II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Aspek Agronomi Kopi Arabika Tanaman kopi adalah pohon kecil yang bernama Perpugenus coffea dari familia Rubiaceae. Tanaman kopi, yang umumnya berasal dari benua Afrika, termasuk famili Rubiaceae dan genus Coffea. Kopi bukan produk homogen, ada banyak varietas dan beberapa cara pengolahannya. Di seluruh dunia kini terdapat sekitar 4.500 jenis kopi, yang dapat dibagi dalam empat kelompok besar, yakni : a. Coffea Canephora, yang salah satu jenis varietasnya menghasilkan kopi dagang Robusta; b. Coffea Arabica menghasilkan kopi dagang Arabika; c. Coffea Excelsia menghasilkan kopi dagang Exselsia; d. Coffea Liberica menghasilkan kopi dagang Liberika. (Bahri, 1996). Kopi Arabika tumbuh maksimal pada ketinggian 1.000 meter sampai 1.500 meter di atas permukaan laut. Kopi Arabika memiliki jenis 9 jenis yang berbeda pula, antara lain Brazilian Arabica yang tumbuh maksimal pada ketinggian 2.000 meter sampai 2.500 meter di atas permukaan laut, dan Colombian Mild Arabica tumbuh maksimal pada ketinggian lebih dari 2.500 meter di atas permukaan laut. Kopi Robusta akan tumbuh maksimal pada ketinggian 400 meter sampai 700 meter di atas permukaan laut. Tanaman kopi sangat sensitif terhadap kelembaban udara. Kelembaban udara yang ideal yaitu antara 70 persen sampai 89 persen. Selain itu
tanaman kopi juga sensitif terhadap curah hujan. Ada saat dimana tanaman kopi membutuhkan hujan yang cukup banyak yaitu pada saat perkembangan biji, dan ada pula saat dimana curah hujan tidak terlalu banyak dibutuhkan yaitu pada saat berbunga dan perkembangan buah, karena hujan yang deras akan menyebabkan bunga rontok dari tanaman (AEKI, 2006). Beberapa sifat penting kopi Arabika: Menghendaki daerah dengan ketinggian antara 700-1700 mdpl dengan suhu sekitar 16-20 derajat Celsius. Menghendaki daerah beriklim kering atau bulan kering 3 bulan/tahun secara berturut-turut, tetapi sesekali mendapat hujan. Terutama peka terhadap penyakit karat daun terutama bila ditanam di dataran rendah atau kurang dari 500 mdpl. Rata-rata produksi sedang (4,5-5 kuintal kopi beras/ha/tahun) tetapi mempunyai cita rasa, kualitas, dan harga relatif tinggi dibandingkan kopi Robusta. 2.2. Keunggulan Kopi Arabika dari Kopi Robusta Dari segi produksi yang menonjol dalam kualitas dan kuantitas adalah jenis Arabika, andilnya dalam pasokan dunia tak kurang dari 70 persen. Jenis Robusta yang mutunya dibawah Arabika, mengambil bagian 24 persen produksi dunia, sedangkan Liberika dan Ekselsia masing-masing 3 persen. Arabika dianggap lebih baik daripada Robusta karena rasanya lebih enak dan jumlah kafeinnya lebih rendah, maka Arabika lebih mahal daripada Robusta (AEKI, 2006)
Kopi mempunyai rasa pahit-pahit sedap menyegarkan karena kandungan zat kafein, kurang lebih dengan komposisi sebagai berikut : kafein 1 persen sampai 2,5 persen, minyak atsiri 10 persen sampai 16 persen, asam chlorogen 6 persen sampai 10 persen, zat gula 4 persen sampai 12 persen dan selulosa 22 persen sampai 27 persen. Perbedaan antara kopi Arabika dengan Robusta yaitu kopi Robusta memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi dari Arabika, sedangkan kopi Arabika memiliki kandungan zat gula dan minyak atsiri yang lebih banyak dari Robusta (Sunarni, 2002). 2.3. Landasan Teori Produksi Secara umum, istilah produksi diartikan sebagai penggunaan atau pemanfaatan sumberdaya yang mengubah suatu komoditas menjadi komoditas lainnya yang sama sekali berbeda, baik dalam pengertian apa, di mana, atau kapan komoditaskomoditas itu dialokasikan, maupun dalam pengertian apa yang dapat dikerjakan oleh konsumen terhadap komoditas itu (Miller dan Meiners, 1997). Produksi dapat didefinisikan sebagai hasil dari suatu proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan (input). Dengan demikian, kegiatan produksi tersebut adalah mengombinasikan berbagai masukan untuk menghasilkan keluaran (Agung, dkk., 2008).
