HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri atas daerah Cileungsi (Jawa Barat) dan Boyolali (Jawa Tengah). Pemilihan kedua lokasi tanam tersebut dimaksudkan untuk mewakili kondisi agrobiofisik yang berbeda sehingga dapat menunjukkan lokasi yang paling sesuai untuk membudidayakan tanaman temulawak yang memiliki kandungan bioaktif tertinggi (dalam hal ini xantorizol). Cileungsi mewakili sentra pengembangan budidaya temulawak di Jawa Barat sedangkan Kragilan (Boyolali) yang mewakili sentra pengembangan budi daya temulawak di Jawa Tengah. Nomor harapan yang digunakan sebagai sampel adalah nomor harapan A dan F, yang keduanya merupakan nomor harapan temulawak yang digunakan oleh Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) untuk uji multilokasi. Nomor harapan A dan F dipilih berdasarkan keunggulan produksi rimpang dan mutu kandungan zat berkhasiat dibandingkan enam nomor harapan temulawak lainnya yang telah dilakukan tim peneliti Balittro (Setiono et al. 2006). Berdasarkan uji xantorizol, kedua nomor harapan temulawak memiliki kecenderungan yang berbeda dalam menghasilkan bioaktif. Analisis statistika pengaruh lokasi tanam dan nomor harapan pada kandungan xantorizol ditunjukkan pada Lampiran 2. Hasilnya menunjukkan bahwa lokasi penanaman dan nomor harapan mempunyai pengaruh yang berbeda nyata pada kandungan xantorizol temulawak. Kandungan xantorizol tertinggi dihasilkan oleh nomor harapan temulawak A di lokasi Cileungsi, yaitu 0,0382%. Contoh kromatogram HPLC dan cara perhitungan kadar xantorizol ditunjukkan pada Lampiran 3 dan rekapitulasi hasil pengukuran kandungan xantorizol dalam keempat jenis sampel ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4 Kandungan xantorizol keempat jenis sampel temulawak Sampel Kadar xantorizol (%) Cileungsi A (±0.0042); SD = Boyolali A (±0.0014); SD = Cileungsi F (±0.0013); SD = Boyolali F (±0.0008); SD =

2 14 Produksi metabolit sekunder pada suatu tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya genetik, nutrisi, enzim, umur tanaman, dan interaksi antara lingkungan biotik dan abiotik. Setiap faktor memiliki mekanisme biokimiawi kompleks tertentu yang menyebabkan kedua nomor harapan temulawak memproduksi bioaktif xantorizol berbeda baik yang ditanam di Cileungsi maupun di Boyolali. Kondisi curah hujan di lokasi penelitian menurut Setiyono et al. (2006) adalah mm/tahun untuk Boyolali dan 223,97 mm/tahun untuk Cileungsi. Waterman dan Mole (1989; dalam Seigler 1998) menyatakan bahwa kuantitatif dan kualitatif yang beragam dari metabolit sekunder pada tanaman dapat terjadi sebagai respons dari cekaman yang ditimbulkan oleh lingkungannya. Curah hujan di Cileungsi lebih rendah dan kondisi tanah lebih liat dibandingkan Boyolali. Hal ini diduga merupakan salah satu kondisi cekaman yang memungkinkan terjadinya induksi dalam produksi xantorizol yang tinggi di lokasi Cileungsi. Meskipun induksi xantorizol dipengaruhi juga oleh faktor genetik kedua nomor harapan temulawak tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Khaerana (2007) yang menunjukkan bahwa cekaman kekeringan menyebabkan meningkatnya kandungan metabolit jenis asiri dalam temulawak. Kondisi agrobiofisik lokasi penanaman temulawak pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 5. Berdasarkan hasil penelitian, sampel yang menunjukkan kandungan xantorizol tertinggi dimiliki oleh sampel yang ditanam di Cileungsi dengan nomor harapan A, maka sampel tersebutlah yang dipilih sebagai sampel untuk keperluan isolasi xantorizol yang dilakukan pada bagian kedua penelitian ini.

3 15 Tabel 5 Ciri agrobiofisik lokasi penanaman temulawak Kondisi agrobiofisik Lokasi penanaman temulawak Cileungsi Boyolali Kondisi iklim: Suhu (ºC) Ketinggian (m dpl) Curah hujan ( mm/tahun) Sifat fisik tanah: Kandungan komponen (%) Pasir Debu Liat Sifat kimia tanah: ph: H 2 O C Organik (%) N total (%) C/N rasio P tersedia (ppm) Basa yang dapat dipertukarkan (me/100 ): Ca Mg K Na Total Al dd (me/100 g) KTK (me/ 100 g) Kejenuhan basa (%) Sumber: Setiono et al. (2006) Isolasi Xantorizol Pada bagian kedua penelitian ini dilakukan dua jenis metode isolasi xantorizol. Metode pertama menggunakan metode Hwang (2000) sebagai metode pembanding, dan metode kedua menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif yang digabung dengan modifikasi dari metode Hwang. Metode Hwang (2000) Ekstraksi menghasilkan ekstrak kasar metanol sebanyak g dari sampel awal 250 g (5.8%). Fraksinasi lanjut dengan etil asetat menghasilkan ekstrak etil asetat sebanyak g (39.06%). Dari hasil fraksinasi kolom ekstrak etil asetat diperoleh 20 fraksi. Masing-masing fraksi yang diperoleh tersebut dianalisis menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dan dibandingkan dengan KLT standar xantorizol. KLT fraksi hasil separasi kolom dan standar

4 16 xantorizol ditunjukkan pada Gambar 3. Berdasarkan hasil KLT tersebut, ditentukan fraksi yang mengandung xantorizol adalah fraksi nomor 4 sampai fraksi nomor 10. Fraksi tersebut ( g) kemudian diasetilasi untuk menghasilkan fraksi xantorizol terasetilasi yang diharapkan dapat memisahkan fraksi yang mengandung xantorizol dengan yang tidak. Skema reaksi yang terjadi saat proses asetilasi ditunjukkan pada Gambar 4. Rf = 0.54 Sampel Stdr Gambar 3 KLT fraksi hasil separasi kolom metode Hwang O O OH + O Anhidrida asetat xantorizol CH 3 piridin O O C + O CH 3 -O CH3 CH 3 xantorizol terasetilasi Gambar 4 Skema reaksi asetilasi xantorizol

5 17 Berdasarkan hasil reaksi asetilasi, diperoleh dua fase seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. Fase pertama (fase atas) merupakan fase yang tidak larut air sehingga diduga merupakan fase tempat terdapatnya xantorizol, sedangkan fase kedua (fase bawah) merupakan fase yang larut dalam air sehingga diduga tidak terdapat xantorizol. Lapisan atas: xantorizol terasetilasi (tak larut air) Gambar 5 Hasil reaksi asetilasi Lapisan bawah: fraksi larut air Lapisan atas yang diduga mengandung xantorizol terasetilasi dipisahkan dari lapisan bawah dengan menggunakan corong pisah, lalu dianalisis menggunakan KLT. Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 6. xantorizol terasetilasi (Rf = 0.86) Rf = 0.54 xantorizol tak-terasetilasi (Rf = 0.56) a. standar xantorizol b. hasil asetilasi Gambar 6 KLT standar xantorizol dan fraksi xantorizol terasetilasi Fraksi xantorizol sebelum dan sesudah asetilasi juga dianalisis dengan FTIR untuk membuktikan berlangsungnya reaksi asetilasi. Hasil analisis menggunakan

6 18 FTIR untuk fraksi xantorizol sebelum diasetilasi ditunjukkan pada Lampiran 4a, sedangkan untuk fraksi xantorizol setelah diasetilasi ditunjukkan pada Lampiran 4b. Perbandingan spektrum FTIR sebelum dan setelah asetilasi ditunjukkan pada Gambar 7. Dari spektrum yang diperoleh, pada spektrum hasil asetilasi (warna merah) menunjukkan adanya serapan yang muncul pada bilangan gelombang 1767 cm -1 yang merepresentasikan adanya gugus asetil (Sudjadi 1983), sedangkan pada spektrum sebelum asetilasi (warna biru) tidak ditemukan adanya serapan tersebut. Selain itu, jika dilihat dari keberadaan gugus OH, pada spektrum sebelum asetilasi terdapat serapan dengan intensitas yang sangat besar pada bilangan gelombang sekitar 3500 cm -1, sedangkan pada spektrum setelah asetilasi juga ditemukan serapan tersebut namun dengan intensitas yang jauh lebih kecil. Hal tersebut menunjukkan bahwa reaksi asetilasi berlangsung dengan baik. Secara teoretis, reaksi asetilasi xantorizol juga dapat diduga berdasarkan efek konjugasi dan induksi dari gugus-gugus fungsi yang terlibat. Gugus asetil dari anhidrida asetat akan cenderung memilih terikat pada gugus fenol dibandingkan terikat pada cincin benzena dari struktur xantorizol. Hal ini dikarenakan efek induksi dari atom oksigen (O) yang lebih dominan dibandingkan efek konjugasi. Akibatnya energi yang dihasilkan lebih tinggi dan bilangan gelombang ikatan C=O juga bergeser ke bilangan gelombang yang lebih tinggi. Ikatan C=O pada ester normalnya memiliki bilangan gelombang sekitar 1730 cm -1, sedangkan pada spektrum FTIR setelah asetilasi yang diperoleh muncul serapan pada bilangan gelombang 1767 cm -1. Sebaliknya, kemungkinan gugus asetil terikat pada cincin benzena dapat dieliminasi, karena secara teori jika hal tersebut terjadi, maka efek konjugasi atau delokalisasi elektron π antara ikatan C=O dengan cincin bezena akan lebih dominan, sehingga menaikkan karakter ikatan rangkap dari ikatan yang menghubungkan C=O dengan cincin, dan akan menurunkan bilangan gelombang sebesar cm -1 (Sudjadi 1983). Artinya jika hal ini terjadi, seharusnya akan muncul serapan pada bilangan gelombang sekitar 1700 cm -1.

7 19 setelah asetilasi gugus OH sebelum asetilasi gugus asetil (COCH3) Gambar 7 Perbandingan spektrum FTIR sebelum dan setelah asetilasi (metode Hwang) Lapisan atas (xantorizol terasetilasi sebanyak g) difraksinasi lebih lanjut dengan kolom kromatografi. Kondisi operasi kolom sama seperti kolom pertama, lalu hasilnya dikembangkan lagi dengan KLT (Gambar 8) untuk memperoleh fraksi tunggal xantorizol terasetilasi. Berdasarkan hasil KLT, diduga fraksi yang mengandung xantorizol terasetilasi adalah fraksi 1 dan fraksi 2. Stdr Stdr Gambar 8 KLT fraksi xantorizol terasetilasi hasil separasi kolom metode Hwang

8 20 Fraksi xantorizol terasetilasi tersebut ( g) (selanjutnya dilarutkan dalam metanol, lalu dideasetilasi dengan cara ditambahkan KOH 5%, kemudian di masukkan ke dalam resin penukar kation (Dowex C-211). Fungsinya adalah untuk memperoleh kembali xantorizol murni dengan prinsip menukarkan kembali ion asetil yang diperoleh dari hasil asetilasi dengan ion H + yang berasal dari resin. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kembali fraksi yang diduga xantorizol sebanyak g (0.064%). KLT fraksi dugaan xantorizol ditunjukkan pada Gambar 9. Pencirian lain yang dilakukan adalah dengan FTIR, HPLC dan LC- MS, yang masing-masing hasilnya ditunjukkan berturut-turut pada Lampiran 4c, Lampiran 5, dan Lampiran 7. Rf = 0.56 Gambar 9 KLT fraksi dugaan xantorizol metode Hwang Berdasarkan spektrum FTIR yang diperoleh, terlihat kembali serapan dengan intensitas yang cukup besar pada bilangan gelombang cm -1 yang menunjukkan terbentuknya kembali gugus OH dari xantorizol, dan hilangnya serapan gugus asetil pada daerah serapan sekitar 1700 cm -1. Berdasarkan kromatogram HPLC yang diperoleh, terlihat bahwa muncul satu puncak pada waktu retensi menit dengan luas area yang cukup besar. Jika dibandingkan dengan kromatogram standar xantorizol (Lampiran 6) yang menunjukkan puncak xantorizol pada waktu retensi menit, maka dapat diduga bahwa hasil isolasi dengan metode Hwang berhasil memperoleh senyawa xantorizol. Hal ini juga diperkuat dengan data hasil LC-MS yang juga menunjukkan adanya satu puncak dengan bobot molekul yang merupakan bobot molekul dari xantorizol.

9 21 Metode Modifikasi Metode modifikasi dilakukan dengan ekstraksi pelarut, reaksi asetilasi dan KLT preparatif. Pelarut yang digunakan adalah etanol 96%. Ekstrak kasar etanol yang diperoleh dari 250 g sampel awal adalah sebanyak g (7.2%). Ekstrak etanol ini lebih besar daripada ekstrak kasar metanol yang diperoleh pada metode Hwang (5.8%). Hal ini karena polaritas etanol yang lebih rendah dibandingkan metanol, sehingga komponen-kompenen yang bersifat semi-polar juga ikut terekstrak. Reaksi asetilasi terhadap ekstrak etanol tersebut menghasilkan dua lapisan, sama seperti hasil asetilasi pada metode Hwang (Gambar 6). Lapisan atas yang diduga mengandung xantorizol terasetilasi dipisahkan dari lapisan bawah dengan menggunakan corong pisah, lalu dianalisis menggunakan KLT. Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 10. Hasil asetilasi dan ekstrak etanol sebelum asetilasi juga dianalisis dengan FTIR untuk membuktikan berlangsungnya reaksi asetilasi. Hasil analisis menggunakan FTIR untuk ekstrak etanol sebelum diasetilasi ditunjukkan pada Lampiran 8a, sedangkan untuk fraksi setelah diasetilasi ditunjukkan pada Lampiran 8b. Perbandingan spektrum FTIR ekstrak etanol sebelum dan setelah asetilasi ditunjukkan pada Gambar 11. Spektrum hasil asetilasi menunjukkan serapan yang muncul pada bilangan gelombang 1768 cm -1 yang merepresentasikan adanya gugus asetil (Sudjadi 1983), sedangkan pada spektrum sebelum asetilasi tidak ditemukan adanya serapan tersebut. Namun pada spektrum sebelum asetilasi terdapat serapan pada bilangan gelombang 1748 cm -1 yang menunjukkan adanya gugus karbonil. Hal ini diduga karena sebelum asetilasi, masih banyak senyawa kandungan temulawak lain yang ikut terekstraksi ke dalam etanol 96% yang digunakan sebagai pelarut, terutama senyawa-senyawa yang bersifat semipolar, seperti α-turmeron, β-turmeron, atau ar-turmeron. Rumus struktur beberapa senyawa yang mungkin terdapat dalam temulawak ditunjukkan pada Lampiran 9. Selain itu, jika dilihat dari keberadaan gugus OH, pada spektrum sebelum asetilasi terdapat serapan dengan intensitas yang sangat besar pada bilangan gelombang sekitar 3400 cm -1, sedangkan pada spektrum setelah asetilasi juga ditemukan serapan tersebut namun dengan intensitas yang jauh lebih kecil. Hal tersebut menunjukkan bahwa reaksi asetilasi telah berlangsung namun efisiensi reaksi belum sempurna.

10 22 xantorizol terasetilasi (Rf= 0.87) xantorizol tak terasetilasi (Rf= 0.47) Gambar 10 KLT fraksi xantorizol hasil asetilasi (pelarut heksana:etil asetat=10:1) setelah asetilasi sebelum asetilasi gugus OH gugus asetil (COCH3) Gambar 11 Perbandingan spektrum FTIR ekstrak etanol sebelum dan setelah asetilasi (metode modifikasi) Sebanyak g fraksi xantorizol hasil asetilasi difraksinasi lebih lanjut dengan KLT preparatif menggunakan eluen yang sama (heksana:etil asetat). Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 12. Terlihat bahwa pemisahan berlangsung baik, dengan hasil spot dugaan xantorizol terasetilasi (fraksi 1) dan xantorizol tak terasetilasi (fraksi 2). Setiap larik tersebut dikerok, lalu dilarutkan kembali dengan

11 23 heksana, kemudian diuji lagi dengan KLT analitik. Hasilnya ditunjukkan pada Gambar xantorizol terasetilasi (Rf= 0.88) 2 xantorizol terasetilasi (Rf= 0.57) Gambar 12 KLT preparatif fraksi xantorizol hasil asetilasi metode modifikasi 1 (Rf= 0.88) 2 (Rf= 0.47) Gambar 13 KLT fraksi xantorizol 1 dan 2 hasil asetilasi metode modifikasi Fraksi 1 (xantorizol terasetilasi sebanyak gram) lalu dideasetilasi, (dengan cara yang sama dengan metode Hwang), sehingga menghasilkan fraksi dugaan xantorizol sebanyak g (0.140%). Hasil KLT-nya ditunjukkan pada Gambar 14.

12 24 Spot 1 (Rf= 0.52) Spot 2 (Rf= 0.39) Gambar 14 KLT fraksi dugaan xantorizol metode modifikasi Berdasarkan hasil KLT tersebut, dapat dideteksi dua spot yang muncul dibawah sinar lampu UV pada λ = 254 nm, spot pertama (Rf = 0.52) teridentifikasi sebagai xantorizol dan spot kedua (Rf = 0.39) belum dapat teridentifikasi. Pencirian lain yang dilakukan adalah dengan FTIR, HPLC, dan LC-MS, yang hasilnya ditunjukkan berturut-turut pada Lampiran 8c, Lampiran 10 dan Lampiran 11. Berdasarkan spektrum FTIR yang diperoleh, terlihat kembali serapan dengan intensitas yang cukup besar pada bilangan gelombang 3445 cm -1 yang menunjukkan terbentuknya kembali gugus OH dari xantorizol dengan intensitas yang lebih besar, namun pada daerah serapan sekitar 1700 cm -1 masih terdapat serapan dengan intensitas rendah. Hal ini menunjukkan bahwa belum semua gugus asetil terdeasetilasi kembali menjadi gugus -OH. Berdasarkan kromatogram HPLC yang diperoleh, terlihat bahwa muncul dua puncak pada waktu retensi berturut-turut menit dan menit. Jika dibandingkan dengan kromatogram standar xantorizol (Lampiran 5) yang menunjukkan puncak xantorizol pada waktu retensi menit, maka dapat diduga bahwa hasil isolasi dengan modifikasi metode ini berhasil memperoleh senyawa xantorizol (puncak kedua). Hal ini juga diperkuat dengan data pada tabel hasil LC-MS (Lampiran 9) yang juga menunjukkan adanya dua puncak yang muncul, yaitu puncak pertama pada waktu retensi 2.9 menit dan puncak kedua pada waktu retensi 16.8 menit. Dapat dipastikan bahwa puncak pertama adalah xantorizol dengan BM Puncak kedua pada waktu retensi 16.8 menit tidak terdeteksi

13 25 bobot molekulnya, sehingga tidak dapat diduga secara pasti jenis dan struktur senyawanya. Namun berdasarkan waktu retensi yang lebih besar dibanding waktu retensi xantorizol, dapat diduga bahwa senyawa tersebut bersifat lebih polar dibandingkan xantorizol. Rendemen yang dihasilkan dari metode modifikasi ini adalah 0.140% (b/b). Jika dibandingkan dengan rendemen verifikasi metode Hwang (2000) yang dilakukan sebagai metode pembanding pada penelitian ini (0.064%), rendemen yang diperoleh dari modifikasi metode ini dua kali lebih besar. Hal ini mungkin disebabkan oleh tahapan dalam metode ini lebih sederhana, tanpa melalui tahap kolom kromatografi yang memungkinkan kehilangan sampel cukup besar, serta asetilasi yang dilakukan terhadap ekstrak kasar sebelum pemurnian memungkinkan jumlah xantorizol yang terisolasi lebih besar. Namun dari segi kemurnian hasil masih kurang, karena masih terdapat dua puncak yang terdeteksi dari hasil KLT, kromatogram HPLC dan LC-MS, dan puncak kedua belum dapat teridentifikasi jenis dan strukturnya karena masih memerlukan pemurnian lebih lanjut, misalnya dengan KLT preparatif tahap II. Berdasarkan hasil KLT (Gambar 12), jarak antara spot 1 (Rf = 0.52) yang diduga merupakan senyawa xantorizol dengan spot 2 (Rf = 0.39) cukup jauh, sehingga masih dimungkinkan untuk dapat dipisahkan kembali dengan cara KLT preparatif. Kemurnian senyawa xantorizol yang diperoleh dari metode modifikasi adalah 99.5%, sedangkan Hwang (2000) berhasil mengisolasi xantorizol dengan kemurnian 99.9%.

ISOLASI XANTORIZOL DARI TEMULAWAK TERPILIH BERDASARKAN NOMOR HARAPAN DIAN ASRIANI

ISOLASI XANTORIZOL DARI TEMULAWAK TERPILIH BERDASARKAN NOMOR HARAPAN DIAN ASRIANI ISOLASI XANTORIZOL DARI TEMULAWAK TERPILIH BERDASARKAN NOMOR HARAPAN DIAN ASRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCBAAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuat, mengisolasi dan mengkarakterisasi derivat akrilamida. Penelitian diawali dengan mereaksikan akrilamida dengan anilin sulfat.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K 7 Persentase inhibisi = K ( S1 S ) 1 K K : absorban kontrol negatif S 1 : absorban sampel dengan penambahan enzim S : absorban sampel tanpa penambahan enzim Isolasi Golongan Flavonoid (Sutradhar et al

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L etanol, diperoleh ekstrak

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Senyawa Fenolik Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar tumbuhan kenangkan yang diperoleh dari Desa Keputran Sukoharjo Kabupaten

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Ekstraktif Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan ekstrak aseton yang diperoleh dari 2000 gram kulit A. auriculiformis A. Cunn. ex Benth. (kadar air 13,94%)

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Sampel Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar Bringharjo Yogyakarta, dibersihkan dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Maret 2013 di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat-alat 1. Alat Destilasi 2. Batang Pengaduk 3. Beaker Glass Pyrex 4. Botol Vial 5. Chamber 6. Corong Kaca 7. Corong Pisah 500 ml Pyrex 8. Ekstraktor 5000 ml Schoot/ Duran

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula

Lebih terperinci

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS)

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS) KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS) 1.PENDAHULUAN 2.KONSEP DASAR SPEKTROSKOPI 3.SPEKTROSKOPI UV-VIS 4.SPEKTROSKOPI IR 5.SPEKTROSKOPI 1 H-NMR 6.SPEKTROSKOPI 13 C-NMR 7.SPEKTROSKOPI MS 8.ELUSIDASI STRUKTUR Teknik

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di Laboratorium Biomasa Terpadu Universitas Lampung. 3.2. Alat dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br)

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br) IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br) Hindra Rahmawati 1*, dan Bustanussalam 2 1Fakultas Farmasi Universitas Pancasila 2 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Lebih terperinci

Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian

Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian LAMPIRAN 13 14 Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian Serbuk daun kepel Ekstrak kental metanol Penentuan kadar air dan kadar abu Maserasi dengan metanol Ditambah metanol:air (7:3) Partisi dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai 40 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali menunjukkan bahwa sampel tumbuhan yang diambil di

Lebih terperinci

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Lampiran 1 Bagan alir penelitian LAMPIRAN Lampiran 1 Bagan alir penelitian Ampas Tebu Pencirian: Analisis Komposisi Kimia (Proksimat) Pencirian Selulosa: Densitas, Viskositas, DP, dan BM Preparasi Ampas Tebu Modifikasi Asetilasi (Cequeira

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1. Uji fitokimia daun tumbulian Tabernaenwntana sphaerocarpa Bl Berdasarkan hasil uji fitokimia, tumbuhan Tabemaemontana sphaerocarpa Bl mengandung senyawa dari

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini, pengambilan lima sampel yang dilakukan dengan cara memilih madu impor berasal Jerman, Austria, China, Australia, dan Swiss yang dijual

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pemisahan senyawa total flavanon 4.1.1.1 Senyawa GR-8 a) Senyawa yang diperoleh berupa padatan yang berwama kekuningan sebanyak 87,7 mg b) Titik leleh: 198-200

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. 43 Lampiran 2. Gambar tumbuhan eceng gondok, daun, dan serbuk simplisia Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. Gambar tumbuhan eceng gondok segar Daun eceng gondok 44 Lampiran

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil pemisahan ekstrak n-heksana dengan kromatografi kolom Tujuh gram ekstrak n-heksana dipisahkan dengan kromatografi kolom, diperoleh 16 fi-aksi. Hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa Roxb.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor. Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor. 60 Lampiran 2. Gambar tumbuhan buni dan daun buni Gambar A. Pohon buni Gambar B.

Lebih terperinci

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris BAB IV ASIL DAN PEMBAASAN 4.1. Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris Serbuk daun (10 g) diekstraksi dengan amonia pekat selama 2 jam pada suhu kamar kemudian dipartisi dengan diklorometan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

: Jamu Flu Tulang. Jamu. Jamu Metampiron. Metampiron ekstraksi. 1-bubuk. Jamu. 2-bubuk. Tabel 1 Hasil Reaksi Warna Dengan pereaksi FeCl3

: Jamu Flu Tulang. Jamu. Jamu Metampiron. Metampiron ekstraksi. 1-bubuk. Jamu. 2-bubuk. Tabel 1 Hasil Reaksi Warna Dengan pereaksi FeCl3 3-ekstraksi 21 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Identifikasi 1 : Wantong 2 : Flu Tulang 3 : Remurat 4. 2. Uji 4.2.1 Uji Reaksi Warna Hasil uji reaksi warna terhadap metampiron jamu 1, jamu 2 dan jamu 3 dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b) 6 pengembang yang masih segar. Pelat dideteksi dengan UV 366 nm. Stabilitas Analat pada Pelat dan dalam Larutan. Ekstrak ditotolkan pada pelat 10 x 10 cm. Ekstrak dibuat sebanyak tiga buah. Ekstrak satu

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan dengan metode uji toleransi glukosa.

BAB IV METODE PENELITIAN. glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan dengan metode uji toleransi glukosa. 33 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriftif dan eksperimental, dilakukan pengujian langsung efek hipoglikemik ekstrak kulit batang bungur terhadap glukosa darah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) Gloria Sindora 1*, Andi Hairil Allimudin 1, Harlia 1 1 Progam Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SENYAWA FENOLIK PADA KULIT BATANG JABON (Anthocephalus cadamba (ROXB.) MIQ

KARAKTERISASI SENYAWA FENOLIK PADA KULIT BATANG JABON (Anthocephalus cadamba (ROXB.) MIQ KARAKTERISASI SENYAWA FENOLIK PADA KULIT BATANG JABON (Anthocephalus cadamba (ROXB.) MIQ Nadiah 1*, Rudiyansyah 1, Harlia 1 1 Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr.

Lebih terperinci

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman KROMATOGRAFI PENDAHULUAN Analisis komponen penyusun bahan pangan penting, tidak hanya mencakup makronutrien Analisis konvensional: lama, tenaga beasar, sering tidak akurat, tidak dapat mendeteksi pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

Noda tidak naik Minyak 35 - Noda tidak naik Minyak 39 - Noda tidak naik Minyak 43

Noda tidak naik Minyak 35 - Noda tidak naik Minyak 39 - Noda tidak naik Minyak 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil uji pendahuluan Setelah dilakukan uji kandungan kimia, diperoleh hasil bahwa tumbuhan Tabemaemontana sphaerocarpa positif mengandung senyawa alkaloid,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Isolasi dan Karakterisasi Flavonoid dari Kulit Buah Jengkol (Pithecellobium jiringa (Jack) Prain ex King) Oleh: ASMAUL HUSNA

ABSTRAK. Isolasi dan Karakterisasi Flavonoid dari Kulit Buah Jengkol (Pithecellobium jiringa (Jack) Prain ex King) Oleh: ASMAUL HUSNA ABSTRAK Isolasi dan Karakterisasi Flavonoid dari Kulit Buah Jengkol (Pithecellobium jiringa (Jack) Prain ex King) Oleh: ASMAUL HUSNA Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan senyawa flavonoid dari kulit

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

TINJAUAN MATA KULIAH MODUL 1. TITRASI VOLUMETRI

TINJAUAN MATA KULIAH MODUL 1. TITRASI VOLUMETRI iii Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH MODUL 1. TITRASI VOLUMETRI Kegiatan Praktikum 1: Titrasi Penetralan (Asam-Basa)... Judul Percobaan : Standarisasi Larutan Standar Sekunder NaOH... Kegiatan Praktikum

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Preparasi Sampel Sampel telur ayam yang digunakan berasal dari swalayan di daerah Surakarta diambil sebanyak 6 jenis sampel. Metode pengambilan sampel yaitu dengan metode

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) yang diperoleh dari Kampung Pamahan, Jati Asih, Bekasi Determinasi

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL BAB III PERCOBAAN DAN HASIL III.1 Alat dan Bahan Isolasi senyawa metabolit sekunder dari serbuk kulit akar dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut MeOH pada suhu kamar (maserasi). Pemisahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lipida merupakan salah satu unsur utama dalam makanan yang berkontribusi terhadap rasa lezat dan aroma sedap pada makanan. Lipida pada makanan digolongkan atas lipida

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pemisahan dengan VLC Hasil pemisahaan dengan VLC menggimakan eluen heksan 100% sampai diklorometan : metanol (50 : 50) didiperoleh 11 fraksi. Pengujian KLT

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN KIMIA DALAM EKSTRAK n-heksan DARI BUAH TANAMAN KAYU ULES (Helicteres isora L.)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN KIMIA DALAM EKSTRAK n-heksan DARI BUAH TANAMAN KAYU ULES (Helicteres isora L.) ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN KIMIA DALAM EKSTRAK n-heksan DARI BUAH TANAMAN KAYU ULES (Helicteres isora L.) Diah Widowati, Yunahara Farida, Titiek Martati ABSTRAK Telah dilakukan penelitian kandungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Furfural Bonggol jagung (corn cobs) yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur 4-5 hari untuk menurunkan kandungan airnya, kemudian

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN. Jurnal yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Daun Tembelekan. Oleh Darmawati M. Nurung NIM:

LEMBAR PENGESAHAN. Jurnal yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Daun Tembelekan. Oleh Darmawati M. Nurung NIM: LEMBAR PENGESAHAN Jurnal yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Daun Tembelekan Oleh Darmawati M. Nurung NIM: 441 410 004 1 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DALAM DAUN

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tumbuhan labu dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang diteliti adalah Cucubita

Lebih terperinci

SINTESIS (E)-3-(4-HIDROKSIFENIL)-1-(NAFTALEN-1-IL)PROP-2-EN-1-ON DARI ASETILNAFTALEN DAN 4-HIDROKSIBENZALDEHID. R. E. Putri 1, A.

SINTESIS (E)-3-(4-HIDROKSIFENIL)-1-(NAFTALEN-1-IL)PROP-2-EN-1-ON DARI ASETILNAFTALEN DAN 4-HIDROKSIBENZALDEHID. R. E. Putri 1, A. SINTESIS (E)-3-(4-HIDROKSIFENIL)-1-(NAFTALEN-1-IL)PROP-2-EN-1-ON DARI ASETILNAFTALEN DAN 4-HIDROKSIBENZALDEHID R. E. Putri 1, A. Zamri 2, Jasril 2 1 Mahasiswa Program S1 Kimia FMIPA-UR 2 Bidang Kimia Organik

Lebih terperinci

DR. Harrizul Rivai, M.S. Lektor Kepala Kimia Analitik Fakultas Farmasi Universitas Andalas. 28/03/2013 Harrizul Rivai

DR. Harrizul Rivai, M.S. Lektor Kepala Kimia Analitik Fakultas Farmasi Universitas Andalas. 28/03/2013 Harrizul Rivai DR. Harrizul Rivai, M.S. Lektor Kepala Kimia Analitik Fakultas Farmasi Universitas Andalas 28/03/2013 Harrizul Rivai 1 Penggunaan Spektrofotometri UV-Vis Analisis Kualitatif Analisis Kuantitatif 28/03/2013

Lebih terperinci

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon 4 Pembahasan 4.1 Sintesis Resasetofenon O HO H 3 C HO ZnCl 2 CH 3 O Gambar 4. 1 Sintesis resasetofenon Pada sintesis resasetofenon dilakukan pengeringan katalis ZnCl 2 terlebih dahulu. Katalis ZnCl 2 merupakan

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di 21 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

3 Percobaan dan Hasil

3 Percobaan dan Hasil 3 Percobaan dan Hasil 3.1 Pengumpulan dan Persiapan sampel Sampel daun Desmodium triquetrum diperoleh dari Solo, Jawa Tengah pada bulan Oktober 2008 (sampel D. triquetrum (I)) dan Januari 2009 (sampel

Lebih terperinci

PERCOBAAN 04 KROMATOGRAFI KOLOM DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS : ISOLASI KURKUMIN DARI KUNYIT (Curcuma longa L.) DAN PEMISAHAN ZAT (KI- 2051)

PERCOBAAN 04 KROMATOGRAFI KOLOM DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS : ISOLASI KURKUMIN DARI KUNYIT (Curcuma longa L.) DAN PEMISAHAN ZAT (KI- 2051) PERCOBAAN 04 KROMATOGRAFI KOLOM DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS : ISOLASI KURKUMIN DARI KUNYIT (Curcuma longa L.) DAN PEMISAHAN ZAT (KI- 2051) Tanggal Praktikum : 02 Oktober 2014 Tanggal Pengumpulan: 9 Oktober

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Pengumpulan dan Persiapan Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus champeden Spreng yang diperoleh dari Kp.Sawah, Depok, Jawa Barat,

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA DALAM FRAKSI NON-POLAR DARI TANAMAN PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA DALAM FRAKSI NON-POLAR DARI TANAMAN PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk) PROSIDING SEMINAR NASIONAL DAN PAMERAN Tumbuhan obat indonesia xxviii ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA DALAM FRAKSI NON-POLAR DARI TANAMAN PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk) Diah Widowati dan Faridah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.) Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.) Gambar 1. Tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Gambar 2. Biji Tumbuhan Gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Lampiran 2. Gambar Mikroskopik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Ekstraksi sampel daun tumbuhan pacar jawa {Lawsonia inermis Lin) Sebanyak 250 g serbuk daun Pacar jawa, pertama-tama di ekstrak dengan n- heksan, diperoleh ekslrak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil penyulingan atau destilasi dari tanaman Cinnamomum

Lebih terperinci

dari tanaman mimba (Prijono et al. 2001). Mordue et al. (1998) melaporkan bahwa azadiraktin bekerja sebagai ecdysone blocker yang menghambat serangga

dari tanaman mimba (Prijono et al. 2001). Mordue et al. (1998) melaporkan bahwa azadiraktin bekerja sebagai ecdysone blocker yang menghambat serangga PEMBAASAN Proses ekstraksi daun ambalun dilakukan dengan metode maserasi. Ekstraksi awal dilakukan dengan pelarut n-heksana yang bersifat nonpolar. Tujuan penggunaan pelarut ini adalah untuk mendapatkan

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. Letak Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa berpengaruh langsung terhadap kekayaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODA

III. BAHAN DAN METODA III. BAHAN DAN METODA 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :peralatan distilasi, neraca analitik, rotary evaporator (Rotavapor

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Keben (Barringtonia asiatica) dalam penelitian ini diperoleh dari pantai Batu Karas, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Proses

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebanyak 400 gram sampel halus daun jamblang (Syzygium cumini)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebanyak 400 gram sampel halus daun jamblang (Syzygium cumini) 4.1 Ektraksi dan Fraksinasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sebanyak 400 gram sampel halus daun jamblang (Syzygium cumini) dimaserasi dengan pelarut metanol selama 4 24 jam, dimana setiap 24 jam

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Persiapan sampel Sampel kulit kayu Intsia bijuga Kuntze diperoleh dari desa Maribu, Irian Jaya. Sampel kulit kayu tersedia dalam bentuk potongan-potongan kasar. Selanjutnya,

Lebih terperinci

ISOLASI DAN KARAKTERISASI GOLONGAN SENYAWA FENOLIK DARI KULIT BATANG TAMPOI (Baccaurea macrocarpa) DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

ISOLASI DAN KARAKTERISASI GOLONGAN SENYAWA FENOLIK DARI KULIT BATANG TAMPOI (Baccaurea macrocarpa) DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ISOLASI DAN KARAKTERISASI GOLONGAN SENYAWA FENOLIK DARI KULIT BATANG TAMPOI (Baccaurea macrocarpa) DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN Novitaria 1*, Andi Hairil Alimuddin 1, Lia Destiarti 1 1 Progam Studi Kimia,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Spons

Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Spons Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Spons 96 97 98 Lampiran 2. Pembuatan Larutan untuk Uji Toksisitas terhadap Larva Artemia salina Leach A. Membuat Larutan Stok Diambil 20 mg sampel kemudian dilarutkan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas antioksidan dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

Pemeriksaan dengan Kromatografi Lapis Tipis HASIL DAN PEMBAHASAN Pencirian Bahan Baku Separasi dengan Kromatografi Kilas

Pemeriksaan dengan Kromatografi Lapis Tipis HASIL DAN PEMBAHASAN Pencirian Bahan Baku Separasi dengan Kromatografi Kilas Inkubasi 37 C selama 5 menit Bufer 250-250 - Enzim - 250-250 Inkubasi 37 C selama 15 menit Na 2 CO 3 1000 1000 1000 1000 Larutan enzim dibuat dengan melarutkan 1,0 mg α-glukosidase dalam larutan buffer

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Uji fitokimia kulit batang Polyalthia sp (DA-TN 052) Pada uji fitokimia terhadap kulit batang Polyalthia sp (DA-TN 052) memberikan hasil positif terhadap alkaloid,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O telah diperoleh dari reaksi larutan kalsium asetat dengan

Lebih terperinci

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan metode pemisahan dengan KLT dan dapat mengaplikasikannya untuk analisis suatu sampel Gambaran Umum KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Asap Cair Asap cair dari kecubung dibuat dengan teknik pirolisis, yaitu dekomposisi secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen

Lebih terperinci