BAB I PENDAHULUAN. semua yang diciptakan olehnya senantiasa berpasang-pasangan. Keadaan ini dapat dilihat dari

dokumen-dokumen yang mirip
2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, sebagai kehendak Sang pencipta yang telah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. penuh kedamaian, kesejukan, dan ketenangan lahir batin dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. tua dapat setelah adanya pernikahan.keinginan mempunyai anak bagi setiap

PUTUSAN Nomor 0040/Pdt.G/2014/PA.Pkc

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh penyelesaian yang lebih baik. Walaupun demikian, masih banyak

BAB I. Pendahuluan. melaksanakan tugas dan kewajibannya masing-masing dalam membangun keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

PUTUSAN Nomor : 0374/Pdt.G/2012/PA.Pkp DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

P E N E T A P A N Nomor 016/ Pdt.G/2014/PA.Mtk. BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

PUTUSAN Nomor 1278/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PUTUSAN Nomor 1203/Pdt.G/2013/PA.Pas. melawan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

P U T U S A N Nomor:0069/Pdt.G/2011/PA.Kab.Mn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. kelamin yang berlainan seorang laki laki dan seorang perempuan ada daya saling

PUTUSAN. Nomor : 1254/Pdt.G/2013/PA.Plg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang damai, tentram, bahagia, penuh kasih sayang antara suami dan istri.

PUTUSAN. Nomor 0844/Pdt.G/2013/PA.Plg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

PUTUSAN Nomor : 0846/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

Nomor: 1295/Pdt.G/2013/PA Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

PUTUSAN Nomor : 0378/Pdt.G/2012/PA.Pkp DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 429/Pdt.G/2011/PA.Kab.Mn. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya menikah. Pada hakikatnya pernikahan adalah ikatan yang

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

bismillahirrahmanirrahim

SALINAN P U T U S A N Nomor 40/Pdt.G/2012/PA.Sgr. pada tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut, dalam perkara Cerai

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. tegas dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

PUTUSAN Nomor : 82/Pdt.G/2012/PA.Ntn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

P U T U S A N Nomor 351/Pdt.G/2010/PAJP.

BISMILLAHIRROHMANIRROHIM

PUTUSAN Nomor: 608/Pdt.G/2010/PA.Dum BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor 0177/Pdt.G/2016/PA.Pkp DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor 1191/Pdt.G/2014/PA.Pas

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

PUTUSAN Nomor 0930/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

P U T U S A N. Nomor 0750/Pdt.G/2015/PA.Plg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 0624/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN Latar Belakang

P U T U S A N. Nomor 1717/Pdt.G/2013/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. sebagaimana tertera di bawah ini dalam perkara Cerai Gugat antara;

------Pengadilan Agama Poso yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu. pada tingkat pertama telah menjatuhkan putusan atas perkara Cerai Gugat

P U T U S A N Nomor :./Pdt.G/2012/PA.Dgl BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN NOMOR: XXX/Pdt.G/2011/PAGM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus

PUTUSAN Nomor 0358/Pdt.G/2015/PA.Plg

P U T U S A N Nomor : 038/Pdt.G/2011/PA.Mto. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor XXXX/Pdt.G/2015/PA.Ktbm. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

PUTUSAN Nomor: 221/Pdt.G/2010/PA.Pkc.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

TENTANG DUDUK PERKARANYA

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

P U T U S A N Nomor: 0109/Pdt.G/2009/PA.Bn

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

PUTUSAN. Nomor : 0571/Pdt.G/2013/PA.Plg BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor xxxpdt.g/2011/pa Prg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENETAPAN. NOMOR 58/Pdt.G/2013/PA.Pts DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Hulu, sebagai Penggugat; MELAWAN

PUTUSAN. Nomor : 31/Pdt.G/2013/PA.Sgr. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor : 140/Pdt.G/2012/PA.NTN. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM, DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

SALINAN P U T U S A N Nomor: 02/Pdt.G/2012/PA.Sgr. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T S A N. Nomor 0828/Pdt.G/2015/PA.Pas BISSMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor : 0023/Pdt.G/2013/PA.Plg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor 0938/Pdt.G/2015/PA. Pas

