34 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang dilakukan di LIPI, UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali, menunjukkan bahwa temu putih yang digunakan dalam penelitian ini termasuk spesies Curcuma zedoaria Rosc. 5.2 Isolasi Minyak Atsiri dengan Destilasi Uap Sebanyak 20 kg temu putih didestilasi uap, sehingga memperoleh minyak atsiri yang berwarna kuning kental sebanyak 15,30 ml (13,49 g) dengan densitas sebesar 0,88 g/ml. Sampel temu putih mengandung kadar air sebesar 12,40 % dan kadar minyak sebesar 0,067 %b/b. Sedikitnya minyak yang diperoleh dapat disebabkan karena masih ada minyak yang tertinggal di air. Selanjutnya, minyak atsiri yang diperoleh digunakan untuk uji toksisitas terhadap larva Artemia salina L. 5.3 Uji Toksisitas Minyak Atsiri terhadap Larva Artemia salina L Hasil uji toksisitas minyak atsiri rimpang temu putih terhadap larva Artemia salina L. dipaparkan pada Tabel 5.1 dan perhitungan LC 50 dipaparkan pada lampiran 5. Hasil uji toksistas ini menunjukkan bahwa minyak atsiri rimpang temu putih mempunyai nilai LC 50 sebesar 19,96 ppm. 34
35 Tabel 5.1 Hasil uji toksisitas minyak atsiri rimpang temu putih terhadap larva Artemia salina L. No Konsentrasi Jumlah larva yang mati Persentasi LC 50 setelah 24 jam kematian larva (ppm) (ppm) setelah 24 jam 1 2 3 1 0 0 0 0 0 2 10 4 2 3 30 3 100 10 10 10 100 19,96 4 1000 10 10 10 100 5.4 Uji Antikanker Secara In Vitro terhadap Sel Mieloma Mencit Penentuan aktivitas antikanker terhadap sel mieloma mencit dilakukan dengan menggunakan metode viabilitas sel, menggunakan pewarna larutan tripan biru 0,4%. Dari hasil pengamatan diperoleh jumlah sel sebanyak 5.10 5 sel/ml. Jumlah ini dianggap telah mencukupi untuk uji antikanker terhadap sel mieloma menggunakan larutan uji. Sel-sel yang hidup maupun yang mati dapat diamati di bawah mikroskop. Adapun gambar sel mieloma di bawah mikroskop ditampilkan pada Gambar 5.1 dan gambar sel mieloma setelah pewarnaan dengan tripan biru pada Gambar 5.2. Gambar 5.1 Sel mieloma di bawah mikroskop
36 Sel mati Gambar 5.2 Sel mieloma setelah pewarnaan dengan triptan biru Hasil pengamatan dan perhitungan persen viabilitas jumlah sel mieloma setelah diberi minyak atsiri disajikan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Hasil perhitungan viabilitas sel mieloma mencit setelah diberi minyak atsiri Konsentrasi ulangan Jumlah sel (10 4 ) Persen Viabilitas Persen Viabilitas (ppm) hidup mati total Sel hidup Sel mati 0 1 38,50 0,50 39,00 98,72 1,28 2 36,25 0,50 36,75 98,64 1,36 3 35,75 0,75 36,50 97,95 2,05 1 1 34,00 1,50 35,50 95,77 4,23 2 34,75 1,25 36,00 96,53 3,47 3 28,50 1,25 29,75 95,80 4,20 10 1 26,50 2,25 28,75 92,17 7,83 2 20,75 2,00 22,75 91,21 8,79 3 22,00 1,75 23,75 92,63 7,37 100 1 27,25 4,50 31,75 85,83 14,17 2 14,25 3,00 17,25 82,61 17,39 3 20,75 3,50 24,25 85,57 14,43 1000 1 7,75 3,00 10,75 72,09 27,91 2 11,25 4,25 15,50 72,58 27,42 3 15,00 5,00 20,00 75,00 25,00 5.5 Uji Antikanker secara In vitro terhadap Sel HeLa Penentuan aktivitas antikanker terhadap sel Hela dilakukan dengan metode MTT ((3,[4,5-dimetilthiazol-2yl]-2,5-difenil tetrazolium bromida)) yang selanjutnya dibaca absorbansi larutan ujinya. Absorbansi dibaca dengan Elisa
37 Reader pada panjang gelombang 550 nm. Adapun hasil pengamatan dan hasil perhitungan persentase kematian sel dapat dilihat pada Tabel 5.3, sedangkan untuk gambar sel Hela yang diberi minyak atsiri dengan berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 5.3 Hasil pengamatan aktivitas antikanker terhadap sel HeLa dan persentase kematian sel No Konsentarsi (µg/ml) Pengulangan Absorbansi 1 Absorbansi 2 Absorbansi 3 1 Kontrol sel 2,025 2,023 2,071 Persentase kematian sel (%) 2 0,06 1,698 1,704 1,708 16,50 3 0,12 1,605 1,616 1,614 20,99 4 0,24 1,586 1,576 1,581 22,50 5 0,48 1,411 1,425 1,415 30,54 6 0,97 1,368 1,359 1,370 33,06 7 1,95 1,345 1,337 1,341 34,27 8 3,91 1,292 1,302 1,298 36,41 9 7,81 1,246 1,249 1,256 38,71 10 15,63 0,776 0,781 0,791 61,63 11 31,25 0,578 0,583 0,584 71,49 12 62,5 0,243 0,251 0,274 87,89 13 125 0,198 0,191 0,185 90,62 14 250 0,159 0,171 0,162 91,97 15 500 0,138 0,145 0,143 93,04 16 1000 0,113 0,112 0,111 94,51
38 5.6 Identifikasi Senyawa Antikanker pada Minyak Atsiri Rimpang temu Putih dengan Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa (GC-MS). Minyak atsiri rimpang temu putih yang diperoleh dari proses destilasi uap kemudian dianalisis komponen senyawa yang terkandung di dalamnya dengan menggunakan GC-MS. Kromatogram hasil analisis minyak atsiri rimpang temu putih memperlihatkan adanya 16 puncak seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.3. Gambar 5.3 Kromatogram hasil analisis minyak atsiri rimpang temu putih Masing-masing puncak diidentifikasi lebih lanjut dengan spektrometer massa, dimana setiap senyawa memiliki pola fragmentasi massa yang spesifik. Identifikasi dilakukan dengan membandingkan spektrum massa dengan senyawasenyawa yang sudah diketahui dan terpogram dalam database GC-MS, sehingga dapat diduga senyawa-senyawa penyusun minyak atsiri rimpang temu putih. Dari 16 puncak yang diperoleh, hanya 8 puncak saja yang dianalis. Hal ini disebabkan karena puncak yang lainnya tidak dapat dianalisis atau tidak sesuai dengan database. Hasil analisis spektrum massa dari komponen minyak atsiri rimpang
39 temu putih dan perkiraan senyawa berdasarkan database WILLEY 7 dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Senyawa-senyawa yang diduga dari masing-masing puncak pada kromatogram minyak atsiri rimpang temu putih Puncak M + Waktu % area Senyawa yang diduga retensi (menit) 1 136 6,442 4,77 Alpha pinen 2 136 6,884 4,16 Kamfen 3 154 8,906 4,82 1,8 sineol 5 152 11,403 8,27 Kamfor 8 189 15,460 4,35 1-etenil-1-metil-2,4-bis(1-metiletenil) sikloheksana 10 216 16,988 91,85 Furanodiena 14 218 19,624 89,37 Germakron 16 232 20,776 8,19 Velleral