BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wolsey dan Pochet (2006) menyatakan bahwa perencanaan produksi dapat dilihat

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB II LANDASAN TEORI. berharga bagi yang menerimanya. Tafri (2001:8).

BAB II LANDASAN TEORI

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) -EOQ. Prepared by: Dr. Sawarni Hasibuan. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

BAB 2 LANDASAN TEORI

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB II LANDASAN TEORI

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) PPB. Christian Kuswibowo, M.Sc. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi. Riani Lubis. Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang_(MRP) Lot for Lot. Dinar Nur Affini, SE., MM. Modul ke: 10Fakultas Ekonomi & Bisnis

MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dan menurut Rangkuti (2007) Persediaan bahan baku adalah:

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

TUGAS AKHIR ANALISA PERSEDIAAN MATERIAL PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEKS PASAR TRADISIONAL DAN PLASA LAMONGAN. Oleh : Arinda Yudhit Bandripta

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN. penggerakan, dan pengendalian aktivitas organisasi atau perusahaan bisnis atau jasa

3 BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB III. Metode Penelitian. untuk memperbaiki keterlambatan penerimaan produk ketangan konsumen.

Ekonomi & Bisnis Manajemen

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang produksi kapal beserta

BAB II LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Kemampuan dan keterampilan manajemen mengelola sumber daya yang ada

BAB 13 MANAJEMEN SEDIAAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB III METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN PERIOD ORDER QUANTITY

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Heizer & Rander

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari beberapa item atau bahan baku yang digunakan oleh perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam jadwal produksi induk. Contoh dari depended inventory adalah

BAB III LANDASAN TEORI

MANAJEMEN PERSEDIAAN. HARIRI, SE., M.Ak Universitas Islam Malang 2017

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH

A B S T R A K. Universitas Kristen Maranatha

MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan bahan baku (Bhattacharyya, 2011). target penjualan (made to stock) dan pesanan pelanggan (made to order) untuk

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 Landasan Teori

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi

K E L O M P O K S O Y A : I N D A N A S A R A M I T A R A C H M A N

Abstrak. Kata Kunci : Perencanaan, Material Requirement Planning, Period Order Quantity, Economy Order Quantity, Lot for lot.

PENGENALAN WINQSB I KOMANG SUGIARTHA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di dunia usaha saat ini semakin ketat. Hal ini disebabkan tuntutan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sistem persediaan adalah serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Perhitungan Waktu Siklus Perhitungan Waktu Normal Perhitungan Waktu Baku Tingkat Efisiensi...

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dalam menentukan persediaan perusahan harus selalu

PENGARUH PENENTUAN JUMLAH PEMESANAN PADA BULLWHIP EFFECT

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan semakin maju dan berkembangnya perekonomian kota Malang membuat

Perencanaan Kebutuhan Komponen Tutup Ruang Transmisi Panser Anoa 6x6 PT PINDAD Persero

COST ACCOUNTING MATERI-9 BIAYA BAHAN BAKU. Universitas Esa Unggul Jakarta

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai peneltian terdahulu, penelitian sekarang, dan landasan teori sebagai dasar penelitian.

Metode Pengendalian Persediaan Tradisional L/O/G/O

BAB V ANALISA HASIL. Berdasarkan data permintaan produk Dolly aktual yang didapat (permintaan

BAB I PENDAHULUAN. CV. New Sehati merupakan UKM (Usaha Kecil Menengah) keripik yang

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL VENDOR MANAGED INVENTORY DENGAN BANYAK RETAILER YANG MEMPERTIMBANGKAN KETIDAKPASTIAN LEAD TIMES

BAB II KAJIAN LITERATUR. dengan tahun 2016 yang berkaitan tentang pengendalian bahan baku.

