KELAYAKAN KOMPETITIF TEKNOLOGI SILASE DALAM PENGGEMUKAN SAPI DI KABUPATEN TTU, NUSA TENGGARA TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
SILASE SEBAGAI PAKAN SUPLEMEN SAPI PENGGEMUKAN PADA MUSIM KEMARAU DI DESA USAPINONOT

gamal, sebagai salah satu mekanisme yang ditempuh oleh tanaman ini dalam mengatasi kekeringan (Nulik, 1994). Pemberian lamtoro campur rumput adatah ko

PENGKAJIAN USAHA TERNAK SAPI MELALUI PERBAIKAN MANAJEMEN PEMELIHARAAN DI KABUPATEN TTU

PROFIL BUDIDAYA SAPI POTONG DALAM USAHATANI DI PULAU TIMOR, NUSA TENGGARA TIMUR. Hendrik H. Marawali Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT

PRODUKSI TERNAK DALAM SISTEM PEMELIHARAAN TERPADU DI KEBUN PERCOBAAN LILI, BPTP NTT

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

UJI COBA PEMBERIAN DUA JENIS LEGUMINOSA HERBA TERHADAP PERFORMANS SAPI BALI DI DESA TOBU, NUSA TENGGARA TIMUR

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

RESPON PETANI ATAS PROGRES PENGGEMUKAN TERNAK SAPI DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

KAJIAN PERUBAHAN BERAT BADAN DAN PENDAPATAN SAPI POTONG KONDISI PETANI DI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA, NUSA TENGGARA TIMUR

PERKEMBANGAN PENGGEMUKAN SAPI BALI MELALUI PENDEKATAN KANDANG KOLEKTIF DI KECAMATAN INSANA, KABUPATEN TTU

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

POTENSI KING GRASS SEBAGAI PAKAN TERNAK DAN TANAMAN PENGUAT TERAS DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

PELUANG USAHA PENGGEMUKAN SAPI DALAM KANDANG KELOMPOK DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN, NUSA TENGGARA TIMUR

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi

BAB I PENDAHULUAN. kasar yang tinggi. Ternak ruminansia dalam masa pertumbuhannya, menyusui,

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

DAMPAK PEMELIHARAAN TERNAK DI KAWASAN PANTAI UTARA KABUPATEN TTU TERHADAP KELESTARIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

Diharapkan dengan diketahuinya media yang sesuai, pembuatan dan pemanfaatan silase bisa disebarluaskan sehingga dapat menunjang persediaan hijauan yan

POTENSI PENGEMBANGAN TERNAK KAMBING LOKAL DALAM MENDUKUNG USAHA AGRIBISNIS TERNAK DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Dukungan Teknologi Perbibitan dan Penggemukan Sapi Potong Melalui Sekolah Lapang di Nusa Tenggara Timur (Kasus Pulau Timor)

INTRODUKSI PAKAN TERNAK DI LOKASI PRIMATANI, DESA TOBU, KECAMATAN MOLLO UTARA, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN

PENGANTAR. Latar Belakang. Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia.

MEMILIH BAKALAN SAPI BALI

PEMANFAATAN LIMBAH PETERNAKAN DALAM PENGEMBANGAN SISTEM USAHATANI SAYUR-SAYURAN ORGANIK DI TIMOR TENGAH UTARA

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

I. PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

MEMBUAT SILASE PENDAHULUAN

LUMBUNG PAKAN RUMINANSIA. Bernadete Barek Koten 1), Lilo J.M. Ch. Kalelado 1) dan Redempta Wea 1)

KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK HAY Clitoria ternatea DAN Centrocema pascuorum CV CAVALCADE PADA SAPI BALI LEPAS SAPIH

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Musim kemarau di Indonesia menjadi permasalahan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi. Setiap ternak ruminansia membutuhkan makanan berupa hijauan karena

