LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN 3 PENENTUAN BILANGAN KOORDINAI KOMPLEKS TEMBAGA (II)

dokumen-dokumen yang mirip
TITRASI PENETRALAN (asidi-alkalimetri) DAN APLIKASI TITRASI PENETRALAN

PENENTUAN KADAR ASAM ASETAT DALAM ASAM CUKA DENGAN ALKALIMETRI

Metodologi Penelitian

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT

Pembuatan Garam Kompleks dan Garam Rangkap.

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II PERCOBAAN II REAKSI ASAM BASA : OSU OHEOPUTRA. H STAMBUK : A1C : PENDIDIKAN MIPA

BAB I PRAKTIKUM ASIDI AL-KALIMETRI

PENENTUAN KOMPOSISI MAGNESIUM HIDROKSIDA DAN ALUMINIUM HIDROKSIDA DALAM OBAT MAAG

II. HARI DAN TANGGAL PERCOBAAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN V (STOIKIOMETRI KOMPLEKS AMMIN-TEMBAGA (II))

Metodologi Penelitian

TITRASI KOMPLEKSOMETRI

Laporan Praktikum Kimia Dasar II. Standarisasi Larutan NaOH 0,1 M dan Penggunaannya Dalam Penentuan Kadar Asam Cuka Perdagangan.

PERCOBAAN I PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK I PERCOBAAN V

PRAKTIKUM II TITRASI ASAM BASA OLEH RONIADI SAGULANI 85AK14020

SOAL UJIAN OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2014

TITRASI DENGAN INDIKATOR GABUNGAN DAN DUA INDIKATOR

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT


Modul 3 Ujian Praktikum. KI2121 Dasar Dasar Kimia Analitik PENENTUAN KADAR TEMBAGA DALAM KAWAT TEMBAGA

PENENTUAN KADAR NITROGEN TOTAL DENGAN METODE KJELDAHL

PERCOBAAN I PENENTUAN KADAR KARBONAT DAN HIDROGEN KARBONAT MELALUI TITRASI ASAM BASA

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN 2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI CIS DAN TRANS KALIUM DIOKSALATODIAKUOKROMAT ( III )

2. Eveline Fauziah. 3. Fadil Hardian. 4. Fajar Nugraha

BAB I PENDAHULUAN A. Judul Percobaan B. Tujuan Percobaan

UJIAN PRAKTIKUM KI2121 DASAR-DASAR KIMIA ANALITIK PENENTUAN KADAR BIKARBONAT DALAM SODA KUE

UJIAN PRAKTIKUM KI2121 DASAR-DASAR KIMIA ANALITIK PENENTUAN KADAR KALSIUM DALAM KAPUR TULIS

BERKAS SOAL BIDANG STUDI: KIMIA PRAKTIKUM MODUL I KOMPETISI SAINS MADRASAH NASIONAL 2012

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

I. PENDAHULUAN. senyawa kompleks bersifat sebgai asam Lewis sedangkan ligan dalam senyawa

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR I

Laporan Praktikum TITRASI KOMPLEKSOMETRI Standarisasi EDTA dengan CaCO3

BAB III METODE PENELITIAN

KIMIA DASAR PRINSIP TITRASI TITRASI (VOLUMETRI)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Modul 1 Analisis Kualitatif 1

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR. Percobaan 3 INDIKATOR DAN LARUTAN

Bab III Metodologi. III. 2 Rancangan Eksperimen

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK BASA

PENENTUAN KADAR CuSO 4. Dengan Titrasi Iodometri

Bab VIII Reaksi Penetralan dan Titrasi Asam-Basa

LAPORAN PRAKTIKUM STANDARISASI LARUTAN NaOH

kimia TITRASI ASAM BASA

MATERI KIMIA KELAS XI SEMESTER 2 Tinggalkan Balasan

Penentuan Kesadahan Dalam Air

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 1 PERCOBAAN VII TITRASI PENGENDAPAN

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

A. JUDUL PERCOBAAN Pembuatan Larutan Standar KmnO4 dan Penetapan Campuran Fe 2+ dan Fe 3+. B. TUJUAN PERCOBAAN Pada akhir percobaan mahasiswa dapat

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI. Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si. Oleh.