P U T U S A N. Nomor 1774/Pdt.G/2013/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor : 1245/Pdt.G/2008/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor 1125/Pdt.G/2015/PA. Pas

PUTUSAN. Nomor: XXX/Pdt.G/2013/PA.Ktbm

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Manusia menyakini bahwa semua yang diciptakan olehnya senantiasa berpasang-pasangan. Keadaan ini dapat dilihat dari apa yang ada di muka bumi. Sebagai contoh diciptakan Tuhan Yang Maha Esa, siang dan malam, langit dan bumi, negatif dan positif, terang dan gelap. Bahwa ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling sempurna di muka bumi yaitu manusia, juga diciptakan berpasang-pasangan yaitu laki-laki dan perempuan. Sudah menjadi kodratnya manusia itu sebagai kurnia dari Tuhan Yang Maha Esa yang saling mendekati, mencintai dan saling mengasihi. Sifat manusia yang memiliki nilai lebih daripada ciptaan Tuhan yang lainnya, diberi karunia untuk dapat berkembang biak menjadi lebih banyak dengan dinamakan sebagai ikatan Perkawinan (Malik, 2009:4). Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dinyatakan bahwa pernikahan yang sah adalah perkawinan yang memenuhi persyaratan serta tidak melanggar larangan dan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Perkawinan merupakan salah satu lembaga kemasyarakatan yang paling tua dan paling pertama kali diatur oleh aturan hukum sejak dahulu kala. Berbeda dengan aturan-aturan hukum yang ada di lembaga negara yang lainnya. Perkawinan itu suatu lembaga yang dimana hubungan antar dua jenis manusia yang berlainan yang begitu penting dan senantiasa untuk hidup bersama. Pengertian tentang perkawinan mempunyai asas-asas yang memperkuat ikatan perkawinan dengan prinsipprinsip seperti tujuan perkawinan itu sendiri yakni membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal karena ikatan lahir dan batin yang saling membantu dan saling melengkapi.

Keluarga merupakan hubungan dari sebuah perkawinan yang terjalin. Setiap ikatan perkawinan yang telah dijalani, sepasang suami isteri sangat menginginkan adanya kehadiran buah hati yang menjadi bentuk tujuan utama dilaksanakannya sebuah perkawinan. Keturunanketurunan itu akan membentuk sebuah keluarga kecil yang memiliki kebahagiaan di setiap rumah tangga. Ketika sepasang suami isteri dikaruniai anak dari bentuk buah perkawinan, maka akan menjadi keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum dewasa atau belum kawin. Keluarga pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang terbentuk dari suatu hubungan seks yang tetap, untuk memberikan hal-hal yang berkenaan dengan keorangtuaan dan pemeliharaan anak. Sejak era global yang semakin canggih, asas keadilan, kesetaraan, dan kebahagiaan, mulai pudar di tengah-tengah keluarga beriringan dengan bergesernya fungsi-fungsi pokok keluarga sehingga perkawinan kandas di tengah jalan. Fungsi pokok keluarga itu merupakan fungsi yang sulit dan digantikan oleh orang lain, sedangkan fungsi sosial relatif lebih mudah berubah atau mengalami perubahan. Sehingga dapat dilihat dari angka perceraian di Indonesia dianggap sebagai angka tertinggi di Asia-Pasifik. Sesuai data yang ada, rata-rata satu dari 10 pasangan menikah berakhir dengan perceraian di pengadilan. Bahkan perceraian ini sudah menjadi trend di tengah-tengah masyarakat luas. Jelas dengan apa yang kita lihat di berbagai alat komunikasi seperti televisi, koran, majalah ataupun internet banyak pasangan suami isteri yang memutuskan ikatan perkawinan mereka di Pengadilan Agama. Nilai perkawinan pada zaman dahulu sangat tinggi. Ditandai dengan jarangnya terjadi suatu perceraian. Perceraian yang dialami oleh pasangan suami isteri itu sebagai aib yang besar, tetapi sekarang seolah-olah perceraian itu dijadikan sebagai kebanggaan. Tidak ada yang memastikan dengan bercerai mereka mendapatkan hidup yang lebih baik. Misalnya dengan soal