Fungsi produksi adalah abstraksi yang menggambarkan suatu proses produksi. Fungsi produksi adalah sebuah deskripsi matematis atau kuantitatif dari berbagai macam kemungkinan-kemungkinan produksi teknis yang dihadapi oleh suatu perusahaan (Beattie dan Taylor, 1996). Di dalam ilmu ekonomi dikenal dengan yang namanya fungsi produksi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik dengan faktor-faktor produksi. Dalam bentuk matematika sederhana fungsi produksi ini ditulis sebagai berikut: Y = f (X1,X2, X3,., Xn) Dimana : Y = hasil produksi fisik X1,, Xn = faktor-faktor produksi (Mubyarto, 1994). Faktor produksi dalam suatu usaha pertanian mencakup tanah, modal, dan tenaga kerja. Tanah merupakan faktor kunci dalam usaha pertanian. Tanpa tanah rasanya mustahil usahatani dapat dilakukan. Dalam tanah dan sekitar tanah masih banyak lagi faktor yang harus diperhatikan, seperti luas lahan, topografi, kesuburan, keadaan fisik, lingkungan, lereng, dan lain sebagainya (Daniel, 2002). Perkaitan antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakan disebut dengan fungsi produksi. Faktor-faktor produksi dapat dibedakan kepada empat golongan, yaitu tenaga kerja, modal, tanah, dan keahlian keusahawanan.
Untuk faktor-faktor produksi usahatani meliputi bibit/benih, tenaga kerja, luas lahan, pupuk, pengendali hama penyakit dan gulma serta faktor lainnya. (Sukirno, 1996). Hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk. Produk produksi dalam bidang pertanian atau lainnya dapat bervariasi, antara lain disebabkan karena perbedaan kualitas. Hal ini dimengerti karena kualitas yang baik dihasilkan oleh proses produksi yang dilaksanakan dengan baik dan begitu juga sebaliknya kualitas produksi menjadi kurang baik bila usahatani tersebut dikelola dengan kurang baik pula (Soekartawi, 2002). Tingkat Efisiensi Ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana petani mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya. Dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran yang melebihi masukan (Soekartawi, 2005). Pengertian efisiensi sangat relatif, efisiensi diartikan sebagai penggunaan input sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Situasi yang demikian akan terjadi kalau petani mampu membuat suatu upaya kalau nilai produk marginal (NPMXi) untuk suatu input sama dengan harga input atau dapat ditulis NPMXi/PXi = 1
Dalam banyak kenyataan NPMXi tidak selalu sama dengan Pxi. Yang sering terjadi adalah sebagai berikut : a. (NPMXi/PXi) > 1 artinya penggunaan input X belum efisien, untuk mencapai efisien input X perlu ditambah. b. (NPMXi/PXi) < 1 artinya penggunaan input X tidak efisien, untuk mencapai efisien input X perlu dikurangi. (Soekartawi, 2005). Soekartawi (2001), mengemukakan bahwa prinsip optimalisasi penggunaan faktor produksi pada prinsipnya adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut seefisien mungkin. Dalam terminologi ilmu ekonomi, maka pengertian efisien ini dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu : 1) efisiensi teknis. 2) efisiensi alokatif (efisiensi harga), 3) efisiensi ekonomi. Kondisi efisiensi harga yang sering dipakai sebagai patokan yaitu bagaimana mengatur penggunaan faktor produksi sedemikian rupa, sehingga nilai produk marginal suatu input sama dengan harga faktor produksi tersebut. Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis (efisiensi teknis) kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi maksimum. Dikatakan efisiensi ekonomi jika usaha pertanian tersebut mencapai efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai efisiensi harga. Analisis SWOT Dalam menetapkan strategi dan kebijakan pengembangan perkopian Indonesia ke depan digunakan analisis SWOT. Identifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi
suatu industri serta analisis terhadap faktor-faktor kunci menjadi bahan acuan dalam menetapkan strategi dan kebijakan penanganan perkopian. Analisis SWOT adalah analisa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (Strength, Weakness, Opportunities dan Threats). Analisis SWOT merupakan identifikasi yang bersifat sistematis. Analisis ini digunakan untuk menemukan faktor intenal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) pada suatu organisasi. Dari hasil analisis akan ditemukan strategi yang menyajikan kombinasi terbaik diantara keempatnya. Setelah diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, selanjutnya perusahaan tersebut dapat menentukan strategi dengan memanfaatkan kekuatan yang dimilikinya untuk mengambil keuntungan dari peluang-peluang yang ada. Selain itu, analisis ini juga dapat digunakan untuk memperkecil atau mengatasi kelemahan yang dimiliki untuk menghindari ancaman yang ada (http.//binaukm.com). Strategi adalah cara terbaik untuk mencapai beberapa sasaran dan rencana yang komprehensif. Strategi yang mengintegrasikan segala sumber daya dan kemampuan yang bertujuan jangka panjang untuk memenangkan kompetisi. Jadi strategi adalah rencana yang mengandung cara komperhensif dan integratif yang dapat dijadikan pegangan untuk bekerja, berjuang dan berbuat untuk memenangkan kompetisi. Untuk menentukan mana yang terbaik tersebut akan tergantung pada kriteria yang digunakan.
