BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam kerangka perencanaan wilayah, yang dimaksud dengan ruang wilayah adalah ruang pada permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Ruang adalah wadah pada lapisan atas permukaan bumi termasuk apa yang ada diatasnya dan yang ada dibawahnya sepanjang manusia masih dapat menjangkaunya. Dengan demikian ruang adalah lapisan atas bumi yang berfungsi menopang kehidupan manusia dan mahkluk lainnya, baik melalui memodifikasi maupun sekedar langsung menikmatinya. Dalam hal ini kata ruang selalu terkait dengan wilayah sedangkan kata wilayah setidaknya harus memiliki unsur : lokasi, bentuk, luas dan fungsi. Pemanfaatan ruang dalam upaya pengembangan kawasan harus berakar pada kemampuan sumber daya alam dan kreativitas seluruh pelaku pembangunan di kawasan perkotaan. Selain itu, pengembangan kawasan perkotaan tidak boleh hanya berorientasi untuk mengejar pertumbuhan ekonomi semata namun harus memberikan perhatian yang seimbang serta tanggap terhadap bencana dan perubahan iklim (Direktorat Jendral Penataan Ruang Kementrian Pekerjaan Umum 2013). Menjadi konsekuensi dan hak warga untuk mengetahui rencana pembangunan ruang dan wilayah dan memahami kebutuhan bersama. Kewenangan pengaturan ruang dan wilayah sampai tingkat pemerintahan terendah perlu dipadankan secara terpadu dan menyeluruh. Area pemukiman menyatu atau berdekatan dengan area perdagangan memiliki dinamika tinggi yang dapat menuai masalah perdata dan administratif lebih kompleks daripada area pertanian atau industri. RTRW Kabupaten Karanganyar yang telah disusun dan ditetapkan dalam suatu Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar nomor 6 tahun 2003 adalah dimaksudkan untuk menjaga keserasian pembangunan antar sektor dalam rangka pelaksanaan program 1

2 2 pembangunan di Kabupaten Karanganyar khususnya di Kecamatan Karanganyar. Akan tetapi dalam prakteknya terjadi perubahan-perubahan yang tidak sesuai dengan rencana, terutama dalam hal pemanfaatan ruang. Perkembangan infrastruktur baru dalam rangka meningkatkan pelayanan warganya dan laju pertumbuhan penduduk yang pesat di Kecamatan Karanganyar, akan meningkatkan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam khususnya tanah, sehingga mendorong terus berlangsungnya kegiatan perubahan penggunaan tanah sebagai bagian dari pemanfaatan ruang. Perubahan penggunaan tanah atau tanah tersebut selain mengakibatkan berkurangnya luas satu jenis penggunaan tanah dan bertambahnya luas penggunaan tanah yang lain, juga akan memberikan dampak terhadap rencana pemanfaatan ruang RTRW. I.2.Lingkup Kegiatan Agar tidak menyimpang dari permasalahan dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, maka lingkup kegiatan pada skripsi ini sebagai berikut : 1. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, observasi lapangan, dan data yang diperoleh dari lembaga yang terkait. 2. Pengumpulan data hanya dilakukan di Kecamatan Karanganyar. I.3.Tujuan Berdasarkan dari latar belakang yang tertera di atas, maka tujuan dari kegiatan aplikatif ini adalah: 1. Menyajikan informasi persebaran, keberadaan, dan penggunaan tanah di Kecamatan Karanganyar dalam bentuk spasial. 2. Menguraikan kesesuaian penggunaan tanah yang terjadi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Karanganyar.

3 3 I.4.Manfaat Pelaksanaan kegiatan aplikatif ini diharapkan dapat memberi manfaat seperti yang tertera di bawah ini: 1. Sebagai alat perbandingan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar khususnya Kecamatan Karanganyar. 2. Sebagai bahan masukan bagi Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah dalam memberikan pertimbangan perencanaan tata ruang. 3. Sebagai bahan acuan untuk penelitian atau kegiatan aplikatif yang terkait dengan skripsi ini. I.5.Landasan Teori Penggunaan Tanah Tanah merupakan sumber utama kesejahteraan dan kehidupan masyarakat dan karenanya tanah haruslah digunakan dan dimanfaatkan dengan optimal. Perwujudan penggunaan dan pemanfaatan tanah yang optimal tersebut dilakukan melalui penyusunan rencana tata ruang yang semestinya mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Penggunaan tanah (bahasa Inggris: land use) adalah modifikasi yang dilakukan oleh manusia terhadap lingkungan hidup menjadi lingkungan terbangun seperti lapangan, pertanian dan permukiman, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten bahwa ketentuan umum peraturan zonasi penggunaan tanah RTRW kabupaten dapat dilihat pada Tabel I.1.