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

Identifikasi Hijauan Makanan Ternak (HMT) Lokal mendukung Pengembangan Sapi Potong di Sulawesi Selatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI)

TEKNOLOGI JERAMI FERMENTASI SEBAGAI PAKAN TERNAK Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si Widyaiswara Muda

KAJIAN TEKNOLOGI BUDIDAYA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN TERNAK BABI. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua 2

PEMBUATAN DAN PEMANFAATAN PAKAN AWET PADA TERNAK SAPI BALI TIMOR

PRODUKSI JAGUNG ORIENTASI TONGKOL MUDA MENDUKUNG PENYEDIAAN PAKAN TERNAK. ) Balai Penelitian Tanaman Serealia 2)

SAMPAH POTENSI PAKAN TERNAK YANG MELIMPAH. Oleh: Dwi Lestari Ningrum, SPt

PAKAN LENGKAP BERBASIS BIOMASSA SAWIT: PENGGEMUKAN SAPI LOKAL DAN KAMBING KACANG

PERBAIKAN KUALITAS PAKAN SAPI MELALUI INTRODUKSI LEGUMINOSE HERBA DALAM MENUNJANG PROGRAM KECUKUPAN DAGING NASIONAL DI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN

MATERI DAN METODA A. Fermentasi Jerami Padi Dengan Bio Starter 1. Proses pembuatan larutan bio starter Larutan Bio Starter adalah, larutan yang akan d

KELAYAKAN PAKET TEKNOLOGI USAHATANI TANAMAN PANGAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) OESAO KABUPATEN KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT

PEMANFAATAN KULIT KAKAO SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PE DI PERKEBUNAN RAKYAT PROPINSI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin hari kebutuhan daging sapi semakin meningkat, untuk itu

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

I. PENDAHULUAN. limbah-limbah pasar dan agroindustri. Salah satu cara untuk mengatasi

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

PAKAN TERNAK HAYLASE JERAMI PADI DARI STARTER ISI RUMEN Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si Widyaiswara Muda I. PENDAHULUAN

POTENSI INTEGRASI TERNAK SAPI DENGAN JERUK KEPROK SOE DI DESA TOBU, KECAMATAN MOLLO UTARA KABUPATEN TTS

TAMPILAN PRODUKTIVITAS TERNAK SAPI BALI PADA DUA MUSIM YANG BERBEDA DI TIMOR BARAT

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

HIJAUAN GLIRICIDIA SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

Majalah INFO ISSN : Edisi XVI, Nomor 2, Juni 2014

POTENSI DAN PROSPEK PENGGUNAAN LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI LAHAN KERING KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

PENGARUH UMUR DAN PANJANG CACAHAN RUMPUT RAJA TERHADAPEFISIENSI BAGIANYANGTERMAI{AN DOMBA DEWASA

Kajian Teknologi Spesifik Lokasi Budidaya Jagung Untuk Pakan dan Pangan Mendukung Program PIJAR di Kabupaten Lombok Barat NTB

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

UPAYA MEMOTIVASI PETANI DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PEDESAAN MELALUI PROGRAM PRIMA TANI DI KABUPATEN TTS (Kasus Desa Tobu)

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus)

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia

DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL... xvi. DAFTAR GAMBAR... xviii. DAFTAR LAMPIRAN... xx I. PENDAHULUAN... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA... 14

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

Strategi Peningkatan Produktivitas Sapi Bali Penggemukan Melalui Perbaikan Pakan Berbasis Sumberdaya Lokal di Pulau Timor

Cara pengawetan yang akan dilakukan dalam percobaan ini adalah dalam bentuk basah (kadar air tinggi). Salah satu masalah pengawetan dalam bentuk basah

SILASE DAN GROWTH PROMOTOR

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS

Pemanfaatan Limbah Pasar sebagai Pakan Ruminansia

ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN ABSTRAK

Lokakarya Fungsional Non Peneliti 997 Selain itu, nilai tambah produk olahan dan sisa produk olahan pada akhirnya akan bisa menaikkan pendapatan petan

