BAB II METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

Gambar 6. Peta Lokasi Kabupaten Majalengka (Sumber : PKSKL IPB 2012)

METODOLOGI PENELITIAN. Bukit digunakan metode deskriptif, menurut Moh. Nazir (1983:63) Metode

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN LAHAN KRITIS DI DAERAH KOKAP DAN PENGASIH KABUPATEN KULONPROGO

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

METODOLOGI. dilakukan di DAS Asahan Kabupaen Asahan, propinsi Sumatera Utara. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid

ANALISIS LAHAN KRITIS DI KECAMATAN KLEGO KABUPATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

ANALISIS TINGKAT KEKRITISAN LAHAN KAWASAN BUDIDAYA PERTANIAN KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2016

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL

MATERI DAN METODE. Prosedur

BAB IV METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... i. HALAMAN PERNYATAAN... iii. INTISARI... iii. ABSTRACT... iv. KATA PENGANTAR...

METODE PENELITIAN. deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

Gambar 1 Lokasi penelitian.

PENENTUAN LAHAN KRITIS DALAM UPAYA REHABILITASI KAWASAN HUTAN DI KABUPATEN ASAHAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK. a. Surat permohonan kerja praktik dari Fakultas Teknik Universitas. lampung kepada CV.

LOGO Potens i Guna Lahan

METODE. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuannya (Moh.

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG

BAB IV METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN JATINOM KABUATEN KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksploratif. Menurut Moh. Pabundu Tika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM.

BAB III METODE PENELITIAN. Secara astronomi Kecamatan Cipanas terletak antara 6 o LS-6 o LS

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Diajukan Oleh : Mousafi Juniasandi Rukmana E

III. METODE PENELITIAN

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

ANALISIS LAHAN KRITIS DI KECAMATAN MUSUK KABUPATEN BOYOLALI. Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Oleh : SIDIK NURCAHYONO

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

EVALUASI RENCANA TATA RUANG WILAYAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN MELALUI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul

EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGANN PARIWISATA DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT FELIK DWI YOGA PRASETYA

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Jurnal Geodesi Undip April 2015

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK IDENTIFIKASI DEGRADASI LAHAN AKIBAT PERTANIAN HORTIKULTURA DI SEBAGIAN KECAMATAN GARUNG

KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SIMO KABUATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH. Skripsi S-1 Program Studi Geografi

12/29/2010. PEMODELAN SPASIAL KESESUAIAN HABITAT TAPIR (Tapirus indicus Desmarest 1819) DI RESORT BATANG SULITI- TAMAN NASIONAL KERINCI-SEBLAT

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan daerah yang didominasi oleh dataran tinggi dan perbukitan. Kabupten

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

ANALISIS LAHAN KRITIS DI KECAMATAN BULU KABUPATEN SUKOHARJO PROPINSI JAWA TENGAH. Skripsi S-1 Program Studi Geografi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 1. Lokasi Penelitian

LUAS (Hektare) Fungsi Hutan

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. menyelidiki keadaan, kondisi, atau hal-hal lain yang hasilnya dipaparkan dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 7. Lokasi Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah sebuah cara yang digunakan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB IV INPUT DATA SPASIAL (PARAMETER LAHAN KRITIS)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK. Persiapan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN PERKEBUNAN DI KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG

BAB III METODE PENELITIAN

Contents 11/11/2012. Variabel-variabel Kemampuan Lahan. Land Capability

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAHAN DAN METODE. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN MUSUK KABUPATEN BOYOLALI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi

BAB III METODE PENELITIAN. dalam pelaksanaan penelitian (Juliansyah Noor, 2011: 108). menggunakan metode penelitian sampling. Berdasarkan keterkaitan

Lampiran 1. Kriteria Lahan Kritis di Kawasan Hutan Lindung (HL), Budidaya Pertanian (BDP) dan Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan (LKHL)

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK

Transkripsi:

BAB II METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam analisis tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian yaitu dengan menggunakan metode analisis data sekunder yang dilengkapi dengan survei. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dengan unit analisis satuan lahan. Metode analisis dalam penelitian ini terdiri atas metode analisis SIG dengan pendekatan kuantitatif berjenjang tertimbang dan analisis deskriptif. Analisis SIG berfungsi untuk mengetahui agihan kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian parameter/ indikator kekritisan lahan yang digunakan, sedangkan analisis deskriptif digunakan untuk mentukan alternatif pengelolaan lahan kritis. 2.1 Populasi/ Objek Penelitian Populasi/ objek penelitian analisis tingkat keketitisan lahan kawasan budidaya pertanian adalah lahan yang termasuk dalam kawasan peruntukan budidaya pertanian menurut Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Sleman. Sampel pada penelitian ini. Unit analisis dari penelitian ini adalah satuan lahan pada lahan peruntukan budidaya pertanian. 2.2 Metode Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel untuk analisis kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian menggunakan metode purposive sampling. Menurut Yunus Hadi (2016), metode pengambilan sampling pruposif adalah metode sampel yang dipilih secara cermat dengan mengambil objek penelitian yang selektif dan mempunyai ciri-ciri yang spesifik. Sampel yang diambil memiliki cirri-ciri yang khusus dari populasi sehingga dapat dianggap cukup representative. Ciri-ciri maupun strata yang khusus tersebut tergantung keingginan peneliti. 26

27 Sampling pada penelitian ini digunakan untuk mendukung hasil analisis serta untuk mengetahui akurasi hasil interpretasi data pengindraan jauh untuk memperoleh data parameter kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian. Pengambilan sampel dilakukan pada satuan lahan sebagai unit samplingnya. Penelitian mengenai lahan biasanya menggunakan satuan analisis dan satuan pemetaan berupa satuan lahan. Satuan lahan adalah satuan bentang alam yang digambarkan serta di petakan atas dasar sifat fisik atau karakteristik lahan tertentu. Satuan lahan terdiri dari data kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan jenis tanah. Pengambilan sampel pada satuan lahan bertujuan untuk melakukan validasi dari hasil pengolahan menggunakan data penginderaan jauh. Hasil pembuatan satuan lahan di daerah penelitian diperoleh 82 satuan lahan (terlampir), dengan titik sampel sebanyak 36 titik sampel. Penentuan jumlah titik sampel tersebut ditentukan berdasarkan permasalahan penelitian yaitu difokuskan pada lahan yang mempunyai jenis tanah sama dengan kondisi penggunaan lahan dan kemiringan leremg yang berbeda pada kawasan budidaya pertanian Kabupaten Sleman, serta juga ditentukan berdasarkan kemampuan peneliti. Sampel tersebut dianggap mewakili anggota populasi atas dasar karaketer strata, yang mana data satuan lahan diperoleh dari pemanfaatan data pengindraan jauh yang didapat dengan teknik interpretasi visual yang berdasarkan unsur interpertasi, seperti warna, tekstur, bentuk dan lain sebagainya, kemudian dikalsifikasikan berdasarkan karakteristik yang sama, sehingga jika suatu populasi memiliki karakteristik yang sama maka termasuk anggota populasi yang sejenis. 2.3 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan pada pada analisis tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian Kabupaten Sleman tahun 2016 yaitu pengumpulan data sekunder serta observasi tidak langsung. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain data luas dan hasil panen yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sleman, data tingkat erosi dan data agihan batuan dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sleman. Observasi tidak langsung dilakukan untuk memperoleh data penggunaan lahan

28 dan data kemiringan lereng. Data penggunaan lahan diperoleh melalui observasi tidak langsung dengan citra landsat 8. Data kemiringan lereng diperoleh dengan melalui observasi tidak langsung pada hasil pengolahan data SRTM. 2.4 Instrumen dan Bahan Penelitian Instrumen penelitian meliputi alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ketahanan pangan terhadap kerawanan pangan, yaitu sebagai berikut: 2.4.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Perangkat lunak ArcGis 10.01 untuk menerima, memasukkan, mengolah, menyimpan data serta proses presentasi data. 2. Abney Level 3. GPS untuk memperoleh data. 2.4.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Citra satelit Landsat 8 OLI terkoreksi Level-1T, path 120 row 64, perekaman 30 Agustus 2016, tutupan awan 3 %. 2. Peta administrasi Kabupaten Sleman skala 1: 300.000 tahun 2015. 3. Peta jenis tanah Kabupaten Sleman skala 1: 300.000 tahun 2015. 4. Peta tingkat erosi Kabupaten Sleman skala 1: 300.000 tahun 2015. 5. Peta banyak agihan batuan Kabupaten Sleman skala 1: 300.000 tahun 2015. 6. Data jumlah produksi dan luas panen Kabupaten Sleman Tahun 2016. 7. Citra SRTM Kabupaten Sleman Tahun 2015. 2.5 Teknik Pengolahan Data 2.5.1 Pengolahan Data Parameter Kekritisan Lahan Kawasan Budidaya Pertanian A. Manajemen Lahan Penilaian parameter manajemen lahan untuk tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian berdasarkan ada tidaknya penerapan konservasi

29 tanah dan pemeliharaan. Klasifikasi penilaian manajemen lahan terbagi menjadi tiga kategori, yaitu baik, sedang, dan buruk. Manajemen lahan mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam penentuan tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian sehingga mempunyai bobot 30. Kelas manajemen lahan baik mempunyai harkat 5, kelas sedang 4, sedangkan kelas buruk mendapatkan harkat 3. Perolehan data manajemen lahan dalam penelitian ini pada awalnya menggunakan data penggunaan lahan hasil digitasi citra Landsat komposit 567. Hasil digitasi tersebut yang digunakan untuk melakukan survei melihat bagaimanakah manajemen lahan yang ada. Kelas dan harkat manajemen lahan detailnya dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Kelas dan Harkat Manajemen Lahan Manajemen (Bobot) Kelas Kriteria Harkat Manajemen Lahan (30) Baik Penerapan teknologi konservasi tanah lengkap 5 Sedang Tidak lengkap dan tidak dipelihara 4 Buruk Tidak ada 3 Sumber: Departemen Kehutanan SK No. 167/V-SET/2004 B. Produktivitas Pertanian Parameter produktivitas pertanian mempunyai pengaruh yang besar dalam menentukan tingkat kekritisan lahan. Sama halnya dengan manajemen lahan, produktivitas pertanian juga mempunyai bobot 30. Klasifikasi penilaian produktivitas pertanian terbagi menjadi lima kelas, yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Produktivitas pertanian sangat dipengaruhi luas dan banyaknya hasil panen. Produktivitas pertanian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan produktivitas pertanian pangan seperti padi, jagung, kacang tanah, kacang hijau, kedelai, dan ubi. Data produktivitas pertanian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sleman. Kelas dan harkat produktivitas pertanian detailnya dapat dilihat pada tabel 2.2.

30 Tabel 2.2 Kelas dan Harkat Produktivitas Pertanian Kriteria (Bobot) Kelas Deskripsi Harkat Sangat Tinggi Rasio terhadap produksi komoditi umum sangat optimal pada pengelolaan tradisional 5 Tinggi Rasio terhadap produksi komoditi sudah optimal pada pengelolaan tradisional 4 Produktivitas (30) Sedang Rasio terhadap produksi komoditi umum cukup optimal pada pengelolaan tradisional 3 Rendah Rasio terhadap produksi komoditi umum kurang optimal pada pengelolaan tradisional 2 Sangat Rendah Rasio terhadap produksi komoditi umum sangat kurang optimal pada pengelolaan tradisional Sumber: Departemen Kehutanan SK No. 167/V-SET/2004 1 C. Kemiringan Lereng Kemiringan lereng mempunyai bobot 20 dalam penenentuan tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian. Data kemiringan lereng diperoleh dari pengolahan data SRTM melalui software ArcGIS. Data hasil pengolahan tersebut digunakan sebagai acuan titik sampel survei. Survei yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan data primer kemiringan lereng dengan menggunakan abney level. Klasifikasi penilaian kemiringan lereng terbagi menjadi lima kelas yaitu, datar, landai, agak curam, curam, serta sangat curam. Kelas dan harkat kemiringan lereng detailnya dapat dilihat pada tabel 2.3. Kelas Lereng (Bobot) Kelas Lereng (20) Tabel 2.3 Kelas dan Harkat Kemiringan Lereng Kelas Kemiringan Lereng (%) Harkat Datar < 8 5 Landai 8-15 4 Agak Curam 16-25 3 Curam 26-40 2 Sangat Curam >40 1 Sumber: Departemen Kehutanan SK No. 167/V-SET/2004

31 D. Tingkat Erosi Tingkat erosi mempunyai bobot 15 dalam penenentuan tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian. Data tingkat erosi yang digunakan dalam penelitian analisis kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian Kabupeten Sleman adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Perencanaan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sleman. Data spasial tersebut mempunyai klasifikasi yang sesuai dengan klasifikasi penilaian menurut Direktorat Rehabilitasi dan Konservasi Tanah yaitu, ringan, sedang, berat, serta sangat berat. Kelas dan harkat bahaya erosi detailnya dapat terlihat pada table 2.4 Kelas Erosi (Bobot) Kelas Erosi (15) Tabel 2.4 Kelas dan Harkat Bahaya Erosi Kelas Deskripsi Keterangan Harkat Ringan Sedang Berat Sangat Berat Tanah dalam: <25% lapisan tanah atas hilang dan/atau erosi alur pada jarak 20 50 m Tanah dangkal: <25% lapisan tanah atas hilang dan/atau erosi alur pada jarak >50 m Tanah dalam: 25 75 % lapisan tanah atas hilang dan/atau erosi alur pada jarak kurang dari 20 m Tanah dangkal: 25 50 % lapisan tanah atas hilang dan/atau erosi alur dengan jarak 20-50 Tanah dalam: Lebih dari 75 % lapisan tanah atas hilang dan/atau erosi parit dengan jarak 20-50 m Tanah dangkal: 50 75 % lapisan tanah atas hilang Tanah dalam:semua lapisan tanah atas hilang >25% lapisan tanah bawah dan/atau erosi parit dengan kedalaman sedang pada jarak < 20 m Tanah dangkal:>75 % lapisan tanah atas telah hilang, sebagian lapisan tanah bawah telah tererosi Horison A utuh/sedikit hilang Sebagian horizon A hilang,terdapat alur-alur Seluruh horizon A hilang,bayak parit akibat erosi alur Sebagian besar solum tanah hilang, terdapat gejala erosi parit. Sumber: Departemen Kehutanan SK No. 167/V-SET/2004 dan Norman Hudson,(1973 dalam Buhtari 1997) E. Agihan Batuan Data spasial agihan batuan yang digunakan dalam penelitian analisis tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian tahun 2016 merupakan 5 4 3 2

32 data sekunder dari Badan Perencanaan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sleman. Data spasial tersebut mempunyai klasifikasi yang sesuai dengan klasifikasi penilaian menurut Direktorat Rehabilitasi dan Konservasi Tanah yaitu, sedikit, sedang, dan banyak. Agihan batuan sedikit berarti terdapat 10% batuan yang terlihat atau berada di permukaan tanah, sedang 10-30%, lalu banyak >30%. Parameter agihan batuan mempunyai bobot 5 dalam penentuan tingkat kekritisan lahan di kawasan budidaya pertanian. Kelas dan harkat batuan detailnya dapat terlihat pada tabel 2.5. Tabel 2.5 Kelas dan Harkat Batuan Batuan (% Bobot) Kelas Kriteria Harkat Batuan (5) Sedikit Sedang Banyak < 10 % permukaan lahan tertutup batuan 10-30 % permukaan lahan tertutup batuan > 30 % permukaan lahan tertutup batuan Sumber: Departemen Kehutanan SK No. 167/V-SET/2004 5 3 1 2.5.2 Analisis Spasial (Overlay) Salah satu fasilitas yang ada pada software ArcGIS 10.1 adalah analisis spasial. Analisis spasial yang digunakan untuk pemetaan tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian yaitu dengan menggunakan fasilitas Overlay. Overlay merupakan salah satu fasilitas analisis spasial yang berfungsi untuk menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang lain beserta atributatributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang memiliki informasi atribut dari kedua peta tersebut. Jenis fasilitas overlay yang digunakan untuk menampalkan kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian yaitu berupa Intersect. Cara kerja intersect ialah layer 2 akan memotong layer 1 untuk menghasilkan layer output yang berisi atribut-atribut baik dari tabel atribut milik layer 1 maupun tabel atribut milik layer 2. Kelima peta yang menjadi parameter kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian ditumpang susunkan menjadi satu dengan fasilitas Intersect pada software ArcGIS. Informasi attribute table hasil Intersect akan menghasilkan informasi attribute table gabungan dari Peta Manajemen Lahan, Peta

33 Produktivitas Pertanian, Peta Kemiringan Lereng, Peta Tingkat Erosi, dan Peta Agihan Batuan. 2.5.3 Analisis Pemodelan Spasial Analisis pemodelan spasial melalui metode kuantitatif yaitu dengan menghitung skor kekritisan lahan terhadap peta hasil overlay. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks ketahanan pangan, yaitu sebagai berikut: Skor = (30*HM) + (30*HP) + (20*HKL) + (15*HE) + (5*HA).. (1) HM : Harkat Manajemen Lahan HP : Harkat Produktivitas Pertanian HKL : Harkat Kemiringan Lereng HE : Harkat Erosi HA : Harkat Agihan Batuan Hasil perhitungan skor kekritisan lahan, selanjutnya dikelaskan menjadi lima kelas dengan mengunakan klasifikasi menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor. P.32/Menhut-II/2009 tentang petunjuk teknis penyusunan data spasial lahan kritis. Range kelas, kategori dan tingkat ketahanan pangan dapat dijabarkan pada tabel 2.6 berikut ini. Tabel 2.6 Range Kelas Tingkat Kekritisan Lahan Range kelas Kategori 115-200 Sangat Kritis 201-275 Kritis 276-350 Agak Kritis 351-425 Potensial Kritis 426-500 Tidak Kritis Sumber: Departemen Kehutanan SK No. 167/V-SET/2004

34 2.6 Metode Analisis Data Analisis data untuk penelitian tingkat kektitisan lahan kawasan budidaya pertanian dilakukan dengan menggunakan metode analisis SIG. Metode analisis SIG yang digunakan adalah metode pendekatan kuantitatif berjenjang tertimbang dengan melakukan overlay atau tumpang susun parameter-parameter kekritisan lahan. Tumpang susun atau overlay merupakan suatu data grafis adalah menggabungkan antara dua atau lebih data grafis untuk dapat diperoleh data grafis baru yang mempunyai satuan pemetaan (unit pemetaan) gabungan dari beberapa data grafis tersebut. Jadi, dalam proses tumpang susun akan diperoleh satuan pemetaan baru. Dalam hal ini tumpang susun dilakukan pada parameter dalam penentuan lahan kritis kawasan budidaya pertanian kawasan budidaya pertanian yang meliputi produktivitas pertanian, manajemen lahan, tingkat erosi, kemiringan lereng dan agihan batuan. Parameter parameter tersebut mempunyai skor hasil perkalian antara harkat dengan bobot pada setiap kriteria lahan. Analisis data juga dilakukan dengan metode analisis deskriptif untuk menentukan alternatif pengelolaan lahan pada area lahan kritis yang ada di Kawasan budidaya pertanian Kabupaten Sleman.

35 2.7 Diagram Alir Penelitian Citra Landsat 8 Citra SRTM Data Sekunder Luas Data Sekunder Luas Data Sekunder Data sekunder Panen Panen Batuan Erosi Digitasi Topo to raster, slope, reclassify Perhitungan Produktivitas Klasifikasi Klasifikasi Jenis Tanah Penggunaan Lahan Kemiringan Lereng Klasifikasi Data Spasial Erosi Data Spasial Batuan Data Spasial Produktivitas Satuan Lahan Overlay Overlay Survei Skoring & Pembobotan Alternatif pengelolaan Data Spasial Manajemen Lahan Data Spasial Kemiringan Lereng Peta tingkat kekritisan lahan Gambar 1.2 Diagram Alir Penelilitian