BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II LANDASAN TEORI

Rating Factor Masing-masing Stasiun Kerja

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

By: Amalia, S.T., M.T. PENGUKURAN KERJA: FAKTOR PENYESUAIAN DAN ALLOWANCE

PENYESUAIAN DAN KELONGGARAN TEKNIK TATA CARA KERJA II

BAB III LANDASAN TEORI. pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik.

BAB 2 LANDASAN TEORI

LAMPIRAN Universitas Sumatera Utara

BAB II LANDASAN TEORI

ERGONOMI & APK - I KULIAH 8: PENGUKURAN WAKTU KERJA

Tugas dari Presiden Direktur, antara lain : Adapun tanggung jawab dari Presiden Direktur adalah:

Lampiran A. Tabel Westinghouse, Kelonggaran dan MTM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Studi Gerak dan Waktu Studi gerak dan waktu terdiri atas dua elemen penting, yaitu studi waktu dan studi gerakan.

BAB II. Activity-Based Management. Activity Based Management (ABM) adalah suatu pendekatan di seluruh

BAB 2 LANDASAN TEORI

LAMPIRAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem

BAB II LANDASAN TEORI

WORK SAMPLING. Modul Work Sampling Praktikum Genap 2011/2012 I. TUJUAN PRAKTIKUM

LAMPIRAN 1 STRUKTUR ORGANISASI PT. KARYA DELI STEELINDO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA

BAB 2 LANDASAN TEORI

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA. tutorial 7. work sampling

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS DAN PENGUKURAN KERJA SAMPLING PEKERJAAN (WORK SAMPLING)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II ACTIVITY BASED MANAGEMENT

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

III. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

practicum apk industrial engineering 2012

BAB 3 LANDASAN TEORI. pengukuran kerja ( work measurement ) yang meliputi teknik-teknik pengukuran waktu

Tabel Uji Keseragaman Data Pada Work Center Pengukuran dan Pemotongan

Dalam menjalankan proses ini permasalahan yang dihadapi adalah tidak adanya informasi tentang prediksi kebutuhan material yang diperlukan oleh produks

PENGUKURAN WAKTU. Nurjannah

III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

practicum apk industrial engineering 2012

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada dasarnya pengumpulan data yang dilakukan pada lantai produksi trolly

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

FISIOLOGI DAN PENGUKURAN KERJA. tutorial 8 STOPWATCH

BAB 2 LANDASAN TEORI

Kelonggaran (%) Faktor Contoh pekerjaan. A. Tenaga yang dikeluarkan Ekivalen beban Pria Wanita

Lampiran-1: Tabel Westinghouse System's Rating A1 Superskill 0.13 A A B1 Excellent 0.08 B B C1 Good 0.03 C2 0.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pengukuran Kerja Langsung (Direct Work Measurement)

Universitas Sumatera Utara

Perhitungan Waktu Baku Menggunakan Motion And Time Study

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI LINE BALANCING

Lampiran 1: Pembagian Tugas dan Tanggungjawab. Direktur merupakan jabatan tertinggi dari struktur organisasi PT. Bintang

Analisis Efisiensi Operator Pemanis CTP dengan Westing House System s Rating

PENGUKURAN WAKTU KERJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. waktu dan perbandingan kerja mengenai unsur pekerjaan tertentu yang. tersebut pada tingkat prestasi tertentu (Barnes, 2001).

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 2 LANDASAN TEORI

practicum apk industrial engineering 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 4. PENGUMPULAN, PENGOLAHAN dan ANALISA DATA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. manajemen pemasaran, dan manajemen keuangan. Berikut ini merupakan

PERENCANAAN JUMLAH OPERATOR PRODUKSI DENGAN METODE STUDI WAKTU (STUDI KASUS PADA INDUSTRI PENGOLAHAN PRODUK LAUT)

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam analisa dan pemecahan masalah secara sistematis dan teratur perlu

BAB II LANDASAN TEORI. Perkembangan organisasi dan perubahan struktur dalam organisasi

MODUL 1 PERANCANGAN PRODUK MODUL 1 ANALISA DAN PERANCANGAN KERJA (MOTION AND WORK MEASUREMENT)

BAB II LANDASAN TEORI

PENENTUAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE HELGESON-BIRNIE

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

L A M P I R A N. Universitas Sumatera Utara

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Keseimbangan Lini

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

ANALISIS PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI KERJA DENGAN PENERAPAN KAIZEN (Studi Kasus pada PT Beiersdorf Indonesia PC Malang)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selesai sesuai dengan kontrak. Disamping itu sumber-sumber daya yang tersedia

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan produksi dan operasi merupakan kegiatan yang paling pokok

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Manajemen Operasi 2.1.1.1 Pengertian Manajemen operasi telah mengalami perubahan yang cukup drastis sejalan dengan perkembangan inovasi teknologi yang tumbuh sangat cepat. Keadaan ini menuntut kegiatan operasi harus memperhatikan prinsip efisiensi dan keinginan konsumen sebagai pemakai barang dan jasa. Manajemen operasi tidak saja sebagai alat untuk mengendalikan urutan input-output sebagai hubungan yang dinamis, tetapi merupakan suatu keseluruhan sistem yang berlandaskan pada konsep pendekatan sistem. Ciri umum dari manajemen operasi unsur utamanya adalah input, proses, transformasi, output, feedback information, dan lingkungan. Input yang digunakan dapat bersifat sederhana atau kompleks. Proses transformasi efisiensi, kualitas, tenggang waktu maupun fleksibilitas. Output dapat berupa barang atau jasa atau sekumpulan barang atau jasa. Lingkungan merupakan sesuatu yang kompleks dan sulit untuk dikontrol, seperti : a. Teknologi b. Ekonomi c. Sosial d. Politik e. Dan lain-lain Oleh Karena itu perlu diperhatikan secara terus-menerus oleh manajer. 5

6 2.1.1.2 Ruang Lingkup Manajemen Operasi Sebagai suatu sistem manajemen operasi memiliki karakteristik, yaitu : 1. Mempunyai tujuan, nenghasilkan barang atau jasa 2. Mempunyai kegiatan, adanya proses transformasi 3. Adanya mekanisme yang mengendalikan pengoperasian Ruang lingkup manajemen operasi dapat dirumuskan dengan melihat keterkaitan antara ketiga aspek sebagai berikut : 1. Aspek struktural Aspek struktural memperlihatkan konfigurasi komponen yang membangun sistem manajemen operasi dan interaksinya satu sama lain. Komponen bahan merupakan elemen input yang akan ditransformasikan sesuai dengan bentuk dan kualitas produk yang diinginkan. Komponen mesin dan peralatan merupakan elemen penyusun wahana bagi terjadinya proses transformasi. Sedangkan komponen manusia dan modal merupakan elemen penggerak dan pencipta terwujudnya wahana transformasi. Bentuk dan besarnya peranan masingmasing komponen sangat tergantung pada jenis dan kualitas produk yang dihasilkan. Persoalan yang sering muncul dalam kaitannya dengan aspek fungsional antara lain : a. Perencanaan kapasitas b. Penyusunan fasilitas wahana transformasi baik yang bersangkutan dengan pemilihan lokasi, pemilihan mesin, pengaturan tata letak fasilitas dan sebagainya c. Pemilihan desain proses transformasi dan sistem kerja yang akan digunakan d. Penyusunan struktur organisasi baik yang berkaitan dengan pemilihan orang yang tepat, penentuan hirarki fungsi, wewenang dan sebagainya e. Pemilihan jenis teknologi proses yang akan digunakan

7 2. Aspek fungsional Aspek fungsional yang dimaksudkan adalah yang berkaitan dengan manajemen dan organisasi komponen struktural maupun interaksinya mulai pada tahap perencanaan, penerapan, pengendalian, maupun perbaikan agar diperoleh kinerja optimum. Persoalan utama yang dihadapi dari aspek fungsional adalah bagaimana mengelola komponen struktural beserta interaksinya, agar dapat dipertahankan kontinuitasnya. 3. Aspek lingkungan Aspek lingkungan memberikan dimensi lain pada sistem manajemen operasi yang berupa pentingnya memperhatikan perkembangan dan kecenderungan yang terjadi diluar sistem. Hal ini sangat penting mengingat kelanjutan suatu sistem sangat tergantung pada kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan seperti masyarakat, pemerintah, teknologi, ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup manajemen operasi berkaitan dengan pengoperasian sistem operasi, pemilihan serta penyiapan sistem operasi yang meliputi keputusan tentang : - Perencanaan output - Desain proses transformasi - Perencanaan kapasitas - Perencanaan bangunan pabrik - Perencanaan tata letak fasilitas - Desain aliran kerja - Manajemen persediaan - Manajemen proyek - Penjadwalan - Pengendalian kualitas

8 - Keandalan kualitas dan pemeliharaan Krajewsky dan Ritzman memberikan tiga aspek dalam manajemen operasi, yaitu : 1. Manajemen operasi dilihat dari segi fungsi Dari sudut pandang manajemen sesuai dengan fungsi operasinya, maka fungsi manajemen operasi adalah pemasaran, keuangan, akuntansi, personalia, dan distribusi. Pemasaran merupakan ujung tombak perusahaan yang mempunyai hubungan langsung dengan lingkungan ekonomi. Tidak diherankan apabila pemasaran sering disebut awal dan akhir kegiatan perusahaan. Keuangan berfungsi mengendalikan penyediaan dan penggunaan dana operasi organisasi agar dapat berlangsung secara optimal. Akuntansi berfungsi memberikan informasi kuantitatif maupun kualitatif, oleh karena itu manajemen memerkukan sistem informasi yang memadai yang dekenal dengan sistem informasi manajemen (SIM). 2. Manajemen operasi dilihat dari segi profesi Dilihat dari segi profesi, manajemen operasi menawarkan kesempatan berbagai kesempatan seperti direktur operasi, direktur pabrik, manajer operasi, manajer pengawasan, asisten manajer, dan sebagainya. Hal ini menuntut diciptakanya sarjana yang berprofesi manajer operasi di samping yang berorientasi pada manajer umum (general manager). Terbukanya kesempatan untuk berprofesi di bidang operasi, akan mendorong terbentuknya suatu wadah asosiasi manajemen operasi yang akan bermanfaat dalam pengembangan, penerapan, manajemen operasi di Indonesia. 3. Manajemen operasi dilihat dari segi pengambilan keputusan Pengambilan keputusan adalah dasar semua aktivitas manajemen, seperti penentuan lokasi, penentuan kapasitas, dan sebagainya. Pengambilan keputusan sangat tergantung pada situasi dan kondisi serta tersedianya

9 informasi yang lengkap. Namun demikian terdapat empat tahapan dalam proses pengambilan keputusan, yaitu : i. Identifikasi masalah ii. iii. iv. Memformulasikan masalah Analisis dari berbagai alternatif Pemilihan alternatif dan penerapan Pengambilan keputusan yang dilakukan mencakup keputusan jangka pendek yang berkaitan dengan pengoperasian sistem operasi, yaitu : a. Penentuan kapasitas b. Jaringan kerja c. Perencanaan kebutuhan material d. Pengendalian kualitas dan lain-lain Sedangkan keputusan jangka panjang menyangkut pemilihan penyiapan sistem operasi yang meliputi : a. Penetuan lokasi b. Perencanaan bangunan pabrik c. Penyusunan tata letak fasilitas pabrik d. Penanganan bahan e. Pengaturan fasilitas penunjang dan lain-lain 2.1.2 Pengukuran Waktu Jam Henti Pengukuran dengan menggunakan jam henti ( stop watch ) sebagai alat utama. Metode pengukuran waktu ini digunakan jika terdapat siklus kerja yang berulang dengan durasi waktu yang pendek atau panjang. Beberapa langkah yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan proses pengukuran akan dibahas pada sub-bab berikut ini.

10 2.1.2.1 Langkah-Langkah Sebelum Melakukan Pengukuran Petugas lapangan perlu melakukan orientasi lapangan agar didapatkan hasil yang optimal dan dapat dipertanggungjawabkan. Pada orientasi lapangan, petugas lapangan perlu memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran, yaitu : Kondisi kerja Cara pengukuran Jumlah pengukuran Dan lain-lain 2.1.2.2 Penetapan Tujuan Pengukuran Penetapan tujuan dari pengukuran adalah suatu hal yang mutlak untuk dilakukan, maka tujuan melakukan kegiatan harus diterapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal-hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, berapa tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut. 2.1.2.3 Melakukan Penelitian Pendahuluan Petugas lapangan melakukan orientasi lapangan untuk mengetahui proses kerja yang akan diukur berdasarkan pada proses kerja yang telah dibuat oleh perusahaan. Yang dicari-cari dari pengukuran waktu adalah waktu yang pantas diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Tentu suatu kondisi yang ada dapat dicari waktu yang pantas, artinya akan didapat juga waktu yang pantas untuk menyelesaikan pekerjaan dengan kondisi yang bersangkutan. Suatu perusahaan biasanya menginginkan waktu kerja yang sesingkat-singkatnya agar dapat meraih keuntungan yang sebesarsebesarnya. Keuntungan demikian tidak akan diperoleh jika kondisi kerja dari pekerjaanpekerjaan yang ada diperusahaan tersebut tidak menunjang tercapainya hal tadi.

11 Waktu yang akhirnya diperoleh setelah pengukuran selesai adalah waktu penyelesaian pekerjaan untuk sistem kerja yang dijalankan ketika pegukuran berlangsung. Jadi waktu penyesuaiannnya pun berlaku hanya untuk sistem tersebut. 2.1.2.4 Memilih Operator Dalam pelaksanaannya, jika pengukur tidak mengenal pekerja-pekerja yang ada, untuk mendapatkan operator yang akan diukur, dia dapat mencari dengan mendapatkan petunjuk dari kepala-kepala regu, kepala pabrik atau pejabat-pejabat lain yang telah mengenal baik para pekerja. 2.1.2.5 Mengurai Pekerjaan atas Elemen Pekerjaan Pekerjaan yang akan diukur dipecah menjadi elemen-elemen pekerjaan, yang merupakan gerakan bagian dari pekerjaan. 2.1.2.6 Menyiapkan Alat-Alat Pengukuran Alat-alat yang diperlukan adalah jam henti, check sheet, pena atau pensil. Alat-alat yang digunakan perlu untuk diperiksa kondisinya agar pada saat pengukuran dilakukan dapat diperoleh hasil pengukuran yang valid. 2.1.2.7 Melakukan Pengukuran Waktu Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan diatas. Bila operator telah siap didepan mesin atau ditempat kerja lain yang waktu kerjanya akan diukur, maka pengukur memilih posisi tempat dia berdiri mengamati dan mencatat. Posisi ini hendaknya sedemikian rupa sehingga operator tidak terganggu gerakangerakannya ataupun merasa canggung karena terlampau merasa diamati, misalnya juga pengukur berdiri didepan operator. Posisi inipun hendaknya memudahkan pengukur mengamati jalannya pekerjaan sehingga dapat mengikuti dengan baik saat-saat suatu siklus/elemen bermula dan berakhir. Umumnya posisi agak menyimpang dibelakang operator sejauh 1.5 meter merupakan tempat yang baik.

12 2.1.3 Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan ini sangat membantu pengukur untuk menentukan jumlah pengamatan yang akan dilakukan dengan mempertimbangkan keakuratan data pengukuran, waktu, tenaga, dan biaya yang diperlukan. Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum dari data waktu hasil pengamatan suatu aktivitas terhadap waktu aktivitas yang sebenarnya, dan tingkat keyakinan menunjukkan seberapa besar keyakinan pengukur akan ketelitian data waktu pengamatan yang telah diamati dan dikumpulkan. Tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95%, artinya : pengukur ingin mendapatkan rata-rata data waktu pengamatan suatu aktivitas dengan penyimpangan maksimum sebesar 5% teradap waktu aktivitas sebenarnya, dengan kemungkinan tercapainya hal tersebut sebesar 95%. 2.1.4 Pengujian Keseragaman Data Sekarang akan dilihat beberapa hal yang berhubungan dengan pengujian keseragaman data. Jika suatu sistem yang dikerjakan sudah ada maka sistem ini dipelajari untuk kemudian diperbaiki. Tetapi jika sistemnya belum ada maka yang dilakukan adalah merancang suatu yang baru dan baik. Keadaan sistem yang berubah dapat diterima, asalkan perubahannya adalah yang memang sepantasnya terjadi. Akibatnya waktu penyelesaian yang dihasilkan sistem selalu berubah-ubah namun juga mesti dalam batas kewajaran. Dengan kata lain, harus seragam. Tugas mengukur adalah mendapatkan data yang seragam ini. Karena ketidakseragaman dapat datang tanpa disadari maka diperlukan sesuatu yang dapat mendeteksi. Batas-batas kontrol yang dibentuk dari data merupakan batas seragam tidaknya data. Data yang dikatakan seragam, yaitu berasal dari sistem sebab yang sama, bila berada diantara kedua batas kontrol, dan tidak seragam, yaitu berasal dari sistem sebab yang berbeda diluar batas kontrol.

13 Yang diperhatikan dalam contoh pengujian keseragaman diatas adalah data yang berada didalam batas-batas kontrol. 2.1.5 Pengujian Kecukupan Data Pengujian kecukupan data dimaksudkan untuk menentukan banyaknya jumlah pengamatan data yang harus dilakukan. Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah data yang telah dikumpulkan sudah cukup atau belum. Bila data yang didapat sudah cukup, maka perhitungan penelitian dapat dilanjutkan. Tetapi jika ada data yang didapat tidak atau belum cukup, maka proses pengambilan dan pengumpulan data harus dilakukan lagi. 2.1.6 Melakukan Perhitungan Waktu Baku Jika pengukuran-pengukuran telah selesai, yaitu semua data yang didapat memiliki keseragaman dan kecukupan yang dikehendaki, dan jumlahnya telah memenuhi tingkattingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan, maka selesailah kegiatan pengukuran waktu. Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga memberikan waktu baku. Cara untuk mendapatkan waktu baku dari data yang terkumpul itu adalah sebagai berikut : a. Menghitung waktu siklus rata-rata dengan : Ws = Σxi N Keterangan : Σxi : Penjumlahan keseluruhan dari data waktu yang telah diperoleh N : Jumlah data yang diperoleh

14 b. Menghitung waktu normal dengan : Keterangan : Wn = Ws x ( 1+p ) p : Faktor penyesuaian c. Menghitung waktu baku dengan : Keterangan : Wb = Wn x ( 1+a ) a : Allowance ( Kelonggaran ) 2.1.7 Penyesuaian dan Kelonggaran Pada pengukuran waktu baku diharapkan operator yang diamati melakukan aktivitas kerja secara wajar atau normal, tetapi ketidakwajaran atau ketidaknormalan sering terjadi. Ketidaknormalan atau ketidakwajaran tersebut bisa disebabkan dari kondisi lingkungan kerja dari operator sehingga mereka bekerja lebih cepat atau lebih lambat dari keadaan normalnya, misalnya kondisi lingkungan kerja yang panas sehingga operator bekerja lebih lambat dari kondisi normal. Jika pada perhitungan waktu baku pengukur ingin mendapatkan waktu kerja yang diperoleh dari kondisi atau cara kerja yang baku dan wajar atau normal, maka ketidakwajaran atau ketidaknormalan yang terjadi harus disesuaikan pada kondisi atau cara kerja yang baku dan wajar atau normal. Nilai kelonggaran ini berguna dalam menentukan waktu baku, karena di setiap pekerjaan operator pasti dipengaruhi oleh hambatan-hambatan untuk kebutuhan pribadi.

15 2.1.7.1 Maksud Melakukan Penyesuaian Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena menjumpai kesulitankesulitan seperti karena kondisi ruangan yang buruk. Sebab-sebab seperti ini mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya waktu penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan secara wajar. Andai kata ketidakwajaran ada maka pengukur harus mengetahuinya dan menilai seberapa jauh hal itu terjadi. Penilaian perlu diadakan karena berdasarkan inilah penyesuaian dilakukan. Jadi jika pengukur mendapatkan harga rata-rata siklus/elemen yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan tidak wajar oleh operator, maka agar harga rata-rata tersebut menjadi wajar, pengukur harus menormalkannya dengan melakukan penyesuaian. 2.1.7.2 Metode Westinghouse untuk Menentukan Faktor Penyesuaian Pada proses pengukuran ini pengukur menggunakan metode Westinghouse untuk menentukan nilai penyesuaian berdasarkan faktor keterampilan ( skill ), usaha ( effort ), kondisi kerja ( condition ), dan konsistensi ( consistency ). Faktor keterampilan ( skill ) adalah kemampuan untuk mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Keterampilan dapat menurun bila telah terlampau lama tidak menangani pekerjaan tersebut, atau karena sebab-sebab lain seperti karena kesehatan yang terganggu, rasa fatique yang berlebihan, pengaruh lingkungan sosial dan sebagainya. Untuk keperluan penyesuaian keterampilan dibagi menjadi enam kelas dengan ciri-ciri dari setiap kelas seperti yang dikemukakan berikut ini : 1. Super skill : Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya Bekerja dengan sempurna

16 Tampak seperti telah terlatih dengan sangat baik Gerakan-gerakannya halus tetapi sangat cepat sehingga sulit untuk diikuti Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan-gerakan mesin Perpindahan dari satu elemen pekerjaan ke elemen lainnya tidak terlampau terlihat karena lancarnya Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berpikir dan merencana tentang apa yang dikerjakan ( sudah sangat otomatis ) Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang ebrsangkutan adalah pekerja yang baik. 2. Excellent skill : Percaya pada diri sendiri Tampak cocok dengan pekerjaannya Terlihat telah terlatih baik Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran-pengukuran atau pemeriksaaan-pemeriksaan Gerakan-gerakan kerjanya beserta urutan-urutannya dijalankan tanpa kesalahan Menggunakan peralatan dengan baik Bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu Bekerjanya cepat tetapi halus Bekerja berirama dan terkoordinasi 3. Good Skill : Kualitas hasil baik Bekerjanya tampak lebih baik daripada kebanyakkan pekerjaan pada umumnya Dapat member petunjuk-petunjuk pada pekerja lain yang keterampilannya lebih rendah Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap

17 Tidak memerlukan banyak pengawasan Tidak ada keragu-raguan Bekerja stabil Gerakan-gerakannya terkoordinasi dengan baik Gerakan-gerakannya cepat 4. Average Skill : Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri Gerakannya cepat tapi tidak lambat Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan yang terencana Tampak sebagai pekerja yang cakap Gerakan-gerakannya cukup menunjukkan tiadanya keragu-raguan Mengkoordinasi tangan dan pikiran dengan cukup baik Tampak cukup terlatih dan karenanya mengetahui seluk-beluk pekerjaannya Bekerja cukup teliti Secara keseluruhan cukup memuaskan 5. Fair Skill : Tampak terlatih tetapi belum cukup baik Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya Terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum melakukan gerakan Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah ditempatkan dipekerjaan itu sejak lama Mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan tetapi tampak tidak selalu yakin Sebagian waktu terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri Jika tidak bekerja sungguh-sungguh otuputnya akan sangat rendah Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakannya

18 6. Poor Skill : Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikiran Gerakan-gerakannya kaku Kelihatan ketidakyakinannya pada urutan-urutan gerakan Seperti yang tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaannya Ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakan kerja Sering melakukan kesalahan-kesalahan Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri Secara keseluruhan tampak pada kelas-kelas diatas bahwa yang membedakan kelas keterampilan seseorang adalah keragu-raguan, ketelitian gerakan, kepercayaan diri, koordinasi, irama gerakan, bekas-bekas latihan dan hal-hal lain yang serupa. Dengan pembagian ini pengukur akan lebih terarah dalam menilai kewajaran pekerja dilihat dari segi keterampilannya. Karenanya faktor penyesuaian yang nantinya diperoleh dapat lebih objektif. Faktor usaha ( effort ) adalah kesungguhan yan ditunjukkan atau diberikan operator ketika bekerja. Berikut ini ada enam kelas usaha dengan ciri-cirinya. 1. Excessive Effort : Kecepatan sangat berlebihan Usahanya sangat bersungguh-sungguh tetapi dapat membahayakan kesehatannya Kecepatan yang ditimbulkannya tidak dapat dipertahankan sepanjang hari kerja 2. Excellent Effort : Jelas terlihat kecepatan kerjanya yang tinggi Gerakan-gerakan lebih ekonomis daripada operator-operator biasa Penuh perhatian pada pekerjaannya

19 Bangga atas kelebihannya Gerakan-gerakan yang salah terjadi sangat jarang sekali Bekerja secara sistematis Karena lancarnya, perpindahan dari suatu elemen ke elemen lain tidak terlihat 3. Good Effort : Bekerja berirama Penuh perhatian pada pekerjaannya Senang pada pekerjaannya Kecepatannya baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari Menggunakan alat-alat yang tepat dengan baik Memelihara dengan baik kondisi peralatan 4. Average Effort : Tidak sebaik Good, tetapi lebih baik dari Poor Bekerja dengna stabil Melakukan kegiatan-kegiatan terencana 5. Fair Effort : Kadang-kadang perhatian tidak ditujukan pada pekerjaan Kurang sungguh-sungguh Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja baku Terlampau hati-hati Sistematika kerjanya sedang-sedang Gerakan-gerakannya tidak terencana 6. Poor Effort : Banyak membuang-buang waktu Tidak memperhatikan adanya minat bekerja

20 Tampak malas dan lambat bekerja Melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu untuk mengambil alat-alat dan bahanbahan Tidak perduli pada cocok/baik tidaknya peralatan yang dipakai Dari uraian diatas terlihat adanya korelasi antara keterampilan dengan usaha. Dalam prakteknya banyak terjadi pekerja yang mempunyai keterampilan rendah bekerja dengan usaha yang lebih sungguh-sungguh sebagai imbangannya. Kadang-kadang usaha ini begitu besarnya sehingga tampak berlebihan dan tidak banyak menghasilkan. Sebaliknya seseorang yang mempunyai keterampilan tinggi tidak jarang bekerja dengan usaha yang tidak didukung dihasilkannya performance yang lebih baik. Jadi walaupun hubungan antara kelas tinggi pada keterampilan dengan usaha tampak erat sebagaimana juga dengan kelas-kelas rendah ( misalnya Excellent dengan Excellent, Fair dengan Fair dan selanjutnya ), kedua faktor ini adalah hal-hal yang dapat terjadi secara terpisah didalam pelaksanaan pekerjaan. Karenanya cara Westinghouse memisahkan faktor keterampilan dari usaha dalam rangka penyesuaian. Faktor kondisi kerja ( condition ) adalah kondisi fisik lingkungan, misalnya : keadaan pencahayaan, temperatur, dan kebisingan ruangan. Bila tiga faktor lainnya yaitu keterampilan, usaha, dan konsisten merupakan apa yang dicerminkan operator, maka kondisi kerja merupakan sesuatu diluar operator yang diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan merubahnya. Oleh sebab itu faktor kondisi sering disebut sebagai faktor manajemen, karena pihak inilah yang dapat dan berwenang merubah atau memperbaikinya. Kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas, yaitu : 1. Ideal 2. Excellent 3. Good 4. Average 5. Fair, dan

21 6. Poor Kondisi yang ideal tidak selalu sama bagi setiap pekerjaan karena berdasarkan karakteristiknya masing-masing pekerja membutuhkan kondisi ideal sendiri-sendiri. Suatu kondisi yang dianggap baik untuk suatu pekerjaan dapat saja dirasakan sebagai Fair atau bahkan Poor bagi pekerjaan yang lain. Pada dasarnya kondisi ideal adalah kondisi yang paling cocok untuk pekerjaan yang berangkutan, yaitu yang memungkinkan performance maksimal dari pekerja. Kondisi Poor adalah kondisi lingkungan yang tidak membantu jalannya pekerjaan bahkan sangat menghambat pencapaian performance yang baik. Sudah tentu suatu pengetahuan tentang keadaan bagaimana yang disebut ideal, dan bagaimana pula yang disebut Poor perlu dimiliki agar penilaian terhadap kondisi kerja dalam rangka melakukan penyesuaian dapat dilakukan dengan seteliti mungkin. Faktor konsistensi ( consistency ) perlu diperhatikan karena kenyataannya pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari. Selama ini masih dalam batas-batas kewajaran masalah tidak timbul, tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan. Sebagaimana halnya dengan faktor-faktor lain, konsistensi juga dibagi menjadi enam kelas, yaitu : 1. Perfect 2. Excellent 3. Good 4. Average 5. Fair, dan 6. Poor Seseorang yang bekerja Perfect adalah yang dapat bekerja dengan waktu penyelesaian yang boleh dikatakan tetap dari saat ke saat. Secara teoritis mesin atau pekerja yang waktunya

22 dikendalikan mesin merupakan contoh dimana variasi waktu tidak diharapkan terjadi. Sebaiknya konsistensi yang Poor terjadi bila waktu-waktu penyelesaian berselisih jauh dari rata-rata. Konsistensi rata-rata atau Average adalah bila selisih antara waktu penyelesaian dengan rata-ratanya tidak besar walaupun ada satu dua yang jauh. Tabel penyesuaian dari Westinghouse :

23 Tabel 2.1 Tabel penyesuaian Westinghouse Faktor Kelas Lambang Penyesuaian Skill Super skill A1 + 0.15 A2 + 0.13 Excellent B1 + 0.11 B2 + 0.08 Good C1 + 0.06 C2 + 0.03 Average D 0.00 Fair E1-0.05 E2-0.10 Poor F1-0.16 F2-0.22 Effort Excessive A1 + 0.13 A2 + 0.12 Excellent B1 + 0.10 B2 + 0.08 Good C1 + 0.05 C2 + 0.02 Average D 0.00 Fair E1-0.04 E2-0.08 Poor F1-0.12

24 F2-0.17 Condition Ideal A + 0.06 Excellent B + 0.04 Good C + 0.02 Average D 0.00 Fair E - 0.03 Poor F - 0.07 Consistency Perfect A + 0.04 Excellent B + 0.03 Good C + 0.01 Average D 0.00 Fair E - 0.02 Poor F - 0.04 Sumber : Sutalaksana (1979) Langkah-langkah dalam melakukan perhitungan dengan metode Westinghouse, yaitu : Menghitung waktu siklus dari suatu aktivitas Menentukan nilai penyesuaian berdasarkan table metode Westinghouse Menghitung waktu normal 2.1.7.3 Kelonggaran Didalam penentuan waktu baku perlu dipertimbangkan masalah kelonggaran yang diberikan kepada operator. Kelonggaran ini diberikan untuk memenuhi tiga hambatan, yaitu : untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Kesemuanya ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh operator dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan. Beberapa jenis kelonggaran meliputi :

25 1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi Yang termasuk dalam kelonggaran pribadi adalah hal-hal seperti minum sekedar untuk menghilangkan rasa haus, kekamar kecil, bercakap-cakap dengan teman kerja sekedar untuk menghilangkan ketengangan atau kejemuan dalam bekerja. Kebutuhan-kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak. Karena jika seseorang diharuskan terus bekerja sepanjang jam-jam kerja atau dengan kata lain adanya larangan demikian tidak saja merugikan pekerja ( tuntutan psikologis dan fisiologis wajar ) tetapi juga merugikan perusahaan karena dengan kodisi demikian pekerja tidak akan dapat bekerja dengan baik bahkan hampir dapat dipastikan produktivitasnya menurun. Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti itu berbedabeda dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya karena setiap pekerjaan mempunyai karakteristik sendiri-sendiri dengan tuntutan yang berbeda-beda. 2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitas. Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique. Bila hal ini berlangsung terus pada akhirnya akan terjadi fatique total yaitu jika anggota badan yang bersangkutan sudah tidak dapat melakukan gerakan kerja sama sekali walaupun sangat dikehendaki. Hal demikian jarang terjadi karena berdasarkan pengalamannya pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa, sehingga lambatnya gerakangerakan kerja ditujukan untuk menghilangan rasa fatique ini. Karena itulah kelonggaran untuk melepaskan rasa lelah karena fatique ini perlu ditambahkan. 3. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tak terhindarkan

26 Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai hambatan. Ada hambatan yang dapat dihindari seperti mengobrol yang berlebihan dan menganggur dengan sengaja, ada pula hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya. Bagi hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan selain menghilangkannya, sedangkan bagi yang terakhir walaupun harus diusahakan serendah mungkin, hambatan akan tetap ada dan karenanya harus diperhitungkan dalam perhitungan waktu baku. Tabel kelonggaran : Tabel 2.2 Tabel Kelonggaran Faktor Contoh Pekerjaan Kelonggaran ( % ) A.Tenaga yang keluarkan Ekuivalen Pria Wanita beban 1.Dapat diabaikan Kerja dimeja, duduk Tanpa beban 0.0-6.0 0.0-6.0 2.Sangat ringan Kerja dimeja, ringan 0.00-2.25 6.0-7.5 6.0-7.5 3.Ringan Menyekop ringan 2.25-9.00 7.5-12.0 7.5-16.0 4.Sedang Mencangkul 9.00-18.00 12.0-16.0-30.0 19.0 5.Berat mengayun palu berat 18.00-27.00 19.0-30.0 6.Sangat berat Memanggul beban 27.00-50.00 30.0-50.0 7.Luar biasa berat Memanggul karung >50kg berat B.Sikap kerja

27 1.Duduk Duduk, ringan 0.0-1.0 2.Berdiri diatas dua kaki Badan tegak, 1.0-2.5 3.Berdiri diatas satu kaki bertumpu pada 2 kaki 1 kaki mengerjakan alat control 2.5-4.0 4.Berbaring Bagian sisi, depan, 2.5-4.0 5.Membungkuk C.Gerakan kerja belakang Bungkuk bertummpu pada 2 kaki 4.0-10 1.Normal Ayunan bebas dari 0 2.Agak terbatas palu Ayunan terbatas dari palu 0-5 3.Sulit Membawa beban 0-5 4.Pada anggota-anggota badan terbatas 5.Seluruh anggota badan terbatas berat 1 tangan Kerja dengan tangan diatas kepala Kerja dilorong yang sempit 5-10 10-15 D.Kelelahan mata Pecahayaan baik Buruk 1.Pandangan yang terputus-putus Membawa alat ukur 0.0-6.0 0.0-6.0 2.Pandangan yang hampir terus-menerus Pekerjaan yg teliti 6.0-7.5 6.0-7.5 3.Pandangan terus-menerus dengan fokus periksa cacat pada 7.5-12.0 7.5-16.0 kain

28 berubah-ubah 12.0-19.0 16.0-30.0 4.Pandangan terus-menerus dengan fokus Pemeriksaan sangat 19.0-30.0 teliti Tetap 30.0-50.0 E.Keadaan temperatur tempat kerja Temperatur ( o C ) Kelemahan normal Berlebihan 1.Beku Dibawah 0 Diatas 10 Diatas 12 2.Rendah 0-13 10-0 12-5 3.Sedang 13-22 5-0 8-0 4.Normal 22-28 0-5 0-8 5.Tinggi 28-38 5-40 8-100 6.Sangat tinggi Diatas 38 Diatas 40 Diatas 100 F.Keadaan atmosfer 1.Baik Berventilasi baik, 0 2.Cukup udara segar Ventilasi kurang baik, berbau ( tidak berbahaya ) 0-5 3.Kurang baik Debu-debu beracun / 5-10 tidak, tapi banyak 4.Buruk Berbau dan 10-20 berbahaya sehingga memakai alat nafas G.Keadaan lingkungan yang baik 1.Bersih,sehat,cerah,kebisingan rendah 0 2.Siklus kerja berulang-ulang 5-10 detik 0-1

29 3. Siklus kerja berulang-ulang 0-5 detik 1-3 4.Sangat bising 0-5 5.Faktor-faktor berpengaruh dapat menurunkan kualitas 0-5 6.Terasa adanya getaran lantai 5-10 7.Keadaan-keadaan yang luar biasa 5-15 Sumber : Sutalaksana ( 1979 ) 2.1.8 Keseimbangan Lini Aliran proses produksi suatu departemen ke departemen yang lainnya membutuhkan waktu proses (waktu siklus) produk tersebut. Apabila terjadi hambatan atau ketidakefisiensian dalam suatu departemen akan mengakibatkan tidak lancarnya aliran material ke departemen berikutnya, sehingga terjadi waktu menunggu (delay time) dan penumpukan material (material in proses storage). Dalam upaya menyeimbangkan lini produksi maka tujuan utama yang ingin dicapai adalah mendapatkan tingkat efesiensi yang tinggi bagi setiap departemen dan berusaha memenuhi rencana produksi yang telah ditetapkan, sehingga diupayakan untuk memenuhi perbedaan waktu kerja dan memperkecil waktu tunggu. Konsep keseimbangan lini produksi sangat cocok ditetapkan untuk perusahaan bertipe produksi massal. Pada produksi massal, penyeimbangan lintasan ini akan sangat bermanfaat. Pada produksi massal, penurunan sedikit waktu siklus produksi akan memberikan penghematan besar dalam biaya produksi. Lini produksi yang seimbang berarti tidak ada operasi-operasi yang mengganggur (idle), juga akan memberikan efesiensi yang bermuara pada optimalitas biaya produksi. Pada produksi massal, lini produksi yang seimbang juga akan memudahkan penyiapan fasilitas dan bahan-bahan pembantu. Beberapa perusahaan mengimplementasikan keseimbangan lintasan ini secara maksimal, disertai dengan pemasangan konveyor. 2.1.9 Lini Produksi

30 Lini produksi adalah penempatan area-area kerja dimana operasi-operasi diatur secara berurutan dan material bergerak secara kontinu melalui operasi yang terangkai seimbang. Menurut karakteristiknya proses produksinya, lini produksi dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Lini fabrikasi, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah operasi pekerjaan yang bersifat membentuk atau mengubah bentuk benda kerja. 2. Lini perakitan, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah operasi perakitan yang dikerjakan pada beberapa station kerja dan digabungkan menjadi benda assembly atau subassembly. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari perencanaan lini produksi yang baik adalah sebagai berikut : 1. Jarak perpindahan material yang minim diperoleh dengan mengatur susunan dan tempat kerja. 2. Aliran benda kerja (material), mencakup gerakan dari benda kerja yang kontinu. Alirannya diukur dengan kecepatan produksi dan bukan oleh jumlah spesifik. 3. Pembagian tugas terbagi secara merata yang disesuikan dengan keahlian masingmasing pekerja sehingga pemanfaatan tenaga kerja lebih efesien. 4. Pengerjaan operasi yang serentak (simultan) yaitu setiap operasi dikerjakan pada saat yang sama diseluruh lintasan produksi. 5. Operasi unit. Lintasan dimaksud sebagai penghasil unit tunggal, satu seri operasi atau grup pekerja ditugaskan untuk suatu produk. Seluruh lintasan merupakan satu unit produksi. 6. Gerakan benda kerja tetap sesuai dengan set-up dari lintasan dan bersifat tetap. 7. Proses memerlukan waktu yang minimum. Persyaratan yang harus diperhatikan untuk menunjang kelangsungan lintasan produksi antara lain sebagai berikut :

31 1. Pemerataan distribusi kerja yang seimbang di setiap stasiun kerja yang terdapat didalam suatu lintasan produksi fabrikasi atau suatu lintasan perakitan yang bersifat manual. 2. Pergerakan aliran benda kerja yang kontinyu pada kecepatan yang seragam. Alirannya tergantung pada waktu operasi. 3. Arah aliran material harus tetap sehingga memperkecil daerah penyebaran dan mencegah timbulnya atau setidak-tidaknya mengurangi waktu menunggu karena keterlambatan benda kerja. 4. Produksi yang kontinu guna menghindari adanya penumpukan benda kerja di lain tempat sehingga diperlukan aliran benda kerja pada lintasan produksi secara kontinu. Keseimbangan lintasan, proses penyusunan bersifat teoritis. Dalam praktik persyaratan diatas mutlak untuk dijadikan dasar pertimbangan. 2.1.10 Line Balancing Kriteria umum keseimbangan lintasan produksi adalah memaksimumkan efisiensi atau meminimumkan balance delay. Tujuan pokok dari penggunaan metode ini adalah untuk mengurangi atau meminimumkan waktu menganggur (idle time) pada lintasan yang ditentukan oleh operasi yang paling lambat. Tujuan rencana keseimbangan lintasan adalah mendistribusikan unit-unit kerja atau elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar waktu menganggur dari stasiun kerja pada suatu lintasan produksi dapat ditekan seminimal mungkin. Pembuatan suatu produk pada umumnya dilakukan melalui beberapa tahapan proses produksi pada beberapa departemen berupa aliran proses produksi, aliran proses produksi. Aliran proses produksi disini adalah yang diperlukan untuk memindahkan elemenelemen produksi, seperti bahan atau material, part, orang dan lain-lain mulai dari awal proses sampai produk yang dikehendaki bisa melalui lintasan produksi. Aliran proses produksi dari suatu departemen ke departemen yang lainnya merupakan bagian dari waktu proses

32 (waktu siklus) produk tersebut. Apabila terjadi hambatan atau ketidakefisienan dalam suatu departemen akan mengakibatkan tidak lancarnya aliran material ke departemen berikutnya, sehingga terjadi waktu menunggu (delay time) dan penumpukan material (material in proses storage). Lini perakitan (assembly line) adalah sebuah lini produksi yang mana material atau bahan bergerak secara kontinu dalam tingkat rata-rata seragam pada seluruh urutan stasiun kerja dimana pekerjaan perakitan dilakukan. Lini perakitan akan menjadi bagian utama dari manufacturing dan operasi perakitan, walaupun pekerjanya mungkin digantikan oleh robot. Pengaturan kerja sepanjang lini perakitan akan bervariasi sesuai ukuran produk yang akan dirakit, kebutuhan proses pendahuluan, ketersediaan ruang, elemen pengerjaan dan kondisi pengerjaan, yang akan dikenakan pada job. Adapun dua permasalahan penting dalam penyeimbangan lini adalah : 1. Penyeimbangan antara stasiun kerja 2. Menjaga kelangsungan produksi di dalam lini perakitan Bila idle dari lini perakitan sangat tinggi, perlu dilakukan penyeimbangan sempurna dari lini perakitan dengan menggabungkan elemen-elemen kerja menjadi beberapa stasiun kerja sampai waktu pengerjaan tiap stasiun kerja relatif sama. Waktu siklus adalah jumlah waktu masing-masing elemen untuk memproduksi satu unit produk pada kondisi operator normal dalam melakukan tugas atau kerjanya. Tujuan perencanaan keseimbangan lintasan adalah mendistribusikan unit-unit kerja atau elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar waktu menganggur dari stasiun kerja pada suatu lintasan produksi dapat ditekan seminimal mungki, sehingga pemanfaatan dari peralatan maupun operator dapat digunakan semaksimal mungkin. Penyeimbangan lintasan memerlukan metode tertentu yang sistematis. Metode penyeimbangan lini rakit yang digunakan antara lain sebagai berikut : 1. Metode Rank Positional Weight 2. Metode Largest Candidate Rule

33 3. Metode Killbridge Wester Untuk dapat memilih dan menentukan metode yang tepat dalam penyeimbangan lini perakitan perlu dikembangkan metode analisis guna mengetahui preformansi masing-masing metode yang ada terhadap karakteristik pengerjaan perakitan, sehingga akan dapat ditentukan metode penyusunan stasiun kerja yang paling efesien dan pertimbangkan kelebihan dan kekurangan untuk tiap metode. Syarat dalam pengelompokan stasiun kerja (line balancing) adalah sebagai berikut : 1. Hubungan dengan proses terdahulu. 2. Jumlah stasiun kerja tidak boleh melebihi jumlah elemen kerja. 3. Waktu siklus lebih dari atau sama dengan waktu maksimum dari tiap waktu di stasiun kerja dari tiap elemen pengerjaan.

34 2.2 Kerangka Pemikiran PT. CARVIL ABADI Pengumpulan Data Pengolahan Data Perhitungan Line Balancing Analisa Hasil dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber : Analisis data (2010)