BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi dengan masyarakat antardaerah. Perkembangan bahasa Indonesia menyebabkan beragamnya bentuk-bentuk penggunaan bahasa Indonesia. Hal ini terjadi karena perkembangan bahasa sejalan dengan semakin beragamnya fungsifungsi pemakaian bahasa oleh para penutur. Oleh karena itu, muncul berbagai bentuk penggunaan bahasa yang tercermin baik dalam situasi tindak tutur, maupun dalam karya tulis. Salah satu bentuk penggunaan bahasa Indonesia adalah idiom. Selain digunakan dalam situasi tindak tutur, penggunaan idiom dalam bahasa Indonesia sering ditemui dalam karya sastra dan surat kabar. Idiom sering dianggap memiliki kemiripan bentuk dengan ungkapan dan metafora. Berkenaan dengan hal tersebut, Pateda (2010:39) menyatakan bahwa idiom dilihat dari segi makna, metafora dipandang dari segi cara menggunakannya, sedangkan ungkapan lebih banyak dilihat dari segi ekspresi kebahasaan. Idiom seringkali digunakan untuk menyatakan suatu hal secara kias karena makna yang terdapat dalam idiom tidak dapat diartikan secara literal. Hal ini dapat dilihat sebagaimana contoh berikut ini. 1

2 2 (1) Saat ujian, Guru Umar melihat Doni menyembunyikan tangan di bawah meja sambil menundukkan kepala. (2) Berbeda dengan nasihat Pak Kyai yang kudengar tadi malam, ia malah mengatakan bahwa menjadi tangan di bawah bisa membuatnya lebih cepat kaya (data 55.2). Berdasarkan kedua contoh tersebut, dapat diketahui bahwa tangan di bawah pada kalimat a) memiliki makna yang berasal dari unsur-unsur leksikalnya, yakni tangan yang diletakkan di bawah. Sementara itu, tangan di bawah pada kalimat b) mengandung makna yang berlainan dengan unsur-unsurnya, yakni suka meminta. Hal ini karena tangan di bawah pada kalimat b) adalah sebuah idiom sehingga makna yang terjadi berupa makna kias, bukan makna leksikal seperti tangan di bawah pada kalimat a). Pemaknaan suatu bahasa tidak dapat terlepas dari konteks pemakaian. Karena idiom itu bahasa yang teradatkan, walaupun kadang-kadang idiom itu terasa aneh, orang tidak merasakan lagi kejanggalannya atau keanehannya (Badudu, 1989:47). Makna dalam idiom ini dikaji dalam bidang kajian semantik. Sehubungan dengan makna, Wijana (2010:24) menyatakan tiga hal sebagai berikut. Pertama, hubungan antara kata dan konsep-konsep yang digambarkannya disebut asosiasi. Kedua, hubungan antara konsep dan objek-objek yang ditunjuknya disebut dengan referensi. Ketiga, hubungan antara kata dan objek-objek yang ditunjuknya disebut dengan makna. Dengan demikian, suatu penggunaan bahasa dianggap memiliki makna apabila mengandung suatu hal yang dapat ditangkap oleh manusia.

3 3 Bentuk kebahasaan memiliki hubungan dengan konsep dalam pikiran manusia yang disebut makna (sense). Konsep ini lazimnya berhubungan dengan sesuatu atau hal yang ada di luar bahasa yang disebut referen (Wijana dan Rohmadi, 2008:13). Berkaitan dengan hal tersebut, Kempson (1977:11) menyebutkan tiga cara yang dipakai oleh para linguis dan filsuf dalam usaha menjelaskan makna dalam bahasa manusia, yaitu (a) dengan memberikan definisi hakikat makna kata, (b) dengan mendefinisikan hakikat makna kalimat, dan (c) dengan menjelaskan proses komunikasi. Pada cara yang pertama, makna kata diambil sebagai konstruksi kalimat yang dapat dijelaskan. Pada cara kedua, makna kalimatlah yang diambil sebagai dasar, dengan kata-kata sebagai unsur pembentuk makna. Pada cara ketiga, baik makna kalimat maupun makna kata dijelaskan dalam batas-batas penggunaannya dalam tindak komunikasi. Analisis makna idiom diawali dengan klasifikasi kelas-kelas kata unsur-unsur pembentuknya sehingga diperoleh struktur idiom. Berkaitan dengan struktur idiom, berikut ini adalah contoh struktur idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia. a) buah (N) + tangan (N) = buah tangan (FN) b) angkat (V) + tangan (N) = angkat tangan (FV) Pada contoh a), idiom buah tangan yang terdiri atas unsur buah (N) dan tangan (N) membentuk konstruksi N+N dan memiliki unsur depan buah yang berkategori sebagai nomina. Demikian pula dengan contoh b). Idiom angkat tangan tersusun atas unsur angkat (V) dan tangan (N). Oleh sebab unsur depan pada idiom tersebut berkategori sebagai verba, maka idiom tersebut memiliki pola pembentukan V+N.

4 4 Selain memiliki struktur tertentu, suatu idiom juga membentuk suatu makna. Makna yang terbentuk dalam suatu idiom dapat diketahui melalui analisis pola hubungan sebab-akibat yang terbentuk di dalam konteks kalimat yang mengandung idiom. Apabila penggunaan idiom berada pada konteks kalimat mengenai tindakan kebaikan, maka idiom tersebut dikategorikan sebagai idiom bernilai baik. Sementara itu, apabila hal yang diakibatkan atas suatu kejadian pada konteks kalimat merugikan atau mengecewakan orang lain, maka idiom tersebut dikategorikan sebagai idiom yang berkategori nilai buruk. Di samping itu, ada pula idiom yang berkategori nilai netral yang dibedakan atas dua pola. Pola pertama adalah idiom yang penggunaannya di dalam konteks kalimat tidak mengandung tindakan kebaikan dan kejahatan, sementara pola kedua adalah idiom yang bisa digunakan dengan konteks tindakan baik atau buruk. Penentuan hal yang baik dan buruk di dalam konteks idiom, tidak terlepas dari nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat penutur bahasa Indonesia. Idiom tangan di bawah, panjang tangan, dan berpangku tangan menghasilkan kecenderungan makna yang dianggap buruk. Sementara itu, idiom tangan di atas dan mengulurkan tangan memiliki kecenderungan makna yang dianggap baik oleh masyarakat. Hal ini karena makna yang terbentuk dari masing-masing idiom bertentangan dengan nilai-nilai sosial dalam masyarakat. Perilaku tangan di bawah suka meminta, panjang tangan suka mencuri, dan berpangku tangan tidak bekerja atau berbuat apa-apa dianggap tidak baik oleh masyarakat karena sebagai manusia kita sebaiknya memiliki sifat tangan di atas suka memberi dan mengulurkan tangan memberikan bantuan.

5 5 Sebuah idiom tidak dapat diartikan secara literal. Meskipun demikian, makna dalam sebuah idiom tidak serta-merta terlepas dari unsur-unsur pembentuknya atau setidaknya ada latar belakang budaya yang menyebabkan munculnya idiom tersebut. Hal ini karena bahasa sangat berkaitan erat dengan budaya. Dengan demikian, analisis hubungan idiom dengan budaya dalam bahasa Indonesia dikaji dalam bidang sosiolinguistik. Menurut Suwito (1982:2), sosiolinguistik menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakaiannya di dalam masyarakat sehingga di dalam kajian tersebut, bahasa dipandang sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi, serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Duranti (1997:24) yang menyatakan bahwa menyatakan bahwa bahasa adalah bagian dari budaya. Oleh karena itu, selain telaah struktur dan makna yang terbentuk, kajian terhadap idiom dilakukan dengan melihat budaya masyarakat sebagai konsep yang melatarbelakangi idiom tersebut. Salah satu idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia adalah idiom terpotong tangan, yang berarti keadaan sulit. Idiom ini terdiri atas kata terpotong dan tangan. Apabila dihubungkan dengan unsur-unsur pembentuk dan latar belakang budaya masyarakat Indonesia, tangan digunakan sebagai salah satu sarana beraktivitas yang sangat penting. Seseorang yang kehilangan tangan akan kesulitan dalam beraktivitas. Hampir seluruh kegiatan utama manusia dilakukan dengan melibatkan tangan. Oleh karena itu, idiom terpotong tangan berarti keadaan yang sulit. Hal ini karena apabila tangan telah dalam keadaan terpotong, maka sesesorang akan kesulitan melakukan banyak hal. Contoh penggunaan idiom tersebut terdapat

6 6 dalam kalimat Terpotong tanganku kalau ia tidak bisa datang hari ini karena semua keputusan ayah tergantung padanya. Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa idiom berkaitan erat dengan budaya masyarakat. Tangan sebagai salah satu bagian tubuh manusia yang memiliki peranan penting dalam berbagai aktivitas kehidupan, menjadi salah satu penyebab munculnya idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia. Idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia cukup banyak jumlahnya. Cukup banyak penelitian yang menyinggung tentang idiom yang mengandung anggota tubuh manusia. Akan tetapi, sebagian besar fokus penelitian tersebut masih agak umum karena mencakup seluruh anggota tubuh manusia. Di dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia. Penelitian dilakukan dengan mengalisis struktur idiom, makna yang terbentuk, dan hubungan idiom dengan budaya masyarakat Indonesia. Inilah yang pada akhirnya membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, masalah yang akan disajikan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1) Bagaimanakah struktur idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia? 2) Bagaimanakah makna yang terbentuk dalam idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia?

7 7 3) Bagaimanakah hubungan idiom yang mengandung unsur tangan dengan budaya masyarakat Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu a. Mendeskripsikan struktur idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia. b. Mendeskripsikan makna yang terbentuk dalam idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia. c. Mendeskripsikan hubungan idiom yang mengandung unsur tangan dengan budaya masyarakat Indonesia. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat teoretis, maupun manfaat praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan deskripsi secara utuh mengenai idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia yang selama ini belum dikaji secara mendalam. Penelitian yang ada masih sebatas mendeskripsikan idiom bahasa Indonesia secara umum. Terhadap pengembangan ilmu bahasa, penelitian ini juga dimaksudkan memperdalam hasil kajian terhadap idiom bahasa Indonesia dalam bidang semantik dan sosiolinguistik. Di sisi lain, penelitian ini juga bermaksud mengisi kerumpangan yang terjadi pada penelitian dan penjelasan sebelumnya terkait idiom bahasa

8 8 Indonesia. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu guru bahasa Indonesia untuk mengetahui lebih dalam tentang struktur, makna yang terbentuk, dan hubungan idiom dengan budaya masyarakat Indonesia. Dengan demikian, guru-guru akan lebih terbantu dalam menjelaskan konsep idiom kepada peserta didik, khususnya idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia. 1.5 Kajian Pustaka Kajian pustaka penelitian ini digunakan untuk memaparkan karya-karya ilmiah bidang kajian semantik mengenai idiom bahasa Indonesia. Pemaparan kajian pustaka ini bertujuan untuk mengetahui posisi penelitian yang dilakukan di antara penelitian-penelitian terdahulu. Selain itu, penelitian-penelitian yang sudah dilakukan tersebut digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan penelitian ini. Adapun penelitian-penelitian tersebut diuraikan sebagai berikut. Penelitian yang berjudul Idiom dalam Bahasa Indonesia adalah sebuah tesis karya Hartati (2002) yang menganalisis idiom bahasa Indonesia berdasarkan konstruksi, kategori, dan jenis-jenis idiom. Ada tiga hasil penelitian tersebut. Pertama, konstruksi idiom dalam bahasa Indonesia dapat berupa (a) kata yang berwujud kata ulang dan kata majemuk, (b) frasa, (c) klausa, dan (d) kalimat. Kedua, kategori kata unsur pembentuk idiom dalam bahasa Indonesia ada dua, yakni (a) idiom yang unsur-unsur pembentuknya berkategori sama ada empat kelompok dan (b) idiom yang unsur-unsur pembentuknya berkategori berbeda ada empat belas

9 9 kelompok. Ketiga, jenis idiom dalam bahasa Indonesia dibedakan menjadi dua, yakni (a) idiom penuh dan (b) idiom sebagian. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Ningsih (2004) dalam bentuk karya tesis yang berjudul Perpaduan Leksem Anggota Tubuh dalam Bahasa Indonesia. Penelitian tersebut mengkaji anggota tubuh yang digunakan sebagai pembentuk perpaduan leksem, makna bentukan perpaduan leksem, dan kategori kata yang dihasilkan dari perpaduan leksem. Ada empat hal yang dihasilkan dalam penelitian tersebut. Pertama, berdasarkan proses morfologisnya, perpaduan leksem ini menghasilkan kata majemuk simpleks dan kata majemuk kompleks. Kedua, dilihat dari makna yang dihasilkan, perpaduan leksem ini menghasilkan kata majemuk bermakna metafora dan idiom. Ketiga, dilihat dari kategori kata yang dihasilkan, perpaduan leksem ini menghasilkan kata majemuk kategori kata kerja, kategori kata sifat, kategori kata benda, kategori kata bilangan, dan kategori kata keterangan. Dari hasil analisis tentang makna dan kategori kata, perpaduan leksem ini memiliki ciri membentuk satu makna baru dan memiliki satu kategori kata. Penelitian dengan judul Idiom Bahasa Inggris Berunsur Bagian Tubuh Manusia dan Padanannya dalam Bahasa Indonesia dilakukan oleh Susanti (2014). Penelitian tersebut membuahkan tiga hasil penelitian. Pertama, dari segi bentuk, idiom bahasa Inggris berbentuk frasa dan klausa, sedangkan idiom dalam bahasa Indonesia berbentuk kata ulang, frasa, klausa, dan kalimat. Kedua, dari segi makna antara idiom bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, terdapat pemilihan kata dan makna yang sama, pemilihan kata berbeda dengan makna yang sama, dan pemilihan kata sama dengan makna yang berbeda. Ketiga, penyebab persamaan dan perbedaan dari

10 10 kedua idiom antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia adalah faktor budaya yang berbeda antara pengguna bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Suyatno (2012) berwujud disertasi dengan judul Idiom dalam bahasa Indonesia. Penelitian tersebut mengkaji lima hal mengenai idiom dalam bahasa Indonesia. Pertama, ciri, bentuk, dan usur pembentuk idiom. Kedua, sumber referensi dan ruang lingkup pemakaian idiom. Ketiga, pola-pola pemaknaan idiom. Keempat, motif penggunaan idiom oleh masyarakat. Kelima, fenomena perkembangan idiom bahasa Indonesia. Berdasarkan keempat penelitian di atas, dapat diketahui bahwa penelitianpenelitian tentang idiom yang berkaitan dengan anggota tubuh manusia masih dikaji secara umum. Belum ada penelitian yang mengkaji idiom dengan salah satu anggota tubuh tertentu secara spesifik. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Hartati (2002), peneliti mendapatkan referensi tentang konstruksi idiom bahasa Indonesia. Sementara itu, dari penelitian Ningsih (2004), peneliti mendapatkan referensi tentang makna dalam perpaduan leksem anggota tubuh manusia. Selain itu, penelitian Susanti (2014) juga memberikan referensi baru mengenai pengaruh faktor budaya terhadap pembentukan suatu idiom. Penelitian Suyatno (2012) memberikan referensi mengenai hubungan antara idiom, masyarakat, dan budaya. 1.6 Landasan Teori Teori digunakan sebagai landasan berpikir untuk memahami, menjelaskan, dan menilai objek penelitian. Teori juga digunakan sebagai petunjuk untuk memberikan arah pelaksanaan penelitian. Landasan teori dalam penelitian ini

11 11 meliputi (1) konsep dasar idiom, (2) struktur idiom, (3) makna yang terbentuk dalam idiom, dan (4) hubungan idiom dengan budaya Konsep Dasar Idiom Idiom berbeda dengan peribahasa, pepatah, dan metafora. Di dalam kamus linguistik, Kridalaksana (2011) mendefinisikan keempat hal tersebut. Pertama, peribahasa adalah kalimat atau penggalan kalimat yang telah membeku bentuk, makna, dan fungsinya dalam masyarakat, bersifat turun-menurun, dipergunakan untuk penghias karangan atau percakapan, penguat maksud karangan, pemberi nasihat, pengajaran, atau pedoman hidup; mencakup bidal, pepatah, perumpamaan, ibarat, pameo. Kedua, pepatah adalah peribahasa yang terjadi dari kalimat yang tidak lengkap, berisi hal-hal umum, dan tidak berisi nasihat; misalnya indah kabar dari rupa. Ketiga, metafora adalah pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan. Keempat, idiom adalah konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya karena bersama yang lain; konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya. Idiom dapat didefinisikan sebagai sejumlah kata yang bergabung dan menghasilkan makna yang berbeda dari makna setiap kata yang menyusunnya (Seidl dan McMordie (1988:12 13). Hal ini senada dengan Chaer (2009:74) yang mendefinisikan idiom sebagai satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frasa, maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal unsurunsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Berdasarkan ketiga

12 12 pendapat mengenai definisi idiom tersebut, dapat disimpulkan bahwa idiom adalah gabungan kata yang tidak dapat dimaknai secara leksikal berdasarkan unsur-unsurnya dan seringkali berkaitan dengan budaya masyarakatnya. Perbedaan antara metafora, idiom, pepatah, peribahasa, dan ungkapan dijelaskan lebih lanjut melalui gambar berikut ini. metafora atau idiom UNGKAPAN pepatah, peribahasa Gambar 1.1 Perbandingan konsep metafora, idiom, pepatah, perbahasa, dan ungkapan. Tanda lingkaran dalam gambar 1.1 di atas menyatakan konstituen bentuk, sedangkan tanda persegi menyatakan referen. Berikut ini uraian mengenai gambar tersebut. Pertama, metafora dinyatakan sebagai satu bentuk yang dapat dinyatakan ke dalam satu atau banyak referen. Apabila meminjam istilah yang digunakan oleh Lakoff dan Johnson (2003), bentuk ini disebut domain sumber, sementara referen disebut domain target. Kedua, idiom terdiri atas gabungan bentuk yang memiliki satu referen, yakni gabungan kata yang menghasilkan satu referen makna. Ketiga, pepatah sebagai bagian dari peribahasa,

13 13 memiliki ciri-ciri yang sama antara keduanya, yakni setiap satu bentuk memiliki satu referen. Sementara itu, sebagai salah satu bentuk ekspresi kebahasaan, idiom, pepatah dan peribahasa dimasukkan ke dalam ungkapan sebagaimana yang terdapat dalam Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Badudu (1982). Gibbs (2007:702) menyatakan bahwa masyarakat menggunakan idiom untuk kesopanan, mengungkapkan gagasan yang sulit disampaikan secara literal, dan menyampaikan pikiran secara padat dan jelas. Dengan demikian, idiom dapat pula digunakan untuk menyampaikan suatu hal yang kurang baik secara halus. Sementara itu, meskipun makna dalam idiom berbeda dengan bentuknya, masyarakat penutur bahasa tidak akan kebingungan dalam memaknai idiom dalam bahasanya. Hal ini sesuai dengan Badudu (1989:47) yang menyatakan bahwa idiom adalah bahasa yang telah teradatkan, artinya bahasa yang sudah biasa dipakai seperti itu dalam suatu bahasa oleh para pemakainya. Ini terlihat jelas pada contoh pemakaian idiom panjang tangan, ringan tangan, dan tangan di atas. Secara berturut-turut, ketiga idiom tersebut tidak dapat diartikan secara literal sebagai orang yang mempunyai tangan panjang, orang yang mempunyai tangan ringan, dan orang yang tangannya terletak di atas. Akan tetapi, secara idiomatis, ketiga idiom tersebut bermakna suka mencuri, suka membantu, dan yang memberi Struktur Idiom Idiom dalam bahasa Indonesia terbentuk berdasarkan pola-pola tertentu sehingga membentuk suatu struktur. Pola-pola tersebut tersusun atas satuan-satuan

14 14 unsur kata yang memiliki kategori tertentu kemudian membentuk sebuah konstruksi yang berupa gabungan kata dalam idiom. Penentuan kategori kelas kata unsur pusat maupun unsur yang lain pada idiom mengacu pada pembagian kategori atau kelas kata. Menurut Kridalaksana (1986:49 117), pembagian kelas kata dalam bahasa Indonesia meliputi verba, ajektiva, nomina, pronomina, numeralia, adverbia, interogativa, demostrativa, artikula, preposisi, konjungsi, kategori fatis, dan interjeksi. Di dalam idiom yang mengandung unsur tangan, kelas kata yang ditemukan meliputi verba, ajektiva, nomina, numeralia, dan preposisi. Biasanya, di dalam idiom jarang sekali ditemukan adanya konjungsi. Hal inilah yang menyebabkan penafsiran terhadap makna idiom tidak dapat dilakukan secara leksikal maupun literal. Idiom bahasa Indonesia yang terdiri atas gabungan kata, umumnya berbentuk seperti frasa. Ramlan (1983:137) menyatakan bahwa frasa adalah satuan gramatika yang terdiri atas dua kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi, yakni sebagai S, P, O, Pel, atau KET. Kridalaksana (1988:81) menyebutkan beberapa jenis frasa, yakni frasa nomina, frasa adjektiva, frasa pronomina, frasa numeralia, frasa verba, dan frasa preposisional. Unsur frasa dapat berupa kata dan dapat pula berupa frasa. Sebagai contoh, idiom panjang tangan yang terdiri atas kata panjang dan tangan merupakan frasa adjektiva karena unsur pusat frasa tresebut adalah panjang. Sementara itu, idiom tangan panjang merupakan frasa nomina karena unsur pusat frasa tersebut adalah tangan. Pengertian frasa seringkali menimbulkan kebingungan dengan konsep klausa. Menurut Ramlan (1983:78), klausa adalah satuan gramatika yang terdiri atas P, baik

15 15 disertai S, O, PEL, dan KET maupun tidak. Selanjutnya, Ramlan (1983:79) menyatakan bahwa klausa dapat dianalisis berdasarkan tiga dasar, yakni (1) berdasarkan fungsi unsur-unsurnya, (2) berdasarkan kategori kata atau frasa yang menjadi unsurnya, dan (3) berdasarkan makna unsur-unsurnya. Inilah yang membedakan frasa dengan klausa. Di dalam sebuah klausa, sangat mungkin ditemui lebih dari satu frasa sehingga bisa terdapat lebih dari satu fungsi. Sementara itu, di dalam frasa hanya terdapat satu fungsi saja. Di samping frasa dan klausa, bentuk kebahasaan yang kadang kala dapat ditemui pada idiom adalah kalimat. Menurut Hockett (1958:199), kalimat adalah bentuk gramatikal yang berdiri sendiri, bukan merupakan konstituen, dan diikuti oleh intonasi. Pengertian tersebut senada dengan pendapat Ramlan (1983:22) yang menyatakan bahwa kalimat adalah satuan gramatika yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik. Dengan demikian, di dalam kalimat bisa saja terdapat klausa dan frasa. Idiom sebagai bentuk perpaduan leksem, yang biasanya berbentuk seperti frasa, memiliki kaidah yang berbeda dengan frasa pada umumnya. Hal tersebut sesuai dengan Allan (1986:237) yang menyatakan bahwa perpaduan leksem pada idiom tidak dapat diperlakukan seperti halnya gramatika pada bentuk frasa verba-objek (predikat-objek) secara umum. Sebagai contoh pada kalimat Bu Isna membasuh tangan Pak Jono setiap awal bulan tidak dapat diubah menjadi Tangan Pak Jono dibasuh Bu Isna setiap awal bulan. Hal ini karena idiom membasuh tangan pada kalimat tersebut tidak berfungsi sebagai predikat-objek. Pengubahan bentuk kalimat aktif menjadi pasif dalam idiom dapat dilakukan apabila kalimat tersebut sudah

16 16 diartikan secara literal, yakni Bu Isna menggaji Pak Jono setiap awal bulan yang dapat diubah menjadi bentuk pasif Pak Jono digaji (oleh) Bu Isna setiap awal bulan Makna yang Terbentuk dalam Idiom Bahasa adalah piranti untuk menyampaikan makna (Wierzbicka, 1996:3). Makna yang terbentuk pada idiom biasanya dipengaruhi oleh konteks idiom dengan melihat bentuk dan posisi idiom di dalam konteks kalimat. Sebagai contoh, idiom yang berbentuk frasa adjektival sering kali menghasilkan makna yang berbentuk adjektiva pula seperti pada idiom berat tangan (FAdj) yang bermakna malas (Adj). Demikian pula dengan idiom yang menempati posisi sebagai predikat, maka mana yang terbentuk juga akan menempati posisi sebagai predikat. Hal tersebut sesuai dengan Kridalaksana (1988:53) yang menyatakan bahwa di samping kategorisasi gramatikal dan kategori leksikal, dalam kepustakaan linguistik dikenal pula kategori semantis sehingga apa yang secara semantis merupakan nomina biasanya juga nomina secara leksikal dan gramatikal. Selain pembentukan makna berdasarkan konteksnya, idiom juga mampu membentuk suatu makna berdasarkan kategori nilai. Makna yang terbentuk dalam idiom tersebut dihubungkan dengan nilai budaya masyarakat, yakni berkaitan dengan konsep baik dan buruk. Ini sesuai dengan pendapat Wierzbicka (1988:210) yang menyatakan bahwa kategorisasi suatu kejadian sebagai baik atau buruk tersebar luas dalam bahasa yang alami dan layak dijadikan sebagai hipotesis dalam bahasa universal. Selanjutnya, Wierzbicka (1996:51) juga menyatakan bahwa pada banyak

17 17 hal, konsep baik berhubungan hal yang diinginkan, sementara konsep buruk berhubungan dengan hal yang tidak diinginkan. Konsep makna yang terbentuk dalam idiom berkaitan dengan sistem nilai budaya masyarakat. Koentjaraningrat (2009:153) menyatakan bahwa nilai budaya merupakan konsep-konsep mengenai sesuatu yang ada dalam alam pikiran sebagian besar dari masyarakat yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi pada kehidupan para warga masyarakat. Dengan demikian, kajian terhadap makna yang terbentuk di dalam idiom yang mengandung unsur tangan berdasarkan kategori nilai, selain menggunakan pola hubungan sebab-akibat juga perlu mempertimbangkan aspek nilai yang dimiliki oleh masyarakat penuturnya Hubungan Idiom dengan Budaya Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2009:144). Bahasa berkaitan erat dengan kebudayaan. Palmer dan Sharifian (2007:1) menyatakan bahwa bahasa adalah aktivitas berbudaya sekaligus sebagai sarana pengorganisasi ranah-ranah budaya yang lain. Bahasa dan budaya seperti dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hubungan timbal balik antara keduanya terjadi secara terus menerus. Nababan (1993:38) menyatakan bahwa fungsi bahasa dalam kebudayaan sebagai: (1) sarana perkembangan kebudayaan, (2) jalur penerus kebudayaan, dan (3) inventaris ciri-ciri kebudayaan.

18 18 Menurut Wardhaugh dan Fuller (2015:10), budaya berkaitan dengan konsep yang harus dimiliki oleh seseorang dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Hal tersebut karena perilaku setiap orang dalam bertindak dan berbahasa akan membentuk pola rutinitas sehingga apabila dilakukan secara terus menerus akan membentuk konsep budaya masyarakat tersebut. Selanjutnya, Wardhaugh dan Fuller (2015:10 11) menyatakan pula bahwa terdapat beberapa kemungkinan hubungan antara bahasa dan budaya. Pertama, struktur sosial dapat memengaruhi struktur dan perilaku berbahasa. Kedua, struktur dan perilaku berbahasa dapat memengaruhi struktur sosial dan cara seseorang melihat dunia. Ketiga, bahasa dan masyarakat saling memengaruhi satu sama lain. Keempat, tidak ada hubungan sama sekali antara struktur bahasa dan struktur sosial. Hubungan idiom dengan budaya dapat diketahui dengan menghubungkan unsur-unsur pembentuk idiom dengan aktivitas budaya masyarakat. Inilah yang menyebabkan tidak semua idiom yang terdapat di suatu negara memiliki makna yang sama dengan idiom yang terdapat dalam negara lain. Sebagai contoh, di dalam bahasa Indonesia terdapat idiom tangan di atas dan tangan di bawah yang secara berturutturut menyatakan pemberi dan peminta. Apabila dihubungkan dengan budaya masyarakat Indonesia, secara tradisional seorang pemberi biasanya memposisikan tangannya saat memberikan uang atau barang di atas tangan peminta. Aktivitas tersebut banyak ditemui di Indonesia, yakni seseorang yang memberikan bantuan langsung kepada orang lain dengan cara demikian. Sementara itu, konsep idiom tangan di atas dan tangan di bawah mungkin tidak dapat ditemui pada bahasa Inggris karena sebagian besar budaya masyarakat penutur bahasa Inggris tidak memberikan

19 19 bantuan secara langsung, tetapi melalui lembaga. Dengan demikian, perbedaan budaya ternyata dapat menimbulkan perbedaan konsep pemakaian idiom pada suatu negara dengan negara lain. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa konsep yang terdapat di dalam suatu idiom tidak serta-merta muncul dengan tanpa sebab. Selain terbentuk berdasarkan konteks tertentu, konsep yang dikandung oleh setiap idiom dapat pula ditelusuri melalui latar belakang budaya atau aktivitas manusia yang menyebabkan munculnya idiom-idiom itu. Melalui idiom, hal tersebut dapat dijadikan pula sebagai bukti pemerkuat adanya hubungan antara bahasa, pikiran, dan budaya. 1.7 Metode Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk menguraikan struktur, makna, dan hubungan idiom dengan budaya, sementara metode kuantitatif digunakan untuk membandingkan jumlah bentuk dan makna yang terbentuk di dalam idiom untuk melihat kesinambungan antara bentuk dan makna serta konsep yang terkandung di dalam idiom. Penggunaan kedua metode tersebut sesuai dengan pendapat Goertz dan Mahoney (2012:3) yang menyatakan bahwa penelitian metode campuran (mixed-method) yang menggabungkan teknik kuantitatif dan kualitatif sangat penting untuk banyak proyek penelitian yang kompleks dengan analisis yang bertujuan untuk menarik orientasi dan kekuatan karakteristik hal yang diteliti. Penelitian ini mendeskripsikan idiom bahasa Indonesia yang mengandung unsur tangan berdasarkan aspek struktur, makna, dan hubungan idiom dengan budaya.

20 20 Sumber data penelitian ini adalah kamus, novel, surat kabar, buku-buku nonfiksi, dan berita online (daring). Kamus digunakan untuk mengumpulkan daftar idiom. Sementara itu, novel, surat kabar, buku-buku nonfiksi, dan berita online digunakan untuk melihat konteks pemakaian idiom dalam kalimat. Sementara itu beberapa idiom yang belum memiliki data konteks kalimat dari keempat sumber data tersebut kemudian dibuatkan konteks kalimat oleh peneliti. Supaya data baru lebih akurat, maka peneliti menguji keabsahan data melalui peneliti lain. Penelitian ini meliputi tiga tahap. Pertama, tahap perencanaan, yaitu menentukan topik penelitian, mengkaji landasan teori, kajian pustaka, dan menyusun rancangan penelitian. Kedua, tahap pelaksanaan, yaitu pengumpulan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data. Ketiga, pelaporan hasil analisis data yang mempertimbangkan empat komponen, yakni isi, penalaran, bahasa, dan format penelitan. Secara khusus, pada tahap pelaksanaan diperlukan metode khusus untuk pengumpulan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data. Berikut ini pemaparan ketiga metode tersebut Metode Pengumpulan Data Pada saat mengumpulkan data, peneliti menggunakan teknik catat. Hal ini sesuai dengan pendapat Kesuma (2007:45) yang menyatakan bahwa teknik catat adalah teknik menjaring data dengan mencatat hasil penyimakan data. Pengumpulan data dilakukan dengan mencatat hasil pencarian idiom-idiom yang mengandung unsur tangan dari kamus, novel surat kabar, buku-buku nonfiksi, dan berita online pada kartu data.

21 Metode Analisis Data Analisis data dalam kajian idiom yang mengandung unsur tangan dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut. Analisis data dimulai dari klasifikasi data yang telah terkumpul ke dalam kategori kelas kata unsur-unsur pembentuknya. Setelah itu akan diperoleh bentuk-bentuk idiom berdasarkan kategori kelas kata unsur pusatnya. Selanjutnya, kategori bentuk idiom tersebut dibandingkan antara satu bentuk dan yang lain dalam bentuk perbandingan jumlah data dan persentase masing-masing bentuk. Selain itu, dianalisis pula perubahan struktur yang terjadi pada idiom. Setelah struktur idiom diperoleh, selanjutnya dilakukan analisis kecenderungan makna yang dibentuk idiom yang mengandung unsur tangan dalam bahasa Indonesia. Makna idiom dianalisis berdasarkan dua hal, yakni berdasarkan konteks kalimat serta berdasarkan kategori nilai. Berdasarkan konteks kalimat, makna idiom ditelusuri melalui posisi idiom tersebut di dalam kalimat. Sementara itu, analisis terhadap kategori nilai diperoleh melalui analisis hubungan sebab akibat yang terbentuk di dalam kalimat yang mengandung idiom tertentu. Kedua analisis makna di atas diakhiri dengan membandingkan persentase jumlah kategori makna yang terbentuk di dalam idiom. Setelah diperoleh hasil analisis makna, selanjutnya dilakukan analisis hubungan idiom yang mengandung unsur tangan dengan budaya masyarakat Indonesia. Analisis dilakukan dengan menguraikan unsur-unsur pembentuk idiom kemudian dikaitkan dengan aktivitas budaya masyarakat Indonesia.

22 Metode Penyajian Hasil Analisis Data Hasil analisis data disajikan dalam sebuah laporan penelitian tesis dengan wujud deskripsi rumusan masalah penelitian. Deskripsi tersebut disajikan secara informal dan formal karena hasil analisis data disajikan dengan uraian kata-kata biasa disertai tabel-tabel klasifikasi idiom. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudaryanto (1993:145) yang menyatakan bahwa metode penyajian informal adalah perumusan kata-kata biasa, sedangkan penyajian formal perumusan dengan tanda dan lambanglambang. 1.8 Sistematika Penyajian Hasil penelitian ini disajikan ke dalam beberapa bagian. Bab I berjudul Pendahuluan. Pada bab ini disajikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan penelitian. Bab II berjudul Struktur Idiom yang Mengandung Unsur Tangan. Bab ini menyajikan pola-pola pembentukan idiom yang diperoleh berdasarkan hasil klasifikasi unsur-unsur pembentuk idiom. Bab III berjudul Makna yang Terbentuk dalam Idiom yang Mengandung Unsur Tangan. Bab ini berisi deskripsi makna yang terbentuk dalam idiom dari hasil klasifikasi berdasarkan kriteria tertentu. Bab IV berjudul Hubungan Idiom yang Mengandung Unsur Tangan dengan Budaya Masyarakat Indonesia. Bab ini berisi deskripsi hubungan idiom yang mengandung unsur tangan dengan budaya masyarakat Indonesia. Bab V berjudul Penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Cara penyajian penulisan penelitian dilakukan dalam bentuk deskripsi.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian dalam bidang linguistik berkaitan dengan bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis memiliki hubungan dengan tataran gramatikal. Tataran gramatikal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengungkapkan ide atau gagasan juga untuk sekedar menginformasikan apa yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengungkapkan ide atau gagasan juga untuk sekedar menginformasikan apa yang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu berinteraksi dengan sesama. Baik untuk mengungkapkan ide atau gagasan juga untuk sekedar menginformasikan apa yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek pengajaran yang sangat penting, mengingat bahwa setiap orang menggunakan bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. temuan dan hasil analisis. Subbab kedua membahas mengenai saran-saran dari

BAB V PENUTUP. temuan dan hasil analisis. Subbab kedua membahas mengenai saran-saran dari 128 BAB V PENUTUP Pembahasan terakhir dalam tulisan ini mengenai simpulan dan saran. Bab ini terdiri atas dua subbab. Subbab pertama membahas mengenai simpulan dari temuan dan hasil analisis. Subbab kedua

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat komunikasi secara tidak langsung yakni dalam bentuk tulisan. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat komunikasi secara tidak langsung yakni dalam bentuk tulisan. Pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai alat komunikasi, bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan. Selain digunakan sebagai alat komunikasi secara langsung, bahasa juga dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Terkait dengan kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita-berita dan sebagainya (Sugono ed., 2015:872). Beritaberita dalam surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi dengan sesamanya memerlukan sarana untuk menyampaikan kehendaknya. Salah satu sarana komunikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur adalah perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri,

BAB II KAJIAN TEORI. Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri, BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Idiom Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri, khusus atau pribadi. Menurut Keraf (2005:109) Idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana,

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana, 2008:143). Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh para anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luasnya pemakaian bahasa menyebabkan makna sebuah kata mengalami pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur atau peneliti bahasa akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkomunikasi merupakan suatu kegiatan yang mempergunakan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. Chaer dan Leonie (2010:14 15) mengungkapkan bahwa dalam komunikasi, bahasa berfungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI

FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan lain. Manusia memiliki keinginan atau hasrat untuk memenuhi

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE 4.1 Pengantar Bagian ini akan membicarakan analisis unsur-unsur bahasa Inggris yang masuk ke dalam campur kode dan membahas hasilnya. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu terlibat dalam komunikasi, baik bertindak sebagai komunikator

BAB I PENDAHULUAN. selalu terlibat dalam komunikasi, baik bertindak sebagai komunikator BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat sebagai sarana komunikasi. Setiap anggota masyarakat dan komunitas tertentu selalu terlibat dalam

Lebih terperinci

KALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat

KALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat KELOMPOK 5 MATA KULIAH: BAHASA INDONESIA Menu KALIMAT Oleh: A. SK dan KD B. Pengantar C. Satuan Pembentuk Bahasa D. Pengertian E. Karakteristik F. Unsur G. 5 Pola Dasar H. Ditinjau Dari Segi I. Menurut

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. fungsi verba frasal berpartikel off. Analisis verba frasal berpartikel off pada tesis ini

BAB V PENUTUP. fungsi verba frasal berpartikel off. Analisis verba frasal berpartikel off pada tesis ini BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Tesis ini menguraikan analisis mengenai konstruksi gramatikal, makna, dan fungsi verba frasal berpartikel off. Analisis verba frasal berpartikel off pada tesis ini dimulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI Tinjauan pustaka memaparkan lebih lanjut tentang penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Selain itu, dipaparkan konsep

Lebih terperinci

STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.

STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA oleh Dra. Nunung Sitaresmi, M.Pd. FPBS UPI 1. Pendahuluan Bahasa

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode penelitian deskriptif analitik. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat tunggal bahasa Sula yang dipaparkan bahasan masaalahnya mulai dari bab II hingga bab IV dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pula ada bahasa tanpa masyarakat, karena bahasa merupakan alat penghubung

BAB I PENDAHULUAN. pula ada bahasa tanpa masyarakat, karena bahasa merupakan alat penghubung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Badudu (1989:3), bukan hal yang baru lagi jika dikatakan bahwa bahasa dan masyarakat merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan. Tidak mungkin ada masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Manusia menggunakan kata-kata dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Manusia menggunakan kata-kata dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya komunikasi manusia bisa saling berinteraksi. Salah satu alat komunikasi manusia

Lebih terperinci

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PERCAKAPAN STAF FKIP UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PERCAKAPAN STAF FKIP UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN 2443-1109 ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PERCAKAPAN STAF FKIP UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR Nur Hafsah Yunus MS 1, Chuduriah Sahabuddin 2, Muh. Syaeba 3 Universitas

Lebih terperinci

BAB IV SIMPULAN. Frasa 1 + dan + Frasa 2. Contoh: Veel kleiner dan die van Janneke

BAB IV SIMPULAN. Frasa 1 + dan + Frasa 2. Contoh: Veel kleiner dan die van Janneke BAB IV SIMPULAN Dan sebagai konjungsi menduduki dua kategori sekaligus yaitu konjungsi koordinatif dan konjungsi subordinatif. Posisi konjungsi dan berada di luar elemen-elemen bahasa yang dihubungkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1).

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Sunda (BS)1) memiliki kedudukan dan fungsi tertentu di dalam kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1). Di samping

Lebih terperinci

YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A

YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax.022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id 043 URS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat umum dengan tujuan berkomunikasi. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: Kami poetra dan poetri

BAB I PENDAHULUAN. ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: Kami poetra dan poetri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan. Betapa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 57 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena penelitian ini bersifat deskriptif. Peneliti mencatat dengan teliti dan cermat data yang berwujud katakata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengusung permasalahan keilmuan. Materi yang dituangkan dalam tulisan ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. mengusung permasalahan keilmuan. Materi yang dituangkan dalam tulisan ilmiah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya ilmiah adalah karangan yang berisi gagasan ilmiah yang disajikan secara ilmiah serta menggunakan bentuk dan bahasa ilmiah. Karya tulis ilmiah mengusung permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkurang. Keterbatasan acara anak yang ditayangkan di televisi membuat anakanak

BAB I PENDAHULUAN. berkurang. Keterbatasan acara anak yang ditayangkan di televisi membuat anakanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Acara anak yang ditayangkan di televisi dari hari ke hari semakin berkurang. Keterbatasan acara anak yang ditayangkan di televisi membuat anakanak menonton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Setiap bangsa tentunya memiliki bahasa sebagai identitas, seperti Indonesia memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak hanya

Lebih terperinci

Artikel Publikasi Ilmiah KATEGORI DAN WUJUD CAMPUR KODE PADA BAHASA IKLAN LOWONGAN KERJA KE LUAR NEGERI: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK

Artikel Publikasi Ilmiah KATEGORI DAN WUJUD CAMPUR KODE PADA BAHASA IKLAN LOWONGAN KERJA KE LUAR NEGERI: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK Artikel Publikasi Ilmiah KATEGORI DAN WUJUD CAMPUR KODE PADA BAHASA IKLAN LOWONGAN KERJA KE LUAR NEGERI: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK Artikel Publikasi diajukan untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu frasa, FP, kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Idiom salah satu istilah dalam bidang kebahasaan yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Idiom salah satu istilah dalam bidang kebahasaan yang digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Idiom salah satu istilah dalam bidang kebahasaan yang digunakan untuk berkomunikasi oleh manusia, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Idiom bertujuan untuk memperhalus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia sudah tidak bisa ditahan lagi. Arus komunikasi kian global seiring berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komunikasi merupakan aspek yang paling penting dan memegang peranan besar dalam kehidupan manusia. Komunikasi melalui bahasa memungkinkan manusia menyesuaikan diri dengan

Lebih terperinci

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Wisuda Sarjana Pendidikan di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Oleh NURMA

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang

BAB I PENDAHULUAN. segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat vital yang dimiliki oleh manusia dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang

Lebih terperinci

PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.)

PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.) A. Pengertian Kosakata PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.) Guru Bahasa Indonesia SMAN 3 Parepare Kosakata menurut Kridalaksana (1993: 122) sama dengan leksikon. Leksikon adalah (1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti menggunakan bahasa, baik bahasa lisan maupun

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti menggunakan bahasa, baik bahasa lisan maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia pasti menggunakan bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan. sebab bahasa merupakan kegiatan rutin manusia yang alami sebagai mana layaknya manusia bernafas.

Lebih terperinci

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA MODUL BAHASA INDONESIA KELAS XI SEMESTER 2 BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA OLEH NI KADEK SRI WEDARI, S.Pd. A. Pengertian Teks Ulasan Film/Drama Teks ulasan yaitu teks yang berisi ulasan atau penilaian terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan memberikan penguasaan lisan dan tertulis kepada para pembelajar

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan memberikan penguasaan lisan dan tertulis kepada para pembelajar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) dimaksudkan untuk memperkenalkan bahasa Indonesia kepada para penutur asing untuk berbagai

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II,

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, 654 BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, uji lapangan, dan temuan-temuan penelitian, ada beberapa hal yang dapat

Lebih terperinci

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang struktur kata dan cara pembentukan kata (Harimurti Kridalaksana, 2007:59). Pembentukan kata

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORETIS

BAB 2 LANDASAN TEORETIS BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1 Kerangka Acuan Teoretis Penelitian ini memanfaatkan pendapat para ahli di bidangnya. Bidang yang terdapat pada penelitian ini antara lain adalah sintaksis pada fungsi dan peran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkemuka. Setiap media cetak mempunyai kolom-kolom khusus, seperti berita

BAB I PENDAHULUAN. terkemuka. Setiap media cetak mempunyai kolom-kolom khusus, seperti berita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koran Singgalang merupakan salah satu media cetak lokal yang terkemuka. Setiap media cetak mempunyai kolom-kolom khusus, seperti berita utama, berita khusus, berita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji arti di dalam bahasa (Hurford dan Hearsly, 1983:1). Saat seseorang

Lebih terperinci

Bab 1 Tujuan dan Isi Tahap 1

Bab 1 Tujuan dan Isi Tahap 1 Bab 1 Tujuan dan Isi Tahap 1 1.1 Tujuan Dalam Tahap 1 Kurikulum Internasional Pendidikan Bahasa Mandarin (KIPBM), siswa diharapkan dapat memahami materi bahasa tingkat dasar yang berkaitan dengan perorangan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian keadaan kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32)

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Pada umumnya seluruh kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh manusia. Dengan bahasa seseorang juga dapat menyampaikan pikiran dan perasaan secara tepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan pemikiran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Manusia menggunakan kata-kata dan kalimat, dan sejalan dengan itu kata dan kalimat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterbitkan kurang begitu memperhatikan aspek gramatikal bahkan masih

BAB I PENDAHULUAN. diterbitkan kurang begitu memperhatikan aspek gramatikal bahkan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majalah merupakan salah satu sumber data yang dapat dijadikan sebagai bahan penelitian. Sudah sering sekali majalah dicari para peneliti untuk dikaji segi

Lebih terperinci

ANALISIS KLAUSA DALAM SURAT KABAR HARIAN MEDIA INDONESIA. Oleh: Rismalasari Dalimunthe ABSTRAK

ANALISIS KLAUSA DALAM SURAT KABAR HARIAN MEDIA INDONESIA. Oleh: Rismalasari Dalimunthe ABSTRAK ANALISIS KLAUSA DALAM SURAT KABAR HARIAN MEDIA INDONESIA Oleh: Rismalasari Dalimunthe ABSTRAK Analisis klausa dalam surat kabar harian Media Indonesia ini dilatarbelakangi keragaman penggunaan klausa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa yang dipakai oleh suatu masyarakat akan selalu berkembang sejalan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa yang dipakai oleh suatu masyarakat akan selalu berkembang sejalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa yang dipakai oleh suatu masyarakat akan selalu berkembang sejalan dengan perkembangan kebudayaan dan peradaban bangsa yang memakai dan memiliki bahasa tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lambang bahasa untuk menggambarkan objek, konsep, proses, dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. lambang bahasa untuk menggambarkan objek, konsep, proses, dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penamaan, menurut Kridalaksana (2008:160), merupakan proses pencarian lambang bahasa untuk menggambarkan objek, konsep, proses, dan sebagainya. Proses ini biasanya

Lebih terperinci

KAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

KAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan KAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan kesalahpahaman dalam memaknai kalimat bahasa Inggris adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan kesalahpahaman dalam memaknai kalimat bahasa Inggris adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu fenomena bahasa yang terkadang membuat permasalahan dan menimbulkan kesalahpahaman dalam memaknai kalimat bahasa Inggris adalah penggunaan kata it sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi,

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi, manusia dapat memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mendampingi numeralia atau preposisi dalam kalimat. Adverbia dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat mendampingi numeralia atau preposisi dalam kalimat. Adverbia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adverbia merupakan kata yang dipakai untuk menerangkan verba, adjektiva, dan adverbia lain. Disamping itu, adverbia termasuk kategori yang dapat mendampingi numeralia

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN A. Kerangka Teoretis Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat yang memberikan penjelasan tentang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang digunakan oleh anak-anak untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang digunakan oleh anak-anak untuk 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pemerolehan Bahasa Pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang digunakan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai dapat memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti mengatur bersama-sama (Verhaar dalam Markhamah, 2009: 5). Chaer (2009: 3) menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diungkapkan kembali kepada orang-orang lain sebagai bahan komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. diungkapkan kembali kepada orang-orang lain sebagai bahan komunikasi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan bahasa sebagai alat komunikasi. Dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi, maka yang berada di sekitar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengulangan unsur harus dihindari. Salah satu cara untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengulangan unsur harus dihindari. Salah satu cara untuk mengurangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada penggabungan klausa koordinatif maupun subordinatif bahasa Indonesia sering mengakibatkan adanya dua unsur yang sama atau pengulangan unsur dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (sikap badan), atau tanda-tanda berupa tulisan. suatu tulisan yang menggunakan suatu kaidah-kaidah penulisan yang tepat

BAB I PENDAHULUAN. (sikap badan), atau tanda-tanda berupa tulisan. suatu tulisan yang menggunakan suatu kaidah-kaidah penulisan yang tepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa secara umum dapat diartikan sebagai suatu alat komunikasi yang disampaikan seseorang kepada orang lain agar bisa mengetahui apa yang menjadi maksud dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sepuluh. Menurut Kridalaksana kelas kata terbagi sepuluh macam sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. sepuluh. Menurut Kridalaksana kelas kata terbagi sepuluh macam sebagai 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata unsur terpenting di dalam bahasa. Tanpa kata mungkin tidak ada bahasa, sebab itulah kata yang merupakan perwujudan bahasa (Chaer,2011:86). Kelas kata dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Para ahli bahasa selalu menghimbau agar pemakaian bahasa senantiasa berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Para ahli bahasa selalu menghimbau agar pemakaian bahasa senantiasa berusaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Para ahli bahasa selalu menghimbau agar pemakaian bahasa senantiasa berusaha untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ini menunjukkan bahwa, masih sering

Lebih terperinci