gamal, sebagai salah satu mekanisme yang ditempuh oleh tanaman ini dalam mengatasi kekeringan (Nulik, 1994). Pemberian lamtoro campur rumput adatah ko

Transkripsi

1 TEKNOLOGI PEMANFAATAN SILASE TANPA BAHAN PENGAWET SEBAGAI PAKAN TERNAK SAM DI NUSA TENGGARA TIMUR Sophia Ratnawaty, P. Th. Fernandez, D. Kana Hau 1 don Wirdahayati R.B 2) '" Balai Pengkajian Teknotogi Pertanian NTT 2) Batai Pengkajian Teknotogi Pertanian Sumatera Barat ABSTRAK Salah satu tanaman pakan berkualitas yang belum banyak dimanfaatkan di Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya Timor adalah tanaman legume. Tanaman ini menghasilkan hajauan atau biomas yang berkelimpahan selama musim hujan sampai dengan awal kemarau ketika tanaman ini mulai mengalami gugur daun. Biomasa yang ban yak in! belum dimanfaatkan dengan balk sebagai pakan ternak walaupun peluang in! tersedia misalnya dengan melakukan pengawetan dalam bentuk silase. Pakan yang cukup dan mempunyai nilal nutrisi tinggi merupakan salah satu faktor yang penting dalam upaya peningkatan produktivitas ternak. Masalah kuantitas, kualitas dan kontiniutas hijauan makanan ternak hingga kini masih merupakan kendala utama karena persediaan masih tergantung pada musim. Tujuan yang ingin dicapai adalah menyediakan teknologi pakan awet silase tanpa bahan pengawet dalam mengantisipasi kekurangan pakan di musim kemarau, sekaligus dapat mempertahankan n1lai nutrisi hijauan makanan ternak. Makalah ini merupakan ulasan atau tinjauan tentang pemanfaatan silase tanpa bahan pengawet dalam kaitannya dengan pemanfaatan teknologi yang murah dan mudah diadopsi oleh petani. Teknologi silase tanpa bahan pengawet dapat mempertahankan nilai nutrisi hijauan makanan ternak (HMT) dan bobot badan ternak sap! selama musim kemarau. Teknologi silase tanpa bahan pengawet dapat diaplikasikan di tingkat petani, disamping pembuatannya relatif mudah, juga murah karena bahan-bahan yang dipergunakan tersedla di lokasi. Kata kund : Teknologi, silase tanpa bahan pengawet, pakan, sapi. PENDAHULUAN asalah yang sering ditemui dalam pengembangan usaha peternakan ruminansia besar di J,~Nusa Tenggara Timur (NTT) antara lain kurangnya usaha pengembangan tanaman pakan ternak berkualitas dan belum adanya usaha yang kontiniu untuk mengawetkan pakan ternak yang berlebih pada musim hujan guna dimanfaatkan pada musim kemarau. Pada musim hujan produksi rumput alam melimpah sedangkan pada musim kemarau mengalami kekurangan. Produksi rumput alam dalam setahun berkisar mulai dari 3 ton BK/ha di Naukae sampai dengan 6 ton BK/ha di Raknamo (Bamualim et al., 1994). Kondisi ini berakibat pada jeleknya performans ternak dan bahkan angka kematian ternak yang relatif tinggi selama musim kemarau (Wirdahayati, 1994). Hijauan yang banyak selama musim penghujan di NTT adalah antara lain hijauan rumput alam (yang penurunan nilai nutrisinya berjalan sangat cepat sejak akhir penghujan) dan daundaun teguminosa pohon (terutama daun gamal). Gamal (Gliricidia sepium) menghasilkan biomasa hijauan yang cukup berlimpah selama musim hujan sampai dengan akhir musim hujan (bulan April). Namun demikian biasanya Gamal mengalami gugur daun (mulai bulan Mei) jika tidak ditakukan pemangkasan (Nulik et al, 2001). Salah satu kekurangan lain daun Gamal adalah kurang