Tingkat Adopsi Petani terhadap Teknologi Jamu Ternak di Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru

LAPORAN PELATIHAN BUDI DAYA DAN PENDAMPINGAN DEMOPLOT USAHA SAPI POTONG DI DESA NOEMUKE, KECAMATAN AMANUBAN SELATAN, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN

PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JAGUNG SEBAGAI SUMBER HIJAUAN PAKAN TERNAK

PRODUKSI DAN. Suryahadi dan Despal. Departemen Ilmu Nutrisi &Teknologi Pakan, IPB

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

PROSPEK PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK DI NUSA TENGGARA TIMUR

I. PENDAHULUAN. masyarakat. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan perbaikan taraf

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

Transkripsi:

KELAYAKAN KOMPETITIF TEKNOLOGI SILASE DALAM PENGGEMUKAN SAPI DI KABUPATEN TTU, NUSA TENGGARA TIMUR Didiek AB, Sophia Ratnawaty dan H.H. Marawali Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur ABSTRAK Ketersediaan pakan untuk sapi penggemukan pada musim kemarau merupakan masalah yang sampai saat ini masih banyak dihadapi oleh petani peternak sapi. Pada umumnya kebutuhan pakan hijauan untuk sapi hanya tersedia pada musim hujan saja dan pada musim kemarau petani menghadapi kurangnya hijauan segar untuk sapinya. Teknologi pengawetan hijauan berupa silase tanpa bahan pengawet merupakan introduksi pengawetan pakan secara cepat untuk mengantisipasi kekurangan pakan pada musim kemarau. Hasil kajian penggunaan silase sebagai pakan di Kabupaten TTU pada tahun 2005 menunjukkan adanya pertambahan bobot badan yang cukup berarti per harinya yaitu 0,38 kg (pemberian silase), 0,46 kg (pemberian bioplus), dan 0,57 kg (pemberian silase+bioplus) dibanding control 0,15 kg. Dari aspek teknologi, ketiga teknologi tersebut layak untuk dikembangkan dengan MBCR 1,7 untuk pemberian silase, MBCR 2,27 untuk pemberian bioplus, dan MBCR 3,8 untuk kombinasi pemberian silase+bioplus. Namun dalam menerapkan ketiga teknologi tersebut merupakan alternative bagi petani. Silase, lebih mudah dan bahan terdapat dilapangan, penggunaan bioplus lebih rumit dan bahan sebagian tidak ada di lapang. Hasil analisis kompetitif ketiga teknologi introduksi tersebut menunjukkan bahwa : (i) Dibanding teknologi petani, ketiga teknologi introduksi layak diterapkan dan untuk berkompetisi, petani dengan teknologinya harus bisa menaikkan produksi berat sapi minimal 233 kg untuk teknologi silase, 226 kg untuk penggunaan bioplus, 243 kg untuk kombinasi bio+silase dengan harga minimal berurutan Rp. 14.000, Rp. 13.900, dan Rp 14.900. teknologi kombinasi bioplus+silase adalah yang terbaik karena tidak tersaingi oleh teknologi silase dan penggunaan bioplus karena sudah menguntungkan pada produksi minimal yaitu 96,19% (dibanding teknologi silase) dan 93,46% (dibanding teknologi bioplus) dari produksi actual pada harga minimal Rp. 14.400 (teknologi silase) dan Rp 14.000 (teknologi bioplus). Kata kunci : kompetitif, silase, bioplus, TTU, pakan, sapi PENDAHULUAN Hijauan memegang peranan sangat penting dalam kehidupan ternak herbivora umumnya. Kekurangan hijauan dalam arti mutu dan ketersediaan terutama musim kemarau merupakan problem yang selalu akrab dengan petani peternak di NTT. Kondisi ini lebih lanjut mengakibatkan turunnya produktivitas ternak yang diusahakan. Sudah diketahui secara umum bahwa pada musim penghujan di Nusa Tenggara Timur (NTT) makanan ternak mudah di peroleh bahkan berlebihan dan sebaliknya sangat kekurangan pada musim kemarau. Hal ini disebabkan antara lain oleh sifat rumput alam yang cepat menua (tumbuh cepat, berbungan, berbiji dan mengering) dimulai pada akhir musim hujan. Demikian pula dengan hijauan pohon pakan ternak seperti gamal (Gliricidia sepium) yang mengalami gugur daun pada musim kemarau. Salah satu tanaman pakan berkualitas yang belum banyak dimanfaatkan di NTT, khususnya Timor adalah tanaman legume. Tanaman ini menghasilkan hajauan atau biomas yang berkelimpahan selama musim hujan sampai dengan awal kemarau ketika tanaman ini mulai mengalami gugur daun. Biomasa yang banyak ini belum dimanfaatkan dengan baik sebagai pakan ternak walaupun peluang ini tersedia misalnya dengan melakukan pengawetan dalam bentuk silase. Bamualim et al (1994) melaporkan bahwa pada musim hujan produksi rumput alam melimpah sedangkan pada musim kemarau mengalami kekurangan, dimana hasil survai di