BAB I PENDAHULUAN. produk dapat berakibat terhentinya proses produksi dan suatu ketika bisa

BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TUGAS E BISNIS MENINGKATKAN SUPPLY RANGKAIAN PERENCANAAN

BAB V ANALISA HASIL. periode April 2015 Maret 2016 menghasilkan kurva trend positif (trend meningkat)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

MODEL PENGENDALIAN PERSEDIAAN

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA HASIL. Januari 2008 sampai dengan Desember 2008 rata-rata permintaan semakin

MANAJEMEN PENGADAAN BAHAN BANGUNAN DENGAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY (Studi Kasus: Pembangunan Gedung Fakultas Hukum Tahap I)

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh konsumen sehingga produk tersebut tiba sesuai dengan waktu yang telah

BAB V MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING

MATA KULIAH PEMODELAN & SIMULASI

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING

BAHAN AJAR : Manajemen Operasional Agribisnis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. PT. ETB adalah salah satu perusahaan multi nasional (MNC) yang

Bab 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Produksi Wolsey dan Pochet (2006) menyatakan bahwa perencanaan produksi dapat dilihat sebagai perencanaan sumber daya dan bahan baku (komponen), serta perencanaan kegiatan produksi yang diperlukan untuk mengubah bahan baku menjadi hasil produksi. Dalam penyusunan perencanaan produksi, hal yang perlu dipertimbangkan adalah adanya optimasi produksi sehingga dapat tercapai biaya minimal untuk pelaksanaan proses produksi tersebut. Penyelesaian masalah perencanaan produksi membuat keputusan mengenai ukuran banyak produksi atau tingkat produksi untuk setiap periode waktu dalam horizon perencanaan. Selain itu, solusi masalah ini juga dapat mencakup keputusan tentang jumlah bahan baku (komponen) yang dibeli, jumlah pemesanan, tingkat persediaan untuk produk jadi, urutan produksi, dan variabel lain yang berkaitan dengan aspek-aspek tersebut. Perencanaan produksi menganggap aliran material dan persediaan balance dalam waktu yang diindeks menggunakan diskritisasi kasar relatif waktu, seperti tahun, kuartal, bulan atau minggu (Kallrath, 2005). Model Linear Programming (LP), Model Mixed Integer Linear Programming (MILP), dan Model Mixed Integer Non-Linear Programming (MINLP) sering tepat dan berhasil untuk menyelesaikan masalah perencanaan produksi dengan fungsi tujuan, seperti: laba 11

12 bersih, kontribusi margi, biaya, jumlah penjualan, total produksi, dan lain-lain (Kallrath, 2005). 2.1.1 Sejarah dan evolusi model perencanaan produksi Harris dan Wilson EOQ Model Pengembangan perencanaan produksi dan model penjadwalan produksi dimulai pada tahun 1913 dengan Model Economic Order Quantity (EOQ) oleh FW Harris. Tujuan dari model EOQ adalah untuk menentukan kuantitas pesanan yang meminimalkan total biaya penyimpanan barang dan biaya pemesanan. Memperluas kontribusi Harris, RH Wilson mengembangkan model titik re-order statistik pada tahun 1934 dengan tujuan mencegah komponen dari kehabisan stok dan memperkenalkan gagasan safety stok. Pada tahun 1940, Wilson mengkombinasikan model yang telah diperolehnya dengan model Harris EOQ dan model tersebut disebut dengan model Wilson EOQ, atau Formula Wilson. Model ini menjadi teknik pengendalian persediaan selama hampir 30 tahun (Adam dan Sammon, 2004). Model Wagner and Whitin Dynamic Lot-Sizing and MRP Lebih dari satu dekade kemudian, kontribusi penting lain dibuat oleh H. Wagner dan T. whitin. Mereka memperkenalkan model Dinamis Lot-Sizing pada tahun 1958 sebagai bentuk umum dari model EOQ, dimana permintaan sebagai waktu yang bervariasi. Selanjutnya, pengenalan model Bahan Kebutuhan Perencanaan (MRP, Material Requirement Planning) pada 1970-an adalah langkah