anak, banyak pasangan suami isteri yang sudah bercerai berebut hak kuasa asuh. Sangat disayangkan anak yang menjadi korban atas perceraian yang dialami oleh kedua orangtuanya. Anak yang tidak tahu menahu apa yang terjadi di tengah keluarga mereka harus merasakan ketidakutuhan fungsi keluarga yang komplit. Orangtua yang bercerai tidak memperhatikan dampak yang akan dialami oleh anak jika terjadi retaknya hubungan antara ibu dengan ayah nya yang sudah berpisah. Banyak fenomenafenomena yang dialami oleh anak korban perceraian orangtuanya, salah satunya mengalami depresi berat yang membuat anak tersebut melakukan hal-hal yang tidak wajar. Banyak orangtua mengalami kesulitan dalam memahami perilaku anak-anaknya yang terlihat tidak logis dan tidak sesuai dengan perasaan sehat ketika mereka memutuskan untuk bercerai. Saat anak-anak tidak berkembang secara terpisah dari anggota komunitas yang lain, seluruh perilakunya, ungkapan bahasanya, pola bermainnya hingga emosi dapat terganggu sejalan dengan waktu ketika ia mengetahui bahwa kedua orangtuanya sudah berpisah. Karena yang terpenting buat anak adalah mempunyai keluarga yang utuh dan asli. Dr Sudibyo Alimoeso MA, Deputi KSPK BKKBN mengatakan tingginya data perceraian di Indonesia menjadi perihal serius karena keluarga merupakan pendidikan pertama yang meletakkan dasar-dasar kepribadian, etika, dan moral anak-anak. Diharapkan pada setiap orang yang ingin menikah sekarang harus menata ulang niat perkawinan yang dimiliki, yakni menjadikannya sebagai lahan ibadah kepada Tuhan dan sarana menjalani silaturahmi, atau saling memahami agar menjadi keluarga bahagia. Data Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung RI tahun 2010 melansir bahwa selama 2005 sampai 2010, atau rata-rata satu dari 10 pasangan menikah berakhir dengan perceraian di pengadilan. Dari dua juta pasangan menikah tahun 2010 saja, 285.184 pasangan bercerai. Dan tingginya angka perceraian di Indonesia

merupakan angka yang tertinggi se-asia Pasifik. Data tersebut selanjutnya, juga memperlihatkan bahwa 70 persen perceraian itu karena gugat cerai dari pihak istri dengan alasan tertinggi ketidakharmonisan. Angka perceraian di Indonesia adalah hal yang menyedihkan. Betapa banyak anak yang kemudian harus menjalani takdir hidup tak bersama ayah dan ibunya secara utuh. Di samping itu, tak sedikit menjadi korban perebutan kuasa asuh. Padahal, hal itu membuat dampak negatif secara psikis (http://www.bkkbn.go.id/viewberita.aspx?beritaid=967 diakses pada tanggal 4 Februari 2014 pukul : 14.37 WIB). Terdapat data dari Ditjen Badilag 2010, kasus perceraian dibagi menjadi beberapa aspek yang menjadi pemicu munculnya perceraian. Misalnya, ada 10.029 kasus perceraian yang dipicu masalah cemburu. Kemudian, ada 67.891 kasus perceraian dipicu masalah ekonomi. Sedangkan perceraian karena masalah ketidakharmonisan dalam rumah tangga mencapai 91.841 perkara. Tak hanya itu, Ditjen Badilag juga mengungkapkan, pemicu perceraian adalah masalah politik. Tercatat ada 334 kasus perkara perceraian yang dipicu masalah politik. Adapun secara geografis, perkara perceraian paling banyak terjadi di Jawa Barat yakni 33.684 kasus, disusul Jawa Timur dengan 21.324 kasus. Di posisi ketiga adalah Jawa Tengah dengan 12.019 kasus. Namun, kalau terkait dengan pembagian harta atau anak, mediasi dari Pengadilan Agama cukup berhasil. Sebanyak 80% mediasi berhasil (http://news.detik.com/read/2011/08/04/124446/1696402/10/tingkat-perceraian-di-indonesiameningkat?nd992203605) diakses pada tanggal 4 Februari 2014 pukul : 14.37 WIB). Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Sumatera Utara (KPAID-SU) merupakan lembaga negara yang berkonsentrasi terhadap permasalahan anak. KPAID-SU itu sendiri ada sejak tahun 2006 sampai sekarang yang berawal berdiam di Kantor Gubernur Sumatera Utara. Lembaga ini ada karena semakin maraknya kasus tentang anak, sehingga masyarakat tidak tahu

menahung harus kemana mereka mengadu ketika anak mereka tersangkut tentang apa yang dialami oleh anak mereka. Kemudian KPAID-SU menjadi dasar untuk memberikan jalan yang terbaik buat anak. Adapun langkah yang pertama dilakukan oleh KPAID-SU dalam menerima segala pengaduan masyarakat. Jika sepasang suami isteri yang sudah bercerai tidak mendapatkan keputusan yang menurut mereka itu baik ketika di Pengadilan, maka salah satunya akan mengadukan ke lembaga ini untuk menemukan jalan yang terbaik untuk anak. Masyarakat berharap KPAID-SU dapat menjadi penengah dalam permasalahan yang dialaminya. Dengan cara mediasi, akan mempermudah kedua pihak untuk menemukan hasil yang maksimal. Dan jika mediasi terus mengalami kegagalan maka lembaga ini akan melakukan rekomendasi ke Pengadilan Agama untuk menjadi pertimbangan yang memperberat terlapor dalam menguasai hak kuasa asuh anak. Tetapi jika dalam mediasi tidak menemukan hasil atau buntu dalam penyelesaian masalah, akan dilakukannya surat kesepakatan yang menjadi keputusan yang terbaik untuk anak. Jika itu dilanggar maka hak kuasa asuh yang dipegang oleh salah satu pihak akan di cabut dan diserahkan kepada pihak yang lain yang dapat mengasuh anak dengan baik. Salah satu kasus yang di tangani oleh lembaga ini adalah perebutan hak kuasa asuh. Ini jelas dari data yang datang dari masyarakat Sumatera Utara mengadu ke KPAID-SU bahwa tiap tahunnya angka perceraian terus meningkat. Sepanjang tahun 2012, KPAID-SU telah menerima pengaduan masyarakat sebanyak 191 kasus. Jumlah tersebut meningkat sekitar 15% di banding tahun 2011 yang mencapai 163 kasus. Berdasarkan data yang dihimpun Harian Sumut Pos, dari 191 kasus tersebut, terbesar adalah masalah hak pengasuhan pada anak yang diperebutkan oleh kedua orang tua yang sedang dalam proses penceraian dan atau telah bercerai, angkanya sebanyak 54 kasus atau lebih dari 28,27%. Terbesar kedua adalah kekerasan seksual yang terdiri

dari perkosaan 42 kasus dan pelecehan 10 kasus sehingga digabungkan mencapai 52 kasus atau lebih sekitar 27,23% dari total pengaduan masyarakat kepada KPAID-SU (www.sumutpos.com/tingkat-perceraian-tinggi diakses pada tanggal 19 Februari 2014 pukul: 10.00 WIB). Ketua KPAID-SU Zahrin Piliang, menjelaskan, keadaan ini memperlihatkan betapa anak-anak semakin kehilangan kesempatan diasuh oleh kedua orangtuanya. Tentu hal ini sedikit banyaknya akan berpengaruh pada proses tumbuh-kembang anak, namun hanya 1-2 peristiwa perceraian bisa juga menjadi pemicu bagi sang anak untuk berkembang optimal, tetapi akan lebih optimal lagi jika kedua orangtuanya berkesempatan mengasuhnya secara bersama-sama. Kasus perceraian yang lebih konkrit lagi dapat dilihat dari Pengadilan Agama yang ada di Kota Medan. Kota Medan sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa setiap tahunnya kasus perceraian tidak jauh beda dengan data yang berasal dari kabupaten/kelurahan yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Dilihat dari tahun 2011 Kota Medan mencatat kasus perceraian berjumlah 1.900 kasus. Sementara tahun 2012 ada 2478 kasus perceraian. Jika dilihat sepanjang 2013, angka perceraian di Medan meningkat dengan 2785 perkara yang diterima. Dari 2785 kasus perceraian sepanjang tahun 2013, cerai talak atau perceraian karena permintaan suami sebanyak 594 kasus. Sedangkan cerai gugat atau perceraian karena permintaan istri sebanyak 1804 kasus (www.hariansib.com/angka-perceraian-di-medan-meningkat diakses pada tanggal 5 Maret 2014 pukul: 15.00 WIB). Berdasarkan data Pengadilan Tinggi Agama Medan, yang telah melaporkan data perceraian tahun 2012 lalu yang berjumlah 12.000 perceraian pasangan suami-isteri. Jika diasumsikan setiap pasangan memiliki 2 (dua) orang anak maka jumlah anak yang diasuh orangtua sepihak berjumlah 24.000. Dalam hal ini yang paling menonjol melakukan perceraian terutama di Pengadilan Agama Medan adalah usia yang relatif muda. Angka perceraian di

Pengadilan Agama Medan pada awal tahun 2014 mengalami peningkatan. Pada Januari 2014, tercatat sebanyak 508 perkara, sementara bila dibandingkan dengan tahun 2013 angka perceraian hanya 477 perkara. Dari data perkara gugatan cerai, baik yang dilakukan pihak suami maupun istri mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun lalu. Jumlah tersebut, terbagi dari berbagai kelompok masyarakat, mulai dari pegawai negeri sipil (PNS), masyarakat menengah ke bawah. Setiap kejadian pasti ada penyebabnya. Begitu juga dengan perceraian, tentu disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang paling mendominasi adalah faktor ekonomi, tidak ada tanggungjawab terhadap anak (penelantaran) dan faktor perselingkuhan. Data yang diperoleh PA Medan, jumlah tersebut didominasi gugatan cerai dari pihak perempuan atau disebut cerai gugat yang mencapai 299 perkara selama bulan Januari 2014. Sedangkan cerai talak atau gugatan cerai yang diajukan dari pihak lelaki sebanyak 155 gugatan. Ketua Panitera Muda PA Medan, Jumrik,SH, mengatakan, kami akan terus berusaha menekan angka tersebut, dengan melakukan sosialisasi, bekerja sama dengan Kemenag serta pemerintah daerah, baik kecamatan maupun kelurahan agar angka perceraian khususnya di Medan menurun. Sementara itu, Sekertaris PA Medan, Arwin SH, menyebutkan persidangan dalam sehari di PA Medan mencapai 50-70 kasus. Memang selama ini yang sidang di PA ada sekitar 50 hingga 70 kasus, apalagi kalau senin bisa mencapai 70 yang sidang (http://www.medanbisnis.com/berita/metropolitan/harian/medan/bisnis/angka-perceraian-diawal-tahun-2014-meningkat diakses pada tanggal 28 Februari 2014 pukul 10.00 wib). Setiap anak menanggung penderitaan dan kesusahan dengan kadar yang berbeda-beda. Anak-anak yang ayah-ibunya bercerai sangat menderita, dan mungkin lebih menderita daripada orangtuanya sendiri. Anak-anak yang orangtuanya bercerai, terutama yang sudah berusia sekolah atau remaja biasanya merasa ikut bersalah dan bertanggung jawab atas kejadian itu. Mereka juga

merasa khawatir terhadap akibat buruk yang akan menimpa mereka. Bagi anak-anak, perceraian merupakan kehancuran keluarga yang akan mengacaukan kehidupan mereka. Paling tidak perceraian tersebut menyebabkan munculnya rasa cemas terhadap kehidupannya di masa kini dan di masa depan. Sangat sulit menemukan cara agar anak-anak merasa terbantu dalam menghadapi masamasa sulit karena perceraian orangtuanya. Sekalipun ayah atau ibu berusaha memberikan yang terbaik yang mereka bisa, segala yang baik tersebut tetap tidak dapat menghilangkan kegundahan hati anak-anaknya. Hal lain yang perlu dilakukan oleh orangtua yang akan bercerai adalah membantu anak-anak untuk menyesuaikan diri dengan tetap menjalankan kegiatan-kegiatan rutin di rumah. Jangan memaksa anak-anak untuk memihak salah satu pihak yang sedang cekcok serta jangan sekali-sekali melibatkan mereka dalam proses perceraian tersebut. Keputusan perceraian yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Agama, memberikan alasanalasan yang kuat ketika ingin menetapkan pengasuhan yang tepat untuk anak. Salah satu orang tua yang telah bercerai menginginkan agar anak-anak tersebut dapat diasuh sepenuhnya tanpa melihat keadaan dari sianak. Tidak sedikit perebutan hak kuasa asuh mengakibatkan perselisihan dalam mengasuh anak. Misalnya, pihak ibu memohon agar hak kuasa asuh bisa ia dapatkan, tetapi Pengadilan tidak memberikan jawaban sesuai dengan keinginan si ibu sehingga ini yang akan menimbulkan anak jadi bingung saat orang tuanya berselisih untuk mengasuh anak. Tidak jarang juga, perceraian memberikan dampak terhadap anak untuk dapat merasakan kasih sayang yang utuh dari ayah/ibunya atau sebaliknya saat ayah/ibu ingin bertemu dengan anak mendapatkan kesulitan untuk bisa berbicara kepada sianak. Ini dapat menyebabkan anak menjadi sulit untuk merasakan kehangatan pelukan dari ayah/ibunya.

Keadaan demikian bisa mempengaruhi psikologi anak baik secara sosial maupun kepribadiannya. Dengan perceraian yang dialami oleh orangtuanya perkembangan sosial anak akan terganggu, anak lebih sering murung, tertutup dan agresif. Anak menutup diri dari lingkungan sosial karena ia merasa malu, cepat tersinggung jika teman-temannya mengolokoloknya, dan merasa rendah diri dengan mempunyai keluarga yang kurang lengkap. Ini dapat berdampak ke emosional si anak. Karena dalam perceraian yang menjadi korban pertama yang merasakan adalah anak-anak. Jika perceraian merupakan yang terbaik dalam memecahkan permasalahan rumah tangga, janganlah anak yang sudah menjadi korban perceraian di tambah lagi salah satu orang tuanya memberikan doktrin yang tidak baik tentang penyebab perceraian yang dialami. Ini yang dapat memperburuk keadaan dari si anak, karena anak akan membenci ayah atau ibunya yang menjadi penyebab utama keluarganya pecah. Perilaku orang tua saat terjadinya pertemuan dengan anak pun perlu diperhatikan, karena bisa saja anak yang dahulunya dekat dengan orang tuanya bisa berbeda dengan memiliki sifat yang kurang baik. Misalnya tidak ingin dibelikan sesuatu atau setiap berjalan memegang tangan dan lain-lain. Disini peran orang tua ditunjukkan kepada anak, dengan membujuk atau berbicara secara pelan-pelan anak akan mengikuti apa yang diperintahkan orang tua kepada anak. Menciptakan keakraban dan keharmonisan hubungan, menjaga komunikasi dan membantunya jika mengalami kesulitan itu dapat meluluhkan sifat anak yang keras. Latar belakang yang telah dipaparkan diatas, menimbulkan ketertarikan penulis untuk meneliti lebih dalam dan mengetahui bagaimana pola pengasuhan anak korban perceraian ketika orang tua telah bercerai sehingga peneliti ingin mengetahui dampak perceraian terhadap pola pengasuhan anak. Adapun judul penelitian ini adalah Pola Asuh Orang Tua Anak Korban Perceraian Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Sumatera Utara.

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut Bagaimana pola asuh anak dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Sumatera Utara yang dijalankan oleh orang tua yang telah bercerai? 1.3 Tujuan dan Manfaat penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola asuh anak dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Sumatera Utara yang dijalankan oleh orang tua yang telah bercerai. 1.3.2 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah 1. Secara akademis, dapat memperkaya refrensi dalam rangka pemgembangan konsep, teori-teori penulisan dan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu kesejahteraan sosial khususnya. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi oleh berbagai pihak, baik pemerintah maupun lembaga-lembaga swasta dan semua pihak yang bergerak di bidang pemerhati anak. 1.4 Sistematika Penulisan Memudahkan untuk memahami dan mengetahui isi yang terkandung dalam skripsi ini, maka diperlukan sistematika penulisan skripsi ini meliputi :

BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi, tehnik pengumpulan data, serta tehnik analisis data. BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan sejarah singkat gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang turut memperkarya karya ilmiah. BAB V PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.