Proses penyusunan rencana strategis melalui tiga tahap yaitu: 1. Tahap pengumpulan data 2. Tahap analisis 3. Tahap pengambilan keputusan Tahap pengumpulan data ini pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra analisis. Data dibedakan menjadi dua yaitu data eksternal dan data internal yang diperoleh dari dalam perusahaan, model yang dapat digunakan dalam tahap ini yaitu: Matriks faktor strategi eksternal Matriks faktor strategi internal (Soepeno, 1994). Sebelum melakukan analisis, maka diperlukan tahap pengumpulan data yang terdiri atas tiga model yaitu: a. Matrik Faktor Strategi Internal Sebelum membuat matriks faktor strategi internal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu cara-cara penentuan dalam membuat tabel IFAS. Susunlah dalam kolom 1 faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan). Beri rating masing-masing faktor dalam kolom 2 sesuai besar kecilnya pengaruh yang ada pada faktor strategi internal, mulai dari nilai 4 (sangat baik), nilai 3 (baik), nilai 2 (cukup baik) dan nilai 1 (tidak baik) terhadap kekuatan dan nilai rating terhadap kelemahan bernilai negatifnya.
Beri bobot untuk setiap faktor dari 0 sampai 100 pada kolom bobot (kolom 3). Bobot ditentukan secara subyektif, berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan. Kalikan rating pada kolom 2 dengan bobot pada kolom 3, untuk memperoleh skoring dalam kolom 4. Jumlahkan skoring (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategi internalnya. Hasil identifkasi faktor kunci internal yang merupakan kekuatan dan kelemahan, pembobotan dan rating dipindahkan ke tabel Matrik Faktor Strategi Internal (IFAS) untuk dijumlahkan dan kemudian diperbandingkan antara total skor kekuatan dan kelemahan. b. Matrik Faktor Strategi Eksternal Sebelum membuat matrik faktor strategi eksternal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu cara-cara penentuan dalam membuat tabel EFAS. Susunlah dalam kolom 1 faktor-faktor eksternalnya (peluang dan ancaman). Beri rating dalam masing-masing faktor dalam kolom 2 sesuai besar kecilnya pengaruh yang ada pada faktor strategi eksternal, mulai dari nilai 4 (sangat baik), nilai 3 (baik), nilai 2 (cukup baik)
dan nilai 1 (tidak baik) terhadap peluang dan nilai rating terhadap ancaman bernilai negatif. Beri bobot untuk setiap faktor dari 0 sampai 100 pada kolom bobot (kolom 3). Bobot ditentukan secara subyektif, berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan. Kalikan rating pada kolom 2 dengan bobot pada kolom 3, untuk memperoleh skoring dalam kolom 4. Jumlahkan skoring (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategi eksternalnya. Hasil identifkasi faktor kunci internal yang merupakan kekuatan dan kelemahan, pembobotan dan rating dipindahkan ke tabel Matrik Faktor Strategi eksternal (EFAS) untuk dijumlahkan dan kemudian diperbandingkan antara total skor peluang dan ancaman. c. Matriks Posisi Hasil analisis pada tabel matriks faktor strategi internal dan faktor strategi eksternal dipetakan pada matriks posisi dengan cara sebagai berikut: a. Sumbu horizontal (x) menunjukkan kekuatan dan kelemahan, sedangkan sumbu vertikal (y) menunjukkan peluang dan ancaman. b. Posisi perusahaan ditentukan dengan hasil sebagai berikut:
Kalau peluang lebih besar daripada ancaman maka nilai y > 0 dan sebaliknya kalau ancaman lebih besar daripada peluang maka nilainya y < 0. Kalau kekuatan lebih besar daripada kelemahan maka nilai x > 0 dan sebaliknya kalau kelemahan lebih besar daripada kekuatan maka nilainya x < 0. EKSTERNAL FAKTOR Kuadran III Strategi Turn-around X(-) Kuadran IV Strategi Defensif Y(+) Y(-) Kuadran I Strategi agresif X(+) Kuadran II Strategi Diversifikasi I N T E R N A L F A K T O R Gambar 1. Matriks Posisi SWOT Kuadran I Merupakan posisi yang menguntungkan. Perusahaan mempunyai peluang dan kekuatan sehingga ia dapat memanfaatkan peluang secara maksimal.