13 yang besar dalam standarisasi dan kontrol sistem perencanaan produksi (Wolsey dan Pochet, 2006). Sementara MRP memfokuskan pada perencanaan dan penjadwalan bahan (material). Model selanjutnya disebut Manufacturing Resource Planning (MRP II) yang mencakup semua aspek proses manufaktur, antara lain: termasuk perencanaan kebutuhan, penjualan dan perencanaan operasi (S & OP, Sale and Operations Planning), jadwal induk produksi (MPS, Master Production Schedule), bill of material (BOM) dan inventory control. Advanced Planning and Scheduling and Enterprise Resource Planning Systems Selama dekade tahun 1980 dan 1990-an, MRP dan MRP II diintegrasikan dalam rantai pasokan (Supply Chain) dan fasilitas manufaktur yang sekarang dikenal sebagai Advanced Perencanaan dan Penjadwalan (APS) dan Enterprise Resource Planning (ERP). Dengan demikian, sistem APS menyediakan perencanaan rantai pasokan jangka panjang, menengah, dan pendek termasuk aspek pengadaan, produksi, distribusi, dan penjualan (Newmann et al., 2002). Selain itu, sistem ERP tidak hanya pada perencanaan dan penjadwalan pemasokan material (Chen, 2001). Sistem ERP juga mencakup aspek teknologi, seperti database relasional, penggunaan bahasa generasi keempat, dan komputer yang dibantu alat rekayasa perangkat lunak (Adam dan Sammon, 2004). Menurut Wolsey dan Pochet (2006), MRP dan penerusnya tidak cukup untuk perencanaan pabrik atau perusahaan yang efisien. Banyak kritik ditujukan pada ketidakmampuan sistem tersebut untuk menangani secara efektif terhadap

14 waktu dan keterbatasan kapasitas. Bahkan di APS dan sistem ERP, modul perencanaan masih dilihat sebagai tidak dapat digunakan, atau tidak mampu menangani kompleksitas masalah perencanaan berkapasitas. 2.1.2 Mixed integer linear programming untuk perencanaan produksi Penerapkan perencanaan produksi untuk sistem manufaktur yang sulit diselesaikan dengan menggunakan model Mixed Integer Linear Programming (MILP). Hal ini disebabkan sifat dari variabel keputusan untuk beberapa fitur terlibat dalam masalah tersebut, misalnya, setup biaya dan waktu, start up biaya dan waktu, keputusan penugasan mesin, biaya pemesanan (ordering cost), waktu, dan sebagainya. Biaya dan waktu adalah tetap per batch dan tidak sebanding dengan ukuran batch. Oleh karena itu, variabel biner atau bilangan bulat diperlukan untuk model tersebut (Wolsey dan Pocket, 2006) Orçun et al., (2001) mengembangkan model waktu kontinu untuk perencanaan produksi dan penjadwalan untuk pengolaha pabrik. Mula-mula, model yang digunakan adalah Mixed Integer Nonlinear Programming (MINLP), dan kemudian dirumuskan sebagai MILP dengan menggunakan teknik linearisasi. Model ini bertujuan untuk memaksimalkan laba bersih yang diperoleh dari produksi, waktu minimum untuk operasi dan setup peralatan, dan periode penjadwalan. Pada penelitian ini diterapkan pada Pabrik pengolahan multi-produk cat untuk menunjukkan efektivitas model.

15 Timpe (2002) menyajikan gabungan model Mixed Integer Linear Programming/pemrogram berkendala (MILP/CP) untuk perencanaan produksi pada industri proses kimia dengan fungsi tujuan meminimalkan setup, stock holding dan backlogging cost. Model MILP adalah bentuk standar dari masalah dynamic lotsizing dan melibatkan keseimbangan bahan, pembuatan (setup) produksi penggunaan mesin dan kendala batas persediaan. Model ini diselesaikan menggunakan program C++ menggunakan fungsi perpustakaan XPRESS-MP Dash. Floudas dan Lin (2005) membuat review kemajuan pendekatan MILP untuk sistem penjadwalan jangka pendek. Model yang disajikan diklasifikasikan dalam betuk waktu diskrit dan kontinu, dan beberapa pendekatan untuk mempercepat proses solusi juga ditampilkan. Variabel keputusan yang digunakan pada penelitian ini dalam bentuk biner. Sedangkan jumlah produk yang diproduksi, dikonsumsi dan tersedia (kontinu) dalam interval waktu tertentu. Dengan demikian, persamaan persediaan adalah sama dengan menunjukkan bagaimana menambahkan shelf-life di Kallrath (2005), disajikan untuk kedua model waktu diskrit dan kontinu. Chen dan Ji (2007) menerapkan masalah Perencanaan dan Penjadwalan lanjut (APS) dalam model MILP. Model ini mempertimbangkan keterbatasan kapasitas, urutan operasi, lead time, tanggal jatuh tempo dan multi-level struktur produk (Bill of Material). Chen dan Ji membahas masalah MILP untuk mendapatkan jadwal pemesanan optimal dengan menyusun fungsi tujuan dalam dua bagian utama: pertama, produksi waktu idle harus diminimalkan (setara de-