Raknamo diperoleh produksi rumput alam dalam setahun berkisar mulai dari 3 ton BK/ha di Naukae sampai dengan 6 ton BK/ha. Kondisi ini berakibat pada jeleknya performans ternak dan bahkan angka kematian ternak yang relatif tinggi selama musim kemarau. Produksi hijauan yang berlebihan pada musim hujan sebenarnya dapat disimpan baik dalam bentuk hay atau silase yang kemudian dapat dimanfaatkan selama kemarau ketika pakan ternak sangat terbatas. Oleh karena itu pemanfaatan hijauan gamal yang relatif banyak pada musim hujan sebagai pakan awet merupakan salah satu solusi mengatasi kekurangan pakan selama musim kemarau. Pengawetan pakan dalam bentuk silase dapat menjamin ketersediaan pakan dengan kualitas yang lebih baik dari pada melalui pembuatan hay, karena dalam hal kualitas yang tertinggi adalah hijauan segar dan terendah adalah hay (baik yang dibuat secara sengaja atau yang tersedia dilapangan sebagai standing hay), sementara silase berada diantaranya (lebih baik dari hay) (Regan, 2001). Menyediakan pakan awet dalam bentuk silase terutama dalam mengantisipasi kekurangan pakan di musim kemarau, sehingga nilai nutrisi hijauan makanan ternak (HMT) dapat dipertahankan, serta memasyarakatkan teknologi pembuatan silase. METODOLOGI Kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan Pengkajian Penggemukan Sapi Potong Berorientasi Agribisnis yang dilaksanakan di Kecamatan Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) yang berlangsung dari bulan Mei sampai Desember 2005. Pengkajian dilakukan dengan mewawancarai petani koperator pengkajian penggemukan sebanyak 30 petani. Jenis data yang dikumpulkan dalam pengkajian ini adalah data sekunder dan data primer. Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan langsung, dengan parameter yang diamati adalah: teknologi yang dilakukan (eksisting dan introduksi), produksi sapi, input produksi dan pendapatan petani. Data yang dikumpul diedit dan dianalisis menggunakan analisis finansial dan analisis kompetitif. HASIL DAN PEMBAHASAN Teknologi introduksi Silase tanpa pengawet Silase tanpa pengawet merupakan salah satu teknologi penyediaan pakan terutama saat kemarau, yang mudah diadopsi oleh petani karena proses pembuatannya yang relative mudah namun biaya yang dikeluarkan tidak mahal karena menggunakan bahan-bahan local (tersedia di lokasi). Silase dapat dibuat pada saat ketika curah hujan masih cukup tinggi tanpa banyak resiko kerusakan karena air hujan, asalkan sebelum dibuat dan dimasukan ke dalam wadah penampung, rumput alam dan daun gamal diangin-anginkan sebentar selama kurang lebih 15-20 menit. Karena prinsip pembuatan silase adalah mempercepat keadaan aerob dan suasana asam sehingga merendahkan ph secepat mungkin. Silase tanpa pengawet yang dibuat di Desa Usapinonot terdiri dari rumput alam dan daun gamal dengan komposisi 60% rumput alam : 40% daun gamal. Sebagai wadah penampung silase digunakan drum bekas, dan plastik bening sebagai penutup yang dibalut dengan karet (ban dalam bekas). Hasil silase dapat dilihat dari dua segi yaitu kualitas fisik maupun kualitas kimianya. Kualitas fisik dapat dinilai dari warna, bau/aroma, ph, suhu, tingkat kerusakan dan tingkat penyusutan, sedangkan kualitas kimianya dinilai dari hasil analisis terhadap kadar zat-zat makanan. Silase rumput alam + daun gamal ternyata dapat mempertahankan nilai nutrisi hijauan makanan ternak (HMT) selama kemarau, hal ini dapat dilihat dari kandungan gizi sebesar 8,77 % Protein; 9,48 % Abu; 1,42 % Kalium dan 0,09 % Phosfat (Laboratorium ternak Ciawi, 2006).

