BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit dibedakan oleh penutur bahasa ialah perbedaan makna kata adalah, ialah, dan merupakan. Ketiga kata tersebut merupakan katakata bersinonim yang di dalam praktik berbahasa kerap digunakan, tetapi juga kerap luput dari perhatian. Berdasarkan Tesaurus bahasa Indonesia, kata adalah memiliki kemiripan dengan kata ialah, merupakan, sama dengan, yakni, dan yaitu, begitupun dengan kata ialah yang mirip dengan kata adalah, merupakan, yakni, dan yaitu, serta kata merupakan yang juga memiliki kemiripan dengan kata adalah, ialah, yakni, dan yaitu. Berikut ini arti leksikal ketiga kata tersebut berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Adalah (v): 1. Identik dengan; 2. Sama maknanya dengan; 3. Termasuk dalam kelompok atau golongan. Ialah (p): penghubung di antara dua penggal kalimat yang menegaskan perincian atau penjelasan atas penggal yang pertama itu. Merupakan (v): 1. Memberi rupa, membentuk (menjadikan) supaya berupa; 2. Adalah; 3. Menjadi. Secara leksikal ketiga kata tersebut berbeda. Sementara itu, di dalam praktik berbahasa penggunaan ketiga kata tersebut berkecenderungan arbitrer. Perhatikan contoh kalimat berikut. 1
2 (1) Majid adalah bapak kandung N. (Kompas.com, 27/2/2016) (2) Yang akan jadi suamimu ialah Abdullah. (DDAS:158) (3) Rusnawati merupakan ibu tirinya. (Kompas.com, 27/2/2016) Penggunaan kata adalah, ialah, dan merupakan pada tiga contoh di atas telah sesuai dan gramatikal. Makna kalimat pun dapat dipahami dan tidak menimbulkan kerancuan. Akan tetapi, tidak tertutup kemungkinan akan muncul kalimat ubahan yang bermakna sama dan secara sintaktis benar seperti tiga contoh berikut. (1a) Majid merupakan bapak kandung N. (2a) Yang akan jadi suamimu adalah Abdullah. (3a) Rusnawati ialah ibu tirinya. Kata adalah, ialah, dan merupakan tergolong kata bersinonim dan berkemungkinan untuk saling menggantikan, seperti yang terlihat pada ketiga contoh di atas. Beberapa ahli bahasa berpendapat berbeda terkait kemiripan makna antara kata adalah, ialah, dan merupakan. Perbedaan pendapat tersebut terkait dengan identitas ketiga kata tersebut serta kaidah penerapannya di dalam klausa. Dalam tindak berbahasa, penutur bahasa memiliki kewenangan untuk menentukan pilihan kata (diksi) yang digunakan. Hal ini sah-sah saja selama informasi penutur ke lawan tutur (penulis ke pembaca) tersampaikan dengan tepat. Kebebasan penutur bahasa untuk memilih kata yang digunakan menarik untuk ditinjau, khususnya pada kasus pemilihan kata bersinonim adalah, ialah, dan merupakan. Distribusi satuan kebahasan dalam suatu konstruksi akan berpengaruh pada satuan kebahasaan lain yang membangun konstruksi tersebut. Demikian yang
3 terjadi pada distribusi kata adalah, ialah, dan merupakan dalam suatu konstruksi klausa. Ketiga kata tersebut di dalam bahasa Inggris setara dengan to be (is, are, am). Jika dalam bahasa Inggris to be bersifat wajib hadir dalam suatu konstruksi klausa tertentu, hal ini tidak berlaku pada bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia tidak mengenal to be karena fungsi predikat dalam bahasa Indonesia dapat diisi langsung oleh kategori kata tertentu. Bukan berarti keberadaan kata adalah, ialah, dan merupakan pada konstruksi klausa tidak berpengaruh. Ketiga kata ini di dalam konstruksi klausa bahasa Indonesia dapat bersifat wajib hadir dan tidak wajib hadir. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini membahas kata adalah, ialah, dan merupakan di dalam klausa bahasa Indonesia karena ketiganya dipandang memiliki dua fungsi berbeda, yaitu sebagai predikat atau sebagai pemisah. Hal tersebut akan berpengaruh pada struktur fungsi dan makna klausa. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba melihat lebih luas kedudukan ketiga kata tersebut dalam fungsinya sebagai predikat, baik secara sintaktis maupun semantis. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah di dalam penelitian ini sebagai berikut. 1) Bagaimana perilaku sintaktis kata adalah, ialah, dan merupakan dalam klausa? 2) Bagaimana struktur peran klausa berpredikat kata adalah, ialah, dan merupakan?
4 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kata adalah, ialah, dan merupakan dalam klausa bahasa Indonesia. Pendekatan penelitian ini mengangkat perilaku sintaktis dan semantis ketiga kata tersebut. Dengan mengetahui perilaku sintaktis dan semantis ketiga kata tersebut diharapkan dapat menjelaskan perbedaan dan persamaan penggunaan ketiga kata tersebut di dalam klausa. 1.4 Manfaat Penelitian Secara teoretis, penelitian ini diharapkan mampu menjelaskan perilaku sintaktis kata adalah, ialah, dan merupakan dengan melihat kategori pengisi fungsi klausa, distribusi, serta struktur makna (peran) pada klausa berpredikat ketiga kata tersebut. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat membantu penutur bahasa dalam memahami pemakaian ketiga kata tersebut. Penelitian ini juga diharapkan mampu melengkapi kajian sintaksis dan semantis bahasa Indonesia. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berada pada tataran analisis klausa. Fokus penelitian ini adalah perilaku kata tertentu, yaitu kata adalah, ialah, dan merupakan, yang berfungsi sebagai predikat di dalam klausa. Penelitian ini membatasi diri pada perilaku kata di dalam klausa dengan melihat kategori pengisi fungsi dan struktur makna yang terkandung di dalamnya.
5 1.6 Tinjauan Pustaka Penelitian terkait kata adalah, ialah, dan merupakan serta analisis makna (peran) klausa pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Sudarti (1980) berjudul Beberapa Catatan Mengenai Kata Pemisah dalam Bahasa Indonesia. Pembahasan mengenai kata pemisah ini menghasilkan beberapa ciri kata pemisah (ialah dan adalah), yaitu sebagai berikut. 1) Kata ialah tidak dapat dilengkapi oleh unsur yang berjenis kata sifat sebab bentuk kalimat yang bersangkutan tidak gramatikal. Akan tetapi, kata ialah dapat dilengkapi oleh unsur yang berjenis kata kerja dan frase/kata benda yang berfungsi sebagai predikat. 2) kata ialah dan adalah berciri tidak verbal karena tidak dapat bergabung dengan klasifikator verbal tidak. Kata adalah dapat dilengkapi oleh unsur yang berjenis frase benda, kata sifat, dan kata kerja. 3) Selain kata pemisah ialah dan adalah, contoh lain kata yang berperan memisahkan S-P misalnya kata merupakan, ada, menjadi (jadi), masuk, dan itu. 4) Sebagai pemisah S-P pemakaian kata pemisah adakalanya bersifat tidak wajib, wajib, meragukan, dan terlarang. Dalam bentuk kalimat yang pengisi S-P-nya relatif pendek, kata pemisah bersifat mana suka, boleh dipakai boleh tidak. 5) Dengan kata pemisah dapat ditentukan bahwa unsur yang berdistribusi di sebelah kiri kata pemisah merupakan S, sedangkan unsur yang berdistribusi di sebelah kanan kata pemisah merupakan P. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Prihandani (1982) berjudul Adalah dan Ialah dalam Bahasa Indonesia. Penelitian yang melihat dari segi bentuk dan konteks tersebut menghasilkan tujuh kesimpulan terkait pemakaian kata adalah
6 dan ialah sebagai berikut. 1) Dalam hal pemakaian, kedua kata tersebut dipandang sebagai kata kopulatif nonverbal yang mempunyai peranan sebagai penghubung, penjelas, dan sebagai pembatas antara S dan P. 2) Adalah dan ialah dapat berperan sebagai penjelas atau penegas. 3) Selain bersifat wajib hadir dalam tipe kalimat tertentu, kata adalah dan ialah juga dapat bersifat opsional. 4) Pemakaian kata adalah dan ialah dipandang janggal pada bentuk kalimat nominal yang berpredikat kata sifat. 5) Pada jenis kalimat tertentu, kata adalah dapat berdistribusi dengan kata merupakan. 6) Pemakaian kata adalah dan ialah pada awal kalimat berbeda. 7) Kata-kata yang serupa dengan adalah dan ialah meliputi yakni dan yaitu. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Sunardi (1983) berjudul Membedakan Adalah dan Merupakan dalam Kalimat Ekuasional. Penelitian tersebut menghasilkan enam kesimpulan sebagai berikut. 1) Kata adalah dapat digantikan dengan kata memang, sedangkan merupakan dapat digantikan dengan kata menjadi. 2) Kalimat yang mengandung kata adalah dalam kalimat ekuasional dapat dibalik susunannya. 3) Kata adalah boleh dipakai, boleh tidak dipakai (opsional), dan tidak dapat tidak harus digunakan (obligatory). 4) Kata merupakan harus digunakan pada kalimat tertentu karena dapat memengaruhi arti kalimat. 5) Kata adalah dan merupakan dapat saling menggantikan pada kalimat tertentu dan artinya tetap sama. 6) Semakin panjang suatu kalimat ekuasional maka semakin perlu penggunaan kata adalah atau merupakan karena hasilnya akan memperjelas bagian pokok dan bagian sebutan kalimat.
7 Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Tyasrinestu (1998) berjudul Kalimat Ekuatif dalam Bahasa Indonesia. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut. 1) Kalimat ekuatif adalah kalimat tunggal yang predikatnya nomina. Berdasarkan ciri sintaksisnya, kalimat ekuatif dapat berciri khas penanda adalah, ialah, merupakan, yakni, dan yaitu. Penanda ekuatif yang ada pada kalimat ekuatif dapat bersifat wajib hadir dan mana suka. 2) Struktur peran yang dimiliki pada kalimat ekuatif adalah: identif ekuatif statementif; purposif ekuatif instrumental; purposif ekuatif metodikal; konsekuensial ekuatif kausal; lokatif ekuatif substansif. Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Oktavianti (2012) berjudul Kuasi- Kopula dalam Bahasa Inggris. Penelitian tersebut berhubungan dengan kuasikopula dalam bahasa Inggris. Kuasi-kopula adalah komponen lingual berupa verba yang mempunyai ekuivalensi fungsi dengan kopula be. Hasil penelitian tersebut antara lain: (1) terdapat beberapa verba yang belum teridentifikasi sebelumnya sebagai verba kopula (kuasi-kopula); (2) pembentukan klausa atau kalimat berkuasi-kopula dapat terjadi melalui pembentukan kanonikal maupun pembentukan non-kanonikal; (3) kuasi-kopula dihasilkan dari alternasi bentuk leksikal non-kk-nya; dan (4) ditemukan sejumlah faktor yang memengaruhi kemunculan kuasi-kopula, antara lain, faktor internal bahasa (baik diakronis maupun sinkronis) dan faktor eksternal bahasa, meliputi motivasi penutur dan kondisi budaya penuturnya. Keenam, penelitian yang dilakukan oleh Sarage (2012) berjudul Kopula Dalam Kalimat Bahasa Inggris, Rusia, dan Arab: Sebuah Studi Kontrastif.
8 Penelitian tersebut mendeskripsikan pemakaian kopula dalam bahasa Inggris, Rusia, dan Arab. Keenam penelitian tersebut belum membahas ketiga kata ialah, adalah, dan merupakan sekaligus. Selain itu, penelitian sebelumnya tidak membahas kemungkinan ketiga kata tersebut saling menggantikan di dalam kalimat sehingga ciri semantisnya tidak teramati. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan akan mampu melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya. 1.7 Landasan Teori Penelitian ini berlandaskan pada teori sintaksis bahasa Indonesia, khususnya pada tataran analisis klausa. Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase (Ramlan, 1987:21). Sintaksis mempelajari perihal penggabungan atau penataan satuansatuan lingual yang berupa kata untuk membentuk satuan yang lebih besar (Wijana, 2011:77). Satuan-satuan dalam bahasa merupakan suatu tataran yang hierarkis dan gramatikal. Karena klausa merupakan satuan gramatikal yang terdiri dari fungsifungsi (subjek-predikat-objek), penelitian ini pertama-tama melihat struktur fungsi klausa berpredikat (ber-p) kata adalah, ialah, dan merupakan. Kridalaksana dkk. (1985) menyatakan bahwa satuan yang berfungsi selalu berkategori. Frasa sebagai satuan yang menduduki satu fungsi terkategorisasi ke dalam kelas-kelas yang ditentukan berdasarkan perilaku sintaktisnya. Sebagai tataran yang gramatikal, unsur-unsur satuan bahasa menimbulkan hubungan makna. Hubungan makna
9 antara unsur pengisi fungsi dalam klausa tersebut membentuk struktur makna klausa. Penelitian ini berdasar pada tata bahasa baku dalam memandang kategori, fungsi, dan peran kata adalah, ialah, dan merupakan. 1.7.1 Kategorisasi Kategori kata dikenal juga sebagai kelas kata. Satuan bahasa yang dapat dikategorisasi tidak hanya kata, tetapi juga satuan yang lebih besar seperti frasa. Kridalaksana menggolongkan kata ke dalam 13 kelas, yaitu nomina, pronomina, adjektiva, numeralia, verba, adverbia, preposisi, interogativa, demonstrativa, konjungsi, artikula, interjeksi, dan kategroi fatis (Kridalaksana, dkk. 1985:27 109). Frasa juga terbagi atas beberapa golongan. Ramlan (1987) membagi golongan frasa menjadi 5, yaitu frasa nominal, frasa verbal, frasa bilangan, frasa keterangan, dan frasa depan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ramlan (1987:158) sebagai berikut. Berdasarkan persamaan distribusi dengan golongan atau kategori kata, frase dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu frase nominal, frase verbal, frase bilangan, dan frase keterangan. Frase nominal mempunyai distribusi yang sama dengan kata golongan nominal, frase verbal mempunyai distribusi yang sama dengan kata verbal, frase bilangan mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan, dan frase keterangan mempunyai yang sama dengan kata keterangan. Di samping itu, ada frase yang tidak memiliki persamaan distribusi dengan golongan kata, yaitu yang disebut frase depan, sehingga seluruhnya terdapat lima golongan frase, yaitu frase nominal, frase verbal, frase bilangan, frase keterangan, dan frase depan.
10 Kridalaksana dkk. (1985:119 137) menentukan kategori frasa berdasarkan kategori yang sama dengan penandaan kategori kata sehingga ada kategori lain, yaitu frasa adjektival dan frasa pronominal. 1.7.2 Fungsi Unsur Klausa Klausa sebagai satuan lingual pokok pembentuk kalimat terdiri atas unsurunsur fungsional yang bersifat sintaksis, yaitu P, S, O, Pel, dan Ket. Kelima unsur fungsional klausa tersebut tidak selalu hadir bersama, tetapi unsur utama yang selalu wajib hadir sebagai syarat sebuah kalimat adalah P. Klausa terdiri dari unsur-unsur fungsional yang disebut S, P, O, PEL, dan KET. Kelima unsur itu memang tidak selalu bersama-sama ada dalam satu klausa. Kadang-kadang satu klausa hanya terdiri dari S dan P. kadang-kadang terdiri dari S, P, dan O, kadang-kadang terdiri dari S, P, dan PEL, kadangkadang terdiri dari S, P, dan KET, kadang-kadang terdiri dari S, P, O, dan KET, kadang-kadang terdiri dari S, P, PEL, dan KET, kadang-kadang terdiri dari P saja. Unsur fungsional yang cenderung selalu ada dalam klausa ialah P; unsur-unsur yang lain mungkin ada, mungkin juga tidak ada. (Ramlan, 1987:90 91) Meskipun bukan sebagai syarat kalimat yang selalu wajib hadir, keberadaan S juga memiliki peran penting. Dalam penelitian ini, unsur fungsional yang akan banyak dibahas adalah unsur fungsional S, P, dan Pel. Hal ini disebabkan karakteristik klausa data penelitian. Penelitian ini menggunakan pandangan unsur fungsional Ramlan (1987). 1.7.3 Makna (Peran) Unsur Klausa Interaksi semantis antara satuan-satuan gramatikal merupakan hubungan antara predikator dengan argumen dalam suatu proposisi. Predikator mencakup
11 makna seperti Perbuatan, Cara, Proses, Posisi, Relasi, Lokasi Arah, Keadaan, Kuantitas, Kualitas, atau Identitas. Argumen merupakan benda atau yang dibendakan dan secara konkret berkategori nomina atau pronomina. Hubungan antara tiap argumen dan predikator ini disebut sebagai peran (Kridalaksana, 2002:16 17). Bagan di bawah ini merupakan bagan hubungan predikator dan argumen dalam proposisi tunggal. proposisi predikator Argumen 1 Argumen 2 identitas pokok ciri Bagan 1. Hubungan Predikator dan Argumen dalam Proposisi Tunggal Sumber: Kridalaksana (2002:16) Setiap kalimat memerikan suatu peristiwa atau keadaan yang melibatkan satu peserta atau lebih dengan peran semantik yang berbeda-beda. Peserta itu dinyatakan dengan nomina atau frasa nominal. Ada lima peranan semantik dalam tata bahasa baku bahasa Indonesia, yaitu Pelaku, Sasaran, Pengalam, Peruntung, dan Atribut (Alwi, 2003:334 335). Berikut adalah tabel pembagian makna unsur pengisi P menurut Ramlan (1987:135). perbuatan keadaan keberadaan pengenal jumlah pemerolehan Tabel 1. Makna Pengisi Fungsi Unsur Klausa P S O PEL KET pelaku alat sebab penderita hasil tempat penerima pengalam dikenal terjumlah penderita penerima tempat alat hasil penderita alat Sumber: Ramlan (1987:135) tempat waktu cara penerima peserta alat sebab pelaku keseringan perbandingan perkecualian
12 Kridalaksana dkk. (1985:10 12) menyebutkan ada 19 peran dalam bahasa Indonesia, yaitu peran Penanggap, Pelaku, Tokoh, Pokok, Ciri, Penderita, Sasaran, Hasil, Pemerolehan, Ukuran, Alat, Tempat, Asal, Jangkauan, Cara, Peserta, Arah, Waktu, dan Asal. Penelitian ini menggunakan pembagian makna (peran) unsur klausa menurut Ramlan dan Kridalaksana. Makna (peran) yang digunakan dalam penelitian ini adalah makna predikator (P) dan argumen klausa verba kopula (S dan Pel). Ramlan (1987) dan Kridalaksana (2002) membagi jenis makna (peran) predikator secara berbeda. Tabel 2. Jenis-Jenis Predikator Menurut Makna Perbuatan Keberadaan Keadaan Jumlah Pengenal Ramlan (1987) Kridalaksana (2002) Pemerolehan - Perbuatan Cara Posisi Relasi Lokasi Arah Keadaan Proses Kuantitas Kualitas Identitas Sumber: Mastoyo (2015:95) 1.8 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan data yang berasal dari dua sumber, yaitu sumber tertulis dan sumber lisan. Sumber data tertulis diambil dari beberapa media yang memuat tulisan berbahasa Indonesia baik media massa cetak maupun media massa online. Sumber lisan data penelitian ini diambil dari penulis yang
13 merupakan penutur bahasa Indonesia dan juga pihak lain yang ada di sekitar penulis. Data penelitian ini merupakan klausa yang memuat kata adalah, ialah, atau merupakan yang berfungsi sebagai predikat. Data yang ditemukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik simak libat cakap. Teknik ini dipilih karena data yang diambil ikut melibatkan peneliti untuk menentukan pembentukkan dan pemunculan calon data, tidak hanya sebagai pemerhati. Pengumpulan data dari berbagai sumber dan pemilihan terhadap sumber data tersebut dilakukan dengan memilih sumber data yang berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu terhadap objek. Karena penelitian ini menggunakan dua sumber data (tertulis dan lisan), akan digunakan pembeda dalam penyajian data atas sumber yang berbeda tersebut. Pembedaan yang dimaksud ialah dengan menyertakan sumber data tertulis di setiap data yang disajikan, sementara itu pada data lisan tidak disertakan. Data yang telah terkumpul kemudian dicatat (teknik catat) untuk selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan kategori pengisi fungsi. Data yang telah dikumpulkan dan diklasifikasikan dianalisis menggunakan metode agih. Metode ini dipilih karena alat penentu yang digunakan adalah bagian dari bahasa yang bersangkutan, yaitu bahasa Indonesia (Sudaryanto, 1993:15). Ada beberapa teknik yang digunakan di dalam penelitian. Pertama, teknik bagi unsur langsung. Teknik ini membagi suatu konstruksi menjadi beberapa bagian atau unsur yang dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 1993:31). Teknik ini dimanfaatkan untuk
14 menentukan bagian-bagian fungsional konstruksi klausa ber-p VK dan untuk mengetahui variasi unsur-unsurnya. Kedua, penggunaan teknik lesap untuk membuktikan kadar keintian kata adalah, ialah, dan merupakan dalam suatu konstruksi kalimat (Sudaryanto, 1993:42). Ketiga, teknik ganti digunakan sebagai penentu kadar kesamaan dan perbedaan kata ialah, adalah, dan merupakan dalam konstruksi tertentu. Apabila kata-kata tersebut dapat digantikan (atau saling menggantikan) berarti kedua unsur itu berada dalam kelas atau kategori yang sama (Sudaryanto, 1993:48). Keempat, teknik balik digunakan sebagai cara untuk mengetahui kadar ketegaran kata ialah, adalah dan merupakan dalam konstruksi tertentu. Apabila unsur tersebut dapat dipindahkan tempatnya dalam susunan beruntun maka unsur yang bersangkutan memiliki kadar ketegaran letak yang rendah (kurang) dan kadang-kadang hal ini bersangkuan juga dengan keeratan hubungan semantis antara unsur lainnya (Sudaryanto, 1993:74). Hasil penelitian ini disajikan secara formal dan informal, yaitu dengan menunjukkan pola kalimat yang menggunakan kata adalah, ialah, dan merupakan dalam bentuk simbol/lambang dan menarasikannya. Penyajian dalam bentuk formal diharapkan mampu memperjelas pemahaman akan hasil penelitian dan mampu memformulasikan perilaku kata dalam kalimat. 1.9 Sistematika Penyajian Hasil Penelitian Hasil penelitian ini disajikan dalam empat bab. Bab I berisi pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode dan teknik penelitian, serta sistematika
15 penyajian hasil penelitian. Bab II berisi hasil analisis perilaku sintaktis kata adalah, ialah, dan merupakan dalam klausa. Bab III berisi hasil analisis perilaku semantis kata adalah, ialah, dan merupakan dalam klausa. Bab IV adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran.