BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI Tinjauan pustaka memaparkan lebih lanjut tentang penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Selain itu, dipaparkan konsep dan landasan teori yang mendukung penelitian ini. Hal tersebut dijelaskan seperti berikut ini. 2.1 Tinjauan Pustaka Pada bagian ini dipaparkan hasil penelitian terdahulu yang bertalian dengan analisis kalimat. Dalam hal ini, penelitian yang dilakukan oleh Yayah Rokayah (2005) dalam skripsinya yang berjudul Kajian Sintaktik Kalimat Tunggal dalam Teks Berita Utama Kompas, Pikiran Rakyat, dan Galamedia. Penelitian ini menganalisis masalah penggunaan struktur bahasa yang digunakan, khususnya mengenai struktur sintaktiknya. Data diambil dari kalimat tunggal bukan kutipan langsung yang terdapat pada surat kabar Kompas, Pikiran Rakyat, dan Galamedia. Teori yang digunakan ialah teori Struktural. Metode yang digunakan adalah metode simak dan teknik catat. Hasil analisis data yang dilakukan oleh Yayah Rokayah menunjukkan pola bahwa kalimat tunggal bahasa tulis dalam surat kabar yang diteliti memiliki variasi sebanyak lima belas pola kalimat. Pola yang paling mendominasi kehadirannya adalah pola SPK. Pola tersebut termasuk ke dalam pola kalimat dasar yang ada dalam bahasa Indonesia. Jenis kalimat berdasarkan peranan subjek yang mendominasi adalah kalimat aktif. Frekuensi kehadirannya dalam kalimat berita utama hampir tiga perempat didominasi oleh kalimat aktif dan sisanya adalah kalimat pasif. Jenis kalimat

2 9 berdasarkan kategori pengisi predikat kehadirannya didominasi oleh jenis kata verba tak transitif. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Hidayatur (2009) membahas tentang Relasi Makna Klausa Kalimat Majemuk pada Terjemahan Surat Luqman. Dalam penelitiannya, Hidayatur membahas bentuk relasi makna dan kata penghubung yang digunakan untuk mewujudkan relasi makna. Data penelitian dikumpulkan dengan metode simak yang diikuti dengan teknik catat. Relasi makna yang terdapat pada terjemahan surat Luqman meliputi tiga relasi makna, yaitu relasi makna antarklausa dalam kalimat, relasi makna antarkalimat dalam satu ayat, dan relasi makna antarayat. Dalam relasi makna antarklausa dalam kalimat terdapat lima belas hubungan makna, yaitu penjumlahan, penerang, kegunaan, syarat, cara, perbandingan, akibat, harapan, perturutan, waktu, isi, perlawanan, tak bersyarat, sebab, dan pengandaian. Relasi makna antarkalimat dalam satu ayat wujudnya berupa makna yang berkaitan dengan kalimat sebelumnya, tetapi masih dalam satu ayat. Relasi makna antarayat wujudnya berupa makna yang saling berhubungan dengan ayat sebelumnya. Kata penghubung yang dipakai oleh Hidayatur adalah dan, yaitu, yang, sebagai, maka, untuk, bagi, jika, dengan, agar, seolah-olah, seakan-akan, sebagaimana, seperti, maka, agar, lalu, kemudian, ketika, setelah, bahwa, tetapi, sedang, dan walaupun. Kandungan makna terjemahan surat Luqman, yaitu Alquran menjamin suksesnya orangorang yang beriman, nasihat Luqman kepada anaknya (menghormati orang tua, menjalankan perintah-nya shalat lima waktu, meninggalkan segala larangan-nya) bahwa kekuasaan Allah adalah mutlak.

3 10 Selain itu, pembahasan tentang Konstruksi Klausa Bebas dan Klausa Terikat dalam Kalimat Majemuk Bertingkat di Media Cetak Berbahasa Indonesia juga dilakukan oleh Fatimah (2010). Fatimah membahas tipe-tipe konstruksi klausa bebas dan klausa terikat dalam kalimat majemuk bertingkat bahasa Indonesia dengan menggunakan pendekatan tata bahasa tagmemik. Sumber data diperoleh dari harian Kompas, Solo Post, tabloid Otomotif, Bintang Indonesia, majalah Tempo, Gatra, dan Kartini, serta novel Larung. Data tersebut dikumpulkan dengan metode simak dan tekniknya adalah teknik catat. Data diklasifikasikan berdasarkan kekontrasan klausa bebas dan klausa terikatnya. Analisis data yang dilakukan oleh Fatimah, yaitu dengan menggunakan metode agih dan teknik yang digunakan adalah teknik bagi unsur langsung dengan teknik lanjutan tenik lesap dan teknik balik. Hasil analisis disimpulkan dengan menggunakan teknik simpulan secara induktif. Simpulan yang dapat ditarik dari penelitiannya adalah terdapat enam kelompok konstruksi dan empat belas subkonstruksi kalimat majemuk bertingkat deklaratif, serta tagmem dasar akar klausa transitif terdiri atas tiga gatra wajib, yaitu subjek sebagai pelaku, predikat sebagai pernyataan, dan objek sebagai penderita. Penelitian ini mempunyai hubungan atau persamaan dengan ketiga penelitian di atas. Persamaan tersebut terletak pada penggunaan struktur bahasa yang digunakan, khususnya bidang sintaksisnya, di samping metode yang digunakan, yaitu metode simak dan teknik catat. Sementara itu, perbedaannya terletak pada unsur yang dikaji. Dalam hal itu Yayah Rokayah mengkaji pola kalimat tunggal, Hidayatur mengkaji klausa dengan memperhatikan hubungan antarklausa, dan Fatimah mengkaji tipe konstruksi

4 11 klausa. Selain itu, perbedaan lainnya, yakni terletak pada sumber data penelitian dan jumlah sampelnya. 2.2 Konsep Untuk memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep. Konsep ini berupa konstruksi sintaktis dalam suatu unsur langsung berupa klausa dan analisisnya yang terdiri atas fungsi, kategori, dan peran sintaksis. Selain itu, dipaparkan mengenai prinsip dasar jurnalistik Konstruksi Sintaktis Konstruksi sintaktis adalah pengelompokan satuan-satuan yang sesuai dengan kaidah-kaidah sintaktis suatu bahasa (Kridalaksana, 1984:120). Maksud pengertian di atas adalah bahwa konstruksi sintaktis itu merangkaikan unsur-unsur sintaktis yang ada sehingga membentuk bangunan kalimat yang lengkap dan memiliki makna. Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa sintaksis menunjuk pada ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk frase, klausa, dan kalimat. Oleh karena itu, konstruksi sintaktis merupakan satuan-satuan bahasa bermakna yang berupa frase, klausa, dan kalimat. Ramlan (1981: 17) memberikan pengertian frasa yaitu satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Yang dimaksud batass fungsi adalah fungsi subjek dan predikat. Oleh karena itu, frasa sebagai satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak bersifat predikatif. Satuan gramatikal tersebut tidak lain adalah bentuk konstruksi sintaksis.

5 12 Konstruksi frasa dalam bahasa Indonesia sering disebut kelompok kata karena bentuk konstruksi tersebut terdiri dari dua kata atau lebih sebagai anggotanya dan hubungan antara unsur langsungnya bersifat longgar. Apabila salah satu anggota frasa berperan sebagai pokok atau inti dan anggota yang lain berperan sebagai atribut (frasa bertingkat). Namun demikian, apabila anggota frasa berperan sebagai pokok atau inti dan di antara anggota frasa itu digabungkan dengan konjungsi (kata penghubung), frasa yang bersangkutan merupakan frasa koordinatif (frasa setara). Berdasarkan hal tersebut unsure langsung frasa atributif biasanya dua bentuk bebas, sedangkan unsure langsung frasa koordinatif lebih dari dua bentuk bebas. Klausa merupakan satu di antara konstruksi sintaktis yang dibentuk dari kata dan frase. Berikut ini beberapa para ahli tata bahasa Indonesia mengemukakan pendapatnya tentang klausa. Kridalaksana (2001:59) mengatakan bahwa klausa adalah satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat serta mempunyai potensi untuk menjadi sebuah kalimat. Kentjono (2002:58) berpendapat, klausa adalah satuan gramatikal yang disusun oleh kata atau frase dan yang mempunyai satu predikat. Klausa pada umumnya merupakan konstituen sebuah konstruksi kalimat. Selanjutnya, Chaer (2009:41) mengemukakan bahwa klausa adalah satuan sintaktis yang berada di atas satuan frase dan di bawah satuan kalimat, yakni berupa runutan kata-kata berkonstruksi predikatif. Dengan kata lain, di dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frase yang berfungsi sebagai predikat dan yang lain berfungsi sebagai objek dan sebagai keterangan. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa klausa merupakan satuan linguistik yang sekurang-kurangnya terdiri atas fungsi subjek (S) dan predikat (P) serta berpotensi menjadi kalimat. Klausa dikatakan berpotensi menjadi kalimat karena

6 13 sesungguhnya klausa jika diberi intonasi final (dalam konvensi tulis berupa tanda baca titik, tanda seru, dan tanda tanya) akan berubah menjadi satuan kalimat. Berdasarkan strukturnya, klausa dibedakan atas klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas adalah klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subjek dan predikat. Di samping itu, klausa bebas mempunyai potensi untuk menjadi kalimat mayor. Berbeda dengan klausa bebas yang strukturnya lengkap, maka klausa terikat memiliki struktur yang tidak lengkap. Unsur yang ada dalam klausa tidak lengkap mungkin subjek, objek, atau keterangan saja (Ramlan, 2001:79). Dengan demikian, apabila salah satu unsur langsung suatu bentuk konstruksi berupa bentuk terikat (afiks/imbuhan) dan konstruksi yang bersangkutan berupa kata, maka bentuk tersebut bukan konstruksi sintaksis, melainkan tergolong konstruksi morfologis. Hasil konstruksi morfologis berbentuk kata jadian (kata berimbuhan dan kata majemuk), sedangkan konstruksi sintaksis berupa frase, klausa, dan kalimat. Berdasarkan dasar deskripsi di atas, bentuk konstruksi sintaktis memiliki ciri pokok, antara lain unsur langsungnya berupa bentuk bebas atau kata, hubungan antara unsur langsungnya longgar, di antara unsur langsungnya dapat disisipi bentuk bebas atau kata lain, biasanya unsur langsungnya tidak tetap, dan bentuknya berupa frase, klausa, atau kalimat Fungsi Sintaktis Verhaar (1995:70) mengatakan bahwa fungsi-fungsi sintaksis terdiri atas unsurunsur subjek, predikat, objek, dan unsur keterangan, yakni merupakan kotak-kotak kosong atau tempat-tempat kosong dan tidak mempunyai arti apa-apa karena kekosongannya. Tempat-tempat kosong itu akan diisi oleh sesuatu, yakni berupa

7 14 kategori yang memiliki peranan tertentu. Fungsi induk dalam kalimat adalah predikat yang biasanya berupa verbal. Selanjutnya, fungsi sintaktis adalah konstituen yang formal. Secara garis besar, kajian atas fungsi sintaktis merupakan usaha mendeskripsikan klausa atas fungsi-fungsi sintaktisnya atau jabatan klausa (istilah tradisional). Penentuan fungsi sintaktis, selain harus memperhatikan batas antarfungsi, juga dengan memperhatikan ciri fungsinya yang dapat dilihat dari unsur pengisi fungsi tersebut. Salah satu kata atau frase merupakan unsur pembentuk klausa dan kalimat. Dalam suatu klausa, unsur-unsur tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat. Unsur yang satu akan menentukan atau ditentukan oleh unsur lainnya. Hubungan antarunsur itu dilihat dari sudut pandang penyajiannya dalam ujaran, akan menghasilkan fungsi, yang kemudian disebut fungsi sintaksis. Selanjutnya, Verhaar (1995:70) memberikan pendapat bahwa yang termasuk dalam fungsi adalah istilah seperti subjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (K). Tiap-tiap unsur pembentuk itu hanya akan menduduki satu fungsi. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini berturut-turut dibicarakan fungsi subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan Fungsi Subjek Fungsi subjek merupakan konstituen kalimat yang memiliki ciri-ciri, yakni pada umumnya berkategori nominal, terletak di sebelah kiri fungsi predikat. Selain itu, fungsi subjek menjadi objek akibat pemasifan kalimat dan unsur tersebut menandai apa yang dikatakan oleh pembicara (Alwi, 2000:162).

8 Fungsi Predikat Fungsi predikat sebagai unsur pusat dalam arti, yakni menentukan boleh tidaknya fungsi lainnya hadir. Fungsi predikat ini mempunyai tiga ciri. Pertama, fungsi predikat berada di sebelah kanan fungsi subjek. Kedua, unsur pengisi fungsi predikat pada umumnya bergolongan atau berkategori verba, tetapi tidak menutup kemungkinan berkategori nonverbal, seperti: nominal, adjektiva, atau numeralia. Ketiga, unsur tersebut menandai apa yang dikatakan oleh pembicara tentang subjek (Alwi, 2000:163) Fungsi Objek Fungsi objek sebagai unsur pendamping mempunyai empat ciri. Keempat ciri tersebut, yaitu (1) fungsi objek ada apabila unsur pendamping predikatnya adalah berkategori verba aktif transitif, (2) posisi fungsi objek berada di sebelah kanan fungsi predikat, (3) unsur pengisi fungsi objek bergolongan nomina, dan (4) fungsi objek dapat berubah fungsi menjadi fungsi subjek dalam kalimat pasif (Alwi, 2000:164) Fungsi Pelengkap Fungsi pelengkap memiliki perilaku yang hampir sama dengan fungsi objek. Hal ini disebabkan beberapa ciri fungsi pelengkap sama dengan sebagian ciri fungsi objek. Secara rinci fungsi pelengkap yaitu berdasarkan posisinya, yakni berada di sebelah kanan predikat, tepatnya setelah fungsi objek pada verba transitif, unsur pengisi fungsi pelengkap adalah golongan nominal, fungsi ini tidak hanya terdapat pada kalimat yang predikatnya verba aktif transitif dan verba aktif intransitif, tetapi juga terdapat pada kalimat verba pasif; dan apabila kalimatnya dipasifkan fungsi pelengkap tidak mengalami perubahan fungsi seperti pada fungsi objek (Alwi, 2000:165).

9 Fungsi Keterangan Fungsi keterangan merupakan fungsi yang tidak bergantung dengan fungsi lain. Artinya, tidak ada syarat yang mengikuti atas hadir tidaknya fungsi keterangan. Apabila dibandingkan dengan fungsi objek dan pelengkap, kedua fungsi tersebut cukup dipengaruhi oleh unsur pengisi predikatnya. Oleh karena itu, fungsi keterangan biasa disebut fungsi non-inti. Fungsi ini biasanya diisi oleh unsur yang berkategori benda yang berfungsi sebagai keterangan atau preposisi. Adapun posisi fungsi keterangan dalam suatu kalimat yang runtut berada di awal atau di akhir konstruksi, di samping tidak menutup kemungkinan dalam suatu kalimat terdapat dua fungsi keterangan (Alwi, 2000:166) Kategori Sintaktis Kata yang mempunyai bentuk dan perilaku yang sama akan dimasukkan ke dalam satu kelompok, sedangkan kata lain yang mempunyai bentuk dan perilaku yang berbeda akan dikelompokkan pada kelompok yang berbeda. Pengelompokan dengan dasar bentuk dan perilaku menghasilkan kategori kata. Analisis kategori sintaktis merupakan usaha untuk mendeskripsikan unsur-unsur pembentuk klausa ke dalam golongan-golongan atau kelas-kelas kata atau frase. Pada tataran sintaktis, kategori kata yang sudah dikembangkan dengan menambah kategori lain akan menghasilkan frase. Dalam hal ini nomina dengan perkembangannya disebut frase nominal, verba dengan perkembangannya disebut frase verbal, adjektiva dengan perkembangannya disebut frase adjektival, dan preposisi dengan perkembangannya disebut frase preposisional. Apabila kata atau frase yang

10 17 berkategori itu bergabung membentuk kalimat, maka deskripsi kategorinya disebut kategori sintaktis. Dengan kata lain, kategori sintaktis adalah golongan atau kategori yang diperoleh suatu satuan sebagai akibat hubungan dengan kata-kata lain dalam konstruksi sintaktis. Dalam bahasa Indonesia, terdapat empat kategori utama, yaitu verba atau kata kerja, nomina atau kata benda, adjektiva atau kata sifat, dan adverbia atau kata keterangan. Di samping itu, kata juga memiliki satu kelompok lain yang dinamakan kata tugas yang terdiri atas beberapa subkategori. Salah satu subkategorinya adalah preposisi atau kata depan. Setiap kategori, baik berupa kata maupun frase hanya akan menduduki satu fungsi. Oleh karena itu, pengategorian unsur sintaktis sebagai langkah kedua setelah fungsi, di samping tidak lepas dari analisis fungsi sintaktisnya. Menurut Verhaar (1995:70), kategori kelas kata ditentukan oleh konstituen-konstituen klausa. Dalam kaitan ini istilah-istilah yang termasuk dalam tataran kategori adalah kata benda (nomina), kata kerja (verba), kata sifat (adjektiva), kata depan (preposisional), dan sebagainya Nomina Nomina adalah kategori yang secara sintaktis tidak mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel tidak, selain kelas kata ini sering berpadanan dengan orang, benda, atau hal lain yang dibendakan dalam alam di luar bahasa. Jika dilihat dari bentuk morfologisnya, kategori nomina terdiri atas dua bentuk, yaitu nomina dasar dan nomina turunan. Nomina dasar adalah kategori kata yang belum mengalami proses morfologis atau masih berbentuk kata dasar. Dalam hal ini, baik nomina dasar maupun nomina turunan dapat dikembangkan sehingga menjadi frase nominal. Nomina sebagai kategori

11 18 mempunyai dua subkategori lagi, yaitu pronominal atau kata ganti dan numeral atau kata bilangan. Salah satu bentuk pronominal adalah kata ganti persona yang terbagi atas tiga bentuk, yaitu persona pertama, persona kedua, dan persona ketiga. Seperti halnya bentuk nomina, kategori kata ini pun dapat dikembangkan dengan menambah kata lain sehingga dapat menjadi frase, yang kemudian disebut frase pronominal dan frase numeralia (Suhardi, 2001:420) Verba Verba atau kata kerja adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat dan memiliki kemungkinan didampingi partikel tidak. Akan tetapi, tidak dapat di dampingi oleh preposisi seperti di, ke, dari, atau kata lain seperti sangat, agak, lebih. Adapun bentuk kategori verba ada dua, yaitu verba dasar dan verba turunan (Suhardi, 2000:421) Adjektiva Adjektiva, yang disebut juga kata sifat atau kata keadaan, yakni kata yang dipakai untuk mengungkapkan sifat atau keadaan orang, benda, atau binatang. Dalam bahasa Indonesia, adjektiva mempunyai ciri dapat bergabung dengan kata ingkar tidak dan kata yang lain, seperti: sedang, agak, paling, sekali, cantik, sopan, mahal, dan murah. Kata berkategori ini pun dapat diperluas dengan menambah kata lain sehingga menjadi frase adjektival atau frase sifat (Suhardi, 2001:422).

12 Preposisi Preposisi atau kata depan adalah salah satu jenis kata tugas yang bertugas sebagai unsur pembentuk frase preposisional. Contoh kata berkategori preposisional adalah di, ke, dari, oleh, dengan. Kategori kata ini juga dapat diperluas dan membentuk frase preposisional (Suhardi, 2001:423) Adverbia Adverbia adalah kategori yang dapat mendampingi adjektiva, numeralia, nomina, dan verba, seperti: lebih, paling, sekali, dan paling cantik. Berkaitan dengan kata atau frase berfungsi keterangan, seperti kemarin, besok pagi, dan hari ini, yakni ada dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa bentuk-bentuk kata atau frase tersebut secara fungsional diperlakukan sebagai keterangan dan secara kategorial diperlakukan sebagai adverbial waktu, sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa bentuk-bentuk kata atau frase tersebut secara fungsional diperlakukan sebagai keterangan, tetapi secara kategorial akan diperlakukan sebagai nomina atau nominal (Suhardi, 2001:424) Konjungsi Konjungsi (kata sambung) adalah kategori yang berfungsi untuk meluaskan satuan yang lain dan selalu menghubungkan dua satuan lain atau lebih dalam konstruksi. Konjungsi menghubungkan bagian-bagian ujaran, baik yang setataran maupun tidak setataran. Sesuai dengan makna satuan-satuan yang dihubungkan oleh konjungsi, maka dapat dibedakan tugas-tugas konjungsi, seperti: penambahan, pilihan, gabungan, perlawanan, temporal, perbandingan, sebab, akibat, syarat, tak- bersyarat,

13 20 pengandaian, harapan, perluasan, pengantar objek, cara, perkecualian, dan pengantar wacana. Contoh konjungsi, di antaranya: agar, asalkan, baik, maupun, bahwa, garagara, maka, sambil, tanpa, walaupun demikian. Berbeda dengan keempat kelas kata utama (nomina, verba, adjektiva, adverbia), kata tugas (preposisi dan konjungsi) hanya mempunyai arti gramatikal (tidak memiliki arti leksikal). Hal ini berarti bahwa arti kata tugas ditentukan bukan oleh kata itu secara lepas, melainkan oleh kaitannya dengan kata lain dalam frase atau kalimat. Dengan demikian, kata tugas penanda makna cara, seperti: dengan, secara, melalui, tanpa, sambil, sembari, dan seraya, baru memiliki arti apabila dirangkaikan dengan satuan gramatis lain (Suhardi, 2001:425) Peran Sintaktis Verhaar (1995:70) mengatakan bahwa peran adalah sesuatu hal yang dialami oleh fungsi berdasarkan kelas kata. Verhaar juga mengatakan bahwa tidak banyak penelitian yang menyebutkan struktur peran terdapat dalam semua bahasa. Oleh karena itu dalam semua bahasa perlulah dasar untuk mengungkapkan adanya orang atau benda yang menjadi pelaku dan pasien. Tataran peran adalah istilah-istilah, seperti: pelaku, penderita, penerima, aktif, pasif, dan sebagainya. Analisis peran sintaktis akan tepat apabila melihat hubungan antarunsur-unsur pengisi fungsi-fungsi sintaktisnya. Peran sintaktis, baik berupa pelaku maupun penderita atau yang lainnya merupakan hasil hubungan antara unsur yang satu dan unsur yang lainnya dalam suatu proposisi. Hubungan antara unsur-unsur tersebut ditentukan oleh unsur pengisi predikatnya. Dengan demikian, peran sintaktis adalah hubungan antara predikator dengan sebuah nomina dalam proposisi.

14 Frasa Secara umum pola struktur frasa dalam bahasa Indonesia kemungkinannya ada lima (Suhardi, 2001:63) yaitu frasa terbentuk dari kata ditambah kata atau F=K+K, frasa terbentuk dari kata ditambah frasa atau F=K+F, F=F+K, F=F+F, dan frasa terbentuk dari kata ditambah klausa atau F=K+Kl. Unsur frasa hanya bermakna diterangkan atau menerangkan yang kemudian terkenal dengan makna D-M. Unsur yang menduduki D (diterangkan) adalah unsur yang dikembangkan atau unsur atribut (Alisyahbana, 1976:69). Di samping itu, ada deksripsi lain mengenai makna unsur pembentuk frasa yaitu yang dikemukakan oleh Ramlan (1987:32). Ramlan memberikan deskripsi makna unsur pembentuk frasa berdasarkan hubungan antara unsur pembentuk yang satu dengan unsur pembentuk yang lain dalam konstruksi frasa. Makna tersebut antara lain makna penjumlahan, pemilihan, penunjuk, jumlah, ragam, negative, aspek, dan makna tingkat Klausa Fungsi subjek di dalam konstruksi sintaksis berupa klausa diisi oleh peran semantik pelaku, penderita, alat, sebab, hasil, tempat, penerima, pengalam, dikenal, dan jumlah. Fungsi predikat diisi oleh peran semantik perbuatan, keadaan, pengenal, jumlah, dan pemerolehan. Fungsi objek diisi oleh peran semantik penderita, penerima, tempat, dan hasil. Fungsi pelengkap diisi oleh peran semantik penderita, alat, dan hasil. Fungsi keterangan diisi oleh peran semantik tempat, waktu, cara, penyebab, pelaku, penyerta, alat, dan penerima (Verhaar, 1995:71).

15 Penulisan Judul Berita Rubrik Opini Bahasa jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa sebagaimana tampak dalam harian-harian surat kabar dan majalah. Dengan fungsi yang demikian itu, maka bahasa jurnalistik harus jelas dan mudah dibaca dengan tingkat ukuran intelektual minimal. Menurut Badudu (1988), bahasa jurnalistik memiliki sfat-sifat khas, yaitu singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar, dan jelas. Sifat-sifat itu harus dimiliki, baik oleh bahasa pers maupun bahasa jurnalistik, mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Sehubungan dengan hal tersebut, penulisan judul-judul berita pada rubrik opini khususnya harus menarik karena opini adalah suatu persoalan sosial yang diekspresikan secara formal dengan bentuk-bentuk dan konstruksi yang formal pula.oleh karena itu, beberapa ciri yang harus dimiliki bahasa jurnalistik da judul-judul berita khususnya adalah sebagai berikut. 1) Singkat Bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan yang panjang dan bertele-tele. 2) Padat Bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu menyampaikan informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan pembaca sudah tertampung di dalamnya. Menerapkan prinsip 5 W+1H (what, when, where, why, who, dan how), membuang kata-kata mubazir dan menerapkan ekonomi kata. 3) Sederhana Bahasa pers sedapat-dapatnya memilih kalimat tunggal dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks. Kalimat yang efektif,

16 23 praktis, sederhana pemakaian katanya, dan tidak berlebihan pengungkapannya (bombastis). 4) Lugas Bahasa jurnalistik mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga. 5) Menarik Menggunakan pilihan kata yang masih hidup, tumbuh, dan berkembang. Menghindari kata-kata yang sudah mati. 6) Jelas Informasi yang disampaikan jurnalis dengan mudah dapat dipahami oleh khalayak umum (pembaca). Struktur kalimatnya tidak menimbulkan penyimpangan/pengertian makna yang berbeda, menghidnari ungkapan bersayap atau bermakna ganda (ambigu). Oleh karena itu, seyogianya bahasa jurnalistik menggunakan kata-kata yang bermakna denotatif. 2.3 Landasan Teori Teori dipergunakan sebagai landasan berpikir untuk memahami, menjelaskan, dan menilai suatu objek atau data yang dikumpulkan, sekaligus sebagai pembimbing yang menuntun dan memberi arah di dalam penelitian. Penelitian ini merupakan suatu analisis struktur bahasa yang menggunakan teori Linguistik Deskriptif atau Linguistik Struktural. Maksudnya, bahwa semua analisis dan penemuan selalu berdasarkan pada data yang terkumpul. Teori yang digunakan adalah teori Struktural yang dicanangkan Verhaar yang merupakan sintesis dari beberapa teori sintaksis modern. Verhaar (2001:162) memilah-

17 24 milah kalimat berdasarkan fungsi, kategori, dan peran. Verhaar (1995:70) mengatakan bahwa fungsi-fungsi sintaksis itu terdiri atas unsur-unsur SPOK yang merupakan kotakkotak kosong atau tempat-tempat kosong dan tidak mempunyai arti apa-apa karena kekosongannya. Kategori kelas kata ditentukan oleh konstituen-konstituen klausa (Verhaar 1995:70). Dalam hal ini yang termasuk dalam tataran kategori adalah istilahistilah kata benda (nomina), kata kerja (verba), kata sifat (adjektiva), kata depan (preposisional), dan sebagainya. Peran adalah sesuatu hal yang dialami oleh fungsi berdasarkan kelas kata. Tataran peran adalah istilah-istilah, seperti pelaku, penderita, penerima, aktif, pasif, dan sebagainya. Struktur merupakan susunan bagian-bagian dalam dimensi linier (Verhaar, 1983:107). Sebagai unsure kajian sintaksis, frasa memiliki konstruksi yang berbeda dengan unsur kajian sintaksis lainnya. Frasa pada umumnya terbentuk oleh gabungan kata, akan tetapi tidak menutup kemungkinan unsure frasa berupa gabungan frasa dan frasa, bahkan mungkin sekali berupa gabungan kata dan klausa. Kemungkinan ini menyebabkan adanya pola struktur frasa yang berbeda antara jenis frasa yang satu dengan jenis frassa lainnya. Di samping itu pertemuan antara unsur-unsur frasa tersebut juga menimbulkan makna. Makna hubungan antar klausa ini juga banyak ditentukan pada struktur frasanya. Klausa pada umumnya merupakan konstituen sebuah konstruksi kalimat. Penelitian ini berupa penelitian struktur klausa, maka teori Struktural ini digunakan untuk mengkaji fungsi, kategori, dan peran dalam judul-judul berita surat kabar Bali Post. Jadi, teori Struktural membahas bahasa dari segi strukturnya. Selain itu, mengingat bahasa merupakan paduan antara aspek bentuk (formal aspect) dan aspek arti (semantic aspect), maka dalam analisis struktural juga dibicarakan

18 25 segi semantisnya. Hal ini sesuai dengan pandangan kaum strukturalis yang menekankan pada analisis struktural, tetapi tidak meninggalkan arti. Berlandaskan pada teori Struktural ini, diharapkan diperoleh hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan karena teori ini berusaha menggambarkan fakta atau objek secara empiris.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian dalam bidang linguistik berkaitan dengan bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis memiliki hubungan dengan tataran gramatikal. Tataran gramatikal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkomunikasi merupakan suatu kegiatan yang mempergunakan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.

Lebih terperinci

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Nama : Khoirudin A. Fauzi NIM : 1402408313 BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Pada bab terdahulu disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORETIS

BAB 2 LANDASAN TEORETIS BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1 Kerangka Acuan Teoretis Penelitian ini memanfaatkan pendapat para ahli di bidangnya. Bidang yang terdapat pada penelitian ini antara lain adalah sintaksis pada fungsi dan peran.

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode penelitian deskriptif analitik. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa

BAB I PENDAHULUAN. Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa (Ramlan, 2008:39). Tanpa kehadiran konjungsi, adakalanya

Lebih terperinci

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur adalah perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS SINTAKSIS Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. A. STRUKTUR SINTAKSIS Untuk memahami struktur sintaksis, terlebih dahulu kita harus Mengetahui fungsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS

BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS Sintaksis adalah bidang tataran linguistic yang secara tradisional disebut tata bahasa atau gramatika. Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti

Lebih terperinci

anak manis D M sebatang rokok kretek M D M sebuah rumah mewah M D M seorang guru M D

anak manis D M sebatang rokok kretek M D M sebuah rumah mewah M D M seorang guru M D Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang mempelajari proses pembentukan kalimat, atau yang menganalisis kalimat atas bagian-bagiannya. Kalimat ialah kesatuan bahasa atau ujaran yang berupa kata atau

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat tunggal bahasa Sula yang dipaparkan bahasan masaalahnya mulai dari bab II hingga bab IV dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat saat ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat saat ini. Dalam masyarakat moderen, media massa mempunyai peran yang signifikan sebagai bagian dari kehidupan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Mempertanggungjawabkan hasil penelitian bukanlah pekerjaan mudah. Seorang penulis harus mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya disertai data-data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang

Lebih terperinci

BAB 6 SINTAKSIS. Nama : CANDRA JULIANSYAH NIM :

BAB 6 SINTAKSIS. Nama : CANDRA JULIANSYAH NIM : Nama : CANDRA JULIANSYAH NIM : 1402408239 BAB 6 SINTAKSIS Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti dengan dan kata tattein yang berarti menempatkan. Secara etimologi sintaksis berarti

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II,

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, 654 BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, uji lapangan, dan temuan-temuan penelitian, ada beberapa hal yang dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Wisuda Sarjana Pendidikan di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Oleh NURMA

Lebih terperinci

HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KOLOM SENO GUMIRA AJIDARMA PADA BUKU KENTUT KOSMOPOLITAN

HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KOLOM SENO GUMIRA AJIDARMA PADA BUKU KENTUT KOSMOPOLITAN Arkhais, Vol. 07 No. 1 Januari -Juni 2016 HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KOLOM SENO GUMIRA AJIDARMA PADA BUKU KENTUT KOSMOPOLITAN Gilang Puspasari Fathiaty Murtadlo Asep Supriyana Abstrak. Penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Seperti telah diungkapkan, penelitian ini meliputi dua bidang, yakni linguistik dan jurnalistik. Dalam bidang linguistik, penelitian dibatasi dari segi sintaksis, yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi dengan sesamanya memerlukan sarana untuk menyampaikan kehendaknya. Salah satu sarana komunikasi

Lebih terperinci

5 Universitas Indonesia

5 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu penjelasan tentang teori Lexical Functional Grammar (subbab 2.1) dan penjelasan tentang struktur kalimat dalam bahasa Indonesia (subbab

Lebih terperinci

FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI

FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek pengajaran yang sangat penting, mengingat bahwa setiap orang menggunakan bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu frasa, FP, kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (3):

TATARAN LINGUISTIK (3): TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS 6(0) Sebelumnya kita membahas istilah morfosintaksis. morfosintaksis adalah gabungan kata dari morfologi dan sintaksis. morfologi pengertiannya membicarakan sruktur internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terus meninggi, ragam inovasi media terus bermunculan. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. yang terus meninggi, ragam inovasi media terus bermunculan. Berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, lalu lintas informasi berada pada tingkat kecepatan yang belum pernah dicapai sebelumnya. Demi memenuhi hasrat masyarakat akan informasi yang terus

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (3):

TATARAN LINGUISTIK (3): Nama : Hengki Firmansyah Nim : 1402408324 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS 6(0) Sebelumnya kita membahas istilah morfosintaksis. morfosintaksis adalah gabungan kata dari morfologi dan sintaksis. morfologi

Lebih terperinci

Jenis Verba Jenis Verba ada tiga, yaitu: Indikatif (kalimat berita) Imperatif (kalimat perintah) Interogatif (kalimat tanya) Slot (fungsi)

Jenis Verba Jenis Verba ada tiga, yaitu: Indikatif (kalimat berita) Imperatif (kalimat perintah) Interogatif (kalimat tanya) Slot (fungsi) Lecture: Kapita Selekta Linguistik Date/Month/Year: 25 April 2016 Semester: 104 (6) / Third Year Method: Ceramah Credits: 2 SKS Lecturer: Prof. Dr. Dendy Sugono, PU Clues: Notes: Kapita Selekta Linguistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hidup bermasyarakat merupakan salah satu sifat manusia. Manusia tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hidup bermasyarakat merupakan salah satu sifat manusia. Manusia tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidup bermasyarakat merupakan salah satu sifat manusia. Manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Dalam menjalin interaksi dengan orang lain, manusia

Lebih terperinci

STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.

STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA oleh Dra. Nunung Sitaresmi, M.Pd. FPBS UPI 1. Pendahuluan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain, karena dalam menjalani kehidupan sosial manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain, karena dalam menjalani kehidupan sosial manusia selalu membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Interaksi dan segala

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan

Lebih terperinci

KALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat

KALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat KELOMPOK 5 MATA KULIAH: BAHASA INDONESIA Menu KALIMAT Oleh: A. SK dan KD B. Pengantar C. Satuan Pembentuk Bahasa D. Pengertian E. Karakteristik F. Unsur G. 5 Pola Dasar H. Ditinjau Dari Segi I. Menurut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian. Selanjutnya dalam Bab 1 ini, penulis juga menjelaskan tentang identifikasi masalah, pembatasan

Lebih terperinci

ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AR-RUM

ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AR-RUM ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AR-RUM Supadmi, A310090132, Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

: Bahasa Indonesia dalam Psikologi. Kalimat

: Bahasa Indonesia dalam Psikologi. Kalimat Matakuliah Tahun : 2010 : Bahasa Indonesia dalam Psikologi Kalimat Pertemuan 04 Tujuan 1. Menjelaskan pengertian dan ciri-ciri kalimat. 2. Menggunakan kata dan frasa sebagai pembentuk kalimat, 3. Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik. Sarana yang paling utama untuk berkomunikasi adalah bahasa. disampaikan pada anggota masyarakat lain.

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik. Sarana yang paling utama untuk berkomunikasi adalah bahasa. disampaikan pada anggota masyarakat lain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan bermasyarakat manusia membutuhkan alat komunikasi untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Dalam berkomunikasi diperlukan sarana

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 9 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Penelitian pola kalimat yang sudah pernah dilakukan adalah analisis pola kalimat berpredikat verba dalam bahasa Indonesia pada buku mata pelajaran

Lebih terperinci

PEMAKAIAN KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM BUKU TEKS SEKOLAH DASAR. oleh. Nunung Sitaresmi. Abstrak

PEMAKAIAN KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM BUKU TEKS SEKOLAH DASAR. oleh. Nunung Sitaresmi. Abstrak PEMAKAIAN KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM BUKU TEKS SEKOLAH DASAR oleh Nunung Sitaresmi Abstrak Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pemakaian jenis kalimat bahasa Indonesia dalam buku teks Sekolah

Lebih terperinci

a. Pengertian 5. N+FP 6. Ar+N b. Struktur Frasa Nomina 7. yang+n/v/a/nu/fp 1. N+N 2. N+V 8. Nu+N 3. N+A 4. N+Nu

a. Pengertian 5. N+FP 6. Ar+N b. Struktur Frasa Nomina 7. yang+n/v/a/nu/fp 1. N+N 2. N+V 8. Nu+N 3. N+A 4. N+Nu 1. Frasa Nominal a. Pengertian frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata benda atau nomina. contoh : mahasiswa baru sepeda ini anak itu gedung sekolah b. Struktur Frasa Nomina Secara kategorial

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena bersifat deskriptif dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam

Lebih terperinci

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE 4.1 Pengantar Bagian ini akan membicarakan analisis unsur-unsur bahasa Inggris yang masuk ke dalam campur kode dan membahas hasilnya. Analisis

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN A. Kerangka Teoretis Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat yang memberikan penjelasan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu surat kabar yang beredar di masyarakat adalah Satelit Post. Surat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu surat kabar yang beredar di masyarakat adalah Satelit Post. Surat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari bahasa karena bahasa mempunyai fungsi utama, yaitu sebagai alat komunikasi. Bahasa dimanfaatkan untuk berinteraksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alquran merupakan wahyu Allah swt yang diwahyukan kepada Nabi

BAB I PENDAHULUAN. Alquran merupakan wahyu Allah swt yang diwahyukan kepada Nabi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Alquran merupakan wahyu Allah swt yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw untuk disampaikan kepada umat manusia sebagai pedoman hidup. Anwar, dkk. (2009:

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN TIM PASCASARJANA POLA PENGGUNAAN SATUAN LINGUAL YANG MENGANDUNG PRONOMINA PERSONA PADA TEKS TERJEMAHAN ALQURAN DAN HADIS

LAPORAN PENELITIAN TIM PASCASARJANA POLA PENGGUNAAN SATUAN LINGUAL YANG MENGANDUNG PRONOMINA PERSONA PADA TEKS TERJEMAHAN ALQURAN DAN HADIS Kode/Nama Rumpun Ilmu** :741/ Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah LAPORAN PENELITIAN TIM PASCASARJANA POLA PENGGUNAAN SATUAN LINGUAL YANG MENGANDUNG PRONOMINA PERSONA PADA TEKS TERJEMAHAN ALQURAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Bentuk Frasa Pada Wacana Buku Teks Bahasa Indonesia Kelas XII SMA Karangan Dawud DKK Penerbit : Erlangga 2004 oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengulangan unsur harus dihindari. Salah satu cara untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengulangan unsur harus dihindari. Salah satu cara untuk mengurangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada penggabungan klausa koordinatif maupun subordinatif bahasa Indonesia sering mengakibatkan adanya dua unsur yang sama atau pengulangan unsur dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun,

BAB 1 PENDAHULUAN. Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun, pemerian mengenai klausa tidak ada yang sempurna. Satu sama lain pemerian klausa saling melengkapi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian dengan Judul Struktur dan Ciri Bahasa Teks Fabel dalam Karangan Siswa Kelas VIII SMP Negeri 8 Malang Tahun 2015 oleh Anitah Karisma Zaki 2015.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterbitkan kurang begitu memperhatikan aspek gramatikal bahkan masih

BAB I PENDAHULUAN. diterbitkan kurang begitu memperhatikan aspek gramatikal bahkan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majalah merupakan salah satu sumber data yang dapat dijadikan sebagai bahan penelitian. Sudah sering sekali majalah dicari para peneliti untuk dikaji segi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain

Lebih terperinci

Analisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar

Analisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar Analisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar Wayan Yuni Antari 1*, Made Sri Satyawati 2, I Wayan Teguh 3 [123] Program Studi Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia VERBA PREDIKAT BAHASA REMAJA DALAM MAJALAH REMAJA Renadini Nurfitri Abstrak. Bahasa remaja dapat dteliti berdasarkan aspek kebahasaannya, salah satunya adalah mengenai verba. Verba sangat identik dengan

Lebih terperinci

04/10/2016. Dengan bangga, kami mempersembahkan KALIMAT. Pertemuan 6

04/10/2016. Dengan bangga, kami mempersembahkan KALIMAT. Pertemuan 6 Dengan bangga, kami mempersembahkan KALIMAT Pertemuan 6 1 Bahasan Identifikasi Aktualisasi Unsur-unsur Struktur Pengembangan Identifikasi Kalimat ialah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan

Lebih terperinci

I. KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan adalah kesanggupan seseorang menggunakan unsur-unsur kesatuan dalam

I. KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan adalah kesanggupan seseorang menggunakan unsur-unsur kesatuan dalam I. KAJIAN PUSTAKA 1. Pengertian Kemampuan Kemampuan adalah kesanggupan seseorang menggunakan unsur-unsur kesatuan dalam bahasa untuk menyampaikan maksud serta kesan tertentu dalam keadan yang sesuai. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Bahasa juga dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari lapisan atas sampai lapisan bawah. Bahasa surat kabar harus lancar agar

BAB I PENDAHULUAN. dari lapisan atas sampai lapisan bawah. Bahasa surat kabar harus lancar agar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang kita dapat dengan mudah memperoleh informasi mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dalam atau luar negeri melalui media elektronik atau cetak. Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ungkapan manusia yang dilafalkan dengan kata-kata dalam. dan tujuan dari sebuah ujaran termasuk juga teks.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ungkapan manusia yang dilafalkan dengan kata-kata dalam. dan tujuan dari sebuah ujaran termasuk juga teks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia telah dikodratkan oleh penciptanya untuk hidup berkomunikasi, salah satu bentuk komunikasi adalah dengan bahasa. Bahasa merupakan ungkapan manusia yang

Lebih terperinci

RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA HARIAN SOLO POS EDISI APRIL 2010 SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA HARIAN SOLO POS EDISI APRIL 2010 SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA HARIAN SOLO POS EDISI APRIL 2010 SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti.

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti. Pertama, klasifikasi proposisi menurut hal yang menyungguhkan atau mengingkari kemungkinan atau

Lebih terperinci

FRASE PREPOSISIONAL DI PADA KUMPULAN CERPEN BERJUTA RASANYA KARYA TERE LIYE:KAJIAN SINTAKSIS

FRASE PREPOSISIONAL DI PADA KUMPULAN CERPEN BERJUTA RASANYA KARYA TERE LIYE:KAJIAN SINTAKSIS FRASE PREPOSISIONAL DI PADA KUMPULAN CERPEN BERJUTA RASANYA KARYA TERE LIYE:KAJIAN SINTAKSIS NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Setiap bangsa tentunya memiliki bahasa sebagai identitas, seperti Indonesia memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak hanya

Lebih terperinci

SINTAKSIS ( TATA KALIMAT BAHASA INDONESIA )

SINTAKSIS ( TATA KALIMAT BAHASA INDONESIA ) SINTAKSIS ( TATA KALIMAT BAHASA INDONESIA ) MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Bahasa Indonesia Dosen : DR. Prana Dwija Iswara, S.Pd. M.Pd. Disusun oleh : Kelompok

Lebih terperinci

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) PERILAKU BENTUK VERBA DALAM KALIMAT BAHASA INDONESIA TULIS SISWA SEKOLAH ARUNSAT VITAYA, PATTANI, THAILAND

Lebih terperinci

DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS)

DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS) DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS) NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Analisis Wacana Analisis wacana merupakan disiplin ilmu yang mengkaji satuan bahasa di atas tataran kalimat dengan memperhatikan konteks

Lebih terperinci

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak Rina Ismayasari 1*, I Wayan Pastika 2, AA Putu Putra 3 123 Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana

Lebih terperinci

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA Munirah Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unismuh Makassar munirah.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain ( Kridalaksana,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain ( Kridalaksana, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Frasa Verba Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerangkan nomina dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, kategori yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. menerangkan nomina dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, kategori yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kajian lintas bahasa, adjektiva merupakan kategori yang memberikan keterangan terhadap nomina (Scrachter dan Shopen, 2007: 18). Senada dengan pernyataan tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 menyatakan Kami putra-putri Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 menyatakan Kami putra-putri Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 menyatakan Kami putra-putri Indonesia mengaku berbahasa satu, bahasa Indonesia. Sumpah ini membuktikan bahwa berbangsa satu, bertanah

Lebih terperinci

ANALISIS KLAUSA NONINTI DAN HUBUNGAN ANTAR UNSUR- UNSURNYA PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAT AS SAFFAT NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS KLAUSA NONINTI DAN HUBUNGAN ANTAR UNSUR- UNSURNYA PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAT AS SAFFAT NASKAH PUBLIKASI ANALISIS KLAUSA NONINTI DAN HUBUNGAN ANTAR UNSUR- UNSURNYA PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAT AS SAFFAT NASKAH PUBLIKASI Diajukan Oleh: IRA TRI PAMBUDI A 310 090 043 PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembicaraan tentang kohesi tidak akan terlepas dari masalah wacana karena kohesi memang merupakan bagian dari wacana. Wacana merupakan tataran yang paling besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi manusia memerlukan. paling utama adalah sebagai sarana komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi manusia memerlukan. paling utama adalah sebagai sarana komunikasi. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat manusia selalu menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas dari peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat komunikasi secara tidak langsung yakni dalam bentuk tulisan. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat komunikasi secara tidak langsung yakni dalam bentuk tulisan. Pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai alat komunikasi, bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan. Selain digunakan sebagai alat komunikasi secara langsung, bahasa juga dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Frasa merupakan satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Frasa merupakan satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Frasa merupakan satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Unsur-unsur kebahasaan seperti fonem, morfem, frasa,

Lebih terperinci

BAB IV SIMPULAN. Frasa 1 + dan + Frasa 2. Contoh: Veel kleiner dan die van Janneke

BAB IV SIMPULAN. Frasa 1 + dan + Frasa 2. Contoh: Veel kleiner dan die van Janneke BAB IV SIMPULAN Dan sebagai konjungsi menduduki dua kategori sekaligus yaitu konjungsi koordinatif dan konjungsi subordinatif. Posisi konjungsi dan berada di luar elemen-elemen bahasa yang dihubungkan.

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini

BAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Pada bagian pendahuluan telah disampaikan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini diwujudkan dalam tipe-tipe

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

FUNGSI KETERANGAN DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT DALAM KOMPAS MINGGU

FUNGSI KETERANGAN DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT DALAM KOMPAS MINGGU Fungsi eterangan dalam alimat Majemuk Bertingkat dalam ompas Minggu FUNGSI ETERANGAN DALAM ALIMAT MAJEMU BERTINGAT DALAM OMPAS MINGGU TRULI ANJAR YANTI Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi dalam hierarki gramatikal yaitu wacana, pemahaman mengenai wacana tidak bisa ditinggalkan oleh siapa saja terutama dalam

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KONJUNGSI KOORDINATIF DALAM KUMPULAN CERPEN KOMPAS 2014 TART DI BULAN HUJAN DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS VII SMP

PENGGUNAAN KONJUNGSI KOORDINATIF DALAM KUMPULAN CERPEN KOMPAS 2014 TART DI BULAN HUJAN DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS VII SMP PENGGUNAAN KONJUNGSI KOORDINATIF DALAM KUMPULAN CERPEN KOMPAS 2014 TART DI BULAN HUJAN DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS VII SMP oleh: Eliza Ratna Asih Wulandari Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penulis mengambil beberapa jurnal, skripsi, disertasi dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan analisis kontrastif, adverbial

Lebih terperinci

YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A

YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax.022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id 043 URS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam membahas masalah yang diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam

Lebih terperinci