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK I PERCOBAAN VI TITRASI REDOKS

PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II

kimia ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran

I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT

LAPORAN PERCOBAAN. HARI/ TANGGAL PERCOBAAN Hari Jum at/ Tanggal 04 Desember 2015 Pukul WIB

Disusun Oleh: Anastasia Latif ( XI IPA 1 ) Christine ( XI IPA 1 ) Josephine Putri ( XI IPA 2 ) Kelvin Ricky (XI IPA 2 ) Patty Regina (XI IPA 1 )

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KIMIA ANALITIK II TITRASI IODOMETRI. KAMIS, 24 April 2014

ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA

BAB V METODELOGI. 5.1 Pengujian Kinerja Alat. Produk yang dihasilkan dari alat pres hidrolik, dilakukan analisa kualitas hasil meliputi:

BAB III METODE PENELITIAN

LAPORAN MINGGUAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR REAKSI KIMIA. Oleh: : Nugraheni Wahyu Permatasari NRP :

REAKSI KIMIA. 17 Oktober Muhammad Rusdil Fikri UIN JAKARTA. Abstrak

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PEMISAHAN PERCOBAAN 1 EKSTRAKSI PELARUT

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

Jenis reaksi yang terjadi pada titrimetri ini dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu :

MODUL I Pembuatan Larutan

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

Titrasi Volumetri. Modul 1 PENDAHULUAN

PEMBUANTAN NIKEL DMG KIMIA ANORGANIK II KAMIS, 10 APRIL 2014

Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 19, April 2013 Page 1

Laporan Praktikum Kimia Analitik II. Koefisien Distribusi Iod

GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO)

TITRASI REDUKSI OKSIDASI OXIDATION- REDUCTION TITRATION

TITRASI IODOMETRI Oleh: Regina Tutik Padmaningrum Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta

dimana hasilnya dalam bentuk jumlah atau bilangan kadar.

LARUTAN. Zat terlarut merupakan komponen yang jumlahnya sedikit, sedangkan pelarut adalah komponen yang terdapat dalam jumlah banyak.

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ASIDIMETRI DAN ALKALIMETRI. Senin, 9 November 2015 KELOMPOK IV Senin, Pukul WIB

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia dan

TITRASI IODOMETRI. Siti Masitoh. M. Ikhwan Fillah, Indah Desi Permana, Ira Nurpialawati PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015

UJIAN PRAKTIK KIMIA SMA NEGERI 4 MATARAM TAHUN 2013

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

Laporan Praktikum Asidimetri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

LAPORAN KIMIA ANALITIK KI Percobaan modul 3 TITRASI SPEKTROFOTOMETRI

JURNAL PRAKTIKUM. KIMIA ANALITIK II Titrasi Permanganometri. Selasa, 10 Mei Disusun Oleh : YASA ESA YASINTA

BAB III METODE PENELITIAN. pemeriksaan laboratorium secara kualitatif dan kuantitatif. Metode deskriptif

MODUL PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK ( KI-2121) PENENTUAN KADAR IOD DALAM BETADINE SECARA TITRIMETRI

KIMIA ANALITIK TITRASI ASAM-BASA

UJIAN PRAKTIK KIMIA SMA NEGERI 4 MATARAM

Transkripsi:

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN 3 PENENTUAN BILANGAN KOORDINAI KOMPLEKS TEMBAGA (II) OLEH : NAMA : IMENG NIM: ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI, TANGGAL : RABU, 8 JUNI 2011 ASISTEN : NURUL RAHAYU KAMURBA LABORATORIUM PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PALANGKARAYA 2011

A. TUJUAN PERCOBAAN Menentukan bilangan koordinasi kompleks dengan bahan CuCl 2.2H 2 O. B. LANDASAN TEORI Senyawa yang tersusun atas satu atom pusat, biasanya logam atau kelompok atom seperti VO, VO 2, dan TiO yang dikelilingi oleh sejumlah anion atau molekul netral disebut senyawa kompleks. Anion atau molekul netral disebut senyawa kompleks. Anion atau molekul netral yang memiliki atom pusat atau kelompok atom itu disebut dengan ligan. Jika ditinjau dari sistem asam-basa lewis, atom pusat atau kelompok atom dalam senyawa kompleks tersebut bertindak sebagai asam lewis, sedangkan ligannya bertindak sebagai basa lewis. Ikatan yang terjadi antara ligan dan atom pusat merupakan ikatan kovalen koordinasi. Sehingga senyawa kompleks disebut pula senyawa koordinasi. Jumlah muatan kompleks ditentukan dari penjumlahan muatan ion pusat dan jumlah muatan ligan yang membentuk kompleks. Senyawa molekular yang mengandung logam transisi blok d dan ligan yang disebut senyawa koordinasi. Bilangan koordinasi ditentukan oleh ukuran atom logam pusat, jumlah elektron d, efek sterik ligan. Dikenal kompleks dengan bilangan koordinasi antara 2 dan 9. Khususnya kompleks bilangan koordinasi 4 sampai 6 adalah yang paling labil secara elektronik dan secara geometri dan kompleks dengan bilangan koordinasi 4-6 yang paling banyak dijumpai (Anonim, 2010). Menurut anonim (2010) kompleks dengan berbagai bilangan koordinasi dideskripsikan menjadi enam bagian: 1. Kompleks bilangan koordinasi dua 2. Kompleks bilangan koordinasi tiga 3. Kompleks bilangan koordinasi empat

4. Kompleks bilangan koordinasi lima 5. Kompleks bilangan koordinasi enam 6. Kompleks bilangan koordinasi lebih tinggi dari enam ` Proses pembentukan senyawa kompleks koordinasi adalah perpindahan satu atau lebih pasangan elektron dari ligan ke ion logam. Jadi, ligan bertindak sebagai pemberi elektron dan ion logam sebagai penerima elektron. Sebagai akibat dari perpindahan kerapatan elektron ini, pasangan elektron menjadi kepunyaan bersama antara ion logam dan ligan, sehingga terbentuk ikatan pemberi penerima elektron. Keadaan-keadaan antara mungkin saja terjadi, namun jika pasangan elektron itu terikat kuat pada kedua sarah tersebut, maka ikatan kovalen sejati dapat terbentuk. Bergantung pada susunan elektronnya, ion logam dapat menerima sejumlah pasangan elektron, sehingga ion logam itu dapat berikatan koordinasi dengan sejumlah ligan. Jumlah ligan yang dapat diikat oleh ion logam itu disebut bilangan koordinasi senyawa kompleks. Pada beberapa senyawa kompleks koordinasi, ikatan antara ion logam dan ligan tidak begitu kuat. Bila dilarutkan dalam air, senyawasenyawa kompleks yang memiliki bilangan koordinasi lebih dari satu berlangsung secara bertahap dalam penambahan ligan satu persatu. Mulamula sekali terbentuk senyawa kompleks 1:1 antara ion logam dan ligan, kemudian 1:2 dan seterusnya. Misalnya pembentukan senyawa kompleks antara ion tembaga dan ligan NH 3. Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruangan yang tersedia disekitar atom atau ion pusat dalam apa yang disebut bulatan koordinasi, yang masing-masingnya dapat dihuni satu ligan (monodentat). Bilangan koordinasi untuk ion tembaga dalam [Cu(NH 3 ) 4 ] 2+ adalah 4. Kristal CuCl 2. 6H 2 O dan kristal CuSO 4. 5H 2 O adalah kristal yang berhidrat atau mengikat air, sehingga jika dilarutkan dalam pelarut air akan

menyebabkan kristal Cu 2+ berhidrat menjadi lebih banyak dilingkupi oleh air (proses sulvasi), sehingga pembentukan senyawa kompleks Cu (II) akan sulit dan berlangsung lambat. Namun apabila kristal berhidrat tersebut dilarutkan dalam pelarut yang mengikat hidrat, seperti alkohol 96%, maka proses pembentukan senyawa kompleks Cu (II) akan lebih mudah dan berlangsung cepat. Ammonia merupakan ligan netral yang penting yang membentuk kompleks dengan ion logam. C. ALAT DAN BAHAN 1. ALAT Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah - Buret 50 ml 2 buah - Gelas kimia 100 ml 3 buah - Batang pengaduk - Gelas ukur 100 ml - Pipet gondok 10 ml - Erlenmeyer 100 ml 4 buah - Neraca analitik - Spatula - Kaca arloji - Labu ukur 100 ml - Thermometer 110 o C - Klem dan statif - Ball pipet - Corong biasa - Botol semprot - Pipet tetes - Botol timbang - Flame fotometer - Spektronik 20

2. BAHAN Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah - Alcohol 96% - Aquades - NH 4 OH 17 M - Kristal CuCl 2. 2H 2 O - Kristal Na 2 B 4 O 7.10H 2 O - Larutan HCl - Indicator metal orange - Indicator pp D. PROSEDUR KERJA 1. Penentuan Bilangan Koordinasi Kompleks dengan Bahan CuCl 2. 2H 2 O a. Pembuatan Larutan CuCl 2 0,5 M danlarutan NH 3 1. Membuat 50 ml larutan CuCl 2 0,5 M dalam gelas kimia 100 ml dengan melarutkan 4,25 gram kristal CuCl 2. 2H 2 O dalam 50 ml alkohol 96%. 2. Membuat 50 ml larutan NH 3 8,5 M dalam gelas kimia 100 ml dengan mengencerkan 25 ml larutan NH 4 OH 17 M dalam 25 ml larutan alkohol 96%. b. StandarisasiLarutan NH 3 1. Dibuat 100 ml larutan Na 2 B 4 O 7 0,05 N secara kuantitatif, dengan cara melarutkan 1,87 gram kristal Na 2 B 4 O 7.10H 2 O dengan aquades, kemudian mengencerkan secara kuantitatif sampai tanda batas pada labu ukur 100 ml. 2. Mengisi buret dengan cuplikan HCl dan memipet 10 ml larutan Na 2 B 4 O 7 dan memasukkan kedalam labu erlenmeyer kemudian menambahkan 2 tetes indikator metil jingga.

Menitrasi larutan Na 2 B 4 O 7 sampai warnanya berubah. Mengulangi sebanyak 3 kali. 3. Dengan ball pipet, mengambil 10 ml larutan NH 3 dan memasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian menambahkan 2 tetes indikator pp, di bilas dengan aquades dan menitrasi dengan menggunakan HCl sampai larutan menjadi tidak berwarna. Melakukan titrasi sampai minimal 3 kali. 2. Penentuan Bilangan Koordinasi Kompleks Cu(NH 3 ) 2+ dengan metode Titrimometri 1. Mengisi buret dengan larutan NH 3 yang telah distandarisasi, lalu memipet 10 ml larutan CuCl 2 secara kuantitatif dan memasukkan kedalam labu erlenmeyer 250 ml. Melakukan penambahan larutan NH 3 dari dalam buret kedalam erlenmeyer yang berisi 10 ml larutan CuCl 2 secara bervariasi, sesuai dengan perbandingan mol antara mol NH 3 dan mol Cu 2+ dalam tahapan reaksi pembentukan kompleks secara perhitungan teoritis. Dalam setiap penambahan NH 3 mengamati dan mencatat perubahan suhu dan warna larutan yang terbentuk (pengamatan suhu dan warna dilakukan sebelum penambahan NH 3 ). 2. Membuat kurva hubungan komposisi Cu : NH 3 (sumbu x) dengan temperatus (sumbu y) dengan perbandingan mol NH 3 yang di iat dengan mol CuCl 2, ditentukan bilangan koordinasinya. c. Penentuan absorbansi, λ dan λ maks dengan metode UV Vis. 1. Menyiapkan 4 buah labu erlenmeyer. Memipet 5 ml larutan CuCl 2 secara kuantitatif sebanyak 4 kali. Ke dalam masing masing labu erlenmeyer dimasukkan 5 ml larutan CuCl 2 0,5 M. Ke dalam labu erlenmeyer pertama, kedua, ketiga, dan keempat ditambahkan larutan NH 3 dari dalam buret secara bervariasi untuk setiap labu erlenmeyer sesuai dengan perbandingan mol NH 3 dan

mol CuCl 2 dalam tahapan reaksi pembentukan kompleks Cu(NH 3 ) 2+ secara perhitungan stoikiometri. 2. Dilakukan pengukuran adsorbansi untuk setiap larutan dalam labu erlenmeyer pada rentang panjang gelombang 340 370 nm. 3. Di buat kurva hubungan absorbansi dengan λ untuk penentuan λ maks. E. HAIL PENGAMATAN - Pembuatan larutan tembaga (II) klorida 0,5 M dan larutan amonia 8,5 M Perlakuan Hasil 4,25 g kristal tembaga (II) klorida dihidrat dalam 50 ml Larutan tembaga (II) klorida 0,5 M alkohok=l 96% 25 ml larutan amonium Larutan amonia 8,5 M hidroksida dengan 25 ml alkohol 96% - Standarisasi larutan amonia Perlakuan 1,87 g kristal natrium borat dekahidrat + air Larutan natrim borat + larutan HCl + ind metil jingga Larutan NH 3 + ind pp + larutan HCl Hasil Larutan natrium borat 0,05 M Perubahan warna dari bening menjadi merah muda Ungu menjadi bening

- Penentuan bilangan koordinasi komplek tembaga (II) amin dengan metode Titrimetri Perlakuan Hasil Larutan CuCl 2 + larutan NH 3 Warna hijau muda, setelah penambahan NH 3 menjadi biru Volume HCl No Perlakuan Volume NH 3 Suhu ( o C) Warna (ml) 1 Titrasi I 5,6 33 Hijau 2 Titrasi II 11,2 34 Hijau 3 Titrasi III 16,7 34,5 Hijau 4 Titrasi IV 22,3 34,5 Biru 5 Titrasi V 27,9 35 Biru 6 Titrasi VI 33,5 35,5 Biru tua - Penentuan adsorbansi, λ dan λ maks dengan metode UV Vis Perlakuan Hasil Masing masing 4 buah Ada suhu dan warna erlenmeyer disi dengan larutan CuCl 2 + ditambahkan NH 3

F. ANALISIS DATA 1. Penyelesaian : Diketahui : m CuCl 2.2H 2 O = 4,25 g Mr CuCl 2.2H 2 O = 170,5 g/mol V CuCl 2.2H 2 O = 50 ml = 0,05 L V NH 4 OH = 25 ml M NH 4 OH = 17 M V NH 3 = 50 ml m Na 2 B 4 O 7.10H 2 O = 1,87 g V Na 2 B 4 O 7.10H 2 O = 100 ml = 0,1 L M Na 2 B 4 O 7.10H 2 O = 17 M Mr Na 2 B 4 O 7.10H 2 O = 382 g/mol Ditanya : a. n CuCl 2.2H 2 O b. M CuCl 2.2H 2 O c. M NH 3 d. n Na 2 B 4 O 7.10H 2 O e. M Na 2 B 4 O 7.10H 2 O f. N Na 2 B 4 O 7.10H 2 O Jawab : a. n = b. M =. =,., = 0,0249 mol,. =,, = 0,498 M = 0,5 M c. V NH 4 OH. M NH 4 OH = V NH 3. M NH 3 25 ml. 17 M = 50 ml. M NH 3 M NH 3 = 8,5 M d. n = e. M =...., = = 0,005 mol =,, = 0,05 M

f. N Na 2 B 4 O 7.10H 2 O = M Na 2 B 4 O 7.10H 2 O x Valensi = 0,05 M x 2 = 0,1 N G. PEMBAHASAN Pada penentuan bilangan koordinasi kompleks Cu (II) menggunakan bahan CuCl 2.2H 2 O yang dilarutkan menggunakan larutan alkohol 96%. Larutan alkohol ini nantinya akan mengikat air yang ada pada kristal sehingga menghasilkan CuCl 2 yang berwarna hijau. Adapun persamaan reaksinya,yaitu: CuCl 2.H 2 O (s) C 2 H 5 OH CuCl 2 (aq) + H 2 O (aq) Selanjutnya dilakukan juga pembuatan NH 3 dari NH 4 OH 17 M. NH 4 OH ini juga diencerkan dengan menggunakan alcohol 96% yang juga berfungsi untuk mengikat air. Persamaan reaksi yang terjadi, yaitu: NH 4 OH (aq ) C 2 H 5 OH NH 3(aq) + H 2 O (l) Larutan NH 3 yang terbentuk terlebih dahulu distandarisasi untuk menentukan konsentrasi larutan yang sebenarnya. Standarisasi larutan NH 3 dilakukan dengan menggunakan titran larutan HCl, di mana larutan HCl ini juga terrlebih dahulu distandarisasi dengan menggunakan larutan Na 2 B 4 O 7 yang dibuat dari kristal Na 2 B 4 O 7.H 2 O. Larutan Na 2 B 4 O 7 merupakan larutan standar primer sedangkan larutan HCl merupakan larutan standar sekunder yang muddah mengalami perubahan dalam penyimpanan. Selanjutnya memipet 10 ml kemudian menambahkan indicator MO yang bertujuan untuk menentukan titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah mudah. Indikator MO digunakan sebagai indicator sebab larutan yang dititrasi bersifat asam, sehingga harus digunakan indicator yang bersifat basa.

Persamaan reaksi yang terjadi : Na 2 B 4 O 7.10H 2 O + 2HCl 2NaCl + 4H 3 BO 3 + 5H 2 O Larutan HCl yang telah diketahui konsentrasinya dipakai untuk standarisasi larutan NH 3 dengan cara memipet 10 ml larutan NH 3 kemudian menambahkan indicator PP yang bertujuan untuk menentukan titik akhir titrasinya yang ditandai dengan perubahan warna dari warna ungu menjadi bening. Adapun persamaan reaksinya,yaitu NH 3 + HCl NH 4 CL Pada penentuan bilangan koordinasi kompleks [Cu(NH 3 )] 2+ dilakukan dengan menggunakan metode titrimometri. Metode titrimometri merupakan metode titrasi yang menggunakan perubahan suhu untuk menetukan titik akhir titrasi dari suatu reaksi volumetri. Dalam percobaan ini, dilakukan penambahan NH 3 (ligan) secara bertahap sesuai dengan perbandingan mol Cu 2+. Untuk Cu 2+ : NH 3 (1:1) suhu yang diperoleh 33 0 C dan berwarna hijau. Untuk perbandingan (1:2) suhu yang diperoleh 34 0 C dan berwarna hijau. Untuk perbandingan (1:3) suhu yang diperoleh 34,5 0 C dan berwarna hijau. Untuk perbandingan (1:4) suhu yang diperoleh 34,5 0 C dan berwarna biru. Suhu yang diperoleh naik terus sampai perbandingan (1:4) pada proses pergantian ligan. Hal ini telah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa suhu semakin meningkat hingga penambahan empat kalinya. Untuk perbandingan (1:5) suhu yang diperoleh 35 0 C dan berwarna biru dan untuk perbandingan (1:6) suhu yang diperoleh 35,5 0 C dan berwarna biru tua. Hal ini telah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa Cu 2+ hanya dapat mengikat empat ligan tau hanya memiliki bilangan koordinasi empat.

H. KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan Bilangan koordinasi Cu 2+ adalah empat yang menunjukkan bahwa ion pussat Cu 2+ hanya mampu menyediakan empat ruanng untuk ditempati ligan NH 3 b. Saran Diharapkan agar menghitung volume NH 3 dengan cermat agar hasil yang didapatkan sesuai dengan teori. I. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Bilangan Koordinasi dan Struktur. (http://www.chem-istry.org/bilangan_koordinasi/) Atkins. 1997. Kimia Fisika Edisi Keempat Jilid 2. Jakarta: Erlangga.