra merupakan fungsi skala. d. Tekstur Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual (Sutanto, 1994). Tekstur biasanya dinyatakan dengan kasar, halus seperti halnya dengan beludru dan benang-benang. e. Pola Pola adalah karakteristik yang menandai banyak obyek yang dibuat oleh manusia dan bagi beberapa obyek alamiah. f. Bayangan Bayangan memiliki sifat menyembunyikan obyek atau detail yang ada di daerah gelap. Akan tetapi, bayangan sering kali menjadi kunci pengenalan yang penting bagi beberapa obyek yang justru lebih tampak dari bayangannya.

13 g. Situs Situs bukanlah ciri obyek secara langsung, akan tetapi dalam kaitannya dengan lingkungan sekitarnya. Oleh berbagai pakar, situs diartikan dalam berbagai makna, yaitu : 1) Letak suatu obyek terhadap obyek lain disekitarnya (Sutanto, 1994). 2) Letak obyek bentang darat (Sutanto, 1994). h. Asosiasi Asosiasi adalah keterkaitan antara suatu obyek dengan obyek yang lain. Adanya keterkaitan ini, memperlihatkan suatu obyek pada citra yang dapat digunakan sebagai petunjuk bagi obyek lain. i. Konvergensi bukti. Saat mengenali obyek pada foto udara atau pun citra satelit yang lain, dianjurkan supaya tidak hanya memakai satu unsur interpretasi citra. Pemakaian sebanyak mungkin unsur interpretasi citra ditambah jumlah unsur interpretasi yang dipakai, objek akan semakin menciut lingkupnya pada titik simpul tertentu. Hal inilah yang dimaksud dengan konvergensi bukti atau bukti-bukti yang mengarah ke satu titik simpul. Hierarki dari unsur interpretasi dari point digambarkan seperti Gambar I.2. (a) sampai dengan (i) dapat Gambar I.2. Susunan hierarki unsur interpretasi citra (Sumber : Sutanto, 1994)

14 Setelah proses interpretasi citra, dilakukan langkah digitasi. Digitasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah digitasi on screen yang dilakukan pada layar monitor. Digitasi on screen adalah proses mengubah format raster menjadi format vektor. I.7.6. Kartografi dan Peta Kartografi merupakan seni, ilmu, serta teknik pembuatan peta (Riyadi,1994). Peta adalah gambaran dari permukaan bumi yang digambarkan pada bidang datar dinyatakan dalam skala tertentu melalui sistem proyeksi peta serta menggunakan simbol-simbol tertentu (Riyadi, 1994). Peta dapat di klasifikasikan dari empat segi (Riyadi,1994), yaitu : 1. Jenis peta Peta dapat dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan jenisnya, yaitu : a. Peta foto Peta foto adalah peta yang dihasilkan dari mosaik foto udara atau orthofoto yang dilengkapi dengan kontur, nama, serta legenda. b. Peta garis Peta garis adalah peta yang menyajikan detil buatan manusia maupun detil alam dalam bentuk simbol titik, garis, dan area. c. Peta digital Peta digital adalah peta yang merupakan konversi dalam bentuk digital (angka) yang tersimpan di dalam komputer. 2. Skala peta Skala adalah perbandingan antara jarak yang ada di peta dengan jarak yang sesungguhnya di lapangan. 3. Fungsi peta Peta memiliki beberapa fungsi, yaitu : a. Memperlihatkan bentuk detil di permukaan bumi b. Menunjukkan posisi atau lokasi suatu tempat di permukaan bumi c. Mengumpulkan dan menyeleksi data dari suatu daerah dan menyajikannya di atas peta d. Memperlihatkan ukuran jarak dan luas suatu tempat di permukaan bumi

15 4. Maksud dan tujuan peta Pembuatan peta memiliki tujuan : a. Untuk komunikasi tentang informasi spasial b. Untuk menyimpan informasi c. Untuk membantu dalam bidang konstruksi d. Untuk membantu perancangan suatu pekerjaan e. Untuk analisis data spasial Pekerjaan kartografi memiliki lingkup sebagai berikut : 1. Seleksi untuk data pemetaan 2. Manipulasi dan generalisasi data 3. Perancangan simbol-simbol dan tata letak peta 4. Teknik reproduksi 5. Revisi peta. Salah satu tujuan dari pembuatan peta yaitu untuk komunikasi tentang informasi spasial. Komunikasi tentang informasi spasial ini berarti bahwa dengan melihat atau membaca simbol-simbol dalam suatu peta maka pembaca akan mudah memahami peta tersebut. Contoh simbolisasi kartografi dapat dilihat pada Gambar I.3. Berdasarkan ciri-cirinya, simbol dibedakan menjadi 3 (Prihandito, 1989) yaitu: 1. Simbol titik, digunakan untuk menunjukkan posisi atau lokasi dari unsur yang diwakilinya. 2. Simbol garis, digunakan apabila unsur yang diwakilinya berbentuk garis. 3. Simbol luasan, digunakan untuk mewakili unsur yang berbentuk poligon yang terkait dengan skala. Gambar I.3. Contoh simbolisasi kartografi Sumber : Riyadi (1994)

16 I.7.7. Evaluasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, evaluasi memiliki arti penilaian, sedangkan pengertian evaluasi menurut (Aprilia, 2009) yaitu kegiatan yang dapat menyumbangkan pengertian yang besar nilainya dan dapat pula membantu penyempurnaan pelaksanaan kebijakan beserta perkembangannya. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa pelaksanaan suatu program sudah sesuai dengan tujuan utama atau belum, dapat diketahui dengan evaluasi. Selanjutnya, kegiatan evaluasi tersebut dapat menjadi tolak ukur apakah suatu kebijakan atau kegiatan dapat dikatakan layak diteruskan, perlu diperbaiki atau dihentikan kegiatannya. Kesesuaian lahan adalah gambaran tingkat kesesuaian sebidang tanah untuk suatu penggunaan tertentu. Evaluasi kesesuaian lahan merupakan gambaran dari tingkat kecocokan sebidang tanah untuk penggunaan tertentu (Joyosumarto, 1998). Terdapat dua metode yang bisa digunakan dalam proses evaluasi kesesuaian lahan, yaitu : 1. Metode parametrik / scoring Metode scoring merupakan salah satu metode dalam menentukan kesesuaian lahan untuk suatu penggunaan lahan. Metode scoring atau pengharkatan adalah teknik analisis data kuantitatif yang digunakan untuk memberikan nilai pada masing-masing karakteristik parameter dari subsub variabel agar dapat dihitung nilai serta ditentukan peringkatnya. Keuntungan metode parametrik : a. Kriteria yang dapat dikuantifikasikan dan dapat dipilih sehingga memungkinkan data yang obyektif. b. Keandalan, kemampuan untuk direproduksikan dan ketepatannya tinggi. 2. Metode faktor penghambat Pendekatan pembatas adalah suatu cara untuk menyatakan kondisi lahan atau karakteristik lahan pada tingkat kelas. Metode ini membagi lahan berdasarkan jumlah dan intensitas pembatas lahan. Pembatas lahan adalah penyimpangan dari kondisi optimal karakteristik dan kualitas lahan yang memberikan pengaruh buruk untuk berbagai penggunaan lahan.

17 Acuan yang digunakan dalam menentukan kriteria evaluasi kesesuaian lahan adalah berdasarkan Direktorat Bina Program, Direktorat Jendral Pemukiman, Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan yang terdapat pada petunjuk pelaksanaan RKSKP. Terdapat 5 kelas kesesuaian lahan yang dapat dilihat pada Tabel I.2. yaitu : Tabel I.2. Kelas Kesesuaian Lahan Kelas Keterangan S1 Sangat sesuai S2 Cukup sesuai S3 Sesuai marjinal N1 Tidak sesuai saat ini N2 Tidak sesuai permanen Berdasarkan FAO (1976) kerangka evaluasi lahan menggunakan prinsip utama dalam proses evaluasi lahan. Prinsip tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kesesuaian lahan dinilai berdasarkan macam atau penggunaan lahan tetentu. Penggunaan yang berbeda memerlukan syarat yang berbeda. 2. Evaluasi lahan membutuhkan pembandingan antara keuntungan yang diperoleh dengan masukan yang diperlukan. 3. Memerlukan pendekatan multididiplin dari para ahli ilmu-ilmu alam, teknologi penggunaan lahan, ekonomi, sosiologi, dan lainnya. Evaluasi lahan selalu memerlukan pertimbangan ekonomis. 4. Evaluasi dilakukan sesuai dengan kondisi fisik lahan, kondisi sosial, dan ekonomi daerah yang dipelajari, serta kondisi nasional. 5. Kesesuaian berdasarkan atas penggunaan yang lestari. Aspek kerusakan atau degradasi lingkungan diperhitungkan pada saat menilai kesesuaiannya agar jangan sampai menyebabkan kerusakan lingkungan di kemudian hari meskipun dalam jangka pendek usaha sangat menguntungkan. 6. Evaluasi melibatkan pembandingan lebih dari satu penggunaan lahan. Apabila hanya satu jenis penggunaan lahan yang dipertimbangkan maka hal

18 ini dapat menyebabkan kerugian dimana beberapa jenis penggunaan lain yang lebih menguntungkan tidak teramati. Evaluasi memiliki beberapa tujuan, antara lain untuk mengecek apakah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai dalam kegiatan. Selain itu, evaluasi memiliki tujuan untuk memberikan bahan-bahan pertimbangan untuk menentukan/membuat kebijakan tertentu, yang diawali dengan suatu proses pengumpulan data yang sistematis. I.8. Hipotesis Berdasarkan uraian di depan, dimungkinkan terjadi ketidaksesuaian penggunaan lahan sampai dengan tahun 2013 di Kecamatan Bantul jika dibandingkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah penggunaan lahan Bantul tahun 2010 sampai dengan tahun 2030.