4 Tabel I.1. Jenis-jenis zonasi wilayah kabupaten Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Zona Berdasarkan Pola Ruang Deskripi Wilayah Kabupaten Ketentuan Umum Kegiatan Keterangan A. Kawasan Lindung A1. Kawasan lindung yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya (Contoh) Kawasa hutan yang mempunyai (Contoh) fungsi pokok sebagai perlindungan - Boleh untuk wisata alam sistem penyangga kehidupan untuk dengan syarat tidak merubah - Kawasan hutan lindung mengatur tata air, mencegah banjir, bentang alam mengendalikan erosi, mencegah - Dilarang untuk kegiatan yang intrusi air laut, dan memelihara berpotensi mengurangi luas A2. Kawasan perlindungan setempat B. Kawasan Budi Daya B1. Kawasan peruntukan hutan produksi B2. Kawasan hutan rakyat B3. Kawasan peruntukan pertanian B4. Kawasan peruntukan perkebunan B5. Kawasan peruntukan perikanan B6. Kawasan peruntukan pertambangan B7. Kawasan peruntukan industri B8. Kawasan peruntukan pariwisata kesuburantanah kawasan hutan (Contoh) B9. Kawasan peruntukan permukiman Kawasan yang diperuntukkan untuk (Contoh) perkotaan tempat tinggal atau lingkungan - Membatasi kegiatan komersil hunian yang ada di kawasan pada zona perumahan

5 5 I.5.2. Penyimpangan Penggunaan Tanah Arti kata penyimpangan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sikap atau tindakan di luar kaidah yang berlaku (kbbi.web.id). Penyimpangan penggunaan tahan berarti tindakan modifikasi yang dilakukan oleh manusia terhadap lingkungan hidup menjadi lingkungan terbangun seperti lapangan, pertanian dan permukiman berada di luar kaidah yang berlaku. Penyimpangan penggunaan tanah tidak lepas dari faktor perilaku serta latar belakang masyarakat yang menempatinya, misalnya tumbuhnya pemukiman kumuh dan bangunan sekitar bantaran memperlihatkan ciri perilaku penghuninya. Tindakan manusia dilakukan untuk memenuhi kebutuhan berdasarkan cara pandangnya (Budihardjo, 1993). Dari landasan ini manusia menumbuhkan rasa memiliki dan mempertahankannya Penataan Ruang Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan tata ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (UU No. 24/1992 Pasal 1). Penataan ruang bertujuan untuk 1) Terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, 2) Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budi daya. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang (UU No. 26/2007 Pasal 1). Berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah, wewenang penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang mencakup kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang, yang didasarkan pada pendekatan wilayah dengan batasan wilayah administratif (Bratakusumah, 2009). Dengan pendekatan wilayah administratif tersebut, penataan ruang seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas wilayah nasional,

6 6 wilayah provinsi, wilayah kabupaten dan wilayah kota, yang setiap wilayah tersebut merupakan subsistem ruang menurut batasan administratif (Erwiningsih,2011). I.5.4. Rencana Tata Ruang Wilayah Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan tata ruang dan pengendalian pemanfaatan tata ruang. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional (Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008). Rencana Tata Ruang Wilayah sendiri dimulai dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang disebut RTRWN dengan skala minimal 1: yaitu arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dengan skala minimal 1: yaitu hasil perencanaan tata ruang yang merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan tata ruang wilayah nasional dan pulau/kepulauan ke dalam struktur dan pola ruang wilayah provinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK/K) dengan skala minimal 1: untuk kabupaten dan 1: untuk kota yaitu hasil perencanaan tata ruang yang merupakan penjabaran RTRWP ke dalam struktur dan pula ruang wilayah kabupaten/kota, Rencana Tata Ruang Kawasan Perdesaan dengan skala minimal 1: yaitu hasil perencanaan tata ruang yang merupakan bagian wilayah kabupaten yang dapat dilakukan pada tingkat wilayah kecamatan atau beberapa wilayah desa (Permendagri No. 50 Tahun 2009). Dalam kegiatan aplikatif ini menggunakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten. Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten adalah tujuan yang ditetapkan pemerintah daerah kabupaten yang merupakan arahan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang kabupaten pada aspek keruangan, yang pada dasarnya