palatabelnya hijauan ini selama musim penghujan bagi ternak sapi di NTT, walaupun kualitasnya cukup baik dengan kandungan protein kasar antara 22-27% (Nulik dan Bamualim, 1998). Selain gamat, Lamtoro (L. leucocephala) merupakan tanaman pakan ternak yang tahan terhadap kekeringan dan sangat disukai ternak, produksinya mencapai 20 ton bahan kering/ha/thn dan kandungan protein kasar sebesar 22%. Namun jika tidak ditakukan pemangkasan akan mengalami gugur daun, walaupun tidak secara total seperti pada tanaman Prosiding Peternakan

2 gamal, sebagai salah satu mekanisme yang ditempuh oleh tanaman ini dalam mengatasi kekeringan (Nulik, 1994). Pemberian lamtoro campur rumput adatah kombinasi yang balk untuk ternak ruminansia meskipun daun lamtoro mengandung mimosim namun tidak membahayakan ternak ruminansia karena mimosim akan mengalami degradasi di dalam rumen (Anonymous 1989). Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mempertahankan potensi G. Sepium dan L. leucocephala sebagai pakan ternak sekaligus dapat meningkatkan palatabititasnya dan dapat digunakan selama kemarau dapat ditempuh dengan metakukan pengawetan pakan, salah satunya adatah silase. Silase tanpa pengawet merupakan salah satu teknologi penyediaan pakan terutama saat kemarau, yang mudah diadopsi oleh petani karena proses pembuatannya yang relatif mudah namun biaya yang dikeluarkan tidak mahat karena menggunakan bahanbahan lokal (tersedia di lokasi). TUJUAN Menyediakan teknologi pakan awet silase tanpa bahan pengawet dalam mengantisipasi kekurangan pakan di musim kemarau, sekaligus dapat mempertahankan nilai nutrisi hijauan makanan ternak (HMT). MATERI DAN METODE Makalah ini merupakan ulasan atau tinjauan tentang pemanfaatan silase tanpa bahan pengawet dalam kaitannya dengan pemanfaatan teknologi yang murah dan mudah diadopsi oleh petani. Data dan informasi yang dikumpulkan berasal dari hasil penelitian atau kajian yang telah ditaksanakan oteh BPTP NTT, dan studi kepustakaan yang terkait dengan mated yang dibahas. Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif untuk menjelaskan fenomena yang terjadi. PENGKAJIAN PEMBUATAN SILASE TANPA BAHAN PENGAWET DI NTT Pengkajian yang telah dilaksanakan tentang pemanfaatan silase tanpa bahan pengawet yang berupa campuran rumput alam + lamtoro dan rumput alam + daun gamal, dilakukan di tokasi Kebun Percobaan (KP) Lili yang diawali dengan pembuatan silase yang dilaksanakan pada akhir Mei Sitase yang dibuat merupakan campuran antara tegum dan rumput alam tanpa bahan pengawet, terdiri dari : 1. Rumput alam (60 %) + gamal (40 %) 2. Rumput alam (60 %) + lamtoro (40 %). Sebagai wadah penampungan digunakan gentong air plastik yang bertutup dengan kapasitas 60 liter dan selotip besar untuk membalut pinggir tutupan agar udara dari luar tidak masuk. Sebuah gentong, dapat menampung ± kg bahan segar silase. Untuk menguji kualitas dan tingkat patatabilitas hasil sitase, maka setiap bulan diketuarkan/dibuka masing-masing pertakuan satu gentong untuk diberikan pada ternak dan diambil sampel untuk dianalisis proksimat. Kegiatan pengujian dimulai sejak lama penyimpanan satu bulan, sampai lama penyimpanan enam bulan (puncak musim kemarau). Kegiatan pengujian pada ternak dimulai sejak awal Juli sampai dengan awal Desember Pada setiap pembongkaran, diambil sampel untuk pengujian nilai nutrisi melalui analisis laboratorium. Untuk menguji tingkat kesukaan pada ternak, maka digunakan ternak sapi Bali betina dewasa 10 ekor. Setiap kali pembongkaran (1 gentong silase rumput + gamal dan 1 gentong rumput + lamtoro) setiap perlakuan diberikan pada 5 ekor ternak sapi dengan masing-masing 98 Sophia Ratnawaty, P. Th. Fernandez, D. Kana Hau, dan Wirdahayati R.B

3 ternak mendapatkan 5 kg silase. Pemberian pada ternak dilakukan sore hari setelah ternakternak tersebut digembalakan, sisa konsumsi ditimbang pada pagi hari berikutnya. Dengan asumsi bahwa makin banyak silase yang dimakan oleh ternak sapi maka tingkat kesukaan/palatabilitas pakan silase semakin tinggi ini ditakukan tiap butan dan pada ternak yang sama, data dikumpulkan dan dihitung nilai rata-ratanya. Hasil analisis laboratorium dari silase tanpa bahan pengawet yang terdiri dari campuran rumput atam + lamtoro dan rumput alam + gamal di sajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai nutrisi rumput alam, lamtoro segar, gamal segar dan silase (rumput alam+lamtoro dan rumput alam+gamal) dengan lama penyimpanan I sampai dengan 6 bulan. No. Jenis pakan Air CP SK Ca P Energi 1. Rumput lapangan segar Kkal 2. Gamal segar Kkal 3. Lamtoro segar Kkat 5. RL. segar 60% + Gamal segar 40% Kkal 6. RL. segar 60% + Lamtoro segar 40% Kkal 7. Silase rumput + lamtoro bulan I Kkat 8. Silase rumput +Lamtoro bulan II mj/kg 9. Silase rumput + Lamtoro bulan III mj/kg 10. Silase rumput + Lamtoro bulan IV mj/kg 11. Silase rumput +Lamtoro butan V mj/kg 12. Sitase rumput +Lamtoro bulan VI mj/kg 13. Silase rumput + Gamalbulan I Kkat 14. Silase rumput + Gamat butan II mj/kg 15. Silase rumput +Gamat butan III mj/kg 16. Sitase rumput + Gamat bulan IV mj/kg 17. Sitase rumput +Gamal bulan V mj/kg 18. Silase rumput + Gamal bulan VI mj/kg Sumber : Rubiati, et al., 2004 Dalam Tabel 1 terlihat bahwa kandungan protein silase rumput + lamtoro dan sitase rumput + gamal mengatami fluktuasi sesuai dengan waktu lama penyimpanan. Kandungan protein rumput + lamtoro yang tertinggi adalah pada lama penyimpanan bulan kedua yakni sebesar 16,59% sedangkan pada silase rumput + gamal pada lama penyimpanan bulan ke empat yakni sebesar 11,49%. Perubahan kualitas protein kasar dari kedua silase pada tiap priode pengamatan bervariasi disebabkan karena perbedaan tokasi pengambilan bahan pakan untuk pembuatan silase. Terhadap perubahan nitai nutrisi silase selama penyimpanan (dari bulan I sampai dengan bulan VI) boleh dapat dikatakan tidak ada penurunan nilai nutrisi yang berarti, dimana protein kasar silase rumput + tamtoro pada bulan pertama adalah 12.95% dan pada bulan ke VI adalah 15%. Sedangkan Silase rumput + gamal mengandung protein kasar 10.08% pada penyimpanan bulan pertama dan masih mengandung 10.61% protein kasar pada bulan ke VI (tidak ada perubahan nitai nutrisi selama penyimpanan). Adanya variasi nitai nutrisi antara waktu penyimpanan kemungkinan disebabkan oleh pengambitan sampet ketika ditakukan analisis nutrisi, misalnya dapat saja terjadi campuran antara rumput dan legumnya yang bervariasi. Pada Tabel 2 disajikan kualitas, tekstur dan palatabilitas silase yang dihasilkan dengan lama penyimpanan yang berbeda. Prosiding Peternakan

4 Tabel2. Kualitas, tekstur dan palatabilitas silase rumput + lamtoro yang dihasilkan dengan lama penyimpanan yang berbeda. Silase rumput+lamtoro No. Uraian Lama penyimpanan (bulan) I II III IV V VI 1. Warna Hijau ke- Hijau ke- Hijau ke- Hijau ke- Hijau ke- Hijau kekuningan kuningan kuningan kuningan kuningan kuningan 2. Bau/aroma Khas silase Khas silase Khas Khas Khas silase Khas silase silase silase 3. PH 3, ,5 4-5,5 4,5-5,5 4, ,5 4. Jamur Bag. pinggir Bag. Pinggir Bagian Bagian Bagian Pinggir Tidak berjamur Permukaan Permukaan pinggir pinggir (0.05 kg) (0,05kg) (0,05kg) permukaan permukaan (0.15 kg) (0.1 kg) 5. Palatabilitas( %) Sumber : Rubiati et al., 2004 Tabel 3. Kualitas, tekstur dan palatabilitas silase rumput + gamal yang dihasilkan dengan lama penyimpanan yang berbeda. Silase rumput + gamal No. Item Lama penyimpanan (bulan) I II III IV V VI 1. Warna Hijaua Hijau Hijau ke- Hijau ke- Hijau ke- Hijau kekekuningan kekuningan kuningan kuningan kuningan kuningan 2. Bau/aroma Agak Agak Agak asam Asam khas Asam khas Asam khas silase asam asam silase silase 3. PH ,4 4-5,4 4-5,8 4-6,5 4. Jamur Tidak Tidak Tidak Bagian pinggir Bagian Pinggir Tidak berjamur berjamur berjamur berjamur (0.1 kg) (0.05) 5. Palatabilitas(%) Sumber : Rubiati et al., 2004 Dalam Tabel 2 dan 3 terlihat bahwa secara fisik silase tanpa bahan pengawet yang dihasilkan, balk silase rumput + lamtoro maupu silase rumput + gamal memberikan hasil yang balk yaitu berupa warna hijau kekuningan, bau/aroma khas silase, ph 3-6.5, jamur kg dan tidak berjamur. ph yang dihasilkan balk pada silase rumput + lamtoro maupun silase rumput + gamal cukup tinggi dibanding dengan PH normal silase ( %). Moore (1962) menyatakan bahwa apabila 02 telah habis terpakai bakteri anaerob mulai berkembang balk, mengubah karbohidrat sisa menjadi asam organik. Asam organik yang mula - mula dibentuk adalah asam lemak suksinat dalam jumlah kecil kemudian dihasilkan asam laktat. Dilihat dari tingkat palatabilitasnya balk silase rumput + lamtoro maupun silase rumput + gamal dengan lama peyimpanan dari bulan I sampai bulan ke VI mengalami penurunan dari 92,25 sampai 46,25 % untuk silase rumput + lamtoro, sedangkan silase rumput + gamal dari 97 sampai 59,25 %. Hat ini kemungkinan disebabkan oleh tingkat keasaman (PH) dari silase yang dihasilkan, semakin asam sehingga ternak kurang menyukai kedua jenis silase tersebut. Keadaan ini jauh lebih balk bila dibandingkan dengan tingkat kesukaan ternak dalam mengkonsumsi gamal segar (lokal Kupang) yang hanya sebesar 1,44 kg/ekor/hari (23,5%) Fernandez, et al (1998). PEMANFAATAN SILASE RUMPUT ALAM + GAMAL PADA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN SAAT KEMARAU DI NTT Pengkajian pemanfaatan silase pada ternak sapi Bali telah dilakukan di Kecamatan Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dari bulan Mei-Desember Ternak sapi yang digunakan sebanyak 22 ekor yang merupakan milik petani dan menyebar pada 3 kelompok tani di Kecamatan Insana Kabupaten TTU. Kisaran umur sapi adatah 1,5-2 tahun dengan bobot badan awal masing-masing lokasi bervariasi antara kg Sophia Ratnawaty, P.Th. Fernandez, D. Kano Hau, dan Wirdahayati R.B

5 Pengkajian ini diawali dengan pembuatan silase berupa campuiran rumput alam (60%) dan daun gamal (40%), waktu pembuatan pada awal bulan Juni 2005 dan dibuka atau diberikan kepada ternak sapi pada bulan Oktober 2005, jadi lama penyimpanan silase kurang lebih 4 bulan. Silase yang dibuat oteh petani di Desa Usapinonot diperoteh, prosentase silase yang balk, dalam hat ini yang dapat diberikan ke ternak sebesar 95% dari total kapasitas setiap drum, maksudnya dalam setiap drum terdapat kerusakan silase namun hanya pada bagian atas saja yaitu berupa jamuran dan tidak layak dikonsumsi oleh ternak. Selain kerusakan, terjadi juga penyusutan silase yang dibuat dari setiap drum, dengan prosentase penyusutan rata-rata sebesar 1 % per drum, artinya jika silase yang dibuat sebanyak 75 kg, maka penyusutannya sebanyak 0,75 kg dan ini berarti silase yang dapat diberikan pada ternak sebanyak 74,25 kg. Tekstur silase yang dihasilkan berwarna kuning kehijauan dan beraroma khas silase. Hasil penetitian lapang Rubiati et al, 1999 diperoteh silase berwarna hijau kekuningan, bau khas silase, PH 3,5-6, penjamuran 0,05 kg - 0,15kg, penyusutannya 0,1-0,15 kg dan tingkat patatabilitas sebesar 92,25-46,24 %. Pada Tabel 4 disajikan komposisi kimia silase rumput alam dan daun gamal yang dibuat oteh petani di Desa Usapinonot, Kecamatan Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) Tabel 4. Komposisi kimia silase rumput alam + daun gamal (%). Jenis silase Protein Abu K P Silase 1 8,77 9,48 1,42 0,09 Silase 11 5,45 11,76 1,36 0,07 Sumber: Laboratorium Ternak Ciawi, Bogor, tahun Dalam Tabel 4 terlihat bahwa silase I (yang dibuat di lokasi pengkajian) mempunyai kandungan protein tebih besar dibanding silase II (dibuat di KP Liti), hat ini disebabkan karena kondisi rumput lapangan di lokasi pengkajian (Kecamatan Insana) sampai dengan butan Juli- Agustus masih hijau dan tersedia dalam jumtah yang mencukupi sehingga pada saat pembuatan silase pada awat bulan Juni, kandungan protein dari rumput alam masih tinggi bila dibanding dengan kondisi rumput atam yang ada di KP Liti dan sekitarnya. Bamualim et al., (1994) metaporkan bahwa umumnya kandungan protein rumput alam pada periode bulan Juni-November mengatami penurunan, sampai dibawah 7%, dimana merupakan ambang minimal yang dibutuhkan seekor ternak sapi datam memenuhi kebutuhan hidup pokoknya. Unsur P terlihat sangat rendah masing-masing sebesar 0,09% untuk silase I dan 0,07% sitase II. Bamualim (1994) melaporkan bahwa defisiensi fosfor (P) paling lumrah terjadi di daerah tropis, dan terjadi kekurangan P yang merata hampir sepanjang tahun. Unsur P penting datam proses biokimia dan fisiotogis serta erat kaitannya dengan unsur Ca dan Vitamin D. Pemanfaatan silase rumput alam + daun gamat sebagai suplemen terutama dalam upaya mengatasi kekurangan pakan saat musim kemarau pada ternak sapi Bali, diberikan sebanyak 5 kg/ekor/hari, Hasit kajian disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rata-Rata pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan /oka/ ternak sapi potong di Kecamatan Insana, Kabupaten TTU. Keragaan Kontrot Pertakuan Sitase Bioptus Silase + Bioplus Bobot badan awal (Kg) 170,8 ± 31,6 169,3 ± 38,6 179,6 ± 44,4 161,9 ± 36,4 Bobot badan akhir (Kg) 175,4 ± 26,4 180,6 ± 35,9 187,7 ± 40,9 179 ±35,4 Pertambahan bobot badan/pbb (Kg) 4,58 11,3 8,17 17,1 Pertambahan bobot badan harian/pbbh (Kg) 0,15 0,38 0,46 0,57 Konsumsi pakan lokat (Kg/ekor/Hari) 10,20 ± 2,15 15,34±2,88 16,15±2,38 15,31 ± 2,88 Sumber : Ratnawaty et al., 2005 Prosiding Peternakan

6 Pada Tabel 5 terlihat bahwa pertambahan bobot badan (PBB) sapi yang mendapat perlakuan bioplus + silase memberikan PBB yang lebih tinggi sebesar 0,57 kg/ekor/hari, kemudian diikuti oleh ternak yang mendapat perlakuan bioplus sebesar 0,46 ; perlakuan silase sebesar 0,38 dan 0,15 kg/ekor/hari untuk perlakuan kontrol (pola petani). Walaupun hasil kajian ini menempatkan pertakuan pemberian silase berada dibawah perlakuan bioplus dan perlakuan bioplus + sitase di dalam pertambahan bobot badan sapi yang sebesar 0,38 kg/ekor/hari namun pemberian silase saja, dapat mempertahankan bobot badan sapi, walaupun saat musim kemarau. KESIMPULAN Dari uraian diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa : 1. Teknologi silase tanpa bahan pengawet dapat mempertahankan nilai nutrisi hijauan makanan ternak (HMT) dan bobot badan ternak sapi selama musim kemarau. 2. Teknologi silase tanpa bahan pengawet dapat diaplikasikan di tingkat petani, disamping pembuatannya relatif mudah, juga murah karena bahan-bahan yang dipergunakan tersedia di lokasi DAFTAR PUSTAKA Bamualim, A Usaha peternakan sapi di Nusa Tenggara Timur. Prosiding Seminar Pengolahan Dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Peternakan Dan Aplikasi Paket Teknologi Pertanian. Sub Balai Penelitian Ternak Lili/Balai Informasi Pertanian, Noetbaki, Kupang, 1-3 Februari 1994-Kupang. Bamualim, A., A. Saleh, P.TH. Fernandez dan C. Liem Produksi dan kualitas rumput alam sebagai makanan ternak sapi di Nusa Tenggara. (CHAPS) held at the Diseasi Investigation Centre, denpasar- Bali, May 15-17, 1994 :202. Fernandez P.TH., A. Rubianti, A. Bamualim Uji palatabilitas beberapa provenance gamal pada ternak sapi. Prosiding Lokakarya Regional Penerapan Teknologi Indegenous dan Teknologi Maju Menunjang Pembangunan Pertanian Di Nusa tenggara 1-2 Maret 1999 Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 1999 Nulik. J., P. Th. Fernandez, A. Rubiati, S. Ratnawaty dan D. Kana Hau Pengkajian produksi benih dan pengawetan pakan ternak di Nusa Tenggara Timur. Laporan Hasil Penelitian BPTP NTT. Ratnawaty. S., H.H. Marawali, P. Th. Fernandez, A. Rubiati, M. Kote, D. Hana Hau, A. Pohan, A. Ila dan J. Nulik Pengkajian penggemukan sapi potong berorientasi agribisnis di Nusa Tenggara Timur. Laporan Hasil Pengkajian BPTP NTT Tahun Rubiati. A., P. Th. Fernandez dan J. Nulik Kualitas dan palatabilitas silase sebagai pakan ternak di musim kemarau. Prosiding Seminar Nasional Komunikasi hasil-hasil Penelitian Lahan Kering Berbasis Peternakan. Kerjasasama Pemda Sumba Timur dengan BPTP NTT, Waingapu, tanggal Agustus Wirdahayati. R.B., H.H. Marawali, A. Ila dan A. Bamualim Pengakajian usaha pertanian sapi potong menunjang usahatani terpadu di pulau Timor. Prosiding Lokakarya Regional Penerapan Teknologi Indegenous Dan Teknologi Maju Menunjang Pembangunan Pertanian Di Nusa Tenggara. Kerja sama Kantor Wilayah Deptan Provinsi NTT dan BPTP Naibonat dengan Department of Primary Industry and Fisheries Darwin, Northern Territory, Australia, tanggal 1-2 Maret 1999, Kupang-NTT Sophia Ratnawaty, P. Th. Fernandez, D. Kona Hau, dan Wirdahayati R. B