Silase tanpa pengawet yang dibuat, ternyata yang dapat diberikan ke ternak sebesar 95% dari total kapasitas setiap drum, jadi setiap drum terdapat kerusakan sebesar 0,5%. Selain kerusakan, terjadi juga penyusutan silase yang dibuat dari setiap drum, dengan prosentase penyusutan rata-rata sebesar 1 % per drum. Tekstur silase yang dihasilkan berwarna kuning kehijauan dan beraroma khas silase. Penggunaan Bioplus Bioplus merupakan isi rumen terpilih yang mengandung mikroba yang mempunyai kemampuan tinggi untuk mencerna serat dalam pakan, biplus yang diberikan kepada ternak akan bersinergi dengan mikroba rumen yang ada sehingga kemampuan mikroba untuk mencerna pakan akan meningkat dengan signifikan (Winugroho, 1998). Dikatakan bahwa respon bioplus yang diberikan ke ternak dapat memberikan kenaikan bobot hidup harian 0,2-0,4 kg diatas kontrol, adanya perubahan dalam pola makan yang semakin rakus, penampakan kulit yang licin serta hasil feses yang tidak berbau. Selanjutnya Fuller (1992) melaporkan bahwa pemberian bioplus pada ternak akan memberikan respon yang berbeda karena tergantung pada perbedaan komposisi mikroflora dari ternak yang digunakan, umur dan tipe ternak, jaminan kualitas, cara atau tipe pengolahan, aturan pemakaian dan metoda produksi. Pemberian bioplus memberikan pertambahan bobot badan ternak sapi rata-rata sebesar 0,46 kg/ekor/hari dibanding kontrol sebesar 0,15 kg/ekor/hari (Ratnawaty et al, 2005). Selanjutnya Marawali et al (2004) dengan pemberian bioplus diperoleh kenaikan bobot badan rata-rata ternak sapi sebesar 0,52 dan 0,47 kg/ekor/hari sedangkan kontrol sebesar 0,25 kg/ekor/hari. Kombinasi Bioplus+Silase Pertumbuhan ternak setelah disapih ditentukan oleh beberapa factor, antara lain potensi pertumbuhan masing-masing individu ternak dan pakan yang diberikan. Potensi pertumbuhan dalam periode tersebut dipengaruhi oleh factor bangsa heterosis dan jenis kelamin. Adapun pola pertumbuhannya akan bergantung pada system manajemen (pengelolaan) yang digunakan, tingkat nutrisi pakan, kesehatan dan iklim (Cole, 1982). Hasil kajian dengan pemberian bioplus+silase, ternyata memberikan pengaruh pada meningkatnya konsumsi, bahwa peningkatan konsumsi, tidak serta merta memberikan dampak terhadap pertambahan bobot badan ternak, tetapi lebih bergantung pada kualitas pakan yang dikonsumsi. Pemberian bioplus+silase memberikan pertambahan bobot badan harian ternak sapi rata-rata sebesar 0,57 kg/ekor/hari. Besarnya kenaikan bobot badan ini lebih bergantung pada kualitas pakan yang diberikan. Penggunaan probiotik (bioplus) sebagai bahan pakan tambahan merupakan pembuktian adanya persahabatan sejati yang saling menguntungkan antara mikrobia dan ternak inangnya. Diharapkan melalui peningkatan populasi mikroba rumen, dapat membantu menghasilkan kecernaan serat, meningkatnya konsumsi dan efisiensi pakan yang kualitasnya kurang baik dan pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan serta nilai ekonomi ternak. Analisis kompetitif Dari aspek teknologi, ketiga teknologi tersebut layak untuk dikembangkan dengan MBCR 1,7 untuk pemberian silase, MBCR 2,27 untuk pemberian bioplus, dan MBCR 3,8 untuk kombinasi pemberian silase+bioplus. Namun dalam menerapkan ketiga teknologi tersebut merupakan alternative bagi petani. Silase, lebih mudah dan bahan terdapat dilapangan, penggunaan bioplus lebih rumit dan bahan sebagian tidak ada di lapang (Ratnawaty et al 2006). Selanjutnya digunakan analisis kompetitif masing-masing teknologi introduksi untuk mendapatkan gambaran daya saing masing-masing teknologi. Analisis kompetitif digunakan untuk menentukan sampai seberapa jauh usahatani yang dikelola dengan teknologi introduksi mampu bersaing dengan usahatani petani dari sisi peoduksi dan sisi harga. (Adnyana dan Kariyasa, 1997). Dalam tabel berikut disajikan produksi minimal dan harga minimal yang terjadi karena adanya kompetitifnya masing-masing teknologi introduksi. Tabel 1. Keunggulan kompetitif teknologi introduksi

Uraian Produksi Harga Penerimaan Biaya Profit (kg) Petani 174,8 10.750 1.875.000 1.300.000 575.000 Silase 181,6 15.000 2.724.000 1.515.000 1.209.000 Bioplus 178,47 15.000 2.677.050 1.545.000 1.132.050 Bioplus+Silase 187,40 15.000 2.811.000 1.495.000 1.316.000 Keuntungan kompetitif Produksi minimal (kg/ekor) Harga minimal (Rp/kg) % % Petani vs silase 233,40 133,52 14.354 133,52 Petani vs bioplus 226,24 129,43 13.913 129,43 Petani vs bio+silase 243,35 139,22 14.966 139,22 silase vs petani 139,33 76,73 11.509 76,73 silase vs bioplus 183,60 102,87 15.431 102,87 silase vs bio+silase 188,73 100,71 14.018 93,46 bioplus vs petani 141,33 79,19 11.879 79,19 bioplus vs silase 183,60 102,87 15.431 102,87 bioplus vs bio+silase 190,73 106,87 16.031 106,87 bio+silase vs petani 138,00 73,64 11.046 73,64 bio+silase vs silase 180,27 96,19 14.429 96,19 bio+silase vs bioplus 175,14 93,46 14.018 93,46 Ternyata bahwa penggunaan silase, bioplus dan bioplus+silase mempunytai keunggulan kompetitif terhadap teknologi petani, namun teknologi penggunaan bioplus+silase mempunyai keunggulan terhadap teknologi petani (tinggi), teknologi s1lase, teknologi bioplus walaupun kadar kompetitifnya rendah terhadap silase dan bioplus, dengan produksi minimal 73,64 %, 96,19 %, dan 93,46 % terhadap produksi standar (174,8 kg; 182,6 kg dan 178,47 kg). Usahatani dengan teknologi petani baru memberikan keuntungan yang mampu bersaing dengan teknologi siase, teknologi bioplus, dan teknologi bioplus+silase, bila petani mampu menaikkan berat badan sapi mencapai 233,4 kg, 226,24 kg, dan 243,35 kg dengan harga daging per kg nya Rp 14.000, Rp.13.900, dan Rp 14.900. KESIMPULAN Teknologi introduksi yaitu teknologi penggunaan silase, penggunaan bioplus dan teknologi penggunaan bioplus+silase mempunyai keunggulan kompetitif terhadap teknologi petani dan teknologi bioplus+silase cukup tinggi kompetitifnya (73,64 %). Hasil analisis kompetitif ketiga teknologi introduksi tersebut menunjukkan bahwa : (i) Dibanding teknologi petani, ketiga teknologi introduksi layak diterapkan dan untuk berkompetisi, petani dengan teknologinya harus bisa menaikkan produksi berat sapi minimal 233 kg untuk teknologi silase, 226 kg untuk penggunaan bioplus, 243 kg untuk kombinasi bio+silase dengan harga minimal berurutan Rp. 14.000, Rp. 13.900, dan Rp 14.900. teknologi kombinasi bioplus+silase adalah yang terbaik karena tidak tersaingi oleh teknologi silase dan penggunaan bioplus karena sudah menguntungkan pada produksi minimal yaitu 96,19% (dibanding teknologi silase) dan 93,46% (dibanding teknologi bioplus) dari produksi actual pada harga minimal Rp. 14.400 (teknologi silase) dan Rp 14.000 (teknologi bioplus). DAFTAR PUSTAKA

Asnah dan Bamualim. A. 1991. Produksi Hijauan Gliricidia sp (Gamal) dan Lannea grandis (kayu ende) Pada Tiga Waktu Potong Yang Berbeda. Hasil-Hasil Penelitian Sub Balai Penelitian Ternak Lili-Kupang Tahun 1990/1991. Bamualim, A. 1994. Usaha Peternakan Sapi Di Nusa Tenggara Timur. Prosiding Seminar Pengolahan Dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Peternakan Dan Aplikasi Paket Teknologi Pertanian. Sub Balai Penelitian Ternak Lili/Balai Informasi Pertanian, Noelbaki, Kupang, 1-3 Februari 1994-Kupang. Cole, V.G. 1982. Beef Cattle Production to Guide. NSWUP ed. MaCArthur Press, Parramata, New South Wales. 230.P. Nulik. J., P. Th. Fernandez, A. Rubiati, S. Ratnawaty dan D. Kana Hau. 2002. Pengkajian Produksi Benih Dan Pengawetan Pakan Ternak Di Nusa Tenggara Timur. Laporan Hasil Penelitian BPTP NTT. Nulik J. dan Bamualim. A. 1998. Pakan Ruminansia Besar di NUsa Tenggara Kerjasama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Dengan Eastern Island Veterinary Services Project. Ratnawaty, S. HH Marawali. Paskalis F. Ati R. Medo K. A.Pohan. D.Kanahau. A.Ila dan Jacob Nulik. Pengkajian Penggemukan Sapi Potong Berorientasi Agribisnis di Nusa Tenggara Timur. BPTP NTT. 2006 Reagen. 2001. How to Produce Good Silage. Bahan Pelatihan bagi Petugas Peternak Di Timor dan Sumba. BPTP NTT Bekerjasama dengan Berrimah Ressearch Station Australia. Winugroho, M. 1998. Bioplus. Dalam: Ekstensia Reformasi Pertanian, Volume 8, Tahun V, November 1998.