BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Kutu Kebul (Bemisia tabaci) pada Berbagai Stadia Hidup (telur, nimfa, imago) 4.1.1 Jumlah Telur Hasil anava pada lampiran1.1 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata terhadap jumlah telur. Hal ini dapat dilihat dari nilai F hitung > F tabel ( 56,153 > 1,65) pada taraf nilai signifikansi (p) < α (0,000 < 0,05). Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pengaruh dari beberapa perlakuan yang diberikan, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan (DMRT) 5% berikut ini. Tabel 4.1 Jumlah telur kutu kebul pada berbagai jenis kedelai Nama galur Rerata jumlah telur Notasi Malabar/Anjasmoro-145-1 18 a Malabar/Anjasmoro-152-1 18,5 a Malabar/Anjasmoro-154-3 22 b Kaba/ 23 b L.Jateng/Sinabung-1040-1 23,5 bc 23,5 bc 23,5 bc Malabar/Sinabung-916-1 24 bc Argomulyo/Sinabung-801-1 25,5 cd 25,5 cd 25,5 cd Sinabung/L.Jateng-582-1 26,5 d Sinabung/Malabar-560-1 27 de Sinabung/Malabar-559-3 29 ef Sinabung/L.Jateng-653-3 29 ef Anjasmoro/Malabar-8-3 29,5 fg Sinabung/Anjasmoro-512-2 30 fgh Anjasmoro/Malabar-18-5 30,5 fgh 37
38 Lanjutan tabel 4.1 Jumlah telur kutu kebul pada berbagai jenis kedelai Nama galur Rerata jumlah telur Notasi Argomulyo/Anjasmoro230-2 30,5 fgh Argomulyo/Sinabung-708-1 30,5 fgh Sinabung/L.Jateng-608-1 31 fgh Anjasmoro 31,5 gh Sinabung/L.Jateng-599-1 32 h L. Jateng/Sinabung-1000-9 34,5 i L.Jateng/Sinabung-1032-8 34,5 i L. Jateng/Sinabung-1062-2 34,5 i L. Jateng/Sinabung-1019-3 35 i L.Jateng/Sinabung-1047 35 i L. Jateng/Sinabung-1062-1 35 i G 100 H/9305/IAC-100 35 i G 100 H/9305/IAC-100 35 i Burangrang 35,5 i L. Jateng/Sinabung-1022-1 35,5 i L. Jateng/Sinabung-1026-4 35,5 i L.Jateng/Sinabung-1032-3 35,5 i L. Jateng/Sinabung 1036-1 35,5 i Baluran 35,5 i G 100 H/9305/IAC-100 35,5 i L.Jateng/Sinabung-972 36 i L. Jateng/Sinabung-1032-1 36 i L.Jateng/Sinabung-1037-3 36 i L.Jateng/ Sinabung-987-1 36,5 i Malabar/Sinabung-915-3 37 i Wilis 37 i Tabel 4.1 menunjukkan bahwa rerata jumlah telur paling banyak adalah pada perlakuan Wilis yaitu sebesar 37, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan L. Jateng/Sinabung-1000-9, L. Jateng/Sinabung-1032-8, L. Jateng/Sinabung-1062-2), L. Jateng/Sinabung-1019-3, L. Jateng/Sinabung-1047, L. Jateng/Sinabung-1062-1, G 100 H/9305/IAC-100, G 100 H/9305/IAC-100, Burangrang, L. Jateng/Sinabung-1022-1, L. Jateng/Sinabung-1026-4, L.
39 Jateng/Sinabung-1032-3, L. Jateng/Sinabung1036-1, Baluran, G 100H/9305/IAC- 100, L. Jateng/Sinabung-972, L. Jateng/Sinabung-1032-1, L. Jateng/Sinabung- 1037-), L. Jateng/ Sinabung-987-1 dan Malabar/Sinabung-915-3. Sedangkan rerata jumlah telur paling kecil adalah pada perlakuan Malabar/Anjasmoro-145-1 sebesar, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan Malabar/Anjasmoro-152-1. 4.1.2 Jumlah Nimfa Hasil anava pada lampiran 1.2 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata terhadap jumlah Nimfa. Hal ini dapat dilihat dari nilai F hitung > F tabel ( 179,910 > 1,65 ) atau nilai signifikansi (p) < α (0,000 < 0,05). Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pengaruh dari beberapa perlakuan yang diberikan, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan (DMRT) 5% berikut ini. Tabel 4.2 Jumlah nimfa kutu kebul (B. tabaci) pada berbagai jenis kedelai Nama galur Rerata jumlah nimfa Notasi Kaba/ 29,5 a Argomulyo/Anjasmoro230-2 38,5 b L.Jateng/Sinabung-1040-1 42 c Malabar/Sinabung-916-1 43 c 47 d 47 d 47,5 d 48,5 d Argomulyo/Sinabung-801-1 51 e Malabar/Anjasmoro-145-1 52,5 e Argomulyo/Sinabung-708-1 55 f Sinabung/L.Jateng-582-1 56 fg Anjasmoro/Malabar-8-3 57 fgh Sinabung/Anjasmoro-512-2 57 fgh Sinabung/L.Jateng-653-3 57 fgh Anjasmoro/Malabar-18-5 57,5 fghi Malabar/Anjasmoro-154-3 57,5 fghi
40 Lanjutan tabel 4.2 Jumlah nimfa kutu kebul pada berbagai jenis kedelai Nama galur Rerata jumlah nimfa Notasi Malabar/Anjasmoro-152-1 58 ghij Sinabung/L.Jateng-599-1 58,5 ghijk Sinabung/Malabar-559-3 59 hijk Anjasmoro 60 ijk Sinabung/L.Jateng-608-1 60,5 jk Sinabung/Malabar-560-1 61 k G 100 H/9305/IAC-100 65,5 l Wilis 66,5 lm L. Jateng/Sinabung-1000-9 67,5 lmn L. Jateng/Sinabung-1019-3 67,5 lmn L.Jateng/Sinabung-1032-8 67,5 lmn L. Jateng/Sinabung 1036-1 67,5 lmn L. Jateng/Sinabung-1032-1 68 lmno Baluran 68 lmno L. Jateng/Sinabung-1026-4 68,5 mno L.Jateng/Sinabung-1047 68,5 mno G 100 H/9305/IAC-100 69 mno Malabar/Sinabung-915-3 69,5 nop L.Jateng/Sinabung-1037-3 69,5 nop L. Jateng/Sinabung-1062-2 69,5 nop L.Jateng/Sinabung-1032-3 70 nopq L.Jateng/Sinabung-972 70,5 opqr L. Jateng/Sinabung-1062-1 70,5 opqr G 100 H/9305/IAC-100 70,5 opqr Burangrang 72 pqr L. Jateng/Sinabung-1022-1 72,5 qr L.Jateng/ Sinabung-987-1 73 r Tabel 4.2 menunjukkan bahwa rerata jumlah Nimfa paling banyak adalah pada perlakuan L. Jateng/ Sinabung-987-1 yaitu sebesar 73, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan L.Jateng/Sinabung-972, L. Jateng/Sinabung-1062-1, 37 G 100 H/9305/IAC-100, Burangrang dan L. Jateng/Sinabung-1022-1. Sedangkan
41 rerata jumlah Nimfa paling kecil adalah pada perlakuan Kaba/ IAC-100/ Burangrang sebesar 29%. 4.1.3 Jumlah Pupa Hasil anava pada lampiran 1.3 di atas menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata terhadap jumlah pupa. Hal ini dapat dilihat dari nilai F hitung > F tabel (22,544 > 1,65) atau nilai signifikansi (p) < α (0,000 < 0,05). Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pengaruh dari beberapa galur yang diberikan, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan (DMRT) 5% berikut ini. Tabel 4.3 Jumlah pupa kutu kebul pada berbagai jenis kedelai Nama galur Rerata jumlah pupa Notasi Argomulyo/Anjasmoro230-2 11 a Kaba/ 11 a 11 a Malabar/Anjasmoro-154-3 11,5 a L.Jateng/Sinabung-1040-1 11,5 a 11,5 a 11,5 a 12 ab Malabar/Sinabung-916-1 12,5 abc Malabar/Anjasmoro-152-1 14 bcd Anjasmoro/Malabar-8-3 14,5 cde Sinabung/Anjasmoro-512-2 14,5 cde Sinabung/Malabar-559-3 14,5 cde Sinabung/Malabar-560-1 15 de Sinabung/L.Jateng-582-1 15 de Sinabung/L.Jateng-653-3 15 de Anjasmoro 15,5 def Sinabung/L.Jateng-599-1 16 defg Sinabung/L.Jateng-608-1 16 defg Argomulyo/Sinabung-708-1 16,5 efgh L. Jateng/Sinabung-1000-9 17,5 fghi L. Jateng/Sinabung-1032-1 17,5 fghi
42 Lanjutan tabel 4.3 Jumlah pupa kutu kebul pada berbagai jenis kedelai Nama galur Rerata jumlah pupa Notasi L.Jateng/Sinabung-1032-8 17,5 Fghi L. Jateng/Sinabung-1062-1 17,5 Fghi G 100 H/9305/IAC-100 17,5 Fghi G 100 H/9305/IAC-100 17,5 Fghi Burangrang 18 Ghij L.Jateng/Sinabung-1037-3 18 Ghij L.Jateng/Sinabung-1047 18 ghij Malabar/Sinabung-915-3 18,5 hij L.Jateng/Sinabung-972 18,5 hij Wilis 18,5 hij L. Jateng/Sinabung-1026-4 18,5 hij L.Jateng/Sinabung-1032-3 18,5 hij L. Jateng/Sinabung-1062-2 18,5 hij G 100 H/9305/IAC-100 18,5 hij L. Jateng/Sinabung-1019-3 19 ij L.Jateng/ Sinabung-987-1 19,5 ij L. Jateng/Sinabung-1022-1 19,5 ij L. Jateng/Sinabung 1036-1 19,5 ij Baluran 19,5 ij Argomulyo/Sinabung-801-1 20 j Malabar/Anjasmoro-145-1 22,5 k Anjasmoro/Malabar-18-5 24 k Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa rerata jumlah pupa paling banyak adalah pada galur Anjasmoro/Malabar-18-5 yaitu sebesar L. Jateng/Sinabung- 1019-3, namun tidak berbeda nyata dengan galur Malabar/Anjasmoro-145-1 Sedangkan rerata jumlah imago paling kecil adalah pada galur Argomulyo/Anjasmoro230-2, namun tidak berbeda nyata dengan galur Kaba/,, Malabar/Anjasmoro-154-3, L.Jateng/Sinabung-1040-1,,, IAC- 100/ Burangrang dan Malabar/Sinabung-916-1.
43 4.1.4 Jumlah Imago Hasil anava pada lampiran 1.4 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata terhadap jumlah imago. Hal ini dapat dilihat dari nilai F hitung > F tabel ( 21,828 > 1,65 ) atau nilai signifikansi (p) < α (0,000 < 0,05). Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pengaruh dari beberapa perlakuan yang diberikan, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan (DMRT) 5% berikut ini. Tabel 4.4 Jumlah imago kutu kebul pada berbagai jenis kedelai Nama galur Rerata jumlah imago Notasi Kaba/ 5,5 a 5,5 a 6 ab 6,5 abc 7 abcd Sinabung/L.Jateng-653-3 7,5 bcde Sinabung/L.Jateng-582-1 8 cdef Sinabung/Anjasmoro-512-2 8,5 defg Malabar/Sinabung-916-1 8,5 defg L.Jateng/Sinabung-1040-1 8,5 defg Sinabung/Malabar-559-3 9 efgh Argomulyo/Anjasmoro230-2 9,5 fghi Sinabung/Malabar-560-1 9,5 fghi Argomulyo/Sinabung-708-1 9,5 fghi Sinabung/L.Jateng-599-1 10 ghij Anjasmoro 10 ghij Sinabung/L.Jateng-608-1 10,5 hijk L.Jateng/Sinabung-972 10,5 hijk L. Jateng/Sinabung-1062-1 10,5 hijk Malabar/Anjasmoro-154-3 11 ijkl Malabar/Sinabung-915-3 11 ijkl L. Jateng/Sinabung-1000-9 11 ijkl L. Jateng/Sinabung-1019-3 11 ijkl L. Jateng/Sinabung-1022-1 11 ijkl L.Jateng/Sinabung-1032-3 11 ijkl L. Jateng/Sinabung 1036-1 11 ijkl L.Jateng/Sinabung-1047 11 ijkl Baluran 11 ijkl
44 Lanjutan tabel 4.4 Jumlah imago kutu kebul pada berbagai jenis kedelai Nama galur Rerata jumlah imago Notasi L.Jateng/ Sinabung-987-1 11,5 jklm Burangrang 11,5 jklm L. Jateng/Sinabung-1032-1 11,5 jklm L.Jateng/Sinabung-1032-8 11,5 jklm L. Jateng/Sinabung-1062-2 11,5 jklm G 100 H/9305/IAC-100 11,5 jklm G 100 H/9305/IAC-100 11,5 jklm G 100 H/9305/IAC-100 11,5 jklm Malabar/Anjasmoro-152-1 12 klm Wilis 12 klm L.Jateng/Sinabung-1037-3 12 klm Anjasmoro/Malabar-18-5 12,5 lm L. Jateng/Sinabung-1026-4 13 m Anjasmoro/Malabar-8-3 14,5 n Malabar/Anjasmoro-145-1 15,5 n Argomulyo/Sinabung-801-1 18 o Tabel 4.4 menunjukkan bahwa rerata jumlah imago paling banyak adalah pada perlakuan Argomulyo/Sinabung-801-1 yaitu sebesar 18%. Sedangkan rerata jumlah imago paling kecil adalah pada perlakuan Kaba/ 5%, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan, IAC- 100/ Burangrang, dan. Pada tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa rerata persentase jumlah telur, nimfa, pupa dan imago kutu kebul berbeda-beda. Hal ini dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, dan tanaman inangnya. Tanaman dipilih atau tidak oleh serangga sebagai tanaman inangnya disebabkan oleh sifat-sifat tanaman itu sendiri apakah disukai atau tidak disukai sebagai tempat hinggap atau tempat bertelur. Ada juga faktor yang lain seperti luas daun yang besar diikuti dengan kerapatan
45 trikoma yang tinggi atau bulu yang rapat, maka akan dapat mengganggu aktivitas kutu kebul, sehingga laju pertumbuhannya akan terhambat. Talekar dan Chen (dalam Sodiq, 2009) menyatakan bahwa terdapat korelasi antara serangan hama dengan jumlah bulu (trichome) pada permukaan daun, luas daun, kandungan cairan pada daun dan diameter batang. Di samping itu jumlah bulu pada daun mempengaruhi populasi telur yang diletakkan, semakin jarang atau sedikit trikoma, maka populasi telur semakin tinggi (Marwoto, 1983). Dalam penelitian Suharsono (2006) Antixenosis Morfologis Salah Satu Faktor Ketahanan Kedelai Terhadap Hama Pemakan Polong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketahanan kedelai terhadap hama pengisap polong Riptortus linearis dipengaruhi oleh ketebalan kulit polong dan kerapatan trikoma. Trikoma yang rapat dan panjang mengurangi banyaknya luka tusukan stilet pengisap polong. Banyaknya luka tusukan stilet pada biji galur-galur IAC-100, dan IAC- 80-596-2 dengan kerapatan trikoma 15 20/mm2 sejumlah 3 6 luka tusukan lebih rendah daripada luka tusukan stilet pada varietas Wilis yang mempunyai kerapatan trikoma 5 11/ mm2 menderita luka tusukan stilet lebih tinggi, yaitu 10 15 luka tusukan. Selain itu karakter trikoma tersebut juga berpengaruh terhadap preferensi peneluran hama penggerek polong Etiella zinckenella.
46 4.2 Hubungan Antar Populasi Telur, Nimfa, Pupa dan Imago 4.2.1 Hubungan antara Jumlah Telur dengan Nimfa r = 0, 786 sig = 0,000 Gambar 4.1 hubungan antara jumlah telur dan nimfa Berdasarkan hasil analisis korelasi (Gambar 4.1) dapat diketahui bahwa didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05, yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Besar keeratan hubungan antara kedua variabel tersebut adalah sebesar 0,786.
47 4.2.2 Hubungan Antara Jumlah Telur dengan Pupa r = 0,574 sig = 0,000 Gambar 4.2 Hubungan Antara Jumlah Telur dengan Pupa Berdasarkan hasil analisis korelasi (Gambar 4.2) dapat diketahui bahwa didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05, yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Besar keeratan hubungan antara kedua variabel tersebut adalah sebesar 0,547. 4.2.3 Hubungan Antara Jumlah Telur dengan Imago r = 0,247 sig = 0,000 Gambar 4.3 Hubungan Antara Jumlah Telur dengan Imago
48 Berdasarkan hasil analisis korelasi (Gambar 4.3) dapat diketahui bahwa didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,020 < 0,05, yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Besar keeratan hubungan antara kedua variabel tersebut adalah sebesar 0,247. 4.2.4 Hubungan Antara Jumlah Nimfa dengan Pupa r = 0,686 sig = 0,000 Gambar 4.4 Hubungan Antara Jumlah Nimfa dengan Pupa Berdasarkan hasil analisis korelasi (Gambar 4.4) dapat diketahui bahwa didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05, yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Besar keeratan hubungan antara kedua variabel tersebut adalah sebesar 0,686.
49 4.2.5 Hubungan antara jumlah nimfa dengan imago r = 0,461 sig = 0,000 Gambar 4.5 Hubungan Antara Jumlah Nimfa dengan Imago Berdasarkan hasil analisis korelasi (Gambar 4.5) dapat diketahui bahwa didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05, yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Besar keeratan hubungan antara kedua variabel tersebut adalah sebesar 0,461. 4.2.6 Hubungan antara jumlah pupa dengan imago r