BAB I PENDAHULUAN. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 menyatakan Kami putra-putri Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 menyatakan Kami putra-putri Indonesia"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 menyatakan Kami putra-putri Indonesia mengaku berbahasa satu, bahasa Indonesia. Sumpah ini membuktikan bahwa berbangsa satu, bertanah air satu, dan menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia, memiliki fungsi yang luar biasa dalam mengembangkan kepribadian bangsa. Fungsi tersebut menegaskan bahwa setiap warga negara Indonesia senantiasa berkepribadian, berpreilaku, dan berbudi bahasa Indonesia. Dampaknya, persatuan para pemuda yang terpisah-pisah dalam suatu organisasi pemuda yang bersifat kedaerahan menyatakan tekadnya yang bulat untuk bersatu sebagai pemuda Indonesia dalam setiap komunikasi nasional. Kini, bahasa Indonesia berfungsi efektif sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia (Widjono, 2007:1-2) Bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai suku bangsa dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda untuk berbagai jenis komunikasi. Bahasa sebagai sarana komunikasi digunakan oleh manusia, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Di dalam berbahasa, orang menggunakan satuan-satuan bahasa yang disebut kalimat. Dalam berbahasa orang harus menggunakan kalimat dengan tepat dan sesuai untuk mengungkapkan pikiran. Pemakaian kata-kata yang tidak tepat, tidak lazim, termasuk pula penempatan kata-kata atau kelompok kata yang tidak sesuai dengan sistem 1

2 struktur bahasa mengakibatkan semakin sulitnya menangkap pikiran seseorang (Sudiari, 1980:1-2). Keberadaan Bahasa Indonesia dalam dunia pendidikan, baik secara lisan maupun tertulis berperan penting dalam dunia pendidikan karena Bahasa Indonesia adalah bahasa negara. Secara lisan, bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi antarsesama. Kemampuan berbahasa Indonesia adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi masyarakat Indonesia, tidak terkecuali peserta didik. Dalam bidang pendidikan dan pengajaran di sekolah, bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran pokok. Pelajaran bahasa Indonesia diajarkan berdasarkan kurikulum yang berlaku, yakni di dalamnya (kurikulum pendidikan) tercantum beberapa tujuan pembelajaran. Salah satu tujuan pokoknya adalah agar mampu dan terampil berbahasa Indonesia dengan baik dan benar setelah mengalami pembelajaran di sekolah. Keterampilan berbahasa meliputi empat aspek, yaitu membaca, menulis, mendengarkan (menyimak), dan berbicara. Dalam proses pemerolehan dan penggunaannya, keterampilan berbahasa tersebut saling berkaitan. Dalam keterampilan menulis, seseorang harus memiliki ide. Ide itu bisa diproses dari pengalaman, pengetahuan, keyakinan, dan imajinasi. Berbagai ide itu dapat dituangkan dalam bentuk tulisan atau karangan dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Kemampuan seseorang di dalam mencari dan menemukan ide berdasarkan keempat komponen di atas sangat berbeda, apalagi pada saat menuangkannya ke dalam bentuk tulisan atau karangan. Mengarang adalah 2

3 keterampilan mengungkapkan ide dalam bentuk tulisan yang ditunjukkan kepada pembaca dengan maksud agar pembaca mau meresapi, menghayati, merasakan, mengerti, dan bahkan menyetujui atau meyakini ide yang kita ketengahkan di dalam karangan itu (Mertha, 2010:1-5). Ide diungkapkan melalui kalimat-kalimat, baik berupa kalimat kompleks maupun tunggal. Membangun kalimat kompleks memerlukan berbagai macam konjungsi. Pola-pola kalimat kompleks dan konjungsi ini dipelajari dalam sintaksis. Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti dengan dan tattein yang berarti menempatkan. Secara etimologis, sintaksis berarti menempatkan bersamasama kata-kata atau kelompok kata menjadi kalimat (Achmad,1996/1997). Di samping uraian tersebut, banyak pakar memberikan definisi mengenai sintaksis ini. Ramlan (1996:21) mengatakan bahwa sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa. Verhaar (1996:161) dan Suparman (1985:1) mendefinisikan sintaksis sebagai cabang tata bahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan. Ada juga yang berpendapat bahwa sintaksis adalah telaah mengenai pola-pola yang dipergunakan sebagai sarana untuk menggabung-gabungkan kata menjadi kalimat (Stryker, 1969). Penelitian ini adalah penelitian di bidang sintaksis karena mengamati pola-pola kalimat kompleks bahasa Indonesia yang digunakan oleh siswa kelas VII SMP Dwijendra Denpasar. Berdasarkan pengalaman peneliti ketika melaksanakan tugas Praktik Kerja Lapangan (PKL) di SMP Dwijendra Denpasar ditemukan bahwa pemahaman kalimat 3

4 kompleks siswa kelas VII SMP Dwijendra Denpasar sangat kurang. Kondisi ini diketahui karena kurangnya pemahaman kalimat kompleks tersebut dipengaruhi cara mengajar guru-guru bahasa Indonesia yang kurang menarik sehingga mempengaruhi pemahaman siswa terhadap kalimat kompleks. Pemahaman yang kurang menyebabkan siswa tidak tertarik pada pelajaran mengarang, bahkan tidak mengerjakan tugas mengarang yang dibebani. Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa ada dua faktor penyebab kurangnya pemahaman siswa terhadap kalimat kompleks, yaitu (1) faktor guru (2) faktor siswa. Penyampaian materi kurang menarik disebabkan oleh guru kurang menerapkan alat bantu dan memahami materi yang akan disampaikan. Padahal, penerapan alat bantu, seperti gambaran-gambaran tentang pemandangan alam, tumbuh-tumbuhan, rumah-rumahan sangat membantu guru menghidupkan suasana kelas sehingga siswa tidak merasa bosan. Faktor yang kedua adalah siswa kurang paham terhadap pengertian dan aspek-aspek yang terkait dengan penyusunan kalimat kompleks. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui kalimat Majemuk bahasa Indonesia dalam karangan siswa kelas VII SMP Dwijendra Denpasar. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui pemakaian pola-pola kalimat kompleks dan konjungsi siswa SMP Dwijendra dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat untuk menyampaikan ide mereka kepada orang lain dalam bentuk tulisan. 4

5 1.2 Rumusan Masalah Adapun permasalahan yang diteliti dapat dirumuskan seperti di bawah ini. 1) Bagaimanakah pola dan tipe kalimat Majemuk Bahasa Indonesia dalam karangan siswa kelas VII SMP Dwijendra Denpasar? 2) Konjungsi apa sajakah yang digunakan siswa kelas VII SMP Dwijendra Denpasar dalam kalimat kompleks bahasa Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini dapat di bagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Kedua tujuan ini diuraikan seperti di bawah ini Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan memperoleh informasi data tentang pemakaian kalimat kompleks bahasa Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran tentang pemakaian kalimat kompleks terhadap masyarakat mengingat pentingnya bahasa dalam kehidupan manusia. Di samping itu, informasi yang disajikan dalam hasil penelitian ini sebagai penyempurnaan pengetahuan dan kemampuan dalam pemerolehan kalimat kompleks bahasa Indonesia, di samping merupakan sumber informasi penting data. Selain itu, hasil penelitian ini merupakan salah satu usaha pembinaan bahasa Indonesia dan memperkaya khazanah kebahasaan. Penelitian ini diharapkan pula berguna bagi 5

6 penelitian selanjutnya dan para pengajar bahasa Indonesia untuk membantu memperkaya pola kalimat dalam karangan siswa Tujuan Khusus Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan di atas, secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui pola dan tipe kalimat Majemuk Bahasa Indonesia dalam karangan siswa kelas VII SMP Dwijendra Denpasar. 2. Untuk mengetahui konjungsi yang digunakan siswa kelas VII SMP Dwijendra Denpasar dalam kalimat kompleks bahasa Indonesia. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian pemakaian kalimat kompleks bahasa Indonesia dalam karangan siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dwijendra Denpasar dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Kedua manfaat ini dirinci seperti di bawah ini Manfaat Teoretis Manfaat teoretis penelitian pemakaian kalimat kompleks bahasa Indonesia siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dwijendra Denpasar adalah sebagai salah satu sumber acuan dalam memahami karangan siswa kelas VII SMP 6

7 Dwijendra Denpasar. Penelitian kalimat kompleks juga bermanfaat sebagai penambah wawasan pada karangan siswa SMP Dwijendra Denpasar Manfaat Praktis Secara praktis penelitian karangan siswa kelas VII SMP Dwijendra Denpasar ini bermanfaat bagi bangsa Indonesia, terutama bagi para guru bahasa Indonesia dan siswa kelas VII SMP Dwijendra Denpasar. Di samping itu, bermanfaat untuk meningkatkan kegemaran menulis pada siswa-siswa SMP agar siswa lebih mengerti dan memahami cara mengarang yang baik dan benar. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Setiap peneliti mempunyai kemampuan yang terbatas sehingga dalam melakukan suatu penelitian perlu adanya pembatasan ruang lingkup. Dalam hal ini, ruang lingkupnya tidak terlalu sempit atau terlalu luas serta tidak menimbulkan salah penafsiran. Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada kalimat kompleks bahasa Indonesia dalam karangan siswa SMP Dwijendra Denpasar. Penelitian ini membahas pola dan tipe kalimat kompleks dan konjungsi. Dalam Penelitian ini membahas pola dan tipe kalimat kompleks sebagai berikut. Pola kalimat kompleks subjek-predikat, subjek-predikat, Pola kalimat kompleks subjek-predikat, subjek-predikat-keterangan, Pola kalimat kompleks subjek-predikat-objek, subjek-predikat-objek, Pola kalimat kompleks subjek- 7

8 predikat-keterangan, subjek-predikat-keterangan, Pola kalimat kompleks subjekpredikat-keterangan, subjek-predikat.tipe kalimat kompleks yaitu kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Konjungsi adalah partikel yang digunakan untuk menggabungkan kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, atau paragraf dengan paragraf. Konjungsi yang di analisis sebagai berikut. konjungsi subordinatif. 1.6 Kajian Pustaka Penelitian Sebelumnya Berdasarkan pengamatan, ada satu peneliti bahasa Indonesia yang telah membicarakan struktur kalimat kompleks. Penelitian ini dilakukan oleh Sinaryanti (1995), yang berjudul Kalimat Majemuk Bertingkat Bahasa Sasak Umum Dalam penelitiannya, dibicarakan pola dan struktur kalimat majemuk bertingkat bahasa Sasak umum dan berbagai jenis hubungan semantis antarklausa yang membentuk kalimat majemuk bertingkat bahasa Sasak umum. Hasil data penelitian ini membuktikan bahwa pada berbagai fungsi yang ditempati klausa bawahan terhadap klausa inti dapat berupa: klausa bawahan menduduki fungsi Objek (O) bagi klausa inti, klausa bawahan menduduki fungsi Subjek (S) bagi klausa inti, klausa bawahan menduduki fungsi Pelengkap (Pel) bagi klausa inti, klausa bawahan menduduki fungsi Keterangan (K) bagi klausa inti, klausa bawahan menduduki fungsi Predikat 8

9 (P) bagi klausa inti. Di dalam kalimat majemuk bertingkat bahasa sasak umum ditemukan juga pola dan strukturnya. Pola mengacu pada fungsi-fungsi kalimat, yaitu Subjek (S), Predikat (P), Objek (O), Keterangan (Ket), sedangkan struktur mengacu pada kategori-kategori, yaitu kata kerja (Kj), kata benda (Bd), kata ganti(gt), kata sifat (Sf), dan kata bilangan (Bil) selanjutnya, bila berupa frase akan berbentuk frase kerja (FKj), frase sifat (FSf), frase benda (FBd), frase preposisional (FPerp), frase pronominal (FPn), dan frase ganti (FGt) Konsep a. Kalimat Kompleks Kalimat adalah satuan bahasa yang terdiri atas dua kata atau lebih yang mengandung pikiran yang lengkap dan mempunyai pola intonasi akhir. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas beberapa klausa. Misalnya dalam kalimat Saya mengajar di Undiksha, sedangkan dia mengajar di Undiknas. Kalimat kompleks adalah kalimat yang hubungan pola-polanya tidak sederajat, salah satu pada bagian yang lebih tinggi kedudukannya disebut induk kalimat, sedangkan bagian yang lebih rendah kedudukannya disebut dengan anak kalimat. Misalnya dalam kalimat Kedatangannya disambut oleh rakyat ketika matahari mulai condong ke barat (Putrayasa, 2009:48-60). Mengapa penelitian ini menggunakan judul skripsi kalimat kompleks karena kalimat kompleks atau bisa juga disebut dengan kalimat majemuk bertingkat (KMB) adalah 9

10 bagian dari kalimat majemuk. Dalam judul skripsi banyak peneliti yang menggunakan KMB tetapi sangat jarang ada peneliti yang menggunakan judul skripsi kalimat kompleks. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membuat judul skripsi dengan menggunakan kalimat kompleks bukan menggunakan KMB. Persamaan kalimat majemuk dan kalimat kompleks adalah sama-sama menggunakan konjungsi. Perbedaan Kalimat Majemuk dan Kalimat Kompleks Kalimat Majemuk Kalimat Kompleks Kalimat klausa. yang terdiri atas beberapa Kalimat yang terdiri atas satu atau lebih klausa. Pola-polanya sederajat. Tidak memiliki pola atas dan bawahan. Pola-polanya tidak sederajat. Memiliki klausa inti dan bawahan (induk kalimat dan anak kalimat). Induk kalimat mempunyai ciri dapat berdiri sendiri sebagai kalimat mandiri, sedangkan anak kalimat tidak dapat berdiri sebagai kalimat tanpa induk kalimat. Memiliki hubungan subordinatif 10

11 Akan tetapi, tataran fungsi sintaksis merupakan tataran tertinggi, yakni meliputi subjek (S), predikat (P), Objek (O), dan keterangan (K). Fungsi sintaksis merupakan konstituen formal yang berupa tempat kosong yang harus diisi oleh unsur lain, seperti kategori dan peran. Fungsi tersebut bersifat relasional (verhaar, 1981:78). Pandangan ini didukung oleh Sudaryanto (1979:13) yang menyatakan bahwa keberadaan fungsi yang satu tidak dapat dibayangkan tanpa dihubungkan dengan fungsi yang lain. Misalnya, tidak dapat dikatakan bahwa fungsi itu S atau O tanpa dihubungkan oleh P. Demikian pula sebaliknya, suatu fungsi itu dapat dikatakan P hanya dalam hubungan S dan O Penelitian ini mengkaji tentang pola dan tipe kalimat kompleks. Pola kalimat kompleks yang dikaji melalui unsur fungsionalnya sebagai berikut. (1) Pola kalimat kompleks Subjek-Predikat, Subjek-Predikat (SP+SP), (2) Pola kalimat kompleks subjek-predikat, subjek-predikat-keterangan (SP+SPK), (3) Pola kalimat kompleks subjek-predikat-objek, subjek-predikat-objek (SPO+SPO), (4) Pola kalimat kompleks subjek-predikat- keterangan, subjek-predikat-keterangan (SPK+SPK), (5) Pola kalimat kompleks subjek-predikat-keterangan, subjek-predikat (SPK+SP). Selanjutnya, tipe kalimat kompleks, yakni (1) kalimat majemuk setara (KMS) dan (2) kalimat majemuk bertingkat (KMB). b. Konjungsi Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1998:278) menyebutkan bahwa konjungsi juga dinamakan kata sambung, yakni kata tugas yang menghubungkan dua 11

12 satuan bahasa yang sederajat, seperti kata dengan kata, frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa. Menurut Harimurti Kridalaksana (2009:131), konjungsi adalah partikel yang dipergunakan untuk menggabungkan kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, atau paragraph dengan paragraf. Menurut Abdul Chaer (1988:176), konjungsi adalah kata-kata yang digunakan untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, dan kalimat dengan kalimat. Menurut Timothy Shopen (1985: 46 dalam Sutama, 1990: 43), konjungsi adalah sebuah kata yang digunakan untuk menghubungkan antara kata dengan kata, frasa dengan frasa, dan klausa dengan klausa. Menurut Dendy Sugono konjungsi digunakan untuk menghubungkan anak kalimat dengan induk kalimat. Dengan kata lain, anak kalimat ditandai oleh adanya konjungsi, sedangkan induk kalimat tidak didahului konjungsi. Konjungsi sebagai sebuah kata, dapat dilihat perilakunya dalam tataran sintaksis, baik pada satuan frase, klausa, maupun kalimat. Konjungsi sebagai kelas kata memang memiliki kedudukan yang sejajar dengan kelas kata lainnya. Jika kelas kata, seperti nomina, verba, ajektiva, dan adverbia dapat mengisi salah satu fungsi gramatikal, baik sebagai modifikator maupun fungsi subjek, predikat, dan lain-lain, maka konjungsi tidaklah demikian. Konjungsi tidak dapat mengisi salah satu fungsi gramatikal dalam tataran kalimat. Satu-satunya fungsi yang diperankan ialah fungsi bebas, yaitu sebagai perangkai antarsatuan. Jadi, konjungsi adalah partikel yang dipergunakan untuk menggabungkan kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, 12

13 atau paragraf dengan paragraf. Tiap-tiap kalimat dasar dibatasi dengan konjungsi dan setiap bentuk kalimat majemuk memiliki kata penghubung yang berbeda sebagai penandanya. Inilah nantinya yang akan membedakan antara kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat (kompleks). Konjungsi sebagai penanda kalimat kompleks adalah karena, kalau, jika, apabila, agar, maka, ketika, dan sebagainya. Misalnya, Jaksa itu sedang menerima uang suap ketika ditangkap petugas KPK. Jalan layang dibangun agar lalu lintas menjadi lancar ( Landasan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori eklektik. Teori eklektik adalah menggabungkan banyak teori. Kalimat merupakan satuan bahasa yang mempunyai beberapa unsur sebagai pendukungnya. Unsur-unsur tersebut merupakan tingkat-tingkat gramatikal yang membentuk satuan lebih kecil berupa konstituen dari konstruksi yang tingkatnya lebih tinggi. Tata bahasa mengenal tingkatan-tingkatan tersebut mulai dari tingkat kata (sebagai tingkat terendah), tingkat frase, tingkat klausa, dan tingkat kalimat. Tingkat kalimat ini merupakan tingkat tertinggi di antara tingkat yang lainnya (Kentjono, 1982:59). Alwi et al. (1998:311) memberikan batasan tentang kalimat. Menurut mereka kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Kalimat terdiri atas bagian inti dan bagian yang 13

14 bukan inti. Jadi kalimat adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung pikiran yang lengkap dan punya pola intonasi akhir. Kalimat merupakan tingkat tertinggi dalam gramatikal bahasa yang dapat dibentuk dengan dua komponen, yaitu komponen fatis atau bentuk yang berupa kelompok kata dan komponen musis atau intonasi (Uhlenbeck, 1982: 10). Bila kalimat itu terdiri atas satu klausa dinamakan kalimat tunggal, sedangkan bila terjadi dari dua klausa atau lebih dinamakan kalimat majemuk (Tarigan, 1984:5 7). Menurut Ramlan (1987:53), kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih. Selanjutnya, Ramlan membedakan kalimat majemuk itu menjadi dua golongan, yaitu kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat (kalimat kompleks). Dalam kalimat majemuk setara, semua klausa yang membentuknya berupa klausa inti atau kedudukannya setara. Dalam kalimat kompleks klausa yang satu merupakan bagian dari klausa yang lainnya. Klausa yang merupakan bagian dari klausa yang lainnya disebut klausa bawahan, sedangkan klausa lainnya disebut klausa inti. Jadi, kalimat kompleks terdiri atas klausa inti dan klausa bawahan. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas beberapa klausa. Kalimat majemuk dapat terjadi dari hal-hal berikut. a) Sebuah kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu membentuk satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada. Misalnya: Anak itu membaca 14

15 puisi. (kalimat tunggal). Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca puisi. (subjek pada kalimat pertama diperluas) b) Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat yang baru mengandung dua atau lebih pola kalimat. Misalnya: Susi menulis surat (kalimat tunggal I), Bapak membaca koran (kalimat tunggal II) Susi menulis surat dan Bapak membaca koran. Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat (kompleks). Menurut Herusantoso (1988: 56-57) bahwa kalimat kompleks adalah kalimat majemuk yang hubungan pola-pola kalimatnya tidak setara. Pada kalimat ini salah satu polanya menduduki fungsi sebagai induk kalimat dan pola yang lain berfungsi sebagai anak kalimat. Sehubungan dengan hal itu, kalimat kompleks ini dapat diberikan ciri-ciri sebagai berikut. 1) Bentuk sisa kalimat sumber disebut induk kalimat. 2) Kalimat bentukan akibat perluasan dari salah satu unsur kalimat disebut anak kalimat. 3) Anak kalimat diberi nama sesuai dengan jabatan unsur kalimat sumber yang digantinya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori menurut Ramlan (1987: 53) yang menyatakan bahwa kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih. Selanjutnya, Ramlan membedakan kalimat majemuk itu 15

16 menjadi dua golongan, yaitu kalimat majemuk setara dan kalimat kompleks. Dalam kalimat majemuk setara, semua klausa yang membentuknya berupa klausa inti atau kedudukannya setara. Dalam kalimat kompleks klausa yang satu merupakan bagian dari klausa yang lainnya. Klausa yang merupakan bagian dari klausa yang lainnya disebut klausa bawahan, sedangkan klausa lainnya disebut klausa inti. Jadi, kalimat kompleks terdiri atas klausa inti dan klausa bawahan. Pola berarti gambaran yang dipakai sebagai contoh (Poerwadarminta, 1976:763). Pola adalah pengaturan atau susunan unsur-unsur bahasa yang sistematis menurut keteraturan dalam bahasa, sistem bahasa secara keseluruhan, subsistem dalam bahasa. (Kridalaksana, 2008:196). Pola kalimat kompleks berarti acuan untuk membentuk kalimat kompleks. Pola kalimat yang terdiri atas Subjek (S) dan Predikat (P) itu akan dipakai sebagai dasar penentuan bagi pola kalimat kompleks. Unsur inti sering dilengkapi dengan unsur tambahan yang menduduki fungsi Objek (O) atau Keterangan (Ket). Kedua unsur ini juga berfungsi sebagai penjelas bagi unsur inti yang didukungnya. A. Ciri-ciri Subjek Subjek berupa nomina, frase nomina, atau sesuatu yang dianggap nomina. Contoh: Mereka bergembira, rumah itu bagus, jalanya cepat, berperang banyak makan ongkos. Jadi yang dimaksud dengan subjek adalah sesuatu yang dianggap berdiri sendiri, dan yang tentangnya diberikan sesuatu. Oleh karena subjek itu isinya sesuatu yang berdiri sendiri, maka sudah semestinya terbentuk dati kata 16

17 benda (mereka, rumah itu). Atau jika kata benda yang dipakai sebagai subjek, dapatlah dianggap sebagai kata benda. Misalnya: Jalanya, akhiran-nya di sini menyatakan kata benda, meskipun kata benda itu menyatakan suatu kerja. Berperang artinya hal perang, dianggap sebagai kata benda. Untuk menentukan subjek, kita dapat bertanya dengan memakai kata tanya apa atau siapa di hadapan predikat. Ciri-ciri subjek adalah (i) tentangnya diberikan sesuatu, (ii) dibentuk dengan kata benda atau sesuatu yang dibendakan, dan (iii) dapat bertanya dengan kata tanya apa atau siapa di hadapan predikat. B. Ciri-ciri Predikat Predikat adalah bagian yang memberi keterangan tentang sesuatu yang berdiri sendiri atau subjek itu. Menyatakan apa yang dikerjakan atau dalam keadaan apakah subjek itu. Biasanya predikat terjadi dari kata kerja atau kata keadaan. Kata tanya mengapa, artinya dalam keadaan apa, bagaimana, atau mengerjakan apa? Bloomfield (1993) menyebut predikat dengan verba vinit yang berarti melaksanakan perbuatan. Merupakan konstituen pokok yang disertai konstituen subjek di sebelah kiri, dan jika ada, konstituen objek, pelengkap dan atau keterangan wajib di sebelah kanan. Predikat kalimat biasanya berupa frase verbal atau frase adjektival (alwi,et.al, 1998). Ramlan (1996) mengatakan, bahwa predikat merupakan unsur klausa yang selalu ada dan merupakan pusat klausa karena memiliki hubungan dengan unsur-unsur lainnya, yaitu dengan S,O, dan K. 17

18 Sakri (1995) menyebutkan bahwa Predikat itu sebagai puncak kerja yang menduduki jabatan uraian dan menyatakan tindakan atau perbuatan. Suparman (1988) memberikan penjelasan predikat dengan menyebutkan ciri-ciri atau penanda formal predikat yaitu (i) penunjuk aspek: sudah, sedang akan, yang selalu di depan predikat, (ii) kata kerja bantu: boleh, harus, dapat, (iii) kata penunjuk modal: mungkin,seharusnya, jangan-jangan, (iv) beberapa keterangan lain: tidak, bukan, justru, memang, yang biasanya terletak di antara S dan P, dan (v) kata kerja kopula: ialah, adalah, merupakan, menjadi. Kopula mengandung pengertian merangkaikan. Biasanya, kata-kata ini digunakan untuk merangkaikan predikat nominal dengan S-nya, khususnya FB-FB (frase benda-frase benda). C. Ciri-ciri Objek Objek adalah konstituen kalimat yang kehadirannya dituntut oleh predikat yang berupa verba transitif pada kalimat aktif. Objek selalu diletakkan setelah predikat. Dengan demikian, objek dapat dikenali dengan memperhatikan (a) jenis predikat yang melengkapinya, dan (b) ciri khas objek itu sendiri. Biasanya verba transitif ditandai oleh kehadiran afiks tertentu.sufiks-kan dan i serta prefiks meng- umumnya merupakan pembentukkan verba transitif. Contoh: Rudy Hartono menundukkan Icuk. Objek berupa nomina atau frase nominal. Jika objek tergolong nomina, frase nominal tak bernyawa, atau persona ketiga tunggal, nomina objek itu dapat 18

19 diganti dengan pronomina nya; dan jika berupa pronomina aku atau kamu (tunggal), bentuk ku dan mu dapat dugunakan. Contoh: Andi mengunjungi Pak Rustm, Andi mengunjunginya. D. Ciri-ciri Keterangan Keterangan merupakan fungsi sintaksis yang paling beragam dan paling mudah berpindah letaknya. Keterangan dapat berada di akhir, awal, dan bahkan di tengah kalimat (Suparman, 1985;Alwi,et.al,1998). Kehadiran keterangan dalam kalimat bersifat manasuka. Biasanya, konstituen keterangan berupa frase nominal, frase preposisional, atau frase adverbial. Contoh: a. Adik memotong rambut. b. Adik memotong rambutnya di kamar. c. Adik memotong rambutnya dengan guntuing. d. Adik memotong rambutnya kemarin. Unsur di kamar, dengan gunting, dan kemarin pada contoh kalimat tersebut merupakan keterangan yang sifatnya manasuka. Makna keterangan ditantukan oleh perpaduan makna unsur-unsurnya. Dengan demikian, keterangan di kamar mengandung makna tempat, dengan gunting mengandung makna alat, dan kemarin mengandung makna waktu (Putrayasa, 2008:64-69). Induk kalimat (IK) adalah klausa utama, Anak kalimat (AK) adalah klausa terikat. Klausa utama adalah klausa bebas yang dapat berdiri sendiri (istilah ini dipakai bila 19

20 klausa itu terdapat dalam kalimat bersusun). Klausa terikat adalah klausa yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai kalimat lengkap, tetapi dapat menjadi kalimat minor dengan intonasi final. Keterikatan itu nyata bila klausa itu terdapat dalam kalimat bersusun. Anak kalimat dan induk kalimat pada kalimat kompleks dapat dipertukarkan tempatnya. Kalau anak kalimat mendahului induk kalimat maka di muka induk kalimat dapat pula ditampatkan konjungsi maka. Misalnya: karena tidak pandai menaiki sepeda, maka akhirnya dia terjatuh terus dari sepeda. (Kridalaksana, 2008:13,125-93). Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti pembentukan kalimat (subjek dan predikat) dan boleh diperluas dengan salah satu atau lebih unsurunsur tambahan (objek dan keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola kalimat baru. Kalimat Tunggal Ayah merokok Adik minum susu Ibu menyimpan uang di dalam laci Susunan Pola Kalimat S-P S-P-O S-P-O-K 20

21 1) Kalimat Majemuk Setara Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antar pola-pola kalimatnya sederajat. Kalimat majemuk setara terdiri atas. a) Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya menggunakan katakata tugas: dan, serta, lagipula, dan sebagainya. Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat pandai. b) Kalimat majemuk setara memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun. Misalnya: Bapak minum teh atau Bapak makan nasi. c) Kalimat majemuk setara perlawanan. Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan. Misalnya: Dia sangat rajin, tetapi adiknya sangat pemalas. 2) Kalimat Kompleks Kalimat-kalimat yang kita gunakan tidak selalu berupa kalimat tunggal atau kalimat majemuk setara saja. Ada sebagian kalimat yang berisi informasi atau keterangan yang lebih lengkap, terkadang sampai terperinci. Penambahan informasi itu melahirkan struktur kalimat yang lebih luas daripada kalimat tunggal ataupun kalimat majemuk setara. Kalimat itu mengandung satu kalimat dasar yang merupakan inti (utama) dan satu atau beberapa kalimat dasar yang berfungsi sebagai pengisi salah satu unsur kalimat inti itu, misalnya keterangan, subjek, objek. Di antara kedua unsur 21

22 itu digunakan konjungsi. Konjungsi itulah yang membedakan struktur kalimat kompleks dari kalimat mejemuk setara. Pola kalimat (SP+SP) merupakan pola yang dapat menjadi kalimat kompleks apabila disisipi konjungsi misalnya, ketika, karena, supaya, meskipun, jika, atau sehingga. Saya masuk, mereka diam. Kalimat (1-1) adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa yang mengandung unsur Subjek dan Predikat, yaitu berpola SP+SP. Konstruksi pertama dan kedua dalam kalimat tersebut memperlihatkan kedudukan yang sama, yaitu sebagai induk kalimat karena tidak satu pun dari kedua klausa tersebut ditandai oleh konjungsi; sebagai salah satu pemerluas yang berfungsi menandai sebuah kontruksi sebagai anak kalimat. Akan tetapi, dengan adanya tanda koma (,), maka dapat ditandai bahwa kontruksi setelah kalimat Saya masuk merupakan anak kalimat. (1-1) Saya masuk ketika mereka diam Konstruksi mereka diam setelah didahului konjungsi ketika berfungsi sebagai keterangan yang memberi penjelasan pada kalimat dasar yang mendahuluinya. Kalau di dalam kalimat majemuk setara (tanpa kata ketika) kedua unsur itu masing-masing dapat berdiri sendiri sebagai kalimat tunggal, dalam kalimat kompleks (dengan kata ketika) kalimat dasar kedua telah turun derajatnya menjadi satu unsur kalimat dasar pertama, yaitu sebagai keterangan waktu. Unsur kalimat saya masuk disebut induk kalimat (IK) dan unsur ketika mereka diam disebut anak kalimat (AK). Demikian 22

23 juga penempatan konjungsi karena, supaya,jika, atau sehingga menyebabkan unsur kedua ini menjadi anak kalimat. IK AK (1-1) Saya masuk karena mereka diam. (1-1) Saya masuk supaya mereka diam. (1-1) Saya masuk jika mereka diam. (1-1) Saya masuk sehingga mereka diam. Konstruksi saya tertawa menjadi anak kalimat yang menduduki fungsi keterangan. Jika digambarkan dalam diagram pohon setelah memperoleh konjungsi, kedudukan konstruksi mereka diam terhadap konstruksi sebelumnya adalah sebagai berikut. 1.1 Diagram Pohon Kalimat Kompleks yang Berpola (SP + SP) (1.1) Saya masuk ketika mereka diam. Subjek Predikat Keterangan (Anak Kalimat) Konjungsi Kalimat Dasar Subjek Predikat Saya masuk ketika karena supaya jika sehingga mereka diam 23

24 Kalimat kompleks (1) itu terdiri atas unsur subjek: saya, predikat: masuk, dan keterangan yang berupa anak kalimat yang terdiri atas konjungsi ketika (menyatakan waktu) dan subjek: mereka serta predikat: diam. Dengan demikian, anak kalimat ketika mereka diam mempunyai kedudukan yang lebih rendah (bawahan) daripada induk kalimat saya masuk. kalimat kompleks adalah kalimat yang terdiri atas satu induk kalimat dan satu anak kalimat atau lebih. Jadi, Pola kalimat kompleks saya masuk ketika mereka diam adalah subjek-predikat, subjek-predikat (SP+SP). Yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah kalimat kompleks tentang pola kalimat kompleks dan tipe kalimat kompleks seperti berikut. Pola kalimat kompleks: (1) Pola kalimat kompleks Subjek-Predikat, Subjek-Predikat (SP+SP), (2) Pola kalimat kompleks Subjek-Predikat, Subjek-Predikat-Keterangan (SP+SPK), (3) Pola kalimat kompleks Subjek-Predikat-Objek, Subjek-Predikat-Objek (SPO+SPO), (4) Pola kalimat kompleks Subjek-Predikat-Keterangan, Subjek-Predikat-Keterangan (SPK+SPK), (5) Pola kalimat kompleks Subjek-Predikat-Keterangan, Subjek Predikat (SPK+SP) dan tipe kalimat kompleks (1) kalimat majemuk setara (KMS) dan (2) kalimat mjemuk bertingkat (KMB). 24

25 1.7 Metode dan Teknik Penelitian Untuk mewujudkan tujuan ilmiah linguistik harus digunakan metode dan teknik yang diterapkan secara konkret dalam pelaksanaan penelitian. Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. (Arikunto, 2006: 160). Selanjutnya, jabaran dari metode tersebut disebut dengan teknik atau pelaksanaan metode. Penelitian mengenai topik ini menggunakan tiga metode dan teknik, yaitu (1) metode dan teknik pengumpulan data, (2) metode dan teknik analisis data, dan (3) metode dan teknik penyajian hasil analisis Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode pengamatan (observasi) dan kuesioner. Metode pengamatan (observasi) adalah suatu cara untuk memperoleh data dengan jalan mengadakan pengamatan dan pencatatan yang sistematis. Pengamatan dalam pengertian ini adalah dalam arti pengamatan langsung, yaitu pengamatan pada saat berlangsungnya suatu peristiwa. Suatu pengamatan dapat pula dilakukan secara tidak langsung, misalnya. melalui dokumendokumen ataupun catatan-catatan. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik pengamatan dan pencatatan. Pengumpulan data dilakukan dengan menugasi siswa kelas VII A sampai dengan VII I membuat karangan bebas. Data yang berupa karangan dikumpulkan, lalu hasilnya diklasifikasikan. Setelah melalui proses 25

26 klasifikasi, ditemukan berbagai tema karangan misalnya (1) dongeng seperti Bawang Merah dan Bawang Putih, Sintha dan Rama (2) pengalaman pribadi siswa, seperti pergi bertamasya ke Bedugul dengan keluarga, pergi ke rumah kakek dan nenek, dan bermain sepeda bersama teman-teman. Selain ditugasi membuat karangan, siswa kelas SMP Dwijendra Denpasar juga ditugasi mengisi kuesioner. Kuesioner ini digunakan menjaring data tentang konjungsi. Tujuan pengisian kuesioner atau angket adalah untuk mengetahui pemahaman siswa kelas VII terhadap konjungsi yang digunakan pada kalimat kompleks Metode dan Teknik Analisis Data Metode yang digunakan dalam analisis data adalah metode kualitatif. Menurut Bogdann dan Taylor (1975) dalam buku Moleong (2004:3), metode kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. ( Cara menganalisis karangan siswa kelas VII SMP Dwijendra Denpasar dengan cara data yang telah tersedia akan diteliti pola kalimat kompleks bahasa Indonesia sebagai berikut. Pola kalimat kompleks, yaitu (1) pola kalimat kompleks Subjek-Predikat, Subjek-Predikat (SP+SP), (2) pola kalimat kompleks Subjek-Predikat, Subjek- Predikat-Keterangan (SP+SPK), (3) pola kalimat kompleks Subjek-Predikat-Objek, Subjek-Predikat-Objek (SPO+SPO), (4) pola kalimat kompleks Subjek-Predikat- 26

27 Keterangan, Subjek-Predikat-Keterangan (SPK+SPK), (5) pola kalimat kompleks Subjek-Predikat-Keterangan, Subjek-Predikat (SPK+SP). Tipe kalimat kompleks, yakni (1) kalimat majemuk setara dan (2) kalimat majemuk bertingkat. Pemakaian konjungsi siswa kelas VII SMP Dwijendra Denpasar juga dianalisis dalam penelitian ini sehingga diketahui tingkat pemahaman pemakaian konjungsi dalam kalimat kompleks. Konjungsi-konjungsi yang diamati adalah (1) konjungsi koordinatif, (2) konjungsi subordinatif, dan (3) konjungsi antarkalimat Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Metode dan teknik penyajian hasil analisis merupakan pekerjaan akhir dalam penelitian ini. Data yang telah dikumpulkan dari kelas VII SMP Dwijendra Denpasar diolah lalu hasilnya disajikan dalam bentuk tulisan. Tahapan ini merupakan penyempurnaan dari langkah-langkah sebelumnya. Penyajian hasil penelitian ini menggunakkan metode formal dan informal. Metode formal, yaitu metode penyajian hasil analisis data dengan menggunakan tanda atau lambang-lambang tertentu, seperti tanda kurung (...), lambang huruf sebagai singkatan (IK) dan (AK), serta diagram. Metode informal adalah metode penyajian data dengan menggunakan kata-kata biasa (deskripsi) (Sudaryanto, 1993: 145). Dengan menggunakan kedua penyajian ini diharapkan hasil penelitian yang disajikan dapat dipahami dengan lebih mudah oleh pembaca. 27

28 1.8 Populasi dan Sampel Populasi Dalam buku Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, dikemukakan bahwa Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. (Arikunto, 2006: 130). Populasi dalam penelitian kalimat kompleks dalam karangan siswa, sasarannya adalah siswa kelas VII tahun yang ada di lingkungan SMP Dwijendra Denpasar. Jumlah siswa kelas VII keseluruhannya adalah 397 ( tiga ratus sembilan puluh tujuh) orang, yang terdiri atas sembilan, kelas yaitu dari kelas VII A sampai dengan VII I. Kelas VII SMP Dwijendra Denpasar yang diteliti dari kelas VII A sampai dengan VII I karangan siswa dari sembilan kelas VII SMP Dwijendra Denpasar semuanya berjumlah 447 buah karangan Sampel Dalam buku Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Arikunto, dikemukakan 2006:131) disebutkan Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dalam mengambil sampel apabila subjek kurang dari seratus, lebih baiksecara keseluruhan diambil. Selanjutnya, jika jumlah subjeknya besar, maka sampel dapat diambil antara 10%-15% atau 20%-25% atau lebih. Dari jumlah populasi tersebut di atas, penulis mengambil sembilan puluh buah karangan sekitar (10%-15%) untuk dijadikan sampel. Dalam hal ini, yang dijadikan sampel sembilan kelas, yaitu dari kelas VII A sampai dengan VII I. Untuk 28

29 kelas VII SMP Dwijendra Denpasar memiliki 3 kelas unggulan yaitu kelas VII G, VII H, dan VII I, sedangkan kelas VII A Sampai dengan VII F kelas standar. Dari kelas VII A sampai dengan kelas VII I sampel yang digunakan masing-masing berjumlah sepuluh buah karangan. Jadi sembilan puluh karangan siswa ini diambil sebagai sampel karena sudah cukup untuk mewakili keseluruhan populasi di atas. Pemilihan sampel ini dilakukan secara acak yaitu pengambilan sampel secara random atau tanpa pandang bulu. Adapun cara-cara yang digunakan untuk pengambilan sampel secara acak adalah tiap-tiap elemen dalam sampel yang telah dinomori dan tertulis pada secarik kertas diletakkan dalam kotak, lalu peneliti mengambil secara acak kertas tersebut hingga sejumlah ukuran sampel (Widi, 2010: 200). 29

BAB II POLA DAN TIPE KALIMAT MAJEMUK BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN SISWA KELAS VII SMP DWIJENDRA DENPASAR

BAB II POLA DAN TIPE KALIMAT MAJEMUK BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN SISWA KELAS VII SMP DWIJENDRA DENPASAR BAB II POLA DAN TIPE KALIMAT MAJEMUK BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN SISWA KELAS VII SMP DWIJENDRA DENPASAR Analisis terhadap data kalimat kompleks karangan siswa kelas VII SMP Dwijendra Denpasar ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti mengatur bersama-sama (Verhaar dalam Markhamah, 2009: 5). Chaer (2009: 3) menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

KALIMAT MAJEMUK BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN SISWA KELAS VII SMP DWIJENDRA DENPASAR

KALIMAT MAJEMUK BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN SISWA KELAS VII SMP DWIJENDRA DENPASAR KALIMAT MAJEMUK BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN SISWA KELAS VII SMP DWIJENDRA DENPASAR Oleh NI MADE SANTRI MAHADEWI 0701105004 JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORETIS

BAB 2 LANDASAN TEORETIS BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1 Kerangka Acuan Teoretis Penelitian ini memanfaatkan pendapat para ahli di bidangnya. Bidang yang terdapat pada penelitian ini antara lain adalah sintaksis pada fungsi dan peran.

Lebih terperinci

TATA BAHASA BAKU BAHASA INDONESIA ADITYA PERDANA ANI MINARTI BUDY ROMDHANI

TATA BAHASA BAKU BAHASA INDONESIA ADITYA PERDANA ANI MINARTI BUDY ROMDHANI TATA BAHASA BAKU BAHASA INDONESIA ADITYA PERDANA ANI MINARTI BUDY ROMDHANI 1. Pengertian Verba 2. Verba Dasar 3. Verba Turunan 4. Verba Majemuk VERBA . Pengertian Kalimat Kalimat adalah satuan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (sikap badan), atau tanda-tanda berupa tulisan. suatu tulisan yang menggunakan suatu kaidah-kaidah penulisan yang tepat

BAB I PENDAHULUAN. (sikap badan), atau tanda-tanda berupa tulisan. suatu tulisan yang menggunakan suatu kaidah-kaidah penulisan yang tepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa secara umum dapat diartikan sebagai suatu alat komunikasi yang disampaikan seseorang kepada orang lain agar bisa mengetahui apa yang menjadi maksud dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Mempertanggungjawabkan hasil penelitian bukanlah pekerjaan mudah. Seorang penulis harus mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya disertai data-data

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya.sarana yang paling vital untuk menenuhi kebutuhan tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya.sarana yang paling vital untuk menenuhi kebutuhan tersebut adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi.di dalam berkomunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Nama : Khoirudin A. Fauzi NIM : 1402408313 BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Pada bab terdahulu disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut

Lebih terperinci

anak manis D M sebatang rokok kretek M D M sebuah rumah mewah M D M seorang guru M D

anak manis D M sebatang rokok kretek M D M sebuah rumah mewah M D M seorang guru M D Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang mempelajari proses pembentukan kalimat, atau yang menganalisis kalimat atas bagian-bagiannya. Kalimat ialah kesatuan bahasa atau ujaran yang berupa kata atau

Lebih terperinci

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS SINTAKSIS Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. A. STRUKTUR SINTAKSIS Untuk memahami struktur sintaksis, terlebih dahulu kita harus Mengetahui fungsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam kehidupannya mulai dari bangun tidur, melakukan aktivitas, menyampaikan pendapat dan informasi melalui bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam kehidupannya mulai dari bangun tidur, melakukan aktivitas, menyampaikan pendapat dan informasi melalui bahasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Fungsi bahasa utama yaitu sebagai alat

Lebih terperinci

STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.

STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA oleh Dra. Nunung Sitaresmi, M.Pd. FPBS UPI 1. Pendahuluan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Setiap bangsa tentunya memiliki bahasa sebagai identitas, seperti Indonesia memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesistematisan dari jalan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis. Menurut Chaer dan

BAB I PENDAHULUAN. kesistematisan dari jalan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis. Menurut Chaer dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan. Ragam bahasa menurut sarananya dibatasi atas ragam lisan dan tulisan. Karena bahasa

Lebih terperinci

PENGARUH PENGUASAAN KOMPETENSI SINTAKSIS TERHADAP PRODUKSI KALIMAT EFEKTIF PADA KARANGAN EKSPOSISI

PENGARUH PENGUASAAN KOMPETENSI SINTAKSIS TERHADAP PRODUKSI KALIMAT EFEKTIF PADA KARANGAN EKSPOSISI PENGARUH PENGUASAAN KOMPETENSI SINTAKSIS TERHADAP PRODUKSI KALIMAT EFEKTIF PADA KARANGAN EKSPOSISI Fitri Rahmawati Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS, Universitas Pendidikan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian dalam bidang linguistik berkaitan dengan bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis memiliki hubungan dengan tataran gramatikal. Tataran gramatikal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan manusia dengan sesama anggota masyarakat lain pemakai bahasa itu. Bahasa berisi gagasan, ide, pikiran, keinginan atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) PERILAKU BENTUK VERBA DALAM KALIMAT BAHASA INDONESIA TULIS SISWA SEKOLAH ARUNSAT VITAYA, PATTANI, THAILAND

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN A. Kerangka Teoretis Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat yang memberikan penjelasan tentang

Lebih terperinci

KALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat

KALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat KELOMPOK 5 MATA KULIAH: BAHASA INDONESIA Menu KALIMAT Oleh: A. SK dan KD B. Pengantar C. Satuan Pembentuk Bahasa D. Pengertian E. Karakteristik F. Unsur G. 5 Pola Dasar H. Ditinjau Dari Segi I. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan lain. Manusia memiliki keinginan atau hasrat untuk memenuhi

Lebih terperinci

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA Tata bentukan dan tata istilah berkenaan dengan kaidah pembentukan kata dan kaidah pembentukan istilah. Pembentukan kata berkenaan dengan salah satu cabang linguistik

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN KATA SAMBUNG PADA KARANGAN SISWA SMP N 2 GATAK SUKOHARJO

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN KATA SAMBUNG PADA KARANGAN SISWA SMP N 2 GATAK SUKOHARJO EFEKTIVITAS PENGGUNAAN KATA SAMBUNG PADA KARANGAN SISWA SMP N 2 GATAK SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Terampil berbahasa Indonesia merupakan salah satu tujuan yang harus dicapai

I. PENDAHULUAN. Terampil berbahasa Indonesia merupakan salah satu tujuan yang harus dicapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terampil berbahasa Indonesia merupakan salah satu tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA). Keterampilan berbahasa

Lebih terperinci

HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KOLOM SENO GUMIRA AJIDARMA PADA BUKU KENTUT KOSMOPOLITAN

HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KOLOM SENO GUMIRA AJIDARMA PADA BUKU KENTUT KOSMOPOLITAN Arkhais, Vol. 07 No. 1 Januari -Juni 2016 HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KOLOM SENO GUMIRA AJIDARMA PADA BUKU KENTUT KOSMOPOLITAN Gilang Puspasari Fathiaty Murtadlo Asep Supriyana Abstrak. Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun,

BAB 1 PENDAHULUAN. Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun, pemerian mengenai klausa tidak ada yang sempurna. Satu sama lain pemerian klausa saling melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang dihasilkan dari alat

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang dihasilkan dari alat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang harus diajarkan di sekolah dasar. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang dihasilkan dari alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat tunggal bahasa Sula yang dipaparkan bahasan masaalahnya mulai dari bab II hingga bab IV dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI Tinjauan pustaka memaparkan lebih lanjut tentang penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Selain itu, dipaparkan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013 ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI LIFATATI ASRINA A 310 090 168 PENDIDIKAN BAHASA

Lebih terperinci

PEMAKAIAN KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM BUKU TEKS SEKOLAH DASAR. oleh. Nunung Sitaresmi. Abstrak

PEMAKAIAN KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM BUKU TEKS SEKOLAH DASAR. oleh. Nunung Sitaresmi. Abstrak PEMAKAIAN KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM BUKU TEKS SEKOLAH DASAR oleh Nunung Sitaresmi Abstrak Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pemakaian jenis kalimat bahasa Indonesia dalam buku teks Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek pengajaran yang sangat penting, mengingat bahwa setiap orang menggunakan bahasa Indonesia

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (3):

TATARAN LINGUISTIK (3): TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS 6(0) Sebelumnya kita membahas istilah morfosintaksis. morfosintaksis adalah gabungan kata dari morfologi dan sintaksis. morfologi pengertiannya membicarakan sruktur internal

Lebih terperinci

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur adalah perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. mengungkapkan pikiran yang utuh (Alwi, 2003:311). Dalam wujud lisan, kalimat

II. KAJIAN PUSTAKA. mengungkapkan pikiran yang utuh (Alwi, 2003:311). Dalam wujud lisan, kalimat 9 II. KAJIAN PUSTAKA A. Kalimat Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh (Alwi, 2003:311). Dalam wujud lisan, kalimat ditandai dengan nada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi dengan sesamanya memerlukan sarana untuk menyampaikan kehendaknya. Salah satu sarana komunikasi

Lebih terperinci

FUNGSI KETERANGAN DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT DALAM KOMPAS MINGGU

FUNGSI KETERANGAN DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT DALAM KOMPAS MINGGU Fungsi eterangan dalam alimat Majemuk Bertingkat dalam ompas Minggu FUNGSI ETERANGAN DALAM ALIMAT MAJEMU BERTINGAT DALAM OMPAS MINGGU TRULI ANJAR YANTI Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

Merupakan salah satu bentuk konstruksi sintaksis yang tertinggi. Secara tradisional: suatu rangkaian kata yang mengandung pengertian dan pikiran yang

Merupakan salah satu bentuk konstruksi sintaksis yang tertinggi. Secara tradisional: suatu rangkaian kata yang mengandung pengertian dan pikiran yang KALIMAT Merupakan salah satu bentuk konstruksi sintaksis yang tertinggi. Secara tradisional: suatu rangkaian kata yang mengandung pengertian dan pikiran yang lengkap. Secara struktural: bentuk satuan gramatis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian. Selanjutnya dalam Bab 1 ini, penulis juga menjelaskan tentang identifikasi masalah, pembatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alquran merupakan wahyu Allah swt yang diwahyukan kepada Nabi

BAB I PENDAHULUAN. Alquran merupakan wahyu Allah swt yang diwahyukan kepada Nabi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Alquran merupakan wahyu Allah swt yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw untuk disampaikan kepada umat manusia sebagai pedoman hidup. Anwar, dkk. (2009:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, bahasa adalah alat yang digunakan sebagai sarana interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki berbagai rubrik berita maupun iklan, yakni rubrik berita utama (coverstory),

BAB I PENDAHULUAN. memiliki berbagai rubrik berita maupun iklan, yakni rubrik berita utama (coverstory), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surat kabar atau tabloid adalah lembaran-lembaran kertas yang tertuliskan berita (Alwi, 2007: 1109). Berita sendiri dapat diartikan sebagai laporan tercepat

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR FUNGSIONAL PADA PERIBAHASA INDONESIA: TINJAUAN SINTAKSIS

ANALISIS STRUKTUR FUNGSIONAL PADA PERIBAHASA INDONESIA: TINJAUAN SINTAKSIS ANALISIS STRUKTUR FUNGSIONAL PADA PERIBAHASA INDONESIA: TINJAUAN SINTAKSIS NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

Kemampuan Penggunaan Struktur Kalimat Terhadap Keterampilan Menulis Paragraf Deskripsi Siswa Kelas VII SMPN 3 Sungguminasa Kabupaten Gowa

Kemampuan Penggunaan Struktur Kalimat Terhadap Keterampilan Menulis Paragraf Deskripsi Siswa Kelas VII SMPN 3 Sungguminasa Kabupaten Gowa Fardillah/Kemampuan Penggunaan Struktur Kalimat Terhadap Keterampilan Menulis Paragraf Deskripsi 642 Kemampuan Penggunaan Struktur Kalimat Terhadap Keterampilan Menulis Paragraf Deskripsi FARDILLAH Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana pembelajaran yang dapat diperoleh baik di sekolah maupun di luar sekolah. Pendidikan yang utama diperoleh melalui sebuah lembaga

Lebih terperinci

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA KARANGAN SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 1 SAMBI

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA KARANGAN SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 1 SAMBI ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA KARANGAN SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 1 SAMBI NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA HARIAN SOLO POS EDISI APRIL 2010 SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA HARIAN SOLO POS EDISI APRIL 2010 SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA HARIAN SOLO POS EDISI APRIL 2010 SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra

Lebih terperinci

FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI

FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati Abstrak. Penelitian ini menggambarkan kesalahan penggunaan bahasa Indonesia terutama dalam segi struktur kalimat dan imbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring perkembangan zaman kehadiran surat kabar semakin dianggap penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring perkembangan zaman kehadiran surat kabar semakin dianggap penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan zaman kehadiran surat kabar semakin dianggap penting oleh masyarakat. Surat kabar dikatakan sebagai sebuah simbol bagi peradaban masyarakat

Lebih terperinci

BAB 6 SINTAKSIS. Nama : CANDRA JULIANSYAH NIM :

BAB 6 SINTAKSIS. Nama : CANDRA JULIANSYAH NIM : Nama : CANDRA JULIANSYAH NIM : 1402408239 BAB 6 SINTAKSIS Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti dengan dan kata tattein yang berarti menempatkan. Secara etimologi sintaksis berarti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kuantitatif serta bertambahnya aspek psikis yang lebih bersifat kaulitatif. Dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kuantitatif serta bertambahnya aspek psikis yang lebih bersifat kaulitatif. Dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemampuan Siswa sekolah dasar merupakan individu-individu yang sedang tumbuh dan berkembang dalam rangka pencapaian kepribadian yang dewasa. Pertumbuhan individu terlihat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruff ( dalam Amin, 1987 ),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruff ( dalam Amin, 1987 ), BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep 2.1.1 Pengertian Konsep Secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruff ( dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan hasil belajar siswa merupakan tujuan yang ingin selalu dicapai oleh para pelaksana pendidikan dan peserta didik. Tujuan tersebut dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa sebagai kebutuhan utama yang harus dipelajari dan dikembangkan karena bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Chaer (2009: 3) berpendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat saat ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat saat ini. Dalam masyarakat moderen, media massa mempunyai peran yang signifikan sebagai bagian dari kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sepuluh. Menurut Kridalaksana kelas kata terbagi sepuluh macam sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. sepuluh. Menurut Kridalaksana kelas kata terbagi sepuluh macam sebagai 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata unsur terpenting di dalam bahasa. Tanpa kata mungkin tidak ada bahasa, sebab itulah kata yang merupakan perwujudan bahasa (Chaer,2011:86). Kelas kata dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia, karena dalam kehidupannya manusia tidak terpisahkan dari pemakaian bahasa. Dengan bahasa, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya maupun dengan penciptanya. Saat berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami halhal lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bahasa merupakan sarana komunikasi yang utama. Bahasa adalah

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bahasa merupakan sarana komunikasi yang utama. Bahasa adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu melakukan komunikasi antar sesamanya. Setiap anggota masyarakat selalu terlibat dalam komunikasi, baik dia berperan sebagai

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (3):

TATARAN LINGUISTIK (3): Nama : Hengki Firmansyah Nim : 1402408324 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS 6(0) Sebelumnya kita membahas istilah morfosintaksis. morfosintaksis adalah gabungan kata dari morfologi dan sintaksis. morfologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Imperatif pada Spanduk dan Baliho di Purwokerto Tahun 2016 memiliki dua

BAB II LANDASAN TEORI. Imperatif pada Spanduk dan Baliho di Purwokerto Tahun 2016 memiliki dua 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan Penelitian yang berjudul Pola Hubungan Peran Semantik dalam Kalimat Imperatif pada Spanduk dan Baliho di Purwokerto Tahun 2016 memiliki dua penelitian yang

Lebih terperinci

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA CERITA ANAK DI SKRIPSI

ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA CERITA ANAK DI  SKRIPSI 0 ANALISIS PENANDA HUBUNGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA CERITA ANAK DI HTTP://WWW.E-SMARTSCHOOL.COM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sangat penting untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi dalam kehidupan manusia. Bahasa sangat penting untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, bahasa berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterbitkan kurang begitu memperhatikan aspek gramatikal bahkan masih

BAB I PENDAHULUAN. diterbitkan kurang begitu memperhatikan aspek gramatikal bahkan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majalah merupakan salah satu sumber data yang dapat dijadikan sebagai bahan penelitian. Sudah sering sekali majalah dicari para peneliti untuk dikaji segi

Lebih terperinci

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA Munirah Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unismuh Makassar munirah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS

BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS Sintaksis adalah bidang tataran linguistic yang secara tradisional disebut tata bahasa atau gramatika. Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi baik secara lisan, tulisan, maupun isyarat yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi baik secara lisan, tulisan, maupun isyarat yang bertujuan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dipisahkan dari manusia dan selalu diperlukan dalam setiap kegiatan. Bahasa merupakan alat yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif ialah penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang lebih menekankan

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang lebih menekankan 18 BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang lebih menekankan siswa untuk belajar berbahasa. Kaitannya dengan fungsi bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.

Lebih terperinci

I. KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan adalah kesanggupan seseorang menggunakan unsur-unsur kesatuan dalam

I. KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan adalah kesanggupan seseorang menggunakan unsur-unsur kesatuan dalam I. KAJIAN PUSTAKA 1. Pengertian Kemampuan Kemampuan adalah kesanggupan seseorang menggunakan unsur-unsur kesatuan dalam bahasa untuk menyampaikan maksud serta kesan tertentu dalam keadan yang sesuai. Hal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 9 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Penelitian pola kalimat yang sudah pernah dilakukan adalah analisis pola kalimat berpredikat verba dalam bahasa Indonesia pada buku mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Bentuk Frasa Pada Wacana Buku Teks Bahasa Indonesia Kelas XII SMA Karangan Dawud DKK Penerbit : Erlangga 2004 oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar para siswa terampil berbahasa, yaitu terampil mendengarkan (listening skill),

BAB I PENDAHULUAN. agar para siswa terampil berbahasa, yaitu terampil mendengarkan (listening skill), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada prinsipnya tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah agar para siswa terampil berbahasa, yaitu terampil mendengarkan (listening skill), terampil berbicara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Bahasa sudah diajarkan sejak dulu baik di keluarga maupun di. peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Bahasa sudah diajarkan sejak dulu baik di keluarga maupun di. peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia pada dasarnya sangat membutuhkan bahasa dalam bermasyarakat. Bahasa sudah diajarkan sejak dulu baik di keluarga maupun di lingkungan formal. Bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

Analisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar

Analisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar Analisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar Wayan Yuni Antari 1*, Made Sri Satyawati 2, I Wayan Teguh 3 [123] Program Studi Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Satuan pendukung meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang peran penting dalam kehidupan, sebagai alat menyampaikan pikiran, gagasan, konsep ataupun perasaan,

Lebih terperinci

RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN

RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN 0 RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah

Lebih terperinci

ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AR-RUM

ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AR-RUM ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AR-RUM Supadmi, A310090132, Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi dalam hierarki gramatikal yaitu wacana, pemahaman mengenai wacana tidak bisa ditinggalkan oleh siapa saja terutama dalam

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER ( R P K P S )

RENCANA PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER ( R P K P S ) RENCANA PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER ( R P K P S ) 1. Mata Kuliah : Bahasa Indonesia 2. SKS : 2 SKS 3. Semester : GANJIL 2014/2015 4. Program Studi :DESAIN INTERIOR 5. Dosen Pengampu : Dr.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku,

BAB III METODE PENELITIAN. fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, 53 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dalam penelitian ini. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

Lebih terperinci