BAB V PENUTUP. ini. Pada bagian simpulan akan dipaparkan poin-poin utama yang diperoleh dari keseluruhan
|
|
- Susanto Irawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB V PENUTUP Pada bagian ini dipaparkan simpulan dan saran sebagai bagian akhir dalam penelitian ini. Pada bagian simpulan akan dipaparkan poin-poin utama yang diperoleh dari keseluruhan analisis data berikut persamaan dan perbedaan struktur klausa relatif bahasa Jerman dan bahasa indonesia, berikut implikasinya dalam pengajaran kedua bahasa sebagai bahasa asing sebagai jawaban atas permasalahan penelitian. 5.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka di bawah ini dapat disampaikan beberapa simpulan sebagai jawaban atas permasalahan penelitian Jenis-jenis Konjungsi Relatif Bahasa Jerman dan Bahasa Indonesia Jenis-jenis konjungsi relatif bahasa Jerman bisa dipilah menjadi dua kelompok utama, yaitu kelompok artikel penanda jenis nomina atau determinan dan kelompok kata tanya (Fragewort) yang terdiri atas bentuk deklinatif dan tak deklinatif. Jenis-jenis konjungsi relatif yang berupa penanda jenis sebuah nomina berdasarkan hirarki kasusnya bisa dilihat pada tabel di bawah ini: Hirarki Kasus Tunggal Jamak Maskulin Netral Feminim Feminim Nominatif Der Das Die Die Genitif Dessen Dessen Deren Deren Akusatif Den Das Die Die Datif Dem Dem Der Denen 114
2 115 Tabel 8: Konjungsi Relatif Bahasa Jerman Berupa Determinan Sedangkan jenis-jenis klausa relatif yang berupa kata tanya bisa disimak pada tabel di bawah ini: Hirarki Kasus Deklinatif (Deklinierbar) Feminim Maskulin Netral Tunggal Jamak Tak Deklinatif (Undeklinierbar) Nominatif Welcher Welches Welche Welche Genitif [dessen] [dessen] Deren Deren Akusatif Welchen Welches Welche Welche Was dan Wo Datif Welchem Welchem Welcher Welchen Tabel 9: jenis Konjungsi Relatif Bahasa Jerman Berupa kata Tanya Selain jenis konjungsi relatif yang berupa kata tanya deklinatif dan tak deklinatif pada tabel di atas, juga terdapat dalam bahasa Jerman konjungsi relatif yang berupa kata tanya orang dan bersifat deklinatif sebagaiman tampak pada tabel di bawah ini: Hirarki Kasus Maskulin Netral Feminim Nominatif Wer Was Wer Wer Genitif Wessen Wessen Wessen Wessen Akusatif Wen Was Wen Wen Datif Wem Was Wem Wem Tabel 10: Jenis Konjungsi Relatif Bahasa Jerman Berupa Pronomina Berbeda dengan jenis-jenis konjungsi relatif bahasa Jerman, konjungsi relaif bahasa Indonesia hanya terdiri atas dua jenis yang sesuai dengan standar baku tata bahasa Indonesia, yaitu yang dan tempat. Namun demikian, tidak sedikit jenis-jenis konjungsi relatif bahasa Indonesi yang merupakan interferensi dari bahasa Jerman, misalnya yang mana dari
3 116 konjungsi welch-, di mana dari konjungsi wo, dan yang dalam mana dari konjungsi in welch-. Dua jenis konjungsi relatif bahasa Indonesia ini mampu menfasilitasi bermacam-macam konteks relasi semantis antara anteseden dalam klausa induk dengan nomina yang direlatifkan dalam klausa anakan tanpa harus melakukan tindak interferensi dari bahasa Jerman atau bahasa asing yang lain Distribusi Konjungsi Relatif Bahasa Jerman dan Bahasa Indonesia Distribusi konjungsi relatif bahasa Jerman bisa dirunut berdasarkan jenis-jenis relasi semantis antara anteseden pada klausa induk dengan nomina yang direlatifkan dalam klausa anakan yang menjadi acuan dalam penentuan jenis dan proses deklinasinya. Masing-masing distribusi tersebut bisa dipetakan sebagai berikut: a. Jenis konjungsi relatif berupa determinan berdistribusi dalam merelatifkan anteseden yang berfungsi sebagai subjek, pelengkap, objek langsung, dan objek tidak langsung. Adapun determinan atau artikel penanda jenis ini juga bisa menjadi konjungsi relatif bersamaan dengan sebuah preposisi yang mengandung sifat semantis verba yang bersangkutan; entah menyatakan sebuah instrumen seperti mit der, mit dem, dan mit denen, atau menyatakan sebuah keterangan tujuan in die, in das, dan in den, serta menyatakan sebuah keterangan letak atau keterangan tempat seperti in der, in dem, dan in denen. b. Konjungsi relatif yang berupa kata tanya berdistribusi pada anteseden yang berfungsi sebagai adverbia menyatakan sebuah keterangan letak digunakan konjungsi wo, menyatakan sebuah persona menggunakan jenis konjungsi berupa kata tanya orang wer, wen, dan wem, serta yang menyatakan sebuah kriteria atau identitas digunakan was.
4 117 c. Distribusi setiap konjungsi relatif bahasa Jerman pada posisi setelah tanda koma menyebabkan terjadinya sebuah tuntutan gramatikal, yakni predikat harus berdistribusi pada bagian paling akhir klausa. Begitu juga jenis klausa relatif bahasa Indonesia juga berdistribusi berdasarkan pada relasi semantis yang dimiliki oleh anteseden pada sebuah klausa induk dengan nomina yang direlatifkan dalam klausa anakan. Dengan demikian, kriteria distribusi konjungsi relatif bahasa Indonesia adalah sebagai berikut: a. Konjungsi relatif yang berdistribusi pada anteseden sebagai yang direlatifkan yang hanya berfungsi sebagai subjek dalam sebuah klausa anakan. b. Konjungsi relatif tempat berdistribusi pada anteseden yang berfungsi sebagai adverbia atau keterangan Perbedaan dan Persamaan Struktur Klausa Relatif Bahasa Jerman dan bahasa Indonesia Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa perbedaan struktur klausa relatif bahasa Jerman dan bahasa Indonesia meliputi beberapa hal sebagai berikut: a. Penentuan jenis konjungsi relatif bahasa Jerman pertama mengacu pada relasi semantis anteseden dengan nomina yang direlatifkan, kemudian mengalami proses deklinasi yang didasarkan pada jenis, jumlah, dan hirarki kasus yang dialami oleh nomina yang bersangkutan sebagai ciri sifat gramatikal dari sebuah bahasa fleksi. Misalnya konjungsi der, das, die, den, dem, denen, dessen, deren, welche, welcher, welchen, welchem, welches, wer, wen, wem, dan wessen; sedangkan konjungsi relatif bahasa Indonesia hanya mengacu pada relasi semantis yang dimiliki oleh anteseden
5 118 dengan nomina yang direlatifkan tanpa melalui proses deklinasi terkait karakteristik gramatikalnya yang bersifat aglutinatif. Misalnya beberapa kalimat di bawah ini: (106) Die Bibliothek, deren Räume renoviert werden, ist zur Zeit geschloßen. Det S det.rel.gen S P2 Aux Aux Prep Adv P1 Perpustakaan, yang miliknya ruangan direnovasi, saat ini ditutup Perpustakaan, yang ruangannya direnovasi, saat ini ditutup. Perelatif deren dalam kalimat (106) merupakan bentuk deklinatif dalam kasus genitif yang berasal dari relasi gramatikal antara anteseden Die Bibliothek yang menyatakan kepemilikan atau posesif dengan nomina yang direlatifkan Räume. Jenis feminim dan jumlah tunggal dari anteseden Die Bibliothek membuat bentuk deklinatif artikel dasar die menjadi deren. Namun demikian, bila kalimat (106) dipadankan dengan klausa relatif bahasa Indonesia, maka untuk relasi gramatikal posesif yang dimiliki oleh anteseden Die Bibliothek dan nomina yang direlatifkan Räume akan mengharuskan pemakaian perelatif yang dan sufiks nya pada yang direlatifkan, sehingga akan menjadi kalimat dalam bahasa Indonesia seperti di bawah ini: (107) Perpustakaan, yang ruangannya direnovasi, saat ini ditutup. b. Anteseden sebagai yang direlatifkan dalam bahasa Jerman bisa menduduki semua fungsi sintaksis, yaitu subjek, pelengkap, objek, dan keterangan; sedangkan klausa relatif bahasa Indonesia hanya merelatifkan anteseden yang berfungsi sebagai subjek, dan keterangan atau adverbia. Adapun anteseden yang berfungsi sebagai objek dalam sebuah klausa induk harus dijadikan subjek terlebih dahulu dengan menjadikan klausa tersebut menjadi pasif. c. Sifat sebuah klausa relatif bahasa Indonesia terdiri atas dua macam, yaitu restriktif yang ditandai dengan tanpa pemerian tanda koma antara klausa induk dengan klausa anakan, dan bersifat tak restriktif yang ditandai dengan pemerian tanda koma antara klausa induk dengan klausa anakan; sedangkan dalam bahasa Jerman tidak terdapat
6 119 pembagian sifat sebuah klausa relatif terhadap sebuah anteseden sebagaimana dalam bahasa Indonesia, sehingga semua jenis klausa relatif dipisahkan oleh sebuah tanda koma dengan klausa induknya. Adapun persamaan sistem gramatikal yang dimiliki oleh bahasa Jerman dan bahasa Indonesia tentang struktur klausa relatif hanya mencakup hal-hal yang mengacu pada beberapa hal berikut ini: a. Penentuan jenis konjungsi relatif bahasa Jerman dan bahasa Indonesia samasama mengacu pada relasi semantis yang dimiliki oleh anteseden yang berada pada sebuah klausa induk dengan nomina yang direlatifkan dalam sebuah klausa anakan. b. Sifat semantis verba dalam klausa anakan yang turut menentukan peran semantis (semantic roles) nomina yang direlatifkan dalam rangka penentuan hirarki kasus yang berlaku pada nomina tersebut, yang pada dasarnya juga mempengaruhi pada relasi semantis yang dimiliki oleh nomina ini dengan anteseden dalam klausa induk. c. Sangat jarang dijumpai struktur kalimat majemuk subordinatif bahasa Jerman dan bahasa Indonesia yang klausa relatifnya berada pada posisi sebelum klausa induknya Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Pengajaran Bahasa Jerman dan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Asing Berbicara masalah implikasi hasil penelitian ini terhadap pengajaran bahasa Jerman dan bahasa Indonesia sebagaimana telah dipaparkan secara menyeluruh dalam bab IV, yaitu berkenaan dengan sistematika materi ajar klausa relatif bahasa Jerman dan bahasa Indonesia yang harus disusun oleh pengajar sesuai dengan kadar kompleksitas sistem gramatikalnya, maka dapat disampaikan beberapa kesimpulan terkait hal itu sebagai berikut:
7 120 a. Pentingnya materi pengayaan tentang karakteristik sifat semantis verba yang pada dasarnya kategori verba ini hanya satu-satunya kategori kata yang bisa berlaku sebagai predikat dalam sebuah klausa atau kalimat bahasa Jerman, sedangkan dalam pengajaran bahasa Indonesia sangat penting diketahui pelajar tentang tidak perlunya pengalihan posisi verba atau predikat berada pada posisi akhir, serta kelas kata yang dapat mengisi fungsi predikat dalam bahasa Indonesia tidak hanya kategori verba, tetapi juga bisa nomina, frasa nomina, ajektiva, frasa ajektiva, dan numeralia. Hal itu akan sangat penting karena dalam aktifitas penyusunan sebuah kalimat relatif yang di dalam terdapat predikat ajektiva, diprediksi kuat pelajar asing akan cenderung untuk memberikan verba kopula sebagai predikatnya. Seperti dalam beberapa kalimat di bawah ini. (108) a. Rumah yang sangat besar adalah itu tidak berpenghuni. b. Rumah yang sangat besar itu tidak berpenghuni. Kategori kata pengisi predikat selain verba dalam bahasa Indonesia jika tidak ditanamkan dengan baik kepada pelajar Jerman, maka akan terjadi kesalahan seperti kalimat (108a), yaitu akan memunculkan verba kopulatif untuk menghubungkan sebuah adjektiva dengan subjeknya sebagaimana dalam bahasa Jerman. Kemudian pelajar Jerman masih terbiasa dengan peletakan predikat pada posisi akhir klausa relatif sebagaimana kalimat (108a), yaitu verba kopula adalah berada pada posisi akhir klausa. Adapun konstruksi yang berterima adalah (108b) b. Pembiasaan proses deklinasi dalam pengajaran bahasa Jerman dengan didasarkan pada jenis, jumlah, dan kasus nomina yang direlatifkan terkait relasi semantisnya dengan anteseden, yang proses ini tidak diperlukan dalam bahasa Indonesia; sedangkan dalam pengajaran bahasa Indonesia konjungsi relatif yang ditekankan hanya yang dan tempat. Kedua konjungsi tersebut sudah bisa mewakili variasi
8 121 konteks yang dimiliki oleh sekian banyak konjungsi relatif bahasa Jerman, sehingga tidak terjadi interferensi besar-besaran seperti penggunaan konjungsi relatif yang mana dari konjungsi welch-, di mana dari konjungsi wo, yang dalam mana dari konjungsi in welche-, siapa dari konjungsi wer dan wen, untuk siapa dari konjungsi wem. (109) Die Raupe, welcher der Magen knurrte, suchte saftige Blӓtter. Det.Nom.S Det.W-Frage.Rel Det. S P2 P1 Adj O Ulat, yang mana perutnya geram mencari bersari daun-daun Ulat yang perutnya geram mencari daun-daun yang bersari Konjungsi relatif welcher dalam kalimat (109) bila dipadankan dengan bahasa Indonesia tidak boleh dengan perelatif yang mana karena tidak berterima, melainkan dengan yang yang masih bisa mengisi konteks kalimat tersebut, sehingga bisa menjadi kalimat (110) berikut. (110) Ulat yang perutnya geram mencari dedaunan yang bersari. c. Penekanan kepada pelajar tentang perlu tidaknya penanda koma dalam sifat restriktif dan takrestriktifnya klausa relatif bahasa Jerman dan bahasa Indonesia. Misalnya dalam beberapa kalimat berikut: (111) Saya sangat tertarik pada masalah tata bahasa dan sintaksis bahasa, yang biasanya dibenci banyak orang. (112) Orang yang sedang antre minyak tanah itu bukan kakak saya. (113) Eine Raupe, die stachelige Haare hatte, krabbelte auf das Blatt. Det.Nom. S Det.Nom.Rel Adj O P2 P1 Prep. Det. Adv Ulat, yang berduri bulu mempunyai, merangkak di atas daun Ulat yang berbulu duri itu merangkak di atas kertas d. Pentingnya pemahaman padanan relasi semantis posesif anteseden dengan nomina yang direlatifkan antara klausa relatif bahasa Jerman dan bahasa Indonesia, yaitu
9 122 deren dan dessen dalam bahasa Jerman, dan yang diikuti sufiks nya dalam nomina yang direlatifkan dalam bahasa Indonesia. Misalnya dalam kalimat berikut: (114) Heizungen, deren Abgase zu viele Schadstoffe Det.S.Nom Det.Gen.Rel S Prep. Adj. O Pemanas-pemanas, yang Asap kotor terlalu banyak bahan-bahan berbahaya enthalten, müssen umgebaut werden. P2 Aux. P1 Aux. mengandung, harus mengubah menjadi Pemanas-pemanas yang asapnya mengandung banyak bahan berbahaya harus diubah Sering terjadi kendala bahkan kesalahan dalam penyusunan klausa relatif bahasa Indonesia, sehingga banyak melakukan interferensi gramatikal dari bahasa Jerman. Kalimat (111) akan menjadi sebuah konstruksi yang tidak berterima seperti kalimat di bawah ini. (115) Pemanas-pemanas yang miliknya asap mengandung banyak bahan berbahaya harus diubah. Dalam bahasa Indonesia harus dipadankan dengan konjungsi relatif yang dengan sufiks nya pada nomina yang direlatifkan sebagaimana kalimat di bawah ini. (116) Pemanas-pemanas yang asapnya mengandung banyak bahan berbahaya harus diubah.
10 Saran Berdasarkan analisis data secara keseluruhan dan pembahasan tentang semua permasalahan penelitian ini, terdapat beberapa saran yang konstruktif dari peneliti sebagai wujud tindak lanjut dari hasil penelitian ini, antara lain: a. Pertama, hendaknya pengajar bahasa Jerman dan bahasa Indonesia sebagai bahasa asing menguasai isu-isu linguistis dan lebih produktif dalam pelaksanaan penelitian tentang Applied Linguitic, khususnya yang berkenaan dengan linguistik edukasional, yaitu linguistik kontrastif. b. Penelititan ini hendaknya mendorong peneliti-peneliti lain untuk melakukan penelitian terkait tentang bandingan kontrastif bahasa Jerman dan bahasa Indonesia, mengingat perbedaan sistem gramatikal kedua bahasa ini sangat besar.
BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bahasa Jerman di Indonesia semakin berkembang seiring
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan bahasa Jerman di Indonesia semakin berkembang seiring dengan meningkatnya minat masyarakat terhadap bidang studi bahasa Jerman karena semakin berkembangannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam mempelajari bahasa, pembelajar sebaiknya mengenal kaidah dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam mempelajari bahasa, pembelajar sebaiknya mengenal kaidah dan struktur yang baku yang biasa disebut tata bahasa. Penguasaan tata bahasa merupakan salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian dalam bidang linguistik berkaitan dengan bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis memiliki hubungan dengan tataran gramatikal. Tataran gramatikal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit
Lebih terperinciKLATJSA RELATIF BAHASA JERMAN : KAJIAN SINTAKSIS DAN SEMANTIS
KLATJSA RELATIF BAHASA JERMAN : KAJIAN SINTAKSIS DAN SEMANTIS Makalah disampaikan dalam pembentangan disertasi doktor falsafah Oleh : Dian Indira Pusat Pengajian Bahasa dan Linguistik Universiii Kebangsaan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal yang wajib diketahui dan dipenuhi yang terdapat pada bahasa Arab dan bahasa Inggris atau bahasa-bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mempelajari bahasa Jerman terdapat beberapa aspek penting yang harus dikuasai. Aspek-aspek tersebut terdiri dari keterampilan menyimak, berbicara, membaca,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering
Lebih terperinciBAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang
BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur adalah perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas
Lebih terperinci2015 ANALISIS FRASA PREPOSISI DENGAN MODIFIKATOR AUS SEBAGAI ERGÄNZUNGEN DAN ANGABEN DALAM ROMAN BESCHÜTZER DER DIEBE
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi. Pada umumnya, masyarakat Indonesia menguasai dua bahasa yaitu bahasa daerah dan bahasa Indonesia sebagai bahasa
Lebih terperinciKALIMAT MAJEMUK KOORDINATIF BAHASA JERMAN: KAJIAN TATA BAHASA TRANSFORMASI. Abd. Kasim Achmad Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Makassar
KALIMAT MAJEMUK KOORDINATIF BAHASA JERMAN: KAJIAN TATA BAHASA TRANSFORMASI Abd. Kasim Achmad Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Makassar E-mail : abdulkasim@unm.ac.id ABSTRAK Penelitian ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai dari tingkat SMA sampai tingkat Universitas. Pembelajaran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Jerman merupakan salah satu bahasa kedua yang diajarkan di Indonesia mulai dari tingkat SMA sampai tingkat Universitas. Pembelajaran bahasa Jerman sebagai bahasa
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II,
654 BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, uji lapangan, dan temuan-temuan penelitian, ada beberapa hal yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi dengan sesamanya memerlukan sarana untuk menyampaikan kehendaknya. Salah satu sarana komunikasi
Lebih terperinciTipologi Klausa Relatif Bahasa Jerman
Tipologi Klausa Relatif Bahasa Jerman DIAN INDIRA Tipologi Klausa Relatif Bahasa Jerman Unpad press iii Tim Pengarah Ganjar Kurnia Mahfud Arifin, Engkus Kuswarno Memed Sueb Tim Editor Wilson Nadeak (Koordinator),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengulangan unsur harus dihindari. Salah satu cara untuk mengurangi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada penggabungan klausa koordinatif maupun subordinatif bahasa Indonesia sering mengakibatkan adanya dua unsur yang sama atau pengulangan unsur dalam sebuah
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Pada bagian pendahuluan telah disampaikan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini diwujudkan dalam tipe-tipe
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antarmanusia. Dengan bahasa seseorang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat komunikasi antarmanusia. Dengan bahasa seseorang dapat mengungkapkan pikiran dan perasaannya, serta memberikan berbagai informasi kepada
Lebih terperinciBAB IV SIMPULAN. Frasa 1 + dan + Frasa 2. Contoh: Veel kleiner dan die van Janneke
BAB IV SIMPULAN Dan sebagai konjungsi menduduki dua kategori sekaligus yaitu konjungsi koordinatif dan konjungsi subordinatif. Posisi konjungsi dan berada di luar elemen-elemen bahasa yang dihubungkan.
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI
174 BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Simpulan Berdasarkan analisis data pada bab sebelumnya, pengungkapan modalitas desideratif BI dan BJ dapat disimpulkan seperti di bawah ini. 1. Bentuk-bentuk pegungkapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi
Lebih terperinciBAB V P E N U T UP. adverbia dalam bahasa Inggris dan bahasa Arab berdasarkan pada tinjauan
BAB V P E N U T UP Penelitian dalam thesis ini mengungkapkan persamaan dan perbedaan antara adverbia dalam bahasa Inggris dan bahasa Arab berdasarkan pada tinjauan analisis kontrastif. Adapun adverbia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penulis mengambil beberapa jurnal, skripsi, disertasi dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan analisis kontrastif, adverbial
Lebih terperinci2015 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PERMAINAN KREISLAUF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA JERMAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Jerman merupakan salah satu bahasa asing yang banyak dipelajari di berbagai sekolah di Indonesia. Adanya ketertarikan terhadap negara dan kebudayaan Jerman
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode penelitian deskriptif analitik. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. (follow up) dari hasil penelitian analisis kontrastif ini.
BAB V PENUTUP Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya dengan rujukan rumusan permasalahan yang telah dipaparkan pada bagian awal penelitian ini, maka tahap ini merupakan
Lebih terperinciLAPORAN PENELITIAN TIM PASCASARJANA POLA PENGGUNAAN SATUAN LINGUAL YANG MENGANDUNG PRONOMINA PERSONA PADA TEKS TERJEMAHAN ALQURAN DAN HADIS
Kode/Nama Rumpun Ilmu** :741/ Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah LAPORAN PENELITIAN TIM PASCASARJANA POLA PENGGUNAAN SATUAN LINGUAL YANG MENGANDUNG PRONOMINA PERSONA PADA TEKS TERJEMAHAN ALQURAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Demikian juga halnya dengan belajar bahasa Jerman. Dalam bahasa Jerman
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar suatu bahasa tidak terlepas dari latihan keterampilan berbahasa. Demikian juga halnya dengan belajar bahasa Jerman. Dalam bahasa Jerman terdapat empat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam mempelajari sebuah bahasa, termasuk bahasa Jerman, pembelajar
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mempelajari sebuah bahasa, termasuk bahasa Jerman, pembelajar tidak hanya diharuskan menguasai empat keterampilan berbahasa saja, seperti menyimak, membaca,
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Simpulan
BAB V PENUTUP A. Simpulan Dalam penilitian Refleksif dengan Kata Diri, Dirinya, Dan Diriya Sendiri dalam Bahasa Indonesia: dari Perspektif Teori Pengikatan ini dapat disimpulkan tiga hal yang merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. klausa bukanlah kalimat karena klausa harus tergabung dengan klausa lainnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Klausa merupakan satuan sintaksis yang memiliki ciri seperti kalimat, tapi klausa bukanlah kalimat karena klausa harus tergabung dengan klausa lainnya agar dapat membentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkomunikasi merupakan suatu kegiatan yang mempergunakan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.
Lebih terperinciAlat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015
SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI Tinjauan pustaka memaparkan lebih lanjut tentang penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Selain itu, dipaparkan konsep
Lebih terperinciAnak perempuan itu bercakap-cakap sambil tertawa. (Nur, 2010: 83).
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam beberapa bahasa pronomina persona, jumlah, dan jender merupakan kategori gramatikal yang memarkahi verba. Contohnya pada Bahasa Arab (BA) dan Bahasa Inggris.
Lebih terperinci2015 PENGGUAAN MEDIA BOARDGAME GERMAN TRIP UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN MATERI ADJEKTIVDEKLINATION PADA SISWA SMA
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Jerman merupakan salah satu bahasa asing yang dipelajari dalam pendidikan di Indonesia. Dalam mempelajari bahasa Jerman, sama halnya dalam pengajaran
Lebih terperinciSTRUKTUR SEMANTIS VERBA UJARAN BAHASA SIMALUNGUN
STRUKTUR SEMANTIS VERBA UJARAN BAHASA SIMALUNGUN SKRIPSI OLEH ROHFINTA OKTORIA SINAGA NIM 100701024 DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 STRUKTUR SEMANTIS
Lebih terperinciANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DALAM TATARAN SINTAKSIS PADA PIDATO SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 TIGANDERKET TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017
ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DALAM TATARAN SINTAKSIS PADA PIDATO SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 TIGANDERKET TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017 Oleh Perlinda Br Bangun (perlinda.bangun94@gmail.com) Dr. Malan Lubis,
Lebih terperinciANALISIS KESALAHAN MENENTUKAN GRAMMATIKAL KASUS DI DALAM KALIMAT BAHASA JERMAN
ANALISIS KESALAHAN MENENTUKAN GRAMMATIKAL KASUS DI DALAM KALIMAT BAHASA JERMAN Herlina Jasa Putri Harahap Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS
Nama : Khoirudin A. Fauzi NIM : 1402408313 BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Pada bab terdahulu disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORETIS
BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1 Kerangka Acuan Teoretis Penelitian ini memanfaatkan pendapat para ahli di bidangnya. Bidang yang terdapat pada penelitian ini antara lain adalah sintaksis pada fungsi dan peran.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muthi Afifah,2013
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut hasil penelitian The Japan Foundation tahun 2006 tentang kelembagaan bahasa Jepang di dunia diketahui bahwa Indonesia menduduki peringkat IV di dunia dengan
Lebih terperinciRELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI
RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Wisuda Sarjana Pendidikan di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Oleh NURMA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak diminati oleh pembelajar bahasa asing di Indonesia. Hal itu dibuktikan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini bahasa Jerman merupakan bahasa asing selain bahasa Inggris yang banyak diminati oleh pembelajar bahasa asing di Indonesia. Hal itu dibuktikan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sawardi (2004:1) menjelaskan bahwa teori kebahasaan memahami refleksif berdasarkan pola kalimat umumnya (agen melakukan sesuatu terhadap pasien).
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka
digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Ada tiga kajian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Ketiga kajian tersebut adalah makalah berjudul Teori Pengikatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Iklan merupakan media yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iklan merupakan media yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia saat ini, di mana iklan menjadi salah satu media alat komunikasi. Hampir setiap hari
Lebih terperinciKONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA
HUMANIORA Suhandano VOLUME 14 No. 1 Februari 2002 Halaman 70-76 KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA Suhandano* 1. Pengantar ahasa terdiri dari dua unsur utama, yaitu bentuk dan arti. Kedua unsur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. novel. Novel menggunakan beragam jenis kata dengan kategori dan fungsinya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarana penyampaian informasi sangat beragam, salah satunya adalah novel. Novel menggunakan beragam jenis kata dengan kategori dan fungsinya yang berbeda. Pada novel
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu
Lebih terperinciSTRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.
STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA oleh Dra. Nunung Sitaresmi, M.Pd. FPBS UPI 1. Pendahuluan Bahasa
Lebih terperinciAnalisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar
Analisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar Wayan Yuni Antari 1*, Made Sri Satyawati 2, I Wayan Teguh 3 [123] Program Studi Sastra Indonesia,
Lebih terperinciKALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat
KELOMPOK 5 MATA KULIAH: BAHASA INDONESIA Menu KALIMAT Oleh: A. SK dan KD B. Pengantar C. Satuan Pembentuk Bahasa D. Pengertian E. Karakteristik F. Unsur G. 5 Pola Dasar H. Ditinjau Dari Segi I. Menurut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan kesalahpahaman dalam memaknai kalimat bahasa Inggris adalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu fenomena bahasa yang terkadang membuat permasalahan dan menimbulkan kesalahpahaman dalam memaknai kalimat bahasa Inggris adalah penggunaan kata it sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Sunda (BS)1) memiliki kedudukan dan fungsi tertentu di dalam kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1). Di samping
Lebih terperinciPENGGUNAAN FRASA DAN KLAUSA BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN SISWA SEKOLAH DASAR
Penggunaan Frasa dan Klausa Bahasa Indonesia (Kunarto) 111 PENGGUNAAN FRASA DAN KLAUSA BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN SISWA SEKOLAH DASAR Kunarto UPT Dinas Pendidikan Kacamatan Deket Kabupaten Lamongan
Lebih terperinciBAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA
MODUL BAHASA INDONESIA KELAS XI SEMESTER 2 BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA OLEH NI KADEK SRI WEDARI, S.Pd. A. Pengertian Teks Ulasan Film/Drama Teks ulasan yaitu teks yang berisi ulasan atau penilaian terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena bersifat deskriptif dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam
Lebih terperinciFRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI
FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang
BAB 1 PENDAHULUAN Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian. Selanjutnya dalam Bab 1 ini, penulis juga menjelaskan tentang identifikasi masalah, pembatasan
Lebih terperinciSATUAN LINGUAL PENANDA GENDER DALAM BAHASA JERMAN DAN INDONESIA
Published on Fakultas Bahasa dan Seni (https://fbs.uny.ac.id) Home > SATUAN LINGUAL PENANDA GENDER DALAM BAHASA JERMAN DAN INDONESIA SATUAN LINGUAL PENANDA GENDER DALAM BAHASA JERMAN DAN INDONESIA Submitted
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. benar. Ini ditujukan agar pembaca dapat memahami dan menyerap isi tulisan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang lingkup pembelajaran bahasa Indonesia mencakup komponenkomponen kemampuan berbahasa Indonesia yang meliputi aspek berbicara, menyimak, menulis, dan
Lebih terperinciBAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat
BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat tunggal bahasa Sula yang dipaparkan bahasan masaalahnya mulai dari bab II hingga bab IV dalam upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penguasaan tata bahasa mutlak diperlukan ketika pembelajar bahasa akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penguasaan tata bahasa mutlak diperlukan ketika pembelajar bahasa akan mempelajari suatu bahasa asing, karena penguasaan tata bahasa tersebut akan mendasari pembelajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN WARNA UNTUK MENGUASAI ARTIKEL KATA BENDA BAHASA JERMAN.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini menguasai bahasa asing merupakan tuntutan zaman. Penguasaan bahasa asing merupakan nilai lebih yang menunjang seseorang memiliki performa setingkat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, bahasa adalah alat yang digunakan sebagai sarana interaksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tutur/ pendengar/ pembaca). Saat kita berinteraksi/berkomunikasi dengan orang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu melakukan komunikasi antar sesamanya. Setiap anggota masyarakat selalu terlibat dalam komunikasi, baik berperan
Lebih terperinciDESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS)
DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS) NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Verba berprefiks..., Indra Haryono, FIB UI, Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifakasikan diri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di dalam pembelajaran bahasa, salah satu bahan ajar dasar penting yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pembelajaran bahasa, salah satu bahan ajar dasar penting yang harus dikuasai adalah tata bahasa. Dalam bahasa Jerman, tata bahasa atau yang biasa dikenal
Lebih terperinciABSTRAK. Kata Kunci: analisis kontrastif, kalimat aktif, kalimat pasif
ABSTRAK ANALISIS KONTRASTIF POLA KALIMAT AKTIF DAN KALIMAT PASIF BAHASA ARAB DENGAN BAHASA INDONESIA SERTA IMPLIKASINYA DALAM PEMBUATAN PERENCANAAN PEMBELAJARAN BAHASA Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
Lebih terperinciTATARAN LINGUISTIK (3):
Nama : Hengki Firmansyah Nim : 1402408324 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS 6(0) Sebelumnya kita membahas istilah morfosintaksis. morfosintaksis adalah gabungan kata dari morfologi dan sintaksis. morfologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, (i) verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis,
Lebih terperinciBASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)
BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) PERILAKU BENTUK VERBA DALAM KALIMAT BAHASA INDONESIA TULIS SISWA SEKOLAH ARUNSAT VITAYA, PATTANI, THAILAND
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bahasa, karena bahasa merupakan suatu alat untuk menjalin komunikasi dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terlepas dari penggunaan bahasa, karena bahasa merupakan suatu alat untuk menjalin komunikasi dalam lingkungan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Mempertanggungjawabkan hasil penelitian bukanlah pekerjaan mudah. Seorang penulis harus mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya disertai data-data
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Bentuk Frasa Pada Wacana Buku Teks Bahasa Indonesia Kelas XII SMA Karangan Dawud DKK Penerbit : Erlangga 2004 oleh
Lebih terperinciFRASA DALAM BAHASA INDONESIA. Surastina STKIP PGRI Bandar Lampung ABSTRAK
Surastina STKIP PGRI Bandar Lampung ABSTRAK Pengajaran bahasa tidak dapat Iepas sama.sekali daripada pertumbuhan ilmu bahasa pada umumnya. Kaum Brahma di India beberapa abad sebelum Masehi mendapat pelajaran"
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Tanpa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Tanpa bahasa orang akan sulit untuk mengekspresikan apa yang diinginkannya. Bahasa dapat menjadi
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. Setiap negara memiliki ciri khas masing-masing yang membedakannya
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Setiap negara memiliki ciri khas masing-masing yang membedakannya dengan negara lain. Adapun yang menjadi ciri khas tersebut antara lain adalah adat istiadat, budaya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterampilan membaca, menyimak, menulis, dan berbicara. Pada pembelajaran
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran bahasa terdapat empat keterampilan yang harus dipelajari dan dikuasai oleh peserta didik. Keempat keterampilan tersebut yaitu keterampilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer 1. Menurut pendapat lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer 1. Menurut pendapat lain yang dikatakan oleh Sturtevent (dalam sintaksis, 1994:25) bahasa adalah sistem lambang sewenang-wenang,
Lebih terperinciTATARAN LINGUISTIK (3):
TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS 6(0) Sebelumnya kita membahas istilah morfosintaksis. morfosintaksis adalah gabungan kata dari morfologi dan sintaksis. morfologi pengertiannya membicarakan sruktur internal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa memiliki peranan penting dalam hal berkomunikasi. Fungsi penting dari bahasa adalah menyampaikan pesan dengan baik secara verbal atau tulisan. Pesan yang disampaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam mempelajari bahasa asing terutama bahasa Jerman, salah satu aspek
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mempelajari bahasa asing terutama bahasa Jerman, salah satu aspek yang harus dikuasai dan dipelajari adalah kosakata. Kosakata merupakan salah satu unsur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup suatu Bangsa dan Negara. Hal ini karena pendidikan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peran yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup suatu Bangsa dan Negara. Hal ini karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terus meninggi, ragam inovasi media terus bermunculan. Berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, lalu lintas informasi berada pada tingkat kecepatan yang belum pernah dicapai sebelumnya. Demi memenuhi hasrat masyarakat akan informasi yang terus
Lebih terperinciKONSTRUKSI INFINITIF BAHASA JERMAN DAN PADANANNYA DALAM BAHASA INDONESIA
i LAPORAN PENELITIAN JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA JERMAN FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2012 KONSTRUKSI INFINITIF BAHASA JERMAN DAN PADANANNYA DALAM BAHASA INDONESIA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin
Lebih terperinciBAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE
BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE 4.1 Pengantar Bagian ini akan membicarakan analisis unsur-unsur bahasa Inggris yang masuk ke dalam campur kode dan membahas hasilnya. Analisis
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan
Lebih terperinciSTRUKTUR FRASA NOMINA DALAM STIKER VULGAR
STRUKTUR FRASA NOMINA DALAM STIKER VULGAR Usulan Penelitian untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Diajukan Oleh: KARTIKA WAHYUNINGTYAS A310
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. komponen yang memiliki pola yang beraturan. Aturan tersebut dapat disusun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah satu sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang memiliki pola yang beraturan. Aturan tersebut dapat disusun menjadi kaidah. Sebagai
Lebih terperinciKemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi
Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi Astri Saraswati, Martono, Syambasril Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UNTAN, Pontianak
Lebih terperinci5 Universitas Indonesia
BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu penjelasan tentang teori Lexical Functional Grammar (subbab 2.1) dan penjelasan tentang struktur kalimat dalam bahasa Indonesia (subbab
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat
BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN A. Kerangka Teoretis Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat yang memberikan penjelasan tentang
Lebih terperinci