16 ngan memaksimalkan pemanfaatan mesin), dan kedua, pesanan harus diselesaikan sedekat mungkin dengan tanggal jatuh tempo (meminimalkan keterlambatan dan denda). Model ini diilustrasikan oleh empat level produk dan diselesaikan dengan menggunakan CPLEX. Hasil optimal ditunjukan dalam bentuk numerik dan grafik. Moreno dan Montagna (2009) mengusulkan sebuah model MILP untuk mengoptimalkan perencanaan produksi dan keputusan desain yang diterapkan pada multi-product tanaman dalam bentuk skenario multi-periode. Model ini melibatkan biaya musiman deterministik, harga, permintaan dan persediaan. Tujuan dari model ini adalah untuk memaksimalkan keuntungan bersih (biaya penjualan, investasi, persediaan, pembuangan limbah dan biaya sumber). Model menghitung struktur tanaman dan alokasi tangki penyimpanan, ukuran satuan, tingkat persediaan baik produk maupun bahan baku dan pembelian produk. Penelitian ini menyajikan dua contoh masalah untuk menggambarkan pendekatan formulasi serta fleksibilitas dan kegunaan. Seperti dapat dilihat, perencanaan produksi dengan menggunakan Mixed Integer Linear Programming harus diselesaikan secara ekstensif, mempertimbangkan berbagai aspek, sistem, dan perspektif. Bagaimanapun masih diperlukan waktu yang panjang untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, tidak hanya dalam perumusan masalah tetapi juga pada solusi yang efisien untuk model tersebut.

17 2.2 Perencanaan Produksi untuk Produk yang Tidak Tahan Lama (Parishable) Model perencanaan produksi diterapkan pada beberapa jenis sistem manufaktur. Karena fleksibilitas perumusan model ini, variabel dan kendala disesuaikan dengan kebutuhan dan spesifikasi masing-masing masalah. Secara khusus, industri seperti makanan dan bahan kimia memiliki sistem manufaktur yang melibatkan produk dan bahan baku yang memiliki karakteristik yang tidak tahan lama. Berarti setelah diproduksi dalam waktu tertentu, produk dan bahan baku tidak berguna lagi atau memburuk dan harus dibuang untuk mengurangi nilai komersial. Kallrath (2002) menyatakan bahwa masalah produksi perencanaan dan penjadwalan banyak dihadapi dalam industri proses kimia. Kallrath memperhitungkan dan membedakan tiga kelas sistem produksi, yaitu: produksi kontinu, batch dan produksi semi-batch. Di antara beberapa aspek yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah tersebut, Kallrath mengacu pada kemungkinan pembatasan waktu kehidupan (self-life) produk. Maka, ditetapkan bahwa waktu productaging harus ditelusuri dalam bentuk kendala, seperti: waktu maksimum shelf-life, biaya pembuangan untuk produk yang sudah expired, dan penetapan harga jual sebagai fungsi hidup produk. Entrup et al., (2005) mengembangkan tiga Mixed Integer Linear Programming (MILP) model yang menggabungkan keterbatasan shelf-life untuk produk akhir dalam perencanaan dan penjadwalan untuk kasus industri produksi yoghurt. Model yang disajikan memfokus pada rasa dan kemasan dari proses produksi yoghurt.

18 Corominas et al., (2007) mengusulkan dua model MILP untuk menyelesaikan masalah produksi, jam kerja dan minggu-minggu libur untuk sumber daya manusia dalam proses multi-produk dengan produk yang mudah rusak. Kedua model memiliki fungsi tujuan yang sama yaitu memaksimalkan keuntungan (biaya pendapatan dikurangi biaya produksi, penghapusan produk, kehilangan permintaan, dan persediaan). Percobaan komputasi dilakukan untuk mengevaluasi efisiensi Model dan diselesaikan dengan menggunakan ILOG CPLEX 8.1. Wang et al., (2009) menyajikan model binary integer programming untuk perencanaan operasi yang melibatkan traceability produk, ukuran bets produksi, tingkat persediaan, produk shelf-life, dan aspek lain dalam produksi pangan yang mudah rusak. Mereka memodelkan dua skenario yang berbeda, yaitu: satu dengan tagihan bahan dua tingkat (bahan baku dan produk jadi), dan satu dengan tagihan bahan tiga tingkat (menambahkan komponen). Shelf-life dianggap periode antara pembuatan dan pembelian produk yang berkualitas atau kondisi yang memuaskan, dan itu dihitung dengan mengurangi waktu penyimpanan produk yang tahan lama. Untuk memasukkan faktor self-life, diskon harga sementara diterapkan dengan mengukur biaya kerusakan produk. Wang et al., menyatakan bahwa model tersebut berlaku tidak hanya untuk makanan yang cepat rusak, tetapi lebih luas lagi dari batch produksi dan pengolahan perakitan. Sebuah studi kasus dengan simulasi numerik diimplementasikan menggunakan Microsoft Excel. Analisis sensitivitas dilakukan untuk menggambarkan pekerjaan yang diusulkan. Meskipun penulis hanya menyajikan sebagian dari literatur yang tersedia, penelitian ini terfokus pada model perencanaan produksi untuk shelf-life dari pro-

19 duk. Namun, ketika mempelajari sistem seperti yang ada di industri manufaktur bahan komposit, sangat umum untuk menemukan fitur dari kerusak dalam komponen (bahan baku), dan tidak begitu menonjol dalam produk akhir. 2.3 Teori Persediaan dan Model Produk yang Tidak Tahan Lama Nahmias (1982) disajikan tinjauan literatur yang ada terkait dengan teori persediaan tidak tahan lama. Dalam hal ini, bahan tidak tahan lama dibagi menjadi dua kelas, yaitu: fixed lifetime dan random lifetime. Yang pertama mengacu pada kasus-kasus di mana shelf-life diketahui apriori dan tidak tergantung dari parameter lain dalam sistem. Kategori ini juga memisahkan pada kasus permintaan deterministik dan stokastik. Sedangkan kelas kedua berkaitan dengan peluruhan eksponensial dari self-life dan termasuk kasus di mana berperilaku secara random dengan distribusi probabilitas tertentu. Chang dan Chou (2008) mengusulkan model persediaan untuk produk tahan lama dalam industri penerbangan. Para penulis mencatat bahwa dalam industri ini, produk yang mudah rusak adalah bahan kimia baku yang digunakan di pesawat, atau bahan baku untuk pembuatan bahan senyawa. Asumsi dari studi ini adalah bahwa usia tiba unit persediaan adalah nol, yaitu mereka tiba dalam kondisi segar dan self-life mulai mengurangi kondisi kesegaran tersebut. Selain itu, sebagian besar yang berhubungan dengan pekerjaan, unit yang belum digunakan sebelum tanggal kedaluwarsa dibuang dan diterapkan biaya outdate. Berdasarkan hal tersebut di atas, Chang dan Chou mengusulkan sebuah model dengan empat pilihan kebijakan yang berbeda: yang pertama mengabaikan kemungkinan negosi-

20 asi antara pemasok dan pelanggan; Model 2 termasuk pemasok dan menganggap kebijakan kembali; yang ketiga bergabung pelanggan mempertimbangkan diskon; dan yang terakhir melibatkan semua hal di atas. Sebuah perusahaan kedirgantaraan diambil sebagai contoh untuk memverifikasi keabsahan model.