7 7 mendukung terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional.. Strategi penataan ruang wilayah kabupaten adalah penjabaran kebijakan penataan ruang ke dalam langkah-langkah pencapaian tindakan yang lebih nyata yang menjadi dasar dalam penyusunan rencana struktur dan pola ruang wilayah kabupaten. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten adalah rencana yang mencakup rencana sistem perkotaan wilayah kabupaten dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten, meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air, dan sistem jaringan lainnya. Rencana pola ruang wilayah kabupaten adalah rencana distribusi peruntukan ruang wilayah kabupaten yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan budi daya yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya RTRW kabupaten yang memberikan gambaran pemanfaatan ruang wilayah kabupaten hingga 20 (dua puluh) tahun mendatang. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten merupakan peruwujudan rencana tata ruang yang dijabarkan ke dalam indikasi program utama penataan atau pengembangan wilayah kabupaten dalam jangka waktu perencanaan 5 tahunan sampai akhir tahun perencanaan (20 tahun). Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah ketentuan yang diperuntukan sebagai alat penertiban penataan ruang, meliputi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan pemberian insentif dan disinsentif, serta arahan pengenaan sanksi dalam rangka perwujudan rencana tata ruang wilayah kabupaten. I.5.5. Peta Tematik Penggunaan Tanah Peta Tematik adalah peta yang menyajikan tema tertentu dan untuk kepentingan tertentu (land status, penduduk, transportasi dll.) dengan menggunakan peta rupabumi

8 8 yang telah disederhanakan sebagai dasar untuk meletakkan informasi tematiknya (Badan Informasi Geospatial, 2013). Pemilihan sumber data disesuaikan dengan maksud dan tujuan pembuatan peta serta kedaan medan yang dihadapi. Terdapat beberapa sumber data yang digunakan pada pemetaan yaitu dengan pengamatan langsung di lapangan, dengan penginderaan jauh atau dari peta yang sudah ada (base map). Peta Tematik Pertanahan diperlukan untuk Visualisasi Spasial Data Pertanahan dan produk kegiatan pertanahan dalam rangka mempermudah perencanaan program pertanahan dan evaluasi program pertanahan (Geoservice Peta Tematik Pertanahan BPN RI 2013). Kegiatan di lapangan hanya diperlukan untuk pembuktian apakah penafsiran sudah betul atau belum dan juga melengkapi rincian di lapangan yang tidak dapat dilihat secara langsung pada potret. Tujuan utamanya adalah untuk secara spesifik mengkomunikasikan konsep data. Contoh Peta Zona Nilai Tanah, Peta Penggunaan Tanah, Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Peta Prosentase Hak Tanggungan dan Peta Administrasi Desa (Geoservice Peta Tematik Pertanahan BPN RI 2013). Dalam kegiatan aplikatif kali ini lebih dikhususkan terhadap peta tematik penggunaan tanah. Peta tematik penggunaan tanah adalah suatu jenis peta yang memperlihatkan informasi secara kualitatif dan kuantitatif dari bentuk-bentuk penggunaan tanah saat ini dalam hubungannya dengan unsur-unsur topografi. Dalam kegiatan aplikatif ini dibuat peta penggunaan tanah dimana penggunaan tanah merupakan bentuk penggunaan untuk kegiatan manusia terhadap tanah. Peta penggunaan tanah merupakan peta tematik yang menampilkan informasi aktifitas penggunaan tanah yang dilakukan oleh manusia. Adapun penggunaan tanah yang ditampilkan dalam peta penggunaan tanah antara lain perumahan, pertanian, industri, jalan, sungai, dan sebagainya. Perubahan penggunaan tanah lebih dipengaruhi oleh manusia. Dengan berdasarkan pemikiran terhadap pemenuhan kebutuhan hidup manusia, maka sering terjadi perubahan penggunaan tanah seperti daerah pertanian (sawah) diubah menjadi daerah industri, pemukiman dan lain sebagainya (Sudiarto, 1994).