Seyogyanya menerapkan strategi yang mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif. Kuadran II Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan mempunyai keunggulan sumber daya. Perusahaan-perusahaan dalam posisi seperti ini menggunakan kekuatannya untuk memanfaatkan peluang jangka panjang. Dilakukan dengan penggunaan diversivikasi produk atau pasar. Kuadran III Perusahaan menghadapi peluang besar tetapi sumber dayanya lemah, karena itu dapat memanfaatkan peluang tersebut secara optimal fokus strategi perusahaan pada posisi seperti inilah meminimalkan kendala-kendala internal perusahaan. Kuadran IV Merupakan kondisi yang serba tidak menguntungkan. Perusahaan menghadapi berbagai ancaman eksternal sementara sumberdaya yang dimiliki mempunyai banyak kelemahan. Strategi yang diambil adalah penciutan dan likuidasi. (Situmorang dan Dilham, 2007). Matrik SWOT dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis yaitu: a. Strategi SO
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. b. Strategi ST Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman. c. Strategi WO Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. d. Strategi WT Strategi ini didasarkan pada kegiatan meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Matriks analisis SWOT dapat dilihat pada tabel matriks di bawah ini. EFAS IFAS OPPORTUNITIES (O) Tentukan 5-10 faktor peluang eksternal TREATHS (T) Tentukan 5-10 faktor ancaman Eksternal (Rangkuti, 2008). STRENGTHS (S) Tentukan 5-10 faktor kekuatan internal STRATEGI SO Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI ST Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman WEAKNESSES (W) Tentukan 5-10 faktor kelemahan internal STRATEGI WO Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI WT Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
2.3. Kerangka Pemikiran Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peminat yang cukup besar di tingkat nasional maupun internasional. Dari empat jenis kopi (Arabika, Robusta, Liberika, dan Exselsia) kopi Arabika memiliki permintaan hingga 70 persen di pasar dunia. Jenis kopi ini banyak diminati karena aromanya yang khas dan rasanya lebih enak. Namun, jumlah permintaan yang meningkat setiap tahunnya tidak diiringi dengan produksi yang seimbang. Peningkatan produksi kopi Arabika diperlukan untuk dapat memenuhi permintaan lokal dan dunia yang terus meningkat. Harga kopi Arabika yang relatif lebih tinggi dari harga kopi lainnya menjadi peluang bagi para petani di daerah penelitian untuk meningkatkan pendapatan mereka. Di dalam usahatani kopi Arabika, petani memerlukan faktor-faktor produksi seperti lahan yang cocok, mengingat kopi jenis Arabika memiliki kriteria lahan tertentu untuk dapat tumbuh dan berproduksi. Selain lahan yang cocok, petani juga membutuhkan modal yang cukup untuk membeli semua input produksi seperti bibit, pupuk, pengendali hama penyakit dan gulma, serta biaya-biaya lainnya. Jumlah tenaga kerja yang memadai juga diperlukan untuk melakukan kegiatan pemeliharaan dan panen. Setiap kegiatan usahatani diperlukan analisis tingkat efisiensi. Hal ini diperlukan untuk mengetahui apakah usahatani kopi Arabika sudah tergolong efisien dari segi penggunaan faktor-faktor produksinya.
Usahatani kopi Arabika tentunya memiliki masalah-masalah yang mempengarui produksi petani dengan melihat kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dihadapi petani Arabika. Untuk itu diperlukan penentuan alternatif strategi dalam peningkatan produksi kopi Arabika dengan menggunakan analisis SWOT. Setelah dianalisis, maka dapat ditentukan strategi peningkatan produksi yang cocok dan bisa diterapkan oleh para petani di daerah penelitian. Secara sistematis kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar skema berikut ini.
Petani kopi Arabika Kekuatan (strength) Kelemahan (weakness) Peluang (opportunities) Ancaman (threat) Keterangan : Usahatani kopi Arabika Produksi Strategi : Ada hubungan peningkatan Tingkat produksi Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Efisiensi Faktor-faktor produksi: 1. Luas lahan 2. Tenaga Kerja 3. Bibit 4. Pupuk 5. Herbisida Belum Efisien Efisien Tidak Efisien 2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian pada landasan teori dan identifikasi masalah, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Produktivitas kopi Arabika di daerah penelitian tergolong rendah bila dibandingkan dengan daerah lain. 2. Penggunaan faktor produksi pada usahatani kopi Arabika tergolong belum efisien.