bunga dari sistem pembayaran angsuran dan penggantian aktiva tetap.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM. diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk

BAB IV PERBANDINGAN LABA BERSIH MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBELUM PAJAK

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam rangka pemanfaatan Undang-Undang Perpajakan secara optimal untuk

BAB IV PEMBAHASAN. Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata

BAB. 1V MANAJEMEN PAJAK SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PERUSAHAAN PI

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN

BAB IV PEMBAHASAN. Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Pada Laporan Laba Rugi PT Anugrah Setia Lestari

BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT NANO INFORMATION TECHNOLOGY

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB. IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT.

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Evaluasi atas Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT.Cipta Dermato.

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT)

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. berhubungan dengan penghasilan juga berhubungan dengan Pajak

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK TERHADAP OPTIMALISASI BEBAN PAJAK PT ARTHA DAYA COALINDO.

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT. JASA RAHARJA (PERSERO)

BAB IV. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS

BAB 4 EVALUASI ATAS EFEKTIFITAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DALAM MEMINIMALISASIKAN BEBAN PAJAK UNTUK MENGOPTIMALISASIKAN LABA

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Laporan Keuangan Perusahaan Tahun 2010, 2011, dan 2012 PT. PAS merupakan perusahaan yang bergerak dibidang distribusi

BAB IV PEMBAHASAN. maksud agar perkembangan usaha pada akhir periode tertentu dapat diketahui.

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS

BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Evaluasi Pada Laporan Laba Rugi PT Rysban Jaya Agung

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Berikut ini adalah laporan laba rugi PT XYZ tahun 2009 :

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perencanaan Pajak (Tax Planning) Pada PT. Yusonda

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ABS INDUSTRI INDONESIA

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT Multi Indocitra Tbk

BAB IV EVALUASI ATAS PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN (STUDI KASUS PADA PT BANK MAJU) Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal pada PT Bank MAJU.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Alasan Perusahaan dalam Strategi tax planning PPh 21 Lebih. Memilih Menggunakan Natura dan kenikmatan.

BAB IV REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR PT. MANDIRI CIPTA

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. Analisis Hasil Dan Pembahasan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK ATAS BIAYA KOMERSIAL UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT. BM

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian maka dapat ditarik kesimpulan:

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan

BAB IV PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK MENGEFISIENKAN BEBAN PAJAK PADA PT BPR WS

Daftar Kuesioner. Peranan Perencanaan Pajak. ( Variabel X ) Menerapkan Peraturan Perpajakan. Dengan Benar

BAB IV EVALUASI LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL. UNTUK MENGEFISIENSIKAN PPh BADAN PADA PT AIDC

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kewajiban Perpajakan PT.Klinik Sejahtera PT.Klinik Sejahtera adalah salah satu klien dari KKP Adiyanto Consultant

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan Laba/Rugi Komersial PT Persada Aman Sentosa. sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK).

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan

MODUL V REKONSILIASI FISKAL

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil penelitian, pembahasan dan evaluasi yang telah dilakukan penulis

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pada PT ABC

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber pendapatan pemerintah untuk membiayai pengeluaran pengeluaran negara yang ditujukan

BAB IV PEMBAHASAN. melakukan perubahan-perubahan pada peraturan perpajakan di Indonesia. Perubahan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Tax Planning pada Rumah Sakit Pondok Indah

KLASIFIKASI BIAYA DAN KOMPENSASI KERUGIAN. Aris Munandar, SE., M.Si

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan Keuangan Fiskal Sebagai Dasar Penghitungan Penghasilan

BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PERUM DAMRI. Rekonsiliasi Laporan Fiskal pada PERUM DAMRI

RINGKASAN REKONSILIASI FISKAL

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Ketentuan Formal Perpajakan PT Cipta Sukma Mandiri Nomor Pokok Wajib Pajak

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Perencanaan Pajak melalui Pajak Penghasilan Pasal 21 yang. diterima karyawan dengan menggunakan Metode Net

By Afifudin PSP FE Unisma 2

EVALUASI PERENCANAAN PAJAK DALAM BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PT.APT

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penghasilan badan yang dilakukan oleh PT Bank MAJU, maka dengan hasil penelitian

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan yang terdapat pada bab 4,

BAB IV ANALISIS PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA PT. TS INDONESIA. Analisis Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda

BAB II LANDASAN TEORI

PERENCANAAN PAJAK BERDASARKAN REVIEW REKONSILIASI FISKAL PADA PT JP

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI ANALISIS

BAB III PROSES PENGUMPULAN DATA. pesat guna meningkatkan standar hidup berbangsa dan bernegara. Semua pihak baik

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Setelah pembahasan pada bab sebelumnya dimana dilakukan evaluasi

BAB 4 EVALUASI DAN PEMBAHASAN

Nama :... (1) NPWP :... (2) Alamat :... (3) Daftar Jumlah Penghasilan dan Pembayaran PPh Pasal 25. Peredaran Usaha (Perdagangan) Alamat

BAB IV PEMBAHASAN. komersial, namun untuk menjadi dasar pelaporan SPT Tahunan, PT. Dipta Adimulia

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

BAB. V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian-uraian yang telah diberikan pada bab-bab sebelumnya,

BAB IV PEMBAHASAN. Perhitungan Laba Kena Pajak Berdasarkan Penerapan Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dimana persaingan menjadi semakin ketat dan bersifat global,

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

DAFTAR BIAYA FISKAL DEDUCTIBLE DEDUCTIBLE

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Tahun 2002, perusahaan mempunyai 618 karyawan tetap dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Evaluasi Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan

Oleh Iwan Sidharta, MM.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

39 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pcnyajian Data 1. T-erlakuan Akuntansi Atas Transaksi Pendapatan Setelah dilakukan penelitian, temyata perusahaan menggunakan accrual basis dalam pembukuannya, ini terlihat dari pencatatan transaksi pendapatan dimana pendapatan diakui saat diperoleh, tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima ataudibayartunai. Atas pendapatan yang diterima atau diperoleh tersebut perusahaan mengklasifikasikannya atas pendapatan usaha dan pendapatan latnnya, dengan nama dan nomor perkiraan yang berbeda. Adapun klasifikasi pendapatan dapat diuraikan sebagai berikut: a. Pendapatan Usaha, yaitu pendapatan yang berhubungan langsimg dengan bidang usaha utama berupa perdagangan peralatan untuk kep<riuan bandara udara kepada pihak pemerintah (rekanan pemerintah). b. Pendapatan lainnya, yaitu berupa pendapatan dari bunga deposito, jasa giro, bunga dari sistem pembayaran angsuran dan penggantian aktiva tetap. 2, Perlakuan Akuntansi Atas Transaksi Beban Setelah dilakukan penelitian, dalam membukukan biaya, perusahaan umumnya juga menggunakan accrual basis. Adapun klasifikasi dan elemen-elemen biaya dapat diuraikan sebagai berikut:

40 a. Biaya langsung, merupakan akun untuk mencatat pengeluaran-pengeluaran perusahaan dalam pembelian barang dagang, dan semua biaya yang langsung berhubungan dengan kegiatan perdagangan peralatan untuk keperlu'in bandara udara tersebut. b. Biaya administrasi dan umum, meliputi seluruh biaya yang berhubungan dengan kegiatan administrasi kantor, biaya operasional dan biaya umum lainnya. 1). Biaya gaji dan tunjangan, merupakan seluruh pengeluaran yang berkaitan dengan pembayaran gaji pokok dan tunjangan hari raya. 2). Biaya promosi, merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk keperluan keikutsertaan dalam perayaan HUT perusahaan rekanan tersebut yaitu untuk memasang iklan di media massa. 3). Biaya pengobatan, merupakan biaya pengobatan keluarga karyawan yang dibayarkan langsung ke rumah sakit, apotik. 4). Biaya transportasi, merupakan biaya yang dikeluarkan untuk BBM, tol, parkir, dan pengeluaran pemakaian kendaraan umum bagi para pegawai d&lam rangka dinas. 5). Biaya perjalanan dinas, merupakan pengeluaran untuk keperluan perjalanan pegawai dalam rangka dinas. 6). Biaya KADIN, merupakan iuran selama setaliun kepada KADIN. 7). Biaya Tender, merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan dokumen tender.

41 8). Biaya cetakan, ATK, merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan alat tulis dan cetakan seperti blanko, swat, buku, dan dokumen keuangan lainnya. 9). Biaya telepon, merupakan pengeluaran unruk pembayaran rekening telepon perusahaan. 10). Biaya pos dan telegram, merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pengiriman dokumen-dokumen perusahaan. 11). Biaya perbaikan dan perawatan, merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memelihara dan memperbaiki kendaraan dan peralatan untuk keperluan administrasi dan operasional yang sifatnya tidak menambah masa manfaat. 12). Biaya asuransi, merupakan biaya yang dikeluarkan untuk jaminan pelaksanaan kontrak dan asuransi kendaraan perusahaan. 13). Biaya pajak, merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membayar pajak perusahaan yaitu PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan. 14). Biaya keperluan kantor, merupakan biaya yang dikeluarkan untuk rumah tangga kantor, seperti minuman, dan sebagainya. 15). Biaya penyusutan, merupakan alokasi biaya aktiva tetap yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, seperti untuk kendaraan dan inventaris kantor. 16). Biaya amortisasi, merupakan alokasi biaya aktiva tidak berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, yaitu biaya pendirian.

42 c. Biaya lainnya,meliputi: 1). Biaya administrasi bank, merupakan biaya yang dibebankan bank dalam bertransaksi di bank, seperti biinga bank dan charge bank lainnya. 2). Kerugian selisih kurs merupakan kerugian karena adanya selisih kurs pada saat pengakuan dan pada saat realisasi. 3. Perencanaan Pajak atas Pendapatan dan Beban pada PT.ABC Tidak ada divisi khusus yang menangani masalah perpajakan, pelaksanaan kewajiban perpajakan dipercayakan kepada bagian akuntansi, dengan sumber daya yang memiliki pengetahuan perpajakan yang cukup terbatas. Dalam menyelenggarakan pembukuan, perusahaan masih melakukannya secara manual (tidak dengan sistem komputer). Secara khusus, perusahaan tidak membuat suatu perencanaan pajak atas pendapatan dan beban dalam rangka menghitung pajak yang terutang atas perolehan laba untuk tahun pajak 2003. Namun demikian, perusahaan telah menerapkan beberapa kebijakan yang berhubungan dengan Pajak Penghasilan Badan. Hal ini dapat dilihat misalnya dalam mengakui pendapatan perusahaan menggunakan accrual basis. Sedangkan dalam hal biaya yang dikurangkan, perusahaan merencanakan untuk memanfaatkan semaksimal mungkin biaya-biaya yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto, terutama yang memberikan manfaat secara langsung kepada perusahaan. Baik dalam pelaporan pendapatan maupun dalam pelaporan beban ke dalam SPT Tahunan PPh Badan, sedapat mungkin perusahaan selalu mengacu kepada peraturan perpajakan yang

43 berlaku. Adapun untuk lebih rincinya, maka perancanaan pajak atas pendapatan dan beban yang diterapkan oleh perusahaan, akan diuraikan dibawah ini. A. Perencanaan Pajak Atas Pendapatan Perencanaan pajak atas pendapatan sangat berkaitan dengan kebijakan akuntansi dalam pengakuan pendapatan. Kapan pendapatan diakui, saat itu pula kewajiban pajak timbul. Maka, metode pengakuan pendapatan yang digunakan sangat penting untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam rnelakukan perencanaan pajak. Perencanaan pajak pada pendapatan yang dilakukan perusahaan selama tahun 2003 adalah sebagai berikut: 1) Perusahaan menggunakan metode akrual dalam pengakuan pendapatan, artinya pendapatan diakui saat diperoleh tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima atau dibayar tunai. Penerapan ini dimaksudkan agar ada kesamaan antara pelaporan akuntansi komersial dengan pelaporan akuntansi fiskal sehingga koreksi fiskal dapat dihindari sedini mungkin. 2) Sebagian penghasilan perusahaan dari pendapatan bunga dengan sistem pembayaran angsuran telah dipotong PPh Pasal 23 oleh pihak lain sebagai pemberi bunga. Terhadap bukti pemotongan PPh Pasal 23 yang diterima diarsipkan untuk selanjutnya digunakan sebagai dasar pengkreditan PPh Pasal 23 yang dipotong oleh pihak lain dalam penghitungan pajak akhir tahun. Atas impoi barang yang dilakukan PT.ABC juga telah dipotong dengan PPh Ps.22 Impor dan telah diperhitungkan dalam pajak akhir tahun.

44 Penghasilan utama perusahaan adalah penghasilan perdagangan peralatan untuk keperluan di bandara udara yaitu peralatan untuk pengelolaan ground handling, perusahaan melaporkannya sesuai dengan yang dilaporkan dalam laporan keuangan komersial sebesar Rp.33.085.905.429,00 tanpa melakukan koreksi fiskal. Sedangkan penghasilan Iain-lain yang tidak ada hubungan Iangsung dengan bidang usaha yang terjadi diluar operasi utama pada periode yang bersangkutan berupa bunga yang diterima atas sistem pembayaran angsuran, bunga deposito/tabungan, dan pendapatan dari penggantian/penjualan aktiva tetap, jumlah yang dilaporkan dalam laporan keuangan komersial sebesar Rp.413.203.999,00. PT ABC melakukan koreksi fiskal atas penghasilan Iain-lain atas pendapatan bunga dari deposito sebesar Rp.70.819.255,00. Oleh karena itu, penghasilan Iain-lain yang dilaporkan untuk menambah penghasilan usaha guna menghitung penghasilan kena pajak sebesar Rp.342.384.744,00. B. Perencanaan Pajak Atas Beban Pasal 6 ayat (1) UU PPh menyebufcan beberapa biaya yang boleh dikurangkan dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap. Setiap perusahaan yang berkaitan dengan usaha untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dapat secara penuh dibiayakan sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan biaya yang dikeluarkan tidak dalam rangka mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan boleh dibiayakan sepanjang tidak termasuk biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto (Pasal 9 UU PPh).

45 Seluruh biaya yang dikeluarkan perusahaan secara umum ditujukan untuk memperlancar kegiatan operasi serta mencapai tujuan akhir yang hendak dicapai, Dalam akuntansi komersial, seluruh biaya, baik yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan kegiatan usaha perusahaan, dapat dibiayakan sepanjang dapat dibuktikan dan sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum. Berkaitan dengan hal tersebut, maka yang perlu dilakukan perusahaan adalah melakukan rekonsiliasi terhadap biaya-biaya yang berbeda pengakuannya baik karena beda tetap maupun karena beda sementara. Koreksi fiskal terhadap beda tetap dan beda sementara harus dilakukan dengan benar oleh perusahaan mengenai beban yang boleh dikurangkan dan yang tidak boleh dikurangkan. Pada kenyataannya, perusahaan belum melakukan prosedur ini dengan benar. Laporan keuangan fiskal disusun tanpa menggunakan pedoman baku. Perusahaan juga menerapkan metode akrual dalam pengakuan beban. Beban diakui pada saat terjadinya. Adapun untuk lebih rincinya, maka perencanaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan atas beban-beban yang akan dilaporkan dalam SPT Taliunannya akan diuraikan sebagai berikut: 1) Biaya Langsung (Harga Pokok Penjualan), Rp.3],483.020.328,00 tanpa melakukan koreksi fiskal. Mencatat seluruh biaya yang terjadi dalam satu periode dan terkait langsung dengan kegiatan utama operasi perusahaan. Dasar pengakuan dan pencatatan biaya langsung/harga pokok penjualan adalah asas akrual. Beberapa akun biaya yang termasuk biaya langsung/harga pokok penjualan:

46 a. Pembelian barang dagang, Rp.16.589.421.829,00 merupakan akun untuk mencatat pengeluaran perusahaan dalam pembelian barang dagangan yang langsung berhubungan dengan kegiatan perdagangan. Dasar pengakuan dan pencatatan atas pembelian tersebut menggunakan metode akrual. Dalam tahun 2003, perusahaan membiayakan seluruh pengeluaran pembeliaan barang dagang sebagai harga pokok penjualan, sehingga tidak ada koreksi fiskal terhadap biaya langsung/harga pokok penjualan. Perusahaan tidak mempunyai persediaan, oleh karena itu, apabila ada pesanan maka barang tersebut akan dibeli. b. Biaya perjalanan survei barang, Rp.2.947.947.370,00. Perusahaan melaporkannya sesuai dengan laporan keuangan komersial (tidak melakukan koreksi fiskal). Biaya perjalanan survei barang merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk membeli barang di luar negeri yaitu melakukan negoisasi dengan pihak penjual, survei dan sejenisnya, yaitu dalam bentuk tiket, hotel dan akomodasi c. Biaya Pelatihan, Rp.7.456.890.342,00, Biaya pelatihan adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk melatih para pegawai badan pemerintah yang merupakan rekanan PT ABC di negara-negara yang menjual barang, yaitu pelatihan penggunaan dan perawatan barangbarang yang dibeli tersebut.

47 d. Biaya Representasi dan Entertainment, Rp.4.488.760.787,00. Atas biaya ini yang terjadi di luar negeri, perusahaan tidak membuat daftar nominatif dan juga tidak melakukan koreksi fiskal. 2) Biaya Administarsi dan Umum, Rp.449.364.446,00. Meliputi seluruh biaya yang berhubungan dengan kegjatan administarsi kantor, operasional dan biaya umum lainnya. Biaya administrasi dan umum terdiri dari: a. Biaya gaji dan tunjangan, Rp.334.456.403,00. Perusahaan melaporkan sesuai dengan laporan keuangan komersial. Beban tersebut terdiri dari gaji pokok dan tiinjangan hari raya. b. Biaya promosi, Rp.5.000.000,00. Atas biaya-biaya yang dikeluarkan tersebut, perusahaan melaporkannya dalam jumlah bruto tanpa ada korekasi fiskal. c. Biaya pengobatan, Rp. 12.139.225,00. Atas biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan, perusahaan melakukan koreksi fiskal positif seluruhnya dengan alasan bahwa biaya pengobatan tersebut adalah untuk keluarga karyawan (dibayarkan langsung oleh perusahaan ke rumah sakit dan apotik, berupa natura) dan tidak dilengkapi dengan bukti pendukung yang memadai, sehingga perusahaan melaporkannya dalam jumlah Rp.0,00. d. Biaya transportasi, Rp.32.973.000,00. Atas biaya-biaya yang berkaitan dengan kendaraan selain dari biaya reparasi dan pemeliharaan, seperti oli dan bensin. Perusahaan melaporkannya dalm jumlah bruto (tanpa koreksi fiskal), dengan alasan biaya tersebut dikeluarkan untuk

48 memperbaiki dan memelihara kendaraan yang semata-mata digunakan untuk mendapatkan dan memelihara penghasilan, e. Biaya perjalanan dinas, Rp.7.657.050,00. Atas biaya ini, perusahaan melaporkannya dalam jumlah bruto dengan alasan bahwa perusahaan memiliki bukti-bukti yang lengkap sebagai bahan pendukung. f. Biaya KADIN, Rp. 1.780.000,00. Atas biaya-biaya ini merupakan iuran selama setahun kepada KADIN. Perusahaan melaporkannya dalam jumlah bruto. g. Biaya Tender, Rp.250.000,00. Atas biaya yang dikeluarkan untuk keperluan dokumen tender. Perusahaan melaporkannya dalam jumlah bruto tanpa ada koreksi fiskal. h. Biaya cetakan, ATK, Rp.3.007.350,00. Atas biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan alat tulis dan cetakan seperti blanko, surat, buku, dan dokumen keuangan lainnya. Perusahaan melaporkannya dalam jumlah bruto. i. Biaya tetepon, Rp.10.193.559,00. Atas biaya yang dikeluarkan untuk pembayaran rekening telepon perusahan. Perusahaan melakukan koreksi fiskal positif dengan alasan biaya telepon sebesar Rp.9.160.809,00 yang merupakan biaya pemakaian handphone (HP) pengurus untuk bulan April-Desember 2002 diakui sebesar 50%, sehingga perusahaan melaporkannya dalam jumlah Rp.10.193.559,00 - (50% x Rp.9.160.809,00) = Rp.5.613.154,00.

49 j. Biaya pos dan telegram, Rp.3.535.800,00. Atas yang dikeluarkan untuk pengiriman dokumen-dokumen perusahaan, perusahaan melaporkannya dalam jumlah bruto dan tidak melakukan koreksi fiskal. k, Biaya perbaikan dan perawatan, Rp.21.500.240,00. Atas biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memelihara dan memperbaiki kendaraan dan peralatan untuk keperluan administrasi dan operasional yang sifatnya tidak menambah masa manfaat, perusahaan melaporkannya dalam jumlah bruto dan tidak melakukan koreksi fiskal. 1. Biaya asuransi, Rp.30.446.550,00 merupakan biaya yang dikeluarkan untuk jaminan pelaksanaan kontrak dan asuransi kendaraan perusahaan. i m. Biaya pajak, Rp.9.417.050,00 merupakan biaya PPh Ps.21 ditanggung perusahaan. Perusahaan melakukan koreksi fiskal sesuai dengan peraturan perpajakan. n. Biaya keperluan kantor, Rp. 1.324.484,00 merupakan biaya yang dikeluarkan untuk rumah tangga kantor, seperti minuman, dan sebagainya. Perusahaan melaporkan dalam jumlah bruto dan tidak melakukan koreksi fiskal. o. Biaya penyusutan, Rp. 1.662.500,00 merupakan alokasi biaya aktiva tetap yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahim, seperti untuk kendaraan dan inventaris kantor. Perusahaan menerapkan metode garis lurus untuk menghitung besarnya penyusutan baik untuk kendaraan

50 maupun inventaris kantor. Pemilihan metode penyusutan tersebut dilakukan secara taat asas. Selama tahun 2003, perusahaan telah membiayakan seluruh pengeluaran biaya penyusutan sebagai pengurang penghasilan bruto pemsahaan. p. Biaya amortisasi, Rp. 157.915,00. Beban ini merupakan alokasi biaya pendinan. Perusahaan melaporkannya sesuai dengan laporan keuangan komersial yaitu berdasarkan alokasi masa manfaat yang terpakai pada periode yang bersangkutan. 3) Biaya Lainnya, Rp.40.664.809,00. Biaya lainnya terdiri dari: a. Biaya administrasi bank, Rp. 17.662.628,00 menipakan biaya yang dibebankan bank dalam bertransaksi di bank, seperti bunga bank dan charge bank lainnya. Perusahaan melaporkannya dalam jumlah bruto dan tidak melakukan koreksi fiskal. b. Kerugjan selisih kurs, Rp.23.002.181,00 merupakan kerugian karena adanya selisih kurs pada saat pengakuan dan pada saaf realisasi. Perusahaan tidak melakukan koreksi fiskal. 4. Tinjauan Kewajiban Perpajakan PT ABC Selama Tahun 2003 Pelaksanaan kewajiban perpajakan diklasifikasikan menurut jenis pajak. Kewajiban-kewajiban perpajakan yang menjadi kewajiban bagi perusaliaan meliputi PPh Pasal 25 dan Pasal 29 (PPh Badan), dan pelaksanaan kewajiban selaku Pemotong Pajak Penghasilan yang meliputi PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23.

51 A. KewajibanPPhPasal21. Berdasarkan data pada SPT Tahunan PPh Pasal 21 Perusahaan tahun pajak tahun 2003, jumlah pegawai yang dilaporkan adalah dua puluh lima orang, sedangkan jumlah penghasilan bruto yang diaporkan adalah sebesar Rp.334.456.403,00. Rincian data mengenai status pegawai, jumlah pegawai, dan penghasilan bruto yang diterimanya serta PPh Pasal 21 yang terhutang dapat dilihatpadatabeiiv-1 Tabel IV-1 Status Pegawai dan Penghasilan Bruto yang Diterimanya (dalam rupiah) Status Pegawai Jumlah Pegawai Penghasilan Bruto PPh Pasal 21 Terutang Pegawai Tetap yang penghasilan netonya: - diatas PTKP 25 334.456.403,00 9.417.050,00 - dibawah PTKP - - - Pegawai Tidak Tetap - - - Jumlah 25 334.456.403,00 9.417.050,00 Sumber: Diolah dari data pada SPT Tahunan PPh Pasal 21 PT ABC Tahun Pajak 2003 Jumlah total PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai perusahaan yang terhutang untuk tahun pajak 2003 adalah Rp.9.417.050,00 jumlah tersebut merupakan jumlah PPh untuk seluruh pegawai tetap yang memiliki penghasilan neto diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak, sedangkan PPh Pasal 21 yang telah disetor selama tahun pajak tahun 2003 adalah sebesar Rp.4.812.000,00, untuk itu perusahaan telah melakukan penyetoran atas PPh Pasal 21 sebesar Rp.4.605.050,00 yang disetor pada tanggal 19 Maret 2004 dan dilaporkan pada

52 tanggal 25 Maret 2004. Rincian perhitungan dari kewajiban pemotongan atas PPh Pasal 21 untuk masing-masing karyawan yang memiliki penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak, dapat dilihat pada lampiran 2, adapun ikhtisarnya dapat diuraikan sebagai berikut: Penghasilan Kena Pajak Rp. 188.341.000,00 Jumlah PPh Terutang Rp. 9.417.050,00 Setoran Masa Rp. 4.812.000,00 Setoran Tahunan Rp. 4.605.050.00 Jumlah yang telah dibayar R& 9.417050.00 Jumlah yang kurang Rp. 0,00 dibayar B. Kewajiban PPh Pasal 23 Dalam tahun 2003, tidak ada pembayaran yang dilakukan perusahaan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 yaitu biaya perbaikan dan perawatan sebesarrp.21.500.240,00 C. Kewajiban PPh Pasal 25 dan Pasal 29 (PPh Badan) Perusahaan memiliki kewajiban PPh Pasal 25 yang merupakan angsuran PPh yang dihitung berdasarkan perhitungan pajak terutang tahun pajak yang lalu, yang jumlahnya untuk tahun pajak 2003 sebesar Rp.10.414.000,00, sedangkan untuk PPh Pasal 29, perusahaan melakukan penyetoran pada tanggal 19 Maret 2004 sebesar Rp. 6.304.278,00. Adapun rincian perhitungannya sebagai berikut: Peredaran Usaha Rp. 33.085.905.429,00 Harga Pokok Penjualan Rp. 31.483.020.328,00

53 Laba Bruto Usaha Rp. 1.602.885.101,00 Pengurangan Penghasilan Rp. 490.029.255,00 Bruto Rp. 1.112.855.846,00 Penghasilan Neto Usaha Rp. 342.384.744,00 Pendapatan Dari Luar Rp. 1.455.240.590,00 Usaha Rp. 0,00 Jumlah Penghasilan Neto Rp. 1.4.'i5.240.000,00 Kompensasi Kerugian Rp. 419.072.000,00 Penghasilan Kena Pajak Jumah PPh Terutang Rp.402.353.722,00 Kredit Pajak: Rp. 10.414.000,00 Dipotong oleh Pihak Lain Rp. 6.304.278.00 Setoran Masa Rp. 419.072.000.00 Setoran Tahunan Rp 0,00 Jumlah Pembayaran Jumlah Yang Kurang Bayar Jumlah kewajiban PPh Badan tersebut sudah merupakan hasil akhir rekonsiliasi fiskal dari laporan keuangan komersial ke laporan keuangan fiskal. Beberapa perkiraan yang dilakukan koreksi fiskal dan yang dikenakan PPh Final adalah: Koreksi fiskal positif: - PPh Pasal 21 Karyawan Rp.9.417.050,00

54 Biaya Pengobatan Karyawan Rp.12.139.225,00 Pemakaian HP April s/d Desember 2003 Rp, 4.580.405,00 (50% xrp.9.160.809,00) Pengfaasilan vans dikenakan PPh Final: - Bunga Deposito/Tabungan Rp.70.819.255,00 B. Analisis Hasil Penelitian Pembahasan evaluasi terhadap perencanaan pajak atas pendapatan dan beban akan dikaitkan dengan perubahan Undang-Undang Perpajakan tahun 2000, terutama UU No. 16 Tahun 2000 sebagai perubahan atas UU No. 6 Tahun 1983 jo. UU No.9 Tahun 1994 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan UU No. 17 Tahun 2000 sebagai perubahan atas UU No.7 Tahun 1983 Jo. UU No.10 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan. Perubahan ketentuan perpajakan dalam undang-undang tersebut mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2001. Kajian dengan undang-undang yang baru perlu dilakukan karena perubahan ketentuan tersebut sangat erat kaitannya dengan perencanaan pajak di masa yang akan datang. Untuk itu dalam skripsi ini, Penulis mencoba memberikan komentar atas suatu kondisi atau memberikan pilihan-pilihan pemecahan masalah yang dihadapi perusahaan berdasarkan pada undang-undang perpajakan yang baru. Terdapatnya perbedaan perlakuan akuntansi dan pajak dalam pengakuan pendapatan (penghasilan) maupun beban sebagaimana diuraikan dalam Bab II mengakibatkan diperlukannya rekonsiliasi fiskal atas laporan keuangan yang telah disusun sesuai dengan Prinsip-Prinsip Akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan.

55 Perbedaan tersebut ada yang bersifat sementara maupun bersifat tetap, Beda sementara (temporary difference) atau beda waktu, terjadi karena adanya ketidaksamaan saat pengakuan penghasilan dan beban oleh akuntansi dan perpajakan. Sedangkan beda tetap (permanent difference) terjadi karena ketentuan perpajakan dalam menghitimg laba fiskal (Penghasilan Kena Pajak) berbeda dengan laba menurut akuntansi, tanpa adanya koreksi dikemudian hari. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan laba total selama eksistensi perusahaan. PT.ABC sebagai sebuah perusahaan yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia mau tidak mau harus tunduk dan patuh terhadap segala ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, dan dalam hal ini termasuk juga segala ketentuan hukum yang mengatur mengenai masalah perpajakan. Pajak merupakan beban bagi perusahaan yang tidak memiliki keterkaitan langsung dalam upayanya mendapatkan penghasilan, tapi ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan dan tidak dapat dihindarkan. Dalam upayanya untuk meraih keuntungan/iaba yang maksimal tidak ada jalan lain, kecuali dengan meminimalisasikan beban pajak ini, bukan dengan cara yang ilegal seperti penggelapan pajak, tetapi dengan cara yang legal, yaitu dengan melakukan suatu perencanaan pajak yang baik, sehingga pembayaran pajak dapat diminimalisir dan kepatuhan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat lebih ditingkatkan dengan cara meminimalkan kemungkinan terjadinya pelanggaran-pelanggaran. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, manajemen perusahaan lebih memusatkan perhatian terhadap kegiatan-kegiatan yang sifatnya operasional, sedangkan hal-hal yang bersifat non operasional seperti masalah-masalah yang

56 berkaitan dengan perpajakan kurang mendapatkan perhatian yang lebih serius ini terlihat dari tidak adanya divisi khusus yang menangani masalah perpajakan, dimana dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan dipercayakan kepada bagian akuntansi dan sumber daya yang belum memiliki pengetahuan yang cukup raemadai terhadap peraturan perpajakan. Dengan tidak adanya perhatian yang lebih terhadap masalah perpajakan oleh manajemen, maka kewajiban-kewajiban yang terkait dengan masalah perpajakan kemungkinan besar akan terbengkalai, karena beban kerja begitu besar yang hams ditanggung oleh bagian akuntansi, dimana selain harus menangani masalahmasalah yang berkaitan dengan akuntansi, juga harus menangani masalah perpajakan. Keadaan ini memperburuk oleh kurang memadainya sumber daya manusia yang menangani masalah perpajakan ini, dimana pengetahuannya mengenai masalah perpajakan masih kurang, yang tentunya bisa mengakibatkan timbulnya beban pajak yang besar dan juga kesalahan serta kelalaian dalam melaporkan kewajiban-kewajiban perpajakan perusahaan, dan pada akhimya akan merugikan perusahaan itu sendiri karena akan dikenai sanksi-sanksi yang berlaku. Terkait dengan judul skripsi ini, yaitu perencanaan pajak atas pendapatan dan beban, PT.ABC belum memberikan perhatian yang cukup terhadap perencanaan pajaknya. Namun demikian, perusahaan telah menerapkan beberapa kebijakan yang berhubungan dengan pajak penghasilan badan. Seperti misalnya dalam mengakui pendapatan perusahaan menggunakan accrual basis, hal ini sesuai dengan kegiatan usaha utama perusahaan yaitu perdagangan peralatan untuk keperluan di bandara udara yaitu peralatan untuk pengelolaan ground handling,

57 dimana pendapatan diakui pada saat diperoleh, tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima atau dibayar tunai, dan dalam hal-hal biaya yang akan dikurangkan dari penghasilan, perusahaan merencanakan untuk memanfaatkan semaksimal mungkin biaya-biaya yang diperkenankan, terutama yang memberikan manfaat secara langsung kepada perusahaan. Dalam hal pembayaran atas pajak-pajak yang terutang, PT ABC juga sudah merencanakannya dengan baik, yakni pelunasan pajak yang dilakukan selambat mungkin (dengan memperhatikan batas akhir waktu pembayaran) namun tidak melewati batas waktu.tujuannya adalah agar dana yang tersedia bisa digunakan untuk keperluan-keperluan lainnya. Perencanaan pajak atas pendapatan dan beban ini adalah penting sekali, karena penentuan pengakuan serta pengukuran atas pendapatan dan beban akan berpengaruh terhadap perhitungan Penghasilna Kena Pajak yang merupakan dasar untuk melakukan perhitungan beban pajak terutang untuk tahun yang bersangkutan, Dalam upayanya meminimalkan beban pajak, perusahaan harus fokus terhadap faktor-faktor yang menjadi penentu besar kecilnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu pendapatan dan beban perusahaan. Mengenai kebijakan yang telah diambil oleh perusahaan dalam hal perencanaan pajak atas pendapatan dan bebannya, maka Penulis mencoba melakukan evaluasi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku serta alternatif-alternatif mekanisme perpajakan lainnya yang tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan seperti yang akan diuraikan dibawah ini. 1. Evaluasi Terhadap Perencanaan Pajak Atas Pendapatan

58 Dalam menentukan apakah suatu pendapatan yang diterima/diperoleh oleh perusahaan merupakan objek pajak atau bukan, sebagai dasar pelaporannya pada SPT Tahunan PPh Badan, perusahaan selalu berpedoman pada lima unsur pokok yang terkandung dalam pengertian penghasilan menurut pasal 4 ayat (1) Undang- Undang PPh No. 17 Tahun 2000, yaitu: a. Setiap tambahan kemampuan ekonomis; b. Yang diterima atau diperoleh; c. Baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia; d. Yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dan; e. Dengan nama dan dalam bentuk apapun. Selain itu, perusahaan juga berpedoman pada ketentuan perpajakan mengenai penghasilan yang diatur pada Pasal 4 UU PPh No. 17 Tahun 2000 dan peraturan pelaksanaannya. Hal ini membuktikan bahwa perusahaan telah mengambil kebijakan yang berhubungan dengan perencanaan pajak atas pendapatan. Pendapatan perusahaan yang bersifat utama dan rutin adalah pendapatan yang berasal dari perdagangan peralatan untuk keperluan di bandara udara yaitu peralataii untuk pengelolaeu ground handling, sedangkan pendapatan lainnya berasal dari bunga deposito, jasa giro, bunga dari sistem pembayaran angsuran dan penggantian aktiva tetap. Uraian lengkap mengenai evaluasi perencanaan pajak atas pendapatan perusahaan dapat dijelaskan sebagai berikut:

59 a. Pendapatan Usaha Pendapatan usaha perusahaan diperoleh dari penjualan peralatan untuk perawatan bandara udara. Jumlahnya yang dilaporkan sesuai dengan Iaporan keuangan komersial yakni sebesar Rp. 33.085.905.429,00 tanpa melakukan koreksi fiskal. Transaksi atas pendapatan penjualan peralatan tersebut diakui berdasarkan atas akrual. Dari sisi kewajiban perpajakan, perusahaan telah benar mengkategonkan pendapatan penjualan peralatan bandara udara sebagai objek utama dari Pajak Penghasilan Badan. Disamping itu juga telah benar menatausahakan seluruh Bukti Pemungutan dan Pemotongan PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23, dan mengkreditkan PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 yang dipotong oleh pihak lain dalam penghitungan pajak akhir tahun. b. Pendapatan Lainnya Pendapatan Lainnya adalah pendapatan dari bunga deposito, jasa giro, bunga dari sistem pembayaran angsuran dan penggantian aktiva tetap. Perusahaan melaporkan pendapatan lainnya (neto) dalam SPT Tahunan PPh Badan sebesar Rp.342.384.744,00 dengan koreksi fiskal sebesar Rp.70.819.255,00 yang merupakan pendapatan dari bunga deposito/tabungan yang merupakan objek PPh Final. Menurut Penulis, koreksi fiskal tersebut sudah tepat, karena berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang PPh Nomor 17 Tahun 2000 pendapatan dari bunga deposito/tabungan merupakan objek pajak yang bersifat final. Sedangkan pendapatan bunga dari sistem pembayaran angsuran dan pendapatan dari penggantian aktiva sudah sesuai

60 dengan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPh Nomor 17 Tahun 2000 yaitu menambah laba fiskal neto guna menghitung PPh Terutang. Periakuan yang tepat atas pendapatan tersebut akan menghindarkan perusahaan dari sanksi administrasi perpajakan apabila suatu saat dilakukan pemeriksaan pajak oleh Direktoroat Jenderal Pajak terhadap perusahaan. 2. Evaluasi Terhadap Perencanaan Pajak Atas Beban. Pada umumnya atas transaksi ini perencanaan pajak diterapkan dengan raenggimakan accrual basis sejalan dengan basis yang digunakan dalam Iaporan keuangen komersial. Dengan memperhatikan ketentuan perpajakan yang berlaku, perusahaan merencanakan untuk memanfaatkan semaksimal mungkin biaya-biaya yang diperkenankan (deductible expenses), terutama yang memberikan manfaat secara langsung kepada perusahaan. Adapun untuk lebih rincinya maka evaluasi atas perencanaan pajak yang dilakukan oleh PT ABC atas beban-beban yang akan dilaporkan dalam SPT Tahunannya akan diuraikan sebagai berikut: a. Biaya Langsung (Harga Pokok Penjualan), Rp.31.483.020.328,00 terdiri dari: 1) Pembelian BarangDagang Dalam tahun 2003, perusahaan telah membiayai seluruh pengeluaran untuk pembelian barang pengelolaan ground handling sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan sehingga tidak ada koreksi fiskal atas pengeluaran ini. Biaya- biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang-

barang tersebut seluruhnya dibebankan sebagai biaya baik dalam laporan keuangan komersial maupun dalam laporan keuangan fiskal. Jumlah pengeluaran untuk barang tersebut dalam laporan keuangan komersial adalah sebesar Rp. 16.589.421,829,00. Jumlah ini seluruhnya juga dibebankan sebagai biaya dalam laporan keuangan fiskal. Menurut Penulis, hal ini sudah tepat karena sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh yang menyatakan bahwa, " Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan..,.". Biaya untuk memperoleh barang dagangan tersebut termasuk dalam kategori biaya untuk mendapatkan penghasilan sehingga boleh dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. 2) Biaya perjalanan survei barang Dalam tahun 2003, perusahaan telah membiayakan seluruh pengeluaran atas perjalanan survei barang yaitu tiket, hotel, akomodasi dan Fiskal Luar Negeri sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan, sehingga tidak ada koreksi fiskal atas pengeluaran tersebut. Jumlah pengeluaran tersebut dalam laporan keuangan komersial tahun 2003 sebesar Rp.2.947.947.370,00. Jumlah ini seluruhnya dimasukkan dalam laporan keuangan fiskal. Seperti yang telah diuraikan dalam Bab II secara fiskal, biaya-biaya yang dikeluarkan semata-mata untuk kepentingan perusahaan dapat diperlakukan sebagai pengurang penghasilan bruto, karena biaya ini tennasuk dalam kriteria

62 biaya yang dapat dibebankan seperti yang telah diuraikan sebelumnya, namun demikian ada syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi oleh perusahaan agar biaya tersebut dapat dibebankan, yaitu perusahaan harus melengkapinya dengan dokumen-dokumen atau bukti yang sah, misalnya surat penugasan, tiket, hotel atau bukti pembayaran ke biro perjalanan (tetapi bukan merupakan objek PPh Ps.21 karena bukan dalam bentuk uang yang dibayarkan/natura). Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa bukti-bukti yang ada masih belum seluruhnya lengkap sehingga apabila hal ini diketahui di kemudian hari oleh petugas pemeriksa Direktorat Jenderal Pajak akan mengakibatkan dilakukannya koreksi fiskal yang tentunya akan merugikan PT.ABC karena akan menimbulkan pengenaan sanksi administrasi. Sebagaimana telah disebutkan di atas dalam biaya ini, terdapat pula pengeluaran untuk pembayaran fiskal luar negeri untuk pegawai yang melakukan perjalanan dinas ke luar negeri, berdasarkan penelitian ternyata pada saat pengisian Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri (TBPFLN) pegawai yang bersangkutan tidak mencantumkan nama dan NPWP perusahaan sehingga atas pajak Fiskal Luar Negeri yang telah dibayar tersebut tidak dapat dikreditkan pada perhitungan PPh Pasal 25/29 untuk tahun fiskal 2003, sebagaimana dimaksud dalam penjelasan pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2001 tanggal 28 Mei 2001 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan bagi Orang Pribadi yang akan Bertolak ke Luar Negeri bahwa pembayaran Fiskal Luar Negeri hanya bisa dikreditkan dengan PPh Tahunan Wajib Pajak Badan yang terutang, bila orang pribadi yang pergi ke

63 luar negeri atas biaya perusahaan dilakukan dalam rangka dinas, yang tentunya hams didukung dengan Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri (TBPFLN) atas nama dan NPWP pemsahaan. Untuk pengeluaran atas uang saku, berdasarkan penelitian belum diperhitungkan sebagai unsur penghasilan bagi para pegawai yang menerimanya. Uang saku yang dibayarkan kepada pegawai merupakan objek PPh Ps.21. Apabila hal ini diketahui oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka akan dilakukan koreksi terhadap objek PPh Ps.21 dan pasti akan merugikan perusahaan. Perusahaan belum paham atas hal ini. 3) Biaya pelatihan Biaya pelatihan adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk melatih para pegawai badan pemerintah yang merupakan rekanan PT.ABC di negaranegara yang menjual barang, yaitu pelatihan penggunaan dan perawatan barang-barang yang dibeli tersebut. Biaya pelatihan ini merupakan satu kesatuan dengan unsur barang yang dibeli tersebut. Barang untuk pengelolaan ground handling dijual ke badan pemerintah tersebut dan untuk cara penggunaan/perawatan juga dibutuhkan individu untuk pengoperasiannya sehingga diperlukan pelatihan. Biaya pelatihan ini telah dibiayakan seluruhnya sebesar Rp.7.456.890.342 sebagai pengurang penghasilan bruto sesuai dengan pasal 6 ayat 1 (g) UU PPh yang menyatakan bahwa, "Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya bea siswa, magang dan pelatihan".

64 4) Biaya Representasi dan Entertainment Biaya Representasi dan Entertainment sebesar Rp.4.488.760,787,00 tidak dilakukan koreksi fiskal oleh perusahaan dengan alasan bahwa biaya tersebut benar dikeluarkan dan ada hubungannya dengan kegiatan/usaha perusahaan yaitu untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986 tanggal 14 Juni 1986 tentang Biaya Entertainment dan Sejenisnya dinyatakan bahwa untuk biaya entertainment boleh sebagai pengurang penghasilan bruto sepanjang: 1) Benar dikeluarkan (formal) 2) Ada hubungannya dengan kegiatan/usaha Wajib Pajak 3) Dibuatkan daftar nominatif yang memuat tanggal dan jenis entertainment yang diberikan, nama tempat, alamat, jenis dan jumlah entertainment yang diberikan serta hal-hal yang berkaitan dengan relasi seperti nama, posisi, nama perusahaan serta jenis usahanya. Dengan demikian, sebenarnya PT.ABC bisa memanfaatkan ketentuan ini yang secara tidak langsung merupakan suatu cara pengelakan pajak yang bisa dilakukan untuk meminimalkan beban pajaknya. Tetapi, PT.ABC tidak membuat daftar nominatif sebagaimana yang diharuskan oleh peraturan tersebut sehingga PT.ABC seharusnya tidak boleh membiayakannya (koreksi fiskal), hal ini merugikan perusahaan.

65 b. Biaya Administrasi dan Umum Meliputi seluruh biaya yang berhubungan dengan kegiatan administrasi kantor, kegiatan operasional dan biaya umum lainnya, sebesar Rp.449.364.446,00, yang menurut ketentuan perpajakan dapat dilcurangkan dari penghasilan bruto sepanjang memenuhi syarat sebagai biaya yang diperbolehkan sebagai pengurang penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang PPh Nomor 17 Tahun 2000. Uraian lengkap mengenai evaluasi atas perencanaan pajak pada beban administrasi dan umum dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Biaya Gaji dan Tunjangan sebesar Rp.334.456.403,00 Dalam menentukan struktur gaji pegawai perusahaan didasarkan pada jabatan dan masa kerja pegawai dalam perusahaan. Pegawai mendapatkan gaji yang akan diterima pada akhir bulan. Gaji pokok ini jumlahnya tetap untuk tiaptiap bulan, kecuali terdapat potongan gaji, karena pegawai yang bersangkutan tidak masuk kerja. Gaji pokok ini, merupakan komponen utama penghasilan untuk objek pemotongan PPh Pasal 21. Penerapan perencanaan pajak atas beban ini tidak terlepas dari konsep macthing cost against revenue. Artinya setiap pengeluaran yang menjadi beban bagi perusahaan harus ditandingkan dengan pendapatan bagi yang menerima pembayaran tersebut. Ketentuan perpajakan sendiri menerapkan prinsip taxable-deductible, artinya setiap penghasilan yang dikenakan pajak merupakan beban yang dapat dibiayakan oleh perusahaan yang mengeluarkan beban tersebut. Berdasarkan penelitian, selama taliun pajak 2003 tidak ada pegawai yang diangkat atau diberhentikan

66 sehingga tidak ada pengeluaran untuk pesangon, dan juga tidak ada uang lembur bagi pegawai yang lembur. Struktur gaji yang lain adalah Tunjangan Haii Raya (THR). Pada saat tertentu, misalnya hari raya, perusahaan memberikan tunjangan hari raya (THR) berupa uang atau barang. Selama tahun 2003, perusahaan hanya memberikan THR dalam bentuk uang kepada pegawai. Pemberian THR kepada pegawai ini dibebankan dalam tahun berjalan dan dilaporkan ke dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21 tahun yang bersangkutan, dimana THR tersebut dibayarkan kepada pegawai yang bersangkutan. Pajak Penghasilan Pasal 21 atas THR diperhitungkan dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21. Biaya gaji dan tunjangan tersebut merupakan penghasilan dua puluh lima orang pegawai tetap perusahaan. 2) Biaya Promosi, Rp.5.000.000,00 Biaya promosi adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk keperluan keikutsertaan dalam perayaan HUT perusahaan rekanan tersebut yaitu untuk memasang iklan di media massa. Atas biaya-biaya yang dikeluarkan tersebut, perusahaan melaporkannya dalam jumlah bruto tanpa ada korekasi fiskal. Berdasarkan penelitian, biaya tersebut tidak berhubungan dengan kegiatan/usaha perusahaan, biaya tersebut merupakan sumbangan atau bantuan sehingga tidak boleh dibiayakan sesuai Pasal 9 ayat 1 (g) UU PPh. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan koreksi fiskal. Biaya promosi ini dapat dibiayakan apabila dikelompokkan ke dalam biaya entertainment dan dibuatkan daftar nominatifhya sesuai dengan Surat Edaran Dirjen Pajak

67 Nomor SE-27/PJ.22/1986 tanggal 14 Juni 1986 tentang Biaya Entertainment dan Sejenisnya. 3) Biaya Pengobatan, Rp.12.139.225,00 Biaya pengobatan, merupakan biaya pengobatan keluarga pegawai yang dibayar langsung ke rumah sakit, dokter dan apotik. Hal ini merupakan pemberian kenikmatan kepada pegawai, tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dan bukan merupakan objek PPh Ps.21 sesuai Pasal 9 ayat 1 (e) UU PPh, Atas biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan, perusahaan melakukan koreksi fiskal positif seluruhnya dengan alasan bahwa biaya pengobatan tersebut adalah untuk keluarga karyawan dan tidak dilengkapi dengan bukti pendukung yang memadai, sehingga perusahaan melaporkannya dalam jumlah Rp.0,00. Berdasarkan penelitian, bahwa dengan tidak diperkenankannya biaya pengobatan tersebut sebagai pengurang penghasilan bruto maka Penghasilan Kena Pajak semakin besar sehingga perlu mengubah pengeluaran non-deductible tersebut menjadi deductible dengan cara mengubah cara pemberian biaya tersebut yaitu dari bentuk kenikmatan/dibayar ke rumah sakit menjadi diberikan penggantian pengobatan dimana atas biaya yang terlebih dahulu ditanggung pegawai kemudian mendapat penggantian oleh perusahaan berdasarkan bukti kuitansi. Penggantian pengobatan ini boleh dikurangkan dari penghasilan bruto tetapi bukan objek PPh Ps.21.

68 4) Biaya Transportasi, Rp.32.973.000,00 Biaya transportasi merupakan biaya-biaya yang berkaitan dengan kendaraan perusahaan yang tidak dibawa pulang pegawai selain dari biaya reparasi dan peir eliharaan, seperti oli, bensin, tol, parkir. Perusahaan melaporkannya dalam jumlah bruto (tanpa koreksi fiskal), dengan alasan biaya tersebut dikeluarkan untuk memperbaiki dan memelihara kendaraan yang semata-mata digunakan untuk mendapatkan dan memelihara penghasilan. Maka sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh Nomor 17 tahun 2000 atas biaya kendaraan sebesar Rp. 32.973.000,00 dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. 5) Biaya Perjalanan Dinas, Rp.7.657.050,00 Biaya perjalanan dinas sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan pegawai yang melakukan perjalanan dinas, yang terdiri dari biaya untuk tiket dan biaya travel biro akomodasi lainnya. Seperti yang telah diuraikan dalam Bab II secara fiskal biaya-biaya yang dikeluarkan semata-mata untuk kepentingan perusahaan dapat diperlakukan sebagai pengurang penghasilan bruto, karena biaya ini termasuk dalam kriteria biaya yang dapat dibebankan seperti yang telah diuraikan sebelumnya, namun demikian ada syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi oleh perusahaan agar biaya tersebut dapat dibebankan, yaitu perusahaan harus melengkapinya dengan dokumen-dokumen atau bukti yang sah, misalnya surat penugasan, tiket, hotel atau bukti pembayaran ke biro perjalanan. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa bukti-bukti yang ada masih belum lengkap

69 karena terdapat beberapa pengeluaran yang masih belum dilengkapi dengan hukti pendukung yang sah, apabila hal ini diketahui dikemudian hari di dalam pemeriksaan pajak oleh Direkrotat Jenderal Pajak, hal ini kemungkinan akan mengakibatkan dilakukannya koreksi fiskal yang tentunya akan merugikan perusahaan, karena akan menimbulkan pengenaan sanksi perpajakan. 6) Biaya KADIN, Rp.l.780.000,00 Sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, atas biaya-biaya yang terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk iuran bulanan ke KADIN, perusahaan melaporkannya dalam jumlah bruto sesuai dengan yang dilaporkan dalam laporan keuangan komersial, tanpa melakukan koreksi fiskal. Setelah dilakukan penelitian terhadap data pembukuan atas biaya ini telah tepat dilaporkan karena memang secara komersial maupun fiskal pengeluaran tersebut bisa dibebankan sebagai biaya. Biaya tersebut adalah iuran bulanan kepada KADIN dalam rangka hubungan usahanya. 7) Biaya Tender, Rp.250.000,00 Sebagaimana diterangkan sebelumnya bahwa atas biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan tender, seperti biaya untuk keabsahan dokumen tendet, perusahaan melaporkannya dalam jumlah bruto dimana semua biaya yang dikeluarkan tersebut didukung oleh bukti-bukti yang sah sehingga berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh Nomor 17 tahun 2000, biaya tersebut dapat diperlakukan sebagai pengurang penghasilan bruto.

70 8) Biaya Cetakan dan ATK, Rp.3.007.350,00 Sebagaimana telah diuraikan pada bagjan sebelumnya, atas biaya-biaya yang terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pembelian perlengkapan kantor, perusahaan melaporkannya dalam jumlah bruto sesuai dengan yang dilaporkan dalam laporan keuangan komersial, tanpa melakukan koreksi fiskal. Setelah dilakukan penelitian terhadap data pembukuaii atas biaya ini telah tepat dilaporkan karena memang secara komersial maupun fiskal pengeluaran tersebut bisa dibebankan sebagai biaya. Biaya-biaya tersebut meliputi pembelian alat tulis, pengadaan blanko surat perusahaan, pita komputer, kertas komputer dan perlengkapan lainnya yang lazim dikeluarkan oleh perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya. 9) Biaya Telepon, Rp.10.193.559,00 Biaya telepon adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembayaran rekening telepon perusahan. Perusahaan melakukan koreksi fiskal positif dengan alasan biaya telepon sebesar Rp.9.160.809,00 yang merupakan biaya pemakaian handphone (HP) pengurus untuk bulan April-Desember 2002 diakui sebesar 50%, sehingga perusahaan melaporkannya dalam jumlah Rp.10.193.559,00 - (50% x Rp.9.160.809,00) = Rp.5.613.154,00. Adapun perincian biaya tersebut dapat dilihat pada Tabel IV-2

71 Tabel IV-2 Perhitungan Biaya Telepon yang Dapat Dikurangkan dengan Penghasilan Bruto B.Telepon (Non HP) B.Telepon(HP) Rp.1.032.750,00 Rd. 9.160.809.00 Total Koreksi Fiskal (50%): Rp.10.193.559,00 (50%xRp.9.160.809,00) Biaya telepon yang diakui.. Ro. 4.580.405.00 Rp. 5,613.154,00 Berdasarkan. penelitian jumlah yang dilaporkan tersebut teiah sesuai dengan data pembukuan dan rekening telepon perusahaan dimana atas biaya tersebut semuanya digunakan dalara rangka mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang- Undang PPh Nomor 17 Thaun 2000, sehingga atas biaya tersebut dapat dibiayakan. Tetapi biaya telepon tersebut tidak semuanya dapat dibiayakan, terutama atas pemakaian telepon berupa handphone(hp) yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatannya atau pekerjaanya. Biaya tersebut boleh dibiayakan sebesar 50% dari jumlah biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan dalam tahun yang bersangkutan (sesuai dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor: KEP- 220/PJ./2002 tanggal 18 April 2002). Perusahaan telah sesuai melaporkan jumlah yang boleh diakui sebagai biaya.

72 10) Biaya Pos dan Telegram, Rp.3.535.800,00 Atas biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pembayaran biaya pos dan telegram untuk kantor, perusahaan melaporkannya dalam jumlah bruto tanpa ada koreksi fiskal. Berdasarkan penelitian jumlah yang dilaporkan tersebut telah sesuai dengan data pembukuan perusahaan dimana atas biaya tersebut semuanya digunakan dalam rangka mendapatkan, menagih dan memlihara penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang- Undang PPh Nomor 17 Thaun 2000, sehingga atas biaya tersebut seluruhnya dapat dibiayakan. 11) Biaya Perbaikan dan Perawatan, Rp,21.500.240,00 Merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memelihara dan memperbaiki kendaraan perusahaan yang tidak dibawa pulang pegawai dan inventaris kantor dimana perusahaan melaporkannya dalam jumlah bruto tanpa koreksi fiskal. Berdasarkan penelitian semua biaya tersebut dikeluarkan untuk memperbaiki dan memelihara aktiva tetap yang semata-mata digunakan untuk kegiatan usaha dan operasional perusahaan, dimana pengeluaran tersebut tidak menambah umur manfaat dari aktiva tersebut. Maka sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh Nomor 17 Tahun 2000 atas biaya reparasi dan pemeliharaan sebesar Rp, 21.500.240,00 dapat dikruangkan dari penghasilan bruto.

73 12)Biaya Asuransi, Rp.30.446.550,00 Merupakan biaya-biaya yang berkaitan dengan jaminan pelaksanaan kontrak dan asuransi kendaraan perusahaan yang tidak dibawa pulang pegawai. Perusahaan meiaporkannya dalam jumlah bruto (tanpa koreksi fiskal), karena biaya-biaya iersebut dikeluarkan untuk kegiatan/usaha yang semata-mata digunakan oleh perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Maka sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh Nomor 17 tahun 2000 atas biaya asuransi sebesar Rp. 30.446.550,00 dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. 13) Biaya Pajak, Rp.9.417.050,00 Biaya Pajak merupakan biaya PPh Ps.21 ditanggung perusahaan. Jumlah tersebut merupakan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh pegawai tetap yang menerima penghasilan neto di atas Penghasilan Kena Pajak. Perusahaan melakukan rekonsiliasi fiskal atas biaya tersebut seluruhnya, dengan alasan bahwa sesuai dengan peraturan yang berlaku bahwa biaya tersebut tidak diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000 Pasal 7 huruf e bahwa PPh pasal 21 yang ditanggung pemberi kerja termasuk dalam pengertian kenikmatan dimana berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang- Undang PPh Nomor 17 tahun 2000 bahwa imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan tidak boleh diperlakukan sebagai pengurang penghasilan dalam menghitung Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung perusahaan sebagai

74 pengurang penghasilan bruto maka penghasilan kena pajak semakin besar, sehingga perusahaan perlu mengubah pengeluaran non-deductible tersebut menjadi deductible dengan cara merestrukturisasi sistem pemotongan atas beban PPh Pasal 21 tersebut dari semula ditanggung oleh perusahaan (non deductible) menjadi diberikan tunjangan pajak (deductible) secara gross up, yang rincian perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 3. Ternyata dengan cara merestrukturisasi sistem pemotongan PPh Pasal 21 yang semula ditanggung perusahaan menjadi diberikan tunjangan pajak dengan cara gross up, pengeluaran yang non deductible yang semula berjumlah Rp.9.417.050,00 menjadi pengeluaran yang deductible sejumlah Rp.9.894.250,00 dengan berdasar pada data yang ada bahwa Penghasilan Kena Pajak perusahaan telah melampaui lapisan teratas (diatas Rp. 100.000.000,00), maka dapat diperoleh penghematan pembayaran PPh Badan sebesar Rp2.968.275,00 dibanding jika PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan. Sedangkan penghematan pengeluaran perusahaan dari hasil restrukturisasi sistem pemotongan PPh Pasal 21 dari yang semula ditanggung oleh perusahaan menjadi diberikan tunjangan pajak secara gross up adalah sebesar Rp2.491.075,00, sehingga efesiensi dalam perusahaan mengelola dana lebih baik dari sistem semula, yang untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel IV-3 :

75 Tabel IV-3 Penghematan Pengeluaran Atas Restrukturisasi Sistem Pemotongan PPh Pasal 21 (dalam rupiah) Ph Pasal 21 Tunjangan Penghematan Keterangan Ditaggung Perusahaan Pajak Sccara Gross Up Pengeluaran Perusahaan (1) (2) (1-2) PPhPasal21Terutang 9.417.050 9.894.250 (477.200) Pengurang Penghasilan Bruto - 9.894.250 - Penghematan PPh Badan - (2.968.275) 2.968.275 Total Pengeluaran Perusahaan 9.417.050 6.925.975 2.376.635 Sumber : Diolah dari data yang diperoleh dari PT. ABC untuk tahun pajak 2003. 14) Biaya Keperluan Kantor, Rp. 1.324.484,00 Biaya keperluan kantor merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk biaya konsumsi sesuai dengan bukti pengeluaran. Atas biaya ini perusahaan tidak melakukan koreksi fiskal positif dengan alasan bahwa penyediaan makanan dan minuman bagi pegawai perusahaan di tempat kerja diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto karena merupakan pengecualian pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan. Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-Undang PPh Nomor 17 tahun 2000 bahwa penyediaan makan dan minuman untuk seluruh pegawai di tempat kerja termasuk dewan direksi dan dewan komisaris di tempat kerja bukan termasuk biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Berdasarkan penjelasan di atas maka atas biaya keperluan kantor/konsumsi sebesar Rp. 1.324.484,00 dapat dikurangkan sebagai pengurang penghasilan bruto, dan perusahaan telah menerapkannya dengan benar.