9 Evaluasi Evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation, dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Akar katanya adalah value yang artinya nilai. Jadi istilah evaluasi menunjuk pada suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu (Sudiono 2005). Dapat diambil kesimpulan dari pengertian tersebut bahwa setiap kegiatan evaluasi atau penilaian adalah suatu proses yang sengaja direncanakan untuk mendapatkan informasi atau data, dan dengan berdasarkan daa tersebut kemudian akan dicoba untuk membuat suatu keputusan. Tentunya informasi atau data yang dikumpulkan tersebut haruslah data yang sudah sesuai untuk mendukung tujuan dari evaluasi yang telah direncanakan tersebut. Ada banyak sekali contoh-contoh evaluasi yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu kegiatan evaluasi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia Interpretasi Citra Interpretasi citra adalah kegiatan penyadapan data dari citra dan digunakan untuk tujuan tertentu (Sutanto, 1992). Karakteristik obyek yang tergambar pada citra dapat dikenali berdasarkan unsur-unsur seperti rona atau warna, bentuk, pola, ukuran letak bayangan, situs dan asosiasi kenampakan obyek yang merupakan kaidah dasar dalam interpretasi citra. Pengenalan obyek merupakan bagian penting dalam interpretasi citra, tanpa dikenali identitas dan jenis obyek yang tergambar pada citra, tidak mungkin dilakukan analisis untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Sutanto, 1992). Ekstraksi informasi dari citra memerlukan teknik interpretasi sesuai kondisi lapangan. Agar hasil interpretasi citra sesuai dengan keadaan obyek sebenarnya di lapangan, maka disamping harus memiliki pengetahuan tentang obyek yang diinterpretasi juga harus mengetahui karakteristik obyek dengan memperhatikan unsur-unsur interpretasi. Dalam penelitian, digunakan unsurunsur interpretasi citra secara visual sebagai berikut:

10 10 1. Rona dan warna Rona adalah tingkat kegelapan atau kecerahan obyek pada citra, sedangkan warna adalah wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak (Sutanto, 1992). 2. Bentuk Bentuk merupakan variabel kuantitatif yang memberi kerangka suatu obyek (Lo, 1976). Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya. 3. Ukuran Ukuran adalah atribut obyek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi, lereng dan volume. 4. Tekstur Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra (Lillesand dan Kiefer, 1979) atau pengulangan pola rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. 5. Pola Pola obyek yang tampak dapat dibedakan antara yang merupakan obyek alamiah atau buatan manusia. 6. Bayangan Bayangan bersifat menyembunyikan detail obyek yang berada di daerah gelap. Obyek atau gejala yang terletak di daerah bayangan pada umumnya tidak tampak sama sekali atau kadang-kadang tampak samar-samar. Oleh karenanya, bayangan membantu identifikasi obek-obyek terutama obyek yang tinggi sehingga dikenali. 7. Situs Situs bukan merupakan ciri obyek secara langsung melainkan dalam kaitannya dengan lingkungan sekitar suatu obyek dapat dikenali. Misal, tanah kosong cukup luas diidentifikasi sebagai alun-alun dan tidak diidentifikasi sebagai sawah karena letaknya yang berada di tengah permukiman padat.

11 11 8. Asosiasi Asosiasi merupakan keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek yang lainnya. Karena adanya keterkaitan ini maka terlihat suatu obyek pada citra sering merupakan sebuah petunjuk bagi adanya obyek lain. 9. Konvergensi Bukti Dalam mengenali obyek dalam citra dianjurkan untuk menggunakan sebanyak mungkin unsur interpretasi sehingga pengenalan obyek mengarah ke satu titik simpul. Sembilan unsur interpretasi citra ini disusun secara berjenjang atau secara hirarki berdasarkan tingkat kesulitan interpretasi dapat dilihat pada Gambar I.1 berikut ini (Sutanto, 1992). Unsur Dasar RONA/ Primer Susunan Kerungan Rona UKURAN BENTUK TEKSTUR Sekunder Tersier Tingakat Kerumitan POLA TINGGI BAYANGAN Lebih Tinggi SITUS ASOSIASI Gambar.I.1 Susunan hierarki unsur interpretasi citra (Sutanto, 1992)

12 Skema Klasifikasi Skema klasifikasi adalah pemilihan klas yang akan dilakukan, ini perlu dilakukan karena tidak semua klas yang ada dapat diperoleh dari citra. Sehingga klasifikasi penggunaan tanah merupakan upaya pengelompokan berbagai jenis penggunaan tanah yang ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu. Telah disebutkan di atas bahwa tidak semua kategori klasifikasi penggunaan tanah dapat diinterpretasi pada citra Ikonos sehingga diperlukan pemilihan skema klasifikasi tertentu, dalam kegiatan aplikatif ini klasifikasi penggunaan tanah mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 06 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah seperti pada Tabel.I.2. Tabel.I.2. Klasifikasi penggunaan tanah No Penggunaan Tanah Deskripsi 1 Waduk dan Sungai Besar 2 Kawasan Pemukiman 3 Kawasan Lindung Alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan Danau yang dibuat oleh manusia dengan cara membendung aliran sebuah sungai besar. Cara demikian dapat membuat volume air terkumpul dalam jumlah besar. Peruntukan ruang yang terdiri atas kelompok rumah tinggal yang mewadahi kehidupan dan penghidupan masyarakat yang dilengkapi dengan fasilitasnya. peruntukan ruang yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah

13 13 banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah 4 Kawasan Pertanian Lahan Basah peruntukan ruang yang dikembangkan untuk menampung kegiatan yang berhubungan dengan pengusahaan mengusahakan tanaman tertentu, pemberian makanan, pengkandangan, dan pemeliharaan hewan untuk pribadi atau tujuan komersial. Peruntukan ruang kegiatan ekonomi yang 5 Kawasan Industri mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. 6 Lahan Kering Perkebunan Kawasan atau daerah yang memiliki jumlah evaporasi potensial melebihi jumlah curah hujan actual atau daerah yang jumlah curah hujannya tidak mencukupi untuk usaha pertanian tanpa irigasi Kawasan hutan yang diperuntukkan guna 7 Hutan Produksi produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya serta pembangunan, industri, dan ekspor pada khususnya. 8 Kawasan Pertambangan Peruntukan ruang yang dikembangkan untuk menampung kegiatan pertambangan bagi daerah yang sedang maupun yang akan segera melakukan kegiatan pertambangan golongan bahan galian A, B, dan C Sumber : Perda Kabupaten Karanganyar No. 06/2003

14 Overlay Peta dengan ArcGIS 10 Analisis overlay adalah sekelompok metodologi yang diterapkan dalam pemilihan lokasi optimal atau modeling kesesuaian. Ini adalah teknik untuk menerapkan skala umum dari nilai-nilai input yang beragam dan berbeda untuk membuat analisis terpadu (resources.arcgis.com). Analisis overlay sering memerlukan analisis berbagai faktor. Misalnya, memilih lokasi untuk pembangunan perumahan baru berarti menilai hal-hal seperti biaya tanah, kedekatan dengan sarana yang ada, kemiringan, dan frekuensi banjir. Informasi ini ada dalam raster yang berbeda dengan skala yang berbeda nilai: biaya, jarak, derajat, dan sebagainya. Anda tidak dapat menambahkan raster biaya tanah ke raster dari jarak ke utilitas (meter) dan memperoleh hasil yang tepat. Selain itu, faktor-faktor dalam analisis Anda mungkin tidak sama pentingnya. Ini mungkin biaya tanah lebih penting dalam memilih sebuah lokasi daripada jarak ke jalur utilitas. Bahkan dalam raster tunggal, Anda harus memprioritaskan nilai-nilai. Beberapa nilai-nilai dalam raster tertentu mungkin ideal sesuai tujuan (misalnya, lereng 0 sampai 5 derajat), sementara yang lain mungkin baik, yang lain tidak baik, dan yang lain tidak dapat diterima. Berikut ini daftar langkah-langkah umum untuk melakukan analisis overlay: 1. Mendefinisikan masalah. 2. Memecahkan masalah menjadi submodels. 3. Tentukan layer yang signifikan. 4. Klasifikasi atau mengubah data dalam lapisan. 5. Muatan input layer. 6. Menambah atau menggabungkan lapisan. 7. Menganalisis. langkah 1-3 adalah langkah-langkah umum untuk hampir semua pemecahan masalah spasial dan sangat penting dalam analisis overlay.

15 15 Mendefinisikan masalah adalah salah satu aspek yang paling sulit dari proses pemodelan. Tujuan keseluruhan harus diidentifikasi. Semua aspek dari langkah-langkah yang tersisa dari proses pemodelan overlay harus berkontribusi terhadap tujuan keseluruhan ini. Komponen yang berkaitan dengan tujuan harus didefinisikan. Beberapa komponen mungkin gratis, dan lain-lain yang kompetitif. Namun, definisi yang jelas dari masing-masing komponen dan bagaimana mereka berinteraksi harus ditetapkan. Tidak hanya itu penting untuk mengidentifikasi apa masalahnya, pemahaman yang jelas perlu dikembangkan untuk menentukan ketika masalah diselesaikan, atau ketika fenomena puas. Dalam definisi masalah, langkah-langkah khusus harus dibentuk untuk mengidentifikasi keberhasilan hasil dari model. Memecahkan masalah menjadi submodels. Kebanyakan masalah overlay yang kompleks. Sebagai contoh, model kesesuaian untuk mengidentifikasi lokasi terbaik untuk sebuah resor ski dapat dipecah menjadi serangkaian submodels bahwa semua membantu daerah ski menguntungkan. submodel pertama bisa menjadi submodel medan yaitu mengidentifikasi lokasi yang memiliki berbagai medan yang menguntungkan untuk pemain ski dan snowboarders. Memastikan orang dapat mencapai area ski dapat ditangkap dalam sebuah submodel aksesibilitas. Termasuk dalam submodel yang dapat diakses dari kota-kota besar serta akses jalan lokal. Sebuah submodel biaya dapat mengidentifikasi lokasi-lokasi yang optimal untuk pembangunan. Submodel ini dapat mengidentifikasi lereng datar. Atribut atau lapisan tertentu dapat berada di beberapa submodels. Sebagai contoh, lereng curam mungkin menguntungkan dalam submodel medan tapi merugikan untuk biaya untuk membangun submodel. Menentukan lapisan signifikan atribut atau lapisan yang mempengaruhi setiap submodel perlu diidentifikasi. Setiap faktor menangkap dan menjelaskan komponen dari fenomena submodel yang menentukan. Setiap faktor kontribusi untuk tujuan submodel, dan setiap submodel berkontribusi terhadap tujuan keseluruhan dari model overlay. Semua dan hanya faktor yang berkontribusi terhadap mendefinisikan fenomena tersebut harus dimasukkan dalam model overlay. Untuk faktor-faktor tertentu, lapisan mungkin perlu dibuat. Sebagai contoh, mungkin lebih diinginkan untuk menjadi lebih dekat dengan jalan

16 16 utama. Untuk mengidentifikasi jarak setiap sel dari jalan, Euclidean Distance dapat dijalankan untuk menciptakan raster jarak. Reklasifikasi / transformasi sistem nomor yang berbeda tidak dapat langsung dikombinasikan secara efektif. Misalnya, menambahkan lereng penggunaan lahan akan menghasilkan hasil yang berarti. Keempat sistem penomoran utama adalah: Rasio-rasio Skala memiliki titik referensi, biasanya nol, dan angka-angka dalam skala yang sebanding. Sebagai contoh, nilai-nilai elevasi adalah angka rasio, dan ketinggian 50 meter adalah setengah setinggi 100 meter. Interval-Nilai-nilai dalam skala interval relatif terhadap satu sama lain, namun tidak ada titik referensi umum. Sebagai contoh, skala ph adalah interval tipe, di mana semakin tinggi nilainya di atas nilai netral 7, dan semakin rendah nilai di bawah 7, semakin asam itu. Namun, nilai-nilai tidak sepenuhnya sebanding. Misalnya, ph 2 tidak dua kali lebih asam sebagai ph 4. Sebuah urutan skala urutan menetapkan urutan seperti yang datang pertama, kedua, dan ketiga dalam perlombaan. Order didirikan, tetapi nilai-nilai order yang ditetapkan tidak dapat langsung dibandingkan. Misalnya, orang yang datang pertama adalah tidak selalu dua kali lebih cepat sebagai orang yang datang kedua. Tidak ada hubungan antara nilai-nilai yang ditetapkan dalam skala nominal. Sebagai contoh, nilai penggunaan lahan, yaitu nilai nominal, tidak dapat dibandingkan satu sama lain. Sebuah penggunaan lahan dari 8 mungkin tidak dua kali lebih banyak sebagai penggunaan lahan dari 4. Karena potensi rentang yang berbeda dari nilai-nilai dan berbagai jenis sistem setiap lapisan masukan mungkin memiliki penomoran, sebelum beberapa faktor dapat dikombinasikan untuk analisis, masing-masing harus direklasifikasi atau ditransformasikan ke skala rasio umum. Muatan faktor-faktor tertentu mungkin lebih penting untuk tujuan keseluruhan daripada yang lain. Jika hal ini terjadi, sebelum faktor digabungkan, faktor dapat ditimbang berdasarkan kepentingan mereka. Sebagai contoh, dalam submodel bangunan untuk pengalokasian resor ski, kriteria kemiringan mungkin dua kali lebih penting untuk biaya

17 17 konstruksi sebagai jarak dari jalan. Oleh karena itu, sebelum menggabungkan dua lapisan, kriteria kemiringan harus dikalikan dua kali lipat jarak ke jalan. Tambah / combine dalam analisis overlay, diharapkan untuk membangun hubungan semua faktor input bersama-sama untuk mengidentifikasi lokasi yang diinginkan yang memenuhi tujuan dari model. Sebagai contoh, lapisan masukan, setelah ditimbang dengan tepat, dapat ditambahkan bersama-sama dalam model overlay bahan tambahan.dalam pendekatan kombinasi ini, diasumsikan bahwa lebih menguntungkan faktor, yang lebih diinginkan lokasi akan. Dengan demikian, semakin tinggi nilai pada output raster dihasilkan. Menganalisa langkah terakhir dalam proses pemodelan adalah menganalisis hasilnya. Apakah lokasi yang ideal memenuhi kriteria? Ini mungkin bermanfaat tidak hanya untuk mengeksplorasi lokasi terbaik diidentifikasi oleh model tetapi juga menyelidiki situs yang paling menguntungkan selanjutnya Kesesuaian, Mendukung, dan Ketidaksesuaian dalam Penggunaan Tanah Kesesuaian penggunaan tanah dengan tata ruang merupakan analisis korelasi jenis penggunaan tanah saat ini dengan kondisi ideal yang akan diwujudkan, yang tercermin drama rencana pemanfaatan tata ruang (Neraca Penatagunaan Tanah Kota Yogyakarta, 2007). Sesuai apabila penatagunaan tanah yang ada benar-benar sesuai dengan fungsi kawasan dalam rencana tata ruang wilayah. Mendukung apabila penatagunaan tanah yang ada tidak sesuai dengan fungsi kawasan pada rencana tata ruang, namun keberadaannya dapat dipertahankan sepanjang tidak menganggu atau bertentangan serta masih memberikan kontribusi terhadap perwujudan peruntukan fungsi kawasan sebagaimana ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah. Tidak sesuai apabila penatagunaan tanah yang ada tidak sesuai dengan fungsi kawasan yang ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG:

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG: MATERI 1. Pengertian tata ruang 2. Latar belakang penataan ruang 3. Definisi dan Tujuan penataan ruang 4. Substansi UU PenataanRuang 5. Dasar Kebijakan penataan ruang 6. Hal hal pokok yang diatur dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia tiap tahunnya mengalami peningkatan. Berdasarkan sensus penduduk, jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2010 hingga 2015 mengalami

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN KAWASAN NELAYAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

Interpretasi Citra dan Foto Udara

Interpretasi Citra dan Foto Udara Interpretasi Citra dan Foto Udara Untuk melakukan interpretasi citra maupun foto udara digunakan kreteria/unsur interpretasi yaitu terdiri atas rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan,

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG WILAYAH FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI,

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI -157- LAMPIRAN XXII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SINJAI TAHUN 2012-2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI A. KAWASAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah yang berlandaskan UU No. 32 tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, memberikan kewenangan yang sangat

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

~ 53 ~ PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup Jelas. Pasal 2 Cukup Jelas. Pasal 3 Cukup Jelas

~ 53 ~ PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup Jelas. Pasal 2 Cukup Jelas. Pasal 3 Cukup Jelas ~ 51 ~ PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KABUPATEN KAYONG UTARA TAHUN 2015-2035 I. UMUM 1. Ruang Wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 26 Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS, Integrasi GISdan Inderaja Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan ketrampilan untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011-2031 I. UMUM Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banjarnegara

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN 2002-2011 I. PENJELASAN UMUM Pertumbuhan penduduk menyebabkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.10/Menhut-II/2010 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA AUDIT KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.10/Menhut-II/2010 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA AUDIT KAWASAN HUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.10/Menhut-II/2010 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA AUDIT KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5883 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 101). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan. Skala peta = 1: Jangka waktu perencanaan = 20 tahun

Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan. Skala peta = 1: Jangka waktu perencanaan = 20 tahun Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan Skala peta = 1: 100.000 Jangka waktu perencanaan = 20 tahun Fungsi : Menciptakan keserasian pembangunan kota inti dengan Kawasan Perkotaan sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG

STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa air permukaan mempunyai peran

Lebih terperinci

TINJAUAN BENCANA SITU GINTUNG DARI SUDUT PANDANG PENATAAN RUANG

TINJAUAN BENCANA SITU GINTUNG DARI SUDUT PANDANG PENATAAN RUANG TINJAUAN BENCANA SITU GINTUNG DARI SUDUT PANDANG PENATAAN RUANG Oleh : Ir. Firman M. Hutapea, MUM Kasubdit Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Perkotaan dan Metropolitan Wilayah II (Jawa Bali) Pendahuluan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tempat tinggal merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan karena merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Tempat tinggal menjadi sarana untuk berkumpul,

Lebih terperinci

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang No. 5, Agustus 2002 Warta Kebijakan C I F O R - C e n t e r f o r I n t e r n a t i o n a l F o r e s t r y R e s e a r c h Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2013-2032 I. UMUM Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N Latar Belakang RTRW Kabupaten Serdang Bedagai

BAB I P E N D A H U L U A N Latar Belakang RTRW Kabupaten Serdang Bedagai BAB I P E N D A H U L U A N Bab I atau Pendahuluan ini secara garis besar berisikan latar belakang isi buku rencana selain itu dalam sub bab lainnya berisikan pengertian RTRW, Ruang Lingkup Materi Perencanaan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 2 3 4 1 A Pembangunan Perumahan TIDAK SESUAI dengan peruntukkan lahan (pola ruang) Permasalahan PENATAAN RUANG dan PERUMAHAN di Lapangan B Pembangunan Perumahan yang SESUAI dengan peruntukkan lahan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor 24

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DAN KABUPATEN BANDUNG

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN 2010-2029 I. UMUM Jawa Barat bagian Selatan telah sejak lama dianggap

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH 1. Tata Guna Lahan 2. Identifikasi Menggunakan Foto Udara/ Citra Identifikasi penggunaan lahan menggunakan foto udara/ citra dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA 1.1 LATAR BELAKANG Proses perkembangan suatu kota ataupun wilayah merupakan implikasi dari dinamika kegiatan sosial ekonomi penduduk setempat, serta adanya pengaruh dari luar (eksternal) dari daerah sekitar.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tidak menunjukkan peningkatan, justru sebaliknya laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini Abstract Key words PENDAHULUAN Air merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA GORONTALO. Lydia Surijani Tatura Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo

KAJIAN PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA GORONTALO. Lydia Surijani Tatura Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo KAJIAN PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA GORONTALO Lydia Surijani Tatura Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo Abstrak: Terbentuknya Provinsi Gorontalo pada tahun 2000

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Oleh : Ir. Bahal Edison Naiborhu, MT. Direktur Penataan Ruang Daerah Wilayah II Jakarta, 14 November 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Pendahuluan Outline Permasalahan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI

Lebih terperinci

TATA RUANG KABUPATEN BANDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

TATA RUANG KABUPATEN BANDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TATA RUANG KABUPATEN BANDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Latar Belakang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai salah satu pedoman perencanaan daerah yang bersifat

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik

Lebih terperinci

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Coffee Morning Jakarta, 1 November 2011 DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum. Tentang PEDOMAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KOTA BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum. Tentang PEDOMAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KOTA BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: / / Tentang PEDOMAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KOTA BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementrian Pekerjaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Diresmikannya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom pada tanggal 17 Oktober 2001 mengandung konsekuensi adanya tuntutan peningkatan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan salah satu faktor penunjang kehidupan di muka bumi baik bagi hewan, tumbuhan hingga manusia. Lahan berperan penting sebagai ruang kehidupan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepadatan penduduk di Kota Bandung yang telah mencapai 2,5 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni. Perumahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci