BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang digunakan oleh manusia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang digunakan oleh manusia"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa dalam kehidupan seharihari selalu digunakan, baik dalam situasi resmi maupun tidak resmi. Menurut Poedjosoedarmo (2001:80), bahasa adalah alat komunikasi dalam mengadakan interaksi dengan sesama anggota dan masyarakat. Bahasa juga sebagai cermin pikiran, budaya, jiwa, dan roh suatu bangsa. Selain itu, bahasa juga berperan besar dalam suatu bangsa. Sejarah membuktikan bahwa bangsa yang besar terbangun oleh bangsa yang menghargai bahasa sendiri. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahasa sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari yaitu untuk mengungkapkan sesuatu yang kita pikirkan, dapat pula belajar sesuatu dari orang lain, dan sekaligus menjadi suatu identitas bagi setiap warga negara. Thailand merupakan salah satu negara yang mempunyai rakyat yang mayoritasnya beragama Budha dan minoritasnya beragama Islam. Masyarakat Islam di Thailand kebanyakan berlokasi di tiga provinsi Thailand Selatan, yaitu provinsi Patani, Yala, dan Narathiwat yang di panggil dengan sebutan Orang Melayu. Mereka melestarikan adat istiadat Melayu, tradisi Melayu, budaya Melayu, dan bicara dengan salah satu dialek yang dinamakan bahasa Melayu Patani (BMP). Bahasa ibu mereka adalah bahasa Melayu Patani (BMP) yang

2 2 digunakan dan menjadi bahasa pergaulan bagi seluruh masyarakat tiga provinsi Melayu Thailand Selatan. Setiap bahasa pasti memiliki sistem, yaitu seperangkat kaidah yang bersifat mengatur. Misalnya tentang kata atau kosakata yang digunakan dalam suatu bahasa akan menunjukkan kekhasan suatu bahasa negara tersebut, misalnya bahasa Melayu Patani (BMP) mempunyai kosakata yang sama maknanya dengan kosakata yang ada dalam bahasa Indonesia, tetapi cara pemakainnya maupun strukturnya dalam kalimat akan berbeda, walaupun maksud dan tujuannya sama. Perbedaan cara pemakaiannya maupun struktur kosakatanya dalam kalimat itu bisa saja terjadi pada nomina, verba, adjektiva, kata bilangan, kata penyukat, dan kata-kata penyukat dalam BMP mempunyai karakteristik yang berbeda dengan bahasa lainnya. Kata penyukat dalam bahasa Indonesia merupakan kata yang terletak di belakang numeralia dan bersama itu membentuk frasa yang disebut frasa numeralia yang mungkin terletak di muka nomina (Ramlan,1995:55). Contohnya adalah penyukat orang, ekor, biji, kotak dalam dua orang petani, tiga ekor kambing, satu meter kain, empat buah jeruk, beberapa kotak sabun, dan sebagainya. Kata penyukat sendiri dipakai semata-semata berdasarkan konvensi masyarakat yang memakai bahasa itu, karena pada dasarnya manusia mengelompokkan wujud di dunia ini menjadi tiga kategori, yaitu manusia, binatang, dan benda. Berdasarkan pengamatan sekilas mengenai kondisi kebahasaan Melayu di Indonesia dan di Thailand, maka dapat dilihat bahwa di

3 3 dalam BMP juga ditemukan kata penyukat untuk manusia, binatang, dan benda yang masih aktif digunakan. Kata penyukat dipakai untuk membantu numeralia menghitung jumlah suatu benda yang berbeda, serta menunjuk jenis benda tersebut. Setiap benda yang berbeda memakai kata penyukat yang berbeda pula. Contoh-contoh penggunaan kata penyukat beserta uraiannya dapat dilihat sebagai berikut. (1) Ado kru duo ore di depe koloh Ada guru dua orang di depan sekolah Ada dua orang guru di depan sekolah. Pada contoh (1) terdapat kata penyukat ore orang. Kata penyukat ini digunakan untuk menunjuk manusia. Kata penyukat ore orang tidak dapat berdiri sendiri. Kehadirannya selalu diikuti satuan lingual lain. Pada contoh (1) satuan lingual yang mengikuti adalah nomina, yaitu kru guru. Kalimat (1) ado kru duo ore di depe koloh adalah gabungan kata bilangan duo, kata penyukat ore, dan nomina kru membentuk satu kalimat, yaitu ado kru duo ore di depe koloh ada guru dua orang di depan sekolah. (2) Pokci Li ado lemu tigo eko Paman Li ada sapi tiga ekor Paman Li mempunyai tiga ekor sapi. Pada contoh (2) terdapat kata penyukat eko ekor. Kata penyukat ini digunakan untuk menunjuk binatang. Kata penyukat eko ekor tidak dapat berdiri

4 4 sendiri. Kehadirannya selalu diikuti satuan lingual lain. Pada contoh (2) satuan lingual yang mengikuti adalah nomina, yaitu lemu sapi. Kalimat (2) pokci Li ado lemu tigo eko adalah gabungan kata bilangan tigo, kata penyukat eko, dan nomina lemu membentuk satu kalimat, yaitu pokci Li ado lemu tigo eko paman Li mempunyai sapi tiga ekor. (3) Adeq ameq pauh pa bute / buwoh di pahong. Adik ambil mangga empat buah di pohon Adik memetik empat buah mangga di pohon. Pada contoh (3) terdapat kata penyukat bute/ buwoh buah. Kata penyukat ini digunakan untuk menunjuk buah-buahan dan benda-benda. Kata penyukat bute/ buwoh buah tidak dapat berdiri sendiri. Kehadirannya selalu diikuti satuan lingual lain. Pada contoh (3) satuan lingual yang mengikuti adalah nomina, yaitu pauh mangga. Kalimat(3) adeq ameq pauh pa bute / buwoh di pahong adalah gabungan kata bilangan pa, kata penyukat bute / buwoh, dan nomina pauh membentuk satu kalimat, yaitu adeq ameq pauh pa bute / buwoh di pahong adik memetik mangga empat buah di pohon. Dari uraian contoh di atas, BMP dipilih sebagai objek penelitian mengingat (1) kemampuan penulis sebagai penutur asli dan (2) didorong sedikitnya penelitian yang berkaitan dengan BMP itu sendiri. Penelitian tentang kata penyukat dalam BMP perlu dilakukan, mengingat pentingnya kata penyukat sebagai bagian dari bahasa yang digunakan sehari-hari, sebagaimana masyarakat Melayu Patani mengelompokkan sesuatu. Penelitian ini

5 5 akan mengkaji variasi bentuk-bentuk kata penyukat, klasifikasi kata penyukat, dan perilaku sintaksis yang merupakan bagian dari kajian sintaksis. 1.2 Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang yang diuraikan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Apa sajakah kata penyukat dalam BMP? (2) Bagaimanakah klasifikasi kata penyukat dalam BMP? (3) Bagaimanakah perilaku sintaksis kata penyukat dalam BMP? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dideskripsikan, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Mengidentifikasikan kata penyukat dalam BMP. (2) Mendeskripsikan klasifikasi kata penyukat dalam BMP. (3) Mendeskripsikan karakter sintaksis kata penyukat BMP dalam frasa numeralia. 1.4 Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini akan dihasilkan deskripsi kata penyukat dalam BMP. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoretis maupun secara praktis.

6 6 a. Manfaat teoretis 1. Memberi gambaran variasi jenis-jenis kata penyukat dalam BMP. 2. Memberi deskripsi klasifikasi kata penyukat dalam BMP. 3. Memberikan deskripsi karekter sintaksis kata penyukat BMP dalam frasa numeralia. b. Manfaat praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pada pembaca khususnya penutur asli BMP dan pembaca umum agar dapat mempunyai gambaran penggunaan kata penyukat dalam BMP yang baik dan benar. 1.5 Ruang Lingkup Ruang lingkup bersangkutan dengan batas-batas penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini akan dibatasi pada pemaparan jenis dan bentuk kata penyukat yang menyatakan manusia, binatang, dan benda dalam bahasa Melayu Patani (BMP). 1.6 Tinjauan Pustaka Pada bagian ini terdapat beberapa penjelasan singkat yang mengulas penelitian sebelumnya tentang kata penyukat. Penelitian terdahulu mengenai kata penyukat belum banyak mendapat perhatian dari para linguistik. Istilah kata penyukat pertama kali digunakan oleh Lubis (1954: ) yang mengatakan bahwa kata penyukat ialah kata yang terletak di belakang kata bilangan dan membentuk satu frasa yang disebut frasa bilangan yang mungkin

7 7 terletak di muka nomina. Kajian kata penyukat belum banyak diteliti, pembahasan tentang kata penyukat pada umumnya hanya membahas penggolongan kata saja, tidak membahas kata penyukat secara khusus. Ramlan (1985:49) mengatakan bahwa berdasarkan struktur sintaksis, kata dibagi menjadi dua belas golongan kata, yaitu kata verbal, kata nomina, kata keterangan, kata tambah, numeralia, kata penyukat, kata sandang, kata tanya, kata suruh, kata penghubung, kata depan, dan kata seruan. Sementara itu, yang dimaksud dengan kata penyukat adalah kata yang terletak di belakang numeralia dan bersama kata itu membentuk satu frasa yang disebut frasa numeralia, yang mungkin terletak di muka kata nomina. Misalkan kata orang, ekor, buah, kodi, meter, biji, kotak, dan sebagainya (Ramlan, 1985:55). Moeliono (1988:76-249) mengatakan bahwa kata dibagi menjadi lima bagian, yaitu verba, nomina, pronomina, numeralia, adjektiva, adverbia, dan kata tugas. Untuk kata penyukat dibahas dalam pembilang nomina yaitu numeralia. Numeralia terbagi atas numeralia pokok, numeralia tingkat, numeralia pecahan, dan penggolongan nomina. Kridalaksana (1986:49-119) membagi kata menjadi empat belas kelompok, yaitu verba, adjektiva, nomina, pronomina, numeralia, adverbia, interogativa, demonstrativa, artikula, preposisi, konjungsi, kategori fatis, interjeksi, dan pertindihan kelas. Kata penyukat dalam hal ini dibahas dalam penggolongan nomina.

8 8 Alwi, dkk. (2003:87-282) mengatakan bahwa kata terbagi dalam lima kelompok, yaitu verba, adjektiva, adverbia, nomina, pronomina, numeralia, dan kata tugas. Untuk kata penyukat itu dibahas dalam penggolongan nomina. Ravita (2006) dalam artikelnya yang diterbit dalam Jurnal Humonira membahas tentang kata penyukat dalam bahasa Minangkabau dialek Datar. Dalam tulisan ini diuraikan bahwa dalam bahasa Minangkabau dialek Datar, kata penyukatnya yang dapat dibedakan menjadi kata penyukat yang bersifat tradisional dan nontradisional. Tesis Zulisih (2011) mendeskripsikan kata penyukat dalam bahasa Indonesia secara tradisional dan nontradisional dan disimpulkan bahwa bentuk kata penyukat dalam bahasa Indonesia ada tiga, yaitu kata penyukat bentuk dasar, kata penyukat bentuk berimbuhan, dan kata penyukat bentuk majemuk. Kata penyukat dalam bahasa Indonesia dapat diklasifikasi menjadi tiga, yaitu kata penyukat untuk manusia, kata penyukat untuk binatang, dan kata penyukat untuk benda. Masing-masing kata penyukat diklasifikasikan lagi ke dalam kata penyukat umum dan kata penyukat khusus. Selain itu, dijelaskan pula tentang perilaku sintaksis dalam bahasa Indonesia yang meliputi posisi kata penyukat dalam frasa numeralia, sifat kehadiran kata penyukat dalam frasa numeralia, dan kadar keeratan antara kata penyukat, numeralia, dan kata nominal dalam frasa numeralia. Kata penyukat dalam bahasa Indonesia sebagian besar terletak di kiri nomina yang disukatinya, tetapi bisa juga terletak di kanan nomina yang disukatinya. Sifat kehadiran kata penyukat dalam frasa numeralia ada yang bersifat opsional (manasuka) dan bersifat obligatori (wajib hadir). Kadar keeratan

9 9 antara kata penyukat, kata bilangan, dan kata nominal sangat rendah karena di antara ketiga konstituen itu dapat disisipi kata atau frasa. Jika disisipi kata atau frasa di antara ketiga konstituen itu tidak akan mengubah kegramatikalan frasa, tetapi akan mengubah makna frasa. Tesis Adrianis (2010) mendeskripsikan bahwa kata penyukat dalam bahasa Jepang, dimana menurut pemakainnya terdapat perbedaan bergantung dari benda dan ukuran benda tersebut. Variasi bentuk penyukat juga terdapat tiga macam, yaitu penyukat bentuk dasar, penyukat bentuk imbuhan, dan penyukat dalam bentuk khusus. Bentuk berimbuhan yaitu berimbuhan di awal (sufiks). Pengklasifikasian benda berdasarkan dari melihat fitur-fitur semantik benda dan berdasarkan ciri-ciri benda yang disukatinya. Pengklasifikasikan tersebut terbagi lagi atas dua bagian, yaitu bernyawa dan tak bernyawa. Benda yang bernyawa juga dibagi menjadi dua, yaitu insani dan noninsani, sedangkan benda yang tak bernyawa dibagi menjadi benda konkret, terbilang, dan tak terbilang. Sementara itu, dilihat dari perilaku sintaksisnya terjadinya penambahan dan pelesapan partikel no dan terdapat penambahan partikel wo atau go. Tesis Yanyan (2011) mendeskripsikan kata penyukat dalam bahasa Mandarin yang melihat dari aspek klasifikasi, distribusi, fungsi sintaksis, serta menjelaskan faktor-faktor penyebab bahasa Mandarin kaya akan kata penyukat. Kata penyukat dalam bahasa Mandarin dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu kata penyukat nominal dan kata penyukat verbal. Kata penyukat nominal dapat dibagi lagi menjadi tujuh jenis, sedangkan kata penyukat verbal dapat dibagi tiga jenis. Distribusi kata penyukat nominal pada umumnya diletakkan di depan

10 10 nomina, tetapi dalam konteks yang menegaskan jumlah, nomina yang diterangkan itu akan medahului kata penyukat. Kata penyukat verbal kebanyakan terletak di depan verba. Bila dikolokasi dengan kata bilangan, kata penyukat verbal kebanyakan berada di depan verba. Frasa penyukat dalam kalimat dapat berfungsi sebagai subjek, predikat, objek, artibut, keterangan, dan pelengkapan. Bahasa Mandarin kaya dengan kata penyukat dari segi nonlingual karena berkaitan dengan Hanzi yang membuat orang Cina lebih mementingkan bentuk dan fitur sesuatu, dan ingin langsung mendapat informasi lain, sehingga kata penyukat nominal selalu diperlukan, dan jumlahnya semakin menambah. Dari segi lingual, fungsi pokok kata penyukat adalah membentuk frasa penyukat dan berperan dalam menghubungkan numeralia dan nomina atau verba. Selain itu, adanya kata penyukat nominal membuat frasa atribut untuk nomina menjadi padat, dan kata penyukat nominal juga merupakan salah satu penanda bagi nomina. BMP banyak dipengaruh oleh bahasa Thai (BT) yang merupakan bahasa mayoritas dan bahasa resmi di negara Thailand. BMP semakin hari kelihatan semakin mengalami peminjaman leksikal BT ke dalam kehidupan sehari-hari mareka, salah satunya adalah leksikal dalam kata penyukat. Phanmetha (1994) mengatakan bahwa kata penyukat dalam BT dapat dikasifikasi menjadi tiga, yaitu manusia, binatang, dan benda yang berdasarkan dari melihat fitur-fitur semantik benda dan berdasarkan ciri-ciri benda yang disukatinya. Pengklasifikasikan tersebut terbagi lagi atas dua bagian, yaitu bernyawa dan tak bernyawa. Benda yang bernyawa juga dibagi menjadi dua, yaitu insani dan noninsani.

11 Landasan Teori Subroto (2007) mengatakan bahwa setiap bahasa pasti mempunyai sistem, yaitu seperangkat kaidah yang bersifat mengatur. Setiap bahasa pasti memiliki asas-asas dan pola-pola sendiri. Di dalam kenyataannya, bahasa itu tidak seragam atau homogen, ada variasi geografi, dan ada variasi sosial. Bahasa itu selain bersifat universal, yakni mempunyai sifat atau ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini, juga bersifat unik. Dengan kata lain, bahasa memiliki ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh bahasa lain (Chaer, 2003:51-52). Teori dapat digunakan sebagai landasan berpikir untuk memahami, menjelaskan, menilai objek atau data yang dikumpulkan, dan juga sebagai petunjuk untuk memberikan arah dalam penelitian. Teori juga dapat dinilai sebagai latar belakang untuk menetukan metode dan teknik-teknik analisis (Subroto, 1992:22). Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada teori penggolongan kata yang khusus pada kata penyukat. Ramlan (1985:54:57) memberi istilah kata penyukat dengan kata penujuk jenis, yaitu kata yang menghubungkan numeralia dengan nomina. Lubis (1954: ) mengatakan bahwa istilah kata penyukat adalah kata-kata yang menunjuk ukuran atau sukatan ukuran itu ada yang menentukan harga, waktu, panjang, dan isi. Misalnya kata-kata rupiah, jam, menit, helai, dan sebagainya. Poedjawijatna dan Zoemulder (via Ramlan, 1985:37) memberi istilah kata penyukat dengan kata penujuk jenis, yaitu kata yang digunakan untuk menunjuk

12 12 jenis hal yang dibilang. Kata penunjuk jenis itu ialah kata-kata orang, ekor, buah, biji, dan sebagainya. Ramlan (1985:40) mengatakan bahwa kata penyukat termasuk ke dalam numeralia, yaitu numeralia bantu atau kata-kata yang menerangkan jenis benda yang berfungsi membantu bilangan pokok. Kata penyukat yaitu kata yang terletak di belakang numeralia dan bersama kata itu membentuk satu frasa yang disebut frasa numeralia, yang mungkin terletak di muka kata nomina (Ramlan, 1985:55) Penggolongan Kata Ramlan (1985:1) mengatakan bahwa setiap pembicaraan mengenai tata bahasa tentu melibatkan pembicaraan tentang penggolongan kata struktur frasa, klausa, dan kalimat tidak mungkin dapat dijelaskan. Penggolongan kata bertujuan untuk menyederhanakan pemerian struktur bahasa dan merupakan tahapan yang tidak boleh dilalui dalam penyusunan tata bahasa (Crystal, 1967:26-27). Penggolongan yang didefinisikan oleh para tata bahasawan, yaitu Soetan Moehammad Zain, S. Zainuddin Gl. Png. Batuah, C.A. Mees, Madong Lubis, I.R. Poedjawijatna dan P.J. Zoetmulders, S. Takdir Alisjahbana, Tardjan Hadidjaja, dan Soetarno menjelaskan bahwa dasar utama penentuan golonggan kata yang mereka gunakan ialah arti (via Ramlan, 1985:9). Berdasarkan arti itu, C.A. Mees, Hadidjaja, dan Soetarno menggolongkan kata bahasa Indonesia menjadi sepuluh golongan kata, yaitu (1) nomina, (2) adjektiva, (3) pronomina, (4) verba, (5) numeralia, (6) kata sandang, (7) kata depan, (8) kata keterangan, (9) kata sambung, dan(10) kata seru (via Ramlan, 1985:10-18).

13 13 Poedjawijatna dan Zoetmulder (via Ramlan, 1985:35) menggolongkan kata menjadi delapan karena mereka tidak mengakui adanya kata sandang dan verba serta adjektiva dijadikan satu golongan kata yang disebutnya dengan istilah kata tambah. Alisjahbana (1978:77-88) menggolongkan kata menjadi sepuluh golongan, yaitu (1) nomina, (2) verba, (3) adjektiva, (4) adverbia, (5) pronomina, (6) numeralia, (7) preposisi, (8) konjungsi, (9) artikal, dan (10) interjeksi Kata Penyukat Ramlan (1985:55) mendefinisikan kata penyukat sebagai kata yang terletak di belakang kata bilangan dan bersama kata itu membentuk satu frasa yang disebut frasa bilangan, yang mungkin terletak di muka kata nominal, contohnya orang, ekor,buah, meter, biji, dan sebagainya (Ramlan, 1985:55). Verhaar (1996:310) menyebutkan kata penyukat dengan nomina penggolongan. Verhaar mengatakan bahwa banyak bahasa yang memiliki sistem nomina penggolongan, yaitu alat penggolongan kelas nomina di tempat atribut. Moeliono (1993:199) mengatakan tentang kata penyukat dengan penggolongan nomina. Menurutnya, bahasa Indonesia itu memiliki sekelompok kata yang membagi-bagi wujud dalam ketegori tertentu menurut bentuk rupanya, contohnya manusia disertai oleh penggolongan orang, binatang dengan penggolongan ekor, dan sebagainya. Penggolongan seperti itu semata-mata berdasarkan konvensi masyarakat yang memakai bahasa itu dan untuk wujud lain juga disertai penggolongan yang berbeda-beda.

14 14 Keraf (1989:78) menyebutkan kata penyukat sebagai kata bantu bilangan, yang mana menurutnya dalam beberapa jumlah suatu barang dalam bahasa Indonesia tidak saja dipakai numeralia, tetapi selalu dipakai suatu kata yang menerangkan sifat atau macam barang itu, kata-kata semacam itu adalah kata bantu bilangan. Kridalaksana (2008:110) mengatakan bahwa kata bantu bilangan adalah kata atau bentuk yang menunjuk golongan nomina, yang biasanya mengikuti numeralia. Kroeger (2005:131) mengatakan bahwa kata penyukat dalam bahasa Inggris adalah classifier atau penggolong dan menjelaskan bahwa penggolong itu sebagai kata bebas, seringkali nomina, yang mengisi posisi khusus di dalam frasa nomina, tetapi tidak terlihat memberikan kontribusi terhadap makna NP. Kroeger (2005:131) menyebutkan bahwa kata penggolong yang umum digunakan di dalam bahasa Melayu atau bahasa Indonesia yaitu orang, ekor, biji, helai, buah, lembar, biji, batang, dan sebagainya Numeralia Keraf (1969:83-85) menyatakan bahwa numeralia (numeralia) adalah katakata yang menyatakan jumlah atau satuan kumpulan benda, atau urutan tempat dari nama-nama benda. Ada dua macam sistem numeralia dalam berbagai bahasa di dunia, yaitu sistem desimal dan sistem kuinal. Sistem desimal adalah sistem perhitungan yang akan kembali kekesatuan pertama sesudah hitungan kesepuluh, dan sistem kuinal adalah sistem perhitungan yang akan kembali kekesatuan

15 15 pertama sesudah hitungan kelima. Bahasa Indonesia menggunakan sistem desimal campuran karena ada dua kata, yaitu delapan dan sembilan yang bukan numeralia asli. Kata delapan dibentuk dari dua alapan yang berarti dua diambil (dari sepuluh), sedangkan kata sembilan berarti satu ambilan yang berarti satu diambil (dari sepuluh). Menurut sifatnya, numeralia dapat dibagi menjadi empat. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut. a) Numeralia Utama (Numeralia Cardinalia) Numeralia utama (numeralia cardinalia) adalah numeralia yang memberi keterangan mengenai jumlah barang atau hal. Numeralia ini merupakan dasar bagi pembentukan numeralia tingkat dan numeralia kumpulan. Numeralia ini membentuk kelas yang tertutup karena jumlahnya sangat terbatas, namun dapat diperbanyak dengan pengabungan kata dasar tadi. Numeralia utama dalam bahasa Indonesia yang dasar dan gabungan adalah sebagai berikut. Dasar : satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh. Gabungan : sebelas, dua belas, dua puluh satu, tiga puluh lima, dan sebagainya. Numeralia dasar yang lain adalah ratus, ribu, juta, milayar, triliun yang memungkinkan penggabungan untuk membentuk bilangan-bilangan di atas seratus. Kata ratus dan ribu adalah kata Indonesia asli, kata juta diserap dari bahasa Sansekerta, sedangkan milyar, triliun, dan sebagainya diserap dari bahasa Barat.

16 16 b) Numeralia Tingkat (Numeralia Ordinalia) Numeralia tingkat (numeralia ordinalia) adalah numeralia yang menjelaskan dalam urutan keberapa sebuah benda berada. Numeralia tingkat dibentuk menggunakan numeralia utama yang diberi prefiks ke-, kecuali untuk urutan satu digunakan juga kata perutam yang diserap dari bahasa Sansekerta, misalnya: kesatu, pertama kedua ketiga kesepuluh kedua puluh ketiga puluh enam keseratus lima keseribu lima ratus tiga c) Numeralia Kumpulan (Numeralia Collectiva) Numeralia kumpulan (numeralia collectiva) adalah numeralia yang menjelaskan berapa satuan himpunan barang atau hal, yakni berapa banyak barang yang terdapat dalam satu himpunan. Ada dua bentuk kata bilangan himpunan dalam bahasa Indonesia, yaitu: (1) yang dibentuk dengan menambahkan prefiks ke- pada kata bilangan utama seperti halnya numeralia tingkat: kesatu, kedua, ketiga, keempat, kelima dan sebagainya. (2) yang dibentuk dengan menambahkah prefiks ber- pada kata bilangan utama: berdua, bertiga, berempat, berlima, dan sebagainya.

17 17 d) Numeralia Tak Tentu (Numeralia Indeterminativa) Numeralia tak tentu (numeralia indeterminativa) adalah numeralia yang menjelaskan jumlah barang atau hal yang tidak diketahui jumlahnya secara pasti, seperti contoh berikut ini. -beberapa anak tidak masuk sekolah hari ini. -kami telah menjelahi semua kota di Jawa. -segala kelakuannya menjengkelkan kami. Mees (1954: ) mengatakan bahwa numeralia digolongkan menjadi lima, yaitu(1) induk numeralia, misalnya satu, dua, tiga, seratus, dan sebagainya, (2) numeralia tak tentu, misalnya beberapa, segala, dan sebagainya, (3) numeralia kumpulan, misalnya ketiga, berlima, dan sebagainya, (4) numeralia tingkat, misalnya kesatu, kedua, ketiga, dan sebagainya, dan (5) numeralia pecahan, misalnya dua pertiga, seperdua, dan sebagainya. Hadidjaja (1965:72-79) menggolongkan kata bilangan menjadi tiga karena tidak mengakui numeralia kumpulan dan numeralia tingkat. Numeralia tak tentu masukkan ke dalam numeralia pokok. Ketiga golongan numeralia menurut Hadidjaja adalah (1) numeralia pokok, yang dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu numeralia pokok yang tentu misalnya satu, dua, sepuluh, seribu, sejuta dan numeralia pokok yang tak tentu, misalnya semua, segala, sekalian, banyak, sedikit, tiap-tiap, dan sebagainya, (2) numeralia tingkat yang digolongkan menjadi dua golongan numeralia tingkat yang tentu, misalnya kesatu, kedua, ketiga, kesepuluh, dan numeralia tak tentu, misalnya kesekian, dan (3) numeralia

18 18 pecehan, misalnya sepertiga, tiga perlima, dan tujuh perempat sembilan perseratus. Numeralia dapat dibedakan menjadi empat golongan, yaitu (1) numeralia bulat atau bilang biasa, misalnya satu, dua, (2) numeralia pecahan, misalnya dua pertiga, seperdua, (3) numeralia penujuk taraf atau tingkat, misalnya kesatu, kedua, (4) numeralia kurang tentu, misalnya semua, sedikit, beberapa (Lubis, 1950: ). Menurut Zain (1943: ) numeralia dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu (1) nama bilangan yang menunjukkan banyak yang dapat digolongkan menjadi dua golongan, ialah yang menunjukkan banyak yang tentu, misalnya satu, tiga, empat, dan yang menunjukkan banyak yang tidak tentu, misalnya segala, sekalian, semua, banyak, sedikit, beberapa, dan (2) nama bilangan yang menunjukkan pangkat, yang dibentuk dengan menambahkah awalan ke- pada nama bilangan yang menunjukkan banyak yang tak tentu, misalnya kedua, ketiga, keempat, dan sebagainya. Poedjawijatna dan Zoetmulder (via Ramlan, 1985:37) mendefinisikan numeralia sebagai kata yang digunakan untuk menyatakan sejumlah individu dari kelompok semacam atau sejenis. Kata golongan ini dibedakan menjadi empat golongan, yaitu (1) numeralia tentu, misalnya satu dua, (2) numeralia tak tentu, misalnya beberapa, semua, tiap-tiap, (3) numeralia tingkat, misalnya, kedua, ketiga, dan (4) numeralia pecahan, misalnya sepertiga, dua perlima, dan sebagainya.

19 19 Batuah (via Ramlan, 1985:30) menggolongkan numeralia menjadi enam, yaitu (1) numeralia pokok, misalnya satu, dua, (2) numeralia pecahan, misalnya setengah, seperlima, (3) numeralia penunjuk tingkat, misalnya pertama, kesekian, (4) numeralia pengumpul adalah numeralia yang mengungkapkan sesuatu kumpulan benda yang sejenis atau seragam, misalnya kedua, ketiga, (5) numeralia pengganda, misalnya sekali,tiga kali, dan (6) numeralia penunjuk yang kurang tentu, misalnya segala, semua, banyak, sedikit Frasa Numeralia Frasa mempunyai dua sifat, yaitu frasa merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih dan frasa merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya frasa itu selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa, yaitu S, P, O, PEL, atau KEL (Ramlan, 2005:139). Frasa numeralia ialah frasa yang menpunyai distribusi yang sama dengan numeralia, misalnya frasa dua buah dalam dua buah rumah. Frasa ini mempunyai distribusi yang sama dengan kata dua (Ramlan, 1996:176). Persamaan distribusi itu dapat diketahui jelas dari jajaran: dua buah rumah, dua-rumah. Kata dua termasuk numeralia; karena itu, frasa dua buah termasuk golongan frasa numeralia. Frasa numeralia terdiri dari pembagian dua jenis, yaitu frasa numeralia yang terdiri atas unsur bilangan diikuti kata penyukat, misalnya tigo ekor kelinci, dan (2) frasa numeralia yang terdiri atas numeralia disertai kata tambah, misalnya hanya satu, cuma sepuluh, tiga saja, dan sebagainya.

20 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tiga tahap, yaitu (1) tahap penyediaan data, (2) tahap analasis data, dan (3) tahap penyajian hasil analisis data (Sudaryanto, 1993:5-7). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada fenomena yang secara empiris hidup pada penuturnya sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa pemerian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya seperti potret (Sudaryanto, 1988:62) Metode dan Teknik Penyediaan Data Pada tahap penyediaan data dilakukan melalui tiga teknik, yaitu teknik wawancara, teknik introspektif, dan teknik simak dan catat Wawancara Wawancara yaitu kegiatan pengumpulan data dengan mengajukan sejumlah pertanyaan kepada informan sehingga terjadi percakapan antara peneliti dengan informan. Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur yaitu tidak didasarkan pada rincian pertanyaan yang kaku. Dalam penelitian, wawancara dilakukan dengan disertai teknik rekam dan catat. Peneliti melakukan wawancara secara informal Introspektif Sudaryanto (1993: ) mengatakan bahwa peran peneliti dimanfaatkan secara optimal sebagai penutur bahasa dalam menyediakan data dan pengontrol

21 21 data sahih. Metode introspektif digunakan untuk memperoleh dan mengumpulkan data dalam penelitian ini dikarenakan peneliti adalah penutur asli BMP. Selain menjadi objek dalam penelitian ini, peneliti dapat membangkit kembali pengetahuan penulis sendiri mengenai kata-kata penyukat dalam BMP yang masih berfungsi Simak dan Catat Subroto (2007:47) mengatakan bahwa metode simak adalah peneliti mengadakan penyimakan terhadap pemakain bahasa lisan yang bersifat spontan dan mengadakan pencatatan terhadap data relevan yang sesuai dengan sasaran dan tujuan peneliti. Metode simak dilakukan dengan menyimak pemakaian bahasa Patani dan diikuti dengan teknik pemakaiannya yang berupa teknik catat pada tahap pengumpulan data berupa semua bentuk yang digunakan untuk menyukat benda dalam BMP. Penyimakan dilakukan pada pemakaian bahasa Melayu Patani secara tertulis, misalnya pada buku-buku berbahasa Melayu Patani. Selain itu, dilakukan pula penyimakan terhadap pemakaian BMP secara lisan yang dilakukan oleh masyarakat Patani. Hasil perolehan data dicatat dalam kartu dan data diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan semestinya Metode dan Teknik Analisis Data Setelah menyediakan data, tahap berikutnya adalah menganalisis data. Data akan dianalisis menggunakan metode agih. Sudaryanto (1993:15) mengatakan bahwa metode agih adalah metode analisis yang alat penentunya ada di dalam dan

22 22 merupakan bagian dari bahasa yang diteliti. Teknik dasar yang digunakan adalah teknik bagi unsur lansung dan teknik lanjutan. Teknik bagi unsur langsung adalah teknik analisis data dengan cara membagi suatu konstruksi menjadi beberapa bagian atau unsur (Sudaryanto, 1993:31-40). Teknik bagi unsur langsung ini bermanfaat untuk menentukan bagian-bagian fungsional suatu konstruksi. Alat penentu teknik bagi unsur langsung adalah intuisi kebahasaan peneliti terhadap bahasa yang diteliti. Intuisi kebahasaan adalah kesadaran penuh yang tak terumusan, tetapi terpercaya, terhadap apa dan bagaimana kenyataan yang bersifat kebahasaan (Sudaryanto, 1993:32). Selanjutnya, teknik lanjutan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik lesap, teknik perluas, dan teknik balik (Sudaryanto, 1993:39). Teknik-teknik lanjutan ini dapat diuraikan sebagai berikut Teknik Lesap Teknik lesap adalah teknik analisis data dengan cara melesapkan satuan kebahasaan yang dianalisis. Alat penentunya adalah satuan kebahasaan yang dilesapkan (Sudaryanto, 1993:40). Kegunaan teknik lesap adalah untuk membuktikan kadar keintian satuan kebahasaan dalam suatua konstruksi. Penerapkan teknik lesap menghasilkan dua kemungkinan, yaitu satuan kebahasaan inti dan bukan inti. Hasilnya berupa satuan kebahasaan inti apabila pelesapannya mengakibatkan konstruksi bagian sisanya tidak berterima dan berupa satuan kebahasaan bukan inti apabila konstruksi bagian sisanya tetap gramtikal (Kesuma, 2007:57). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada contoh-contoh berikut ini.

23 23 (1) lima buah jeruk (1a) lima jeruk (2) tiga kelompok anak (2a) tiga anak Dari contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa ada kata penyukat yang dapat dilesapkan seperti contoh (1) dan (1a), tetapi contoh (2) dan (2a) tidak dapat dilesapkan karena kemungkinan akan mengubah kategori nominanya dari kolektif menjadi nonkolektif Teknik Perluas Teknik perluas adalah teknik analisis data dengan cara memperluas satuan kebahasaan yang dianalisis dengan menggunakan satuan kebahasaan tertentu. Perluas itu dapat dilakukan ke kiri ke kanan sehingga lahirlah dua subjenis (Kesuma, 2007:59). Teknik perluas digunakan untuk menentukan segi-segi kemaknaan satuan kebahasaan tertentu (Sudaryanto, 1993:55). Subroto (2007:82) mengatakan bahwa teknik perluas ini bermanfaat untuk mengetahui identitas satuan lingual tertentu, untuk mengetahui seberapa jauh satuan lingual dapat diperluas ke kiri maupun ke kanan, dan untuk mengtahui unsur pemerluas yang bersifat mengakhiri atau menutup. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada contoh-contoh berikut ini. (3) orang (3a) dua orang (3b) dua orang guru

24 24 Dari contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa contoh (3) dapat diperluas ke kiri dengan kata bilangan sehingga menjadi contoh (3a) dan dapat diperluas lagi ke kanan dengan nomina sehingga menjadi contoh (3b). Dari contoh ini dapat juga diketahui jika perluasan ke kiri hanya dapat dilakukan dengan menambahkan kata bilangan. Sementara itu, perluasan ke kanan hanya dapat dilakukan dengan menambahkan nomina tertentu, yaitu nomina-nomina yang dapat dilekati kata penyukat tersebut Teknik Balik Teknik balik adalah teknik analisis data dengan cara mengubah atau membalik struktur satuan kebahasaan yang dianalisis. Kegunaan teknik balik itu adalah untuk mengtahui kadar ketegaran letak suatu satuan kebahasaan di dalam kalimat dan kadar kepositifan antara dua satuan kebahasaan yang sama informasinya (Sudaryanto, 1993:74-79). Kesuma (2007:61) mengatakan bahwa teknik balik dilaksanakan dengan mengubah struktur kalimat yang dianalisis. Dalam pengubahan itu, yang berubah bukanlah jumlah dan wujud satuan strukturnya. Caranya adalah dengan memindahkan letak suatu konstituen ke tempat lain dalam kalimat yang sama. Bila konstituen dapat dipindahkan letaknya, berarti letaknya tidak tegar, tetapi bila letaknya tidak dapat dipindahkan, berarti letaknya tegar. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada contoh-contoh berikut ini. (4) dua lozen botol kecap manis *berikut ini letaknya diubah sehingga menjadi:

25 25 (4a) *dua botol kecap manis lusin (4b) *botol kecap manis dua lusin Dari contoh-contoh diatas dapat disimpulkan bahwa konstituen botol kecap manis dapat dipindahkan letaknya sehingga letaknya tidak tegar, sementara itu, konstituen dua dan lusin letaknya tidak dapat dipindahkan, berarti letaknya tegar. Hal ini seperti yang terlihat pada contoh (4a) dan (4b), yang mana pemindahnya konstituen dua dan lusin menjadikan kalimat tersebut tidak gramatikal. 1.9 Metode Penyajian Hasil Analisis Data Setelah dilakukan analisis data, hasil analisis yang diperoleh akan disajikan dengan menggunakan teknik penyajian informal, yaitu penyajian dengan menggunakan kata-kata biasa untuk mendeskripsikan hasil analisis data Sistematika Penulisan Hasil penelitian ini disajikan dalam lima bab. Pada bab pertama diuraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistem penelitian. Bab II memaparkan sekilas perbedaan bunyi bahasa melayu patani dan bahasa Indonesia. Bab III memaparkan bentuk-buntuk dan klasifikasi kata penyukat dalam BMP. Bab IV memaparkan perilaku sintaksis kata penyukat dalam BMP. Bab V merupakan kesimpulan dan saran.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian dalam bidang linguistik berkaitan dengan bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis memiliki hubungan dengan tataran gramatikal. Tataran gramatikal

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KBBI (2002:588) konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KBBI (2002:588) konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2002:588) konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena bersifat deskriptif dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Terkait dengan kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode penelitian deskriptif analitik. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Wisuda Sarjana Pendidikan di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Oleh NURMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia VERBA PREDIKAT BAHASA REMAJA DALAM MAJALAH REMAJA Renadini Nurfitri Abstrak. Bahasa remaja dapat dteliti berdasarkan aspek kebahasaannya, salah satunya adalah mengenai verba. Verba sangat identik dengan

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Mempertanggungjawabkan hasil penelitian bukanlah pekerjaan mudah. Seorang penulis harus mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya disertai data-data

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa konsep seperti pemerolehan bahasa, morfologi, afiksasi dan prefiks, penggunaan konsep ini

Lebih terperinci

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE 4.1 Pengantar Bagian ini akan membicarakan analisis unsur-unsur bahasa Inggris yang masuk ke dalam campur kode dan membahas hasilnya. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkomunikasi merupakan suatu kegiatan yang mempergunakan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang

Lebih terperinci

DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS)

DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS) DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS) NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat berkomunikasi yang sangat penting bagi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat berkomunikasi yang sangat penting bagi manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat berkomunikasi yang sangat penting bagi manusia. Manusia mengungkapkan keinginan, pesan, ide, gagasan, dan perasaan kepada orang lain

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II,

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, 654 BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, uji lapangan, dan temuan-temuan penelitian, ada beberapa hal yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang didiami oleh berbagai suku bangsa. Setiap suku bangsa mempunyai ciri khas tersendiri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 57 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena penelitian ini bersifat deskriptif. Peneliti mencatat dengan teliti dan cermat data yang berwujud katakata,

Lebih terperinci

BENTUK KATA DAN MAKNA

BENTUK KATA DAN MAKNA BENTUK DAN MAKNA BENTUK KATA DAN MAKNA 1. FONEM bunyi bahasa yang membedakan arti/ makna Contoh : /apēl/ dan /apəl/ /mental/ dan /məntal/ /s/ayur - /m/ayur /s/ : /m/ Fonem ada dua : Konsonan dan Vokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diungkapkan kembali kepada orang-orang lain sebagai bahan komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. diungkapkan kembali kepada orang-orang lain sebagai bahan komunikasi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan bahasa sebagai alat komunikasi. Dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi, maka yang berada di sekitar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: Kami poetra dan poetri

BAB I PENDAHULUAN. ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: Kami poetra dan poetri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan. Betapa

Lebih terperinci

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA Tata bentukan dan tata istilah berkenaan dengan kaidah pembentukan kata dan kaidah pembentukan istilah. Pembentukan kata berkenaan dengan salah satu cabang linguistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang

BAB I PENDAHULUAN. segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat vital yang dimiliki oleh manusia dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Setiap bangsa tentunya memiliki bahasa sebagai identitas, seperti Indonesia memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak hanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA Munirah Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unismuh Makassar munirah.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu frasa, FP, kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORETIS

BAB 2 LANDASAN TEORETIS BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1 Kerangka Acuan Teoretis Penelitian ini memanfaatkan pendapat para ahli di bidangnya. Bidang yang terdapat pada penelitian ini antara lain adalah sintaksis pada fungsi dan peran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek pengajaran yang sangat penting, mengingat bahwa setiap orang menggunakan bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang harus dilaksanakan; teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto, 2015:9). Metode yang tepat akan mengarahkan penelitian pada tujuan yang diinginkan.

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati Abstrak. Penelitian ini menggambarkan kesalahan penggunaan bahasa Indonesia terutama dalam segi struktur kalimat dan imbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan hasil belajar siswa merupakan tujuan yang ingin selalu dicapai oleh para pelaksana pendidikan dan peserta didik. Tujuan tersebut dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa

BAB I PENDAHULUAN. Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa (Ramlan, 2008:39). Tanpa kehadiran konjungsi, adakalanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa tersebut mendapat tempat tersendiri di dalam khasanah kebudayaan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa tersebut mendapat tempat tersendiri di dalam khasanah kebudayaan Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bahasa Indonesia dan bahasa daerah merupakan unsur budaya Indonesia yang hidup. Bahasa-bahasa tersebut mendapat tempat tersendiri di dalam khasanah kebudayaan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat saat ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat saat ini. Dalam masyarakat moderen, media massa mempunyai peran yang signifikan sebagai bagian dari kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan lain. Manusia memiliki keinginan atau hasrat untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain, karena dalam menjalani kehidupan sosial manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain, karena dalam menjalani kehidupan sosial manusia selalu membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Interaksi dan segala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI Tinjauan pustaka memaparkan lebih lanjut tentang penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Selain itu, dipaparkan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruff ( dalam Amin, 1987 ),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruff ( dalam Amin, 1987 ), BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep 2.1.1 Pengertian Konsep Secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruff ( dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penulis mengambil beberapa jurnal, skripsi, disertasi dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan analisis kontrastif, adverbial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat komunikasi secara tidak langsung yakni dalam bentuk tulisan. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat komunikasi secara tidak langsung yakni dalam bentuk tulisan. Pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai alat komunikasi, bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan. Selain digunakan sebagai alat komunikasi secara langsung, bahasa juga dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif yaitu penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif yaitu penelitian 61 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif yaitu penelitian yang mendeskripsikan apa saja yang saat ini berlaku, khususnya dalam bidang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya maupun dengan penciptanya. Saat berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak Rina Ismayasari 1*, I Wayan Pastika 2, AA Putu Putra 3 123 Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana

Lebih terperinci

PEMEROLEHAN KATA ANAK USIA LIMA TAHUN MELALUI PENCERITAAN DONGENG DI TK AISYIYAH PILANG MASARAN SRAGEN NASKAH PUBLIKASI

PEMEROLEHAN KATA ANAK USIA LIMA TAHUN MELALUI PENCERITAAN DONGENG DI TK AISYIYAH PILANG MASARAN SRAGEN NASKAH PUBLIKASI PEMEROLEHAN KATA ANAK USIA LIMA TAHUN MELALUI PENCERITAAN DONGENG DI TK AISYIYAH PILANG MASARAN SRAGEN NASKAH PUBLIKASI disusun oleh Arifin Ainur Rohman S 200 100 002 PROGRAM STUDI MAGISTER PENGKAJIAN

Lebih terperinci

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur adalah perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas

Lebih terperinci

FRASE PREPOSISIONAL DI PADA KUMPULAN CERPEN BERJUTA RASANYA KARYA TERE LIYE:KAJIAN SINTAKSIS

FRASE PREPOSISIONAL DI PADA KUMPULAN CERPEN BERJUTA RASANYA KARYA TERE LIYE:KAJIAN SINTAKSIS FRASE PREPOSISIONAL DI PADA KUMPULAN CERPEN BERJUTA RASANYA KARYA TERE LIYE:KAJIAN SINTAKSIS NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. Chaer dan Leonie (2010:14 15) mengungkapkan bahwa dalam komunikasi, bahasa berfungsi sebagai

Lebih terperinci

10 Jenis Kata Menurut Aristoteles

10 Jenis Kata Menurut Aristoteles Nomina (Kata Benda) 10 Jenis Kata Menurut Aristoteles Nomina adalah kelas kata yang dalam bahasa Indonesia ditandai oleh tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak. Contohnya, kata rumah adalah nomina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun kelompok. Bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sepuluh. Menurut Kridalaksana kelas kata terbagi sepuluh macam sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. sepuluh. Menurut Kridalaksana kelas kata terbagi sepuluh macam sebagai 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata unsur terpenting di dalam bahasa. Tanpa kata mungkin tidak ada bahasa, sebab itulah kata yang merupakan perwujudan bahasa (Chaer,2011:86). Kelas kata dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita-berita dan sebagainya (Sugono ed., 2015:872). Beritaberita dalam surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Proses pembentukan kata

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain ( Kridalaksana,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain ( Kridalaksana, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Frasa Verba Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. sosiolinguistik. Penelitian kualitatif di sini menggunakan jenis penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. sosiolinguistik. Penelitian kualitatif di sini menggunakan jenis penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan sosiolinguistik. Penelitian kualitatif di sini menggunakan jenis penelitian yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial masyarakat. Noviatri dan Reniwati (2010:4) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial masyarakat. Noviatri dan Reniwati (2010:4) menyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Parker (dalam Noviatri dan Reniwati 2010:4), pada komponenkomponen bahasa manusia, baik bahasa yang dipakai manusia di masa lampau, maupun sekarang, dijumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengulangan unsur harus dihindari. Salah satu cara untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengulangan unsur harus dihindari. Salah satu cara untuk mengurangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada penggabungan klausa koordinatif maupun subordinatif bahasa Indonesia sering mengakibatkan adanya dua unsur yang sama atau pengulangan unsur dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini, diuraikan berbagai aspek yang berkaitan dengan penentuan dan penggunaan metode penelitian. Uraian yang dimaksud meliputi: lokasi penelitian, desain penelitian,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Unsur sintaksis yang terkecil adalah frasa. Menurut pandangan seorang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Unsur sintaksis yang terkecil adalah frasa. Menurut pandangan seorang BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh

Lebih terperinci

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA Arkhais, Vol. 07 No. 1 Januari -Juni 2016 PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA Wahyu Dwi Putra Krisanjaya Lilianan Muliastuti Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pembentukan

Lebih terperinci

5 Universitas Indonesia

5 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu penjelasan tentang teori Lexical Functional Grammar (subbab 2.1) dan penjelasan tentang struktur kalimat dalam bahasa Indonesia (subbab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benar. Ini ditujukan agar pembaca dapat memahami dan menyerap isi tulisan

BAB I PENDAHULUAN. benar. Ini ditujukan agar pembaca dapat memahami dan menyerap isi tulisan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang lingkup pembelajaran bahasa Indonesia mencakup komponenkomponen kemampuan berbahasa Indonesia yang meliputi aspek berbicara, menyimak, menulis, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian. Selanjutnya dalam Bab 1 ini, penulis juga menjelaskan tentang identifikasi masalah, pembatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa merupakan sebuah alat komunikasi antar anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa merupakan sebuah alat komunikasi antar anggota masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sebuah alat komunikasi antar anggota masyarakat. Bahasa juga merupakan sebuah alat untuk komunikasi, yang berupa rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN PREPOSISI PADA KOLOM POS PEMBACA DI HARIAN SOLOPOS SKRIPSI

NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN PREPOSISI PADA KOLOM POS PEMBACA DI HARIAN SOLOPOS SKRIPSI NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN PREPOSISI PADA KOLOM POS PEMBACA DI HARIAN SOLOPOS SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU Oleh: Ida Satriyani Kasran Ramsi ABSTRAK Masalah pokok dalam penelitian ini adalah apa sajakah afiks infleksi dalam bahasa Kulisusu, dalam hal ini meliputi pembagian afiks

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 86 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu, maka selanjutnya penelitian ini dilaksanakan dengan menggunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ungkapan manusia yang dilafalkan dengan kata-kata dalam. dan tujuan dari sebuah ujaran termasuk juga teks.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ungkapan manusia yang dilafalkan dengan kata-kata dalam. dan tujuan dari sebuah ujaran termasuk juga teks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia telah dikodratkan oleh penciptanya untuk hidup berkomunikasi, salah satu bentuk komunikasi adalah dengan bahasa. Bahasa merupakan ungkapan manusia yang

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat tunggal bahasa Sula yang dipaparkan bahasan masaalahnya mulai dari bab II hingga bab IV dalam upaya

Lebih terperinci

FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI

FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesistematisan dari jalan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis. Menurut Chaer dan

BAB I PENDAHULUAN. kesistematisan dari jalan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis. Menurut Chaer dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan. Ragam bahasa menurut sarananya dibatasi atas ragam lisan dan tulisan. Karena bahasa

Lebih terperinci

Kedudukan dan Ruang Lingkup Sintaksis

Kedudukan dan Ruang Lingkup Sintaksis Modul 1 Kedudukan dan Ruang Lingkup Sintaksis M PENDAHULUAN Joko Santoso, M.Hum. ateri-materi yang disajikan dalam Modul 1, yang berkenaan dengan kedudukan dan ruang lingkup sintaksis ini merupakan pijakan

Lebih terperinci

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Kumairoh Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Dipnegoro Abstrak Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Idiom salah satu istilah dalam bidang kebahasaan yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Idiom salah satu istilah dalam bidang kebahasaan yang digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Idiom salah satu istilah dalam bidang kebahasaan yang digunakan untuk berkomunikasi oleh manusia, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Idiom bertujuan untuk memperhalus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu sistem yang dibutuhkan bagi manusia untuk dapat saling berkomunikasi satu sama lain. Bahasa menyampaikan pesan, konsep, ide, perasaan atau pemikiran

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengolahan data, sampai pada tahap pengambilan kesimpulan, disesuaikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengolahan data, sampai pada tahap pengambilan kesimpulan, disesuaikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan prosedur dan langkah kerja yang digunakan dalam kegiatan penelitian mulai dari perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang itu diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak. pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak. pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya permasalahan kategori ini sehingga tidak

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah suatu rangkaian kegiatan yang terencana dan sistematis untuk menemukan jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia, karena dalam kehidupannya manusia tidak terpisahkan dari pemakaian bahasa. Dengan bahasa, manusia

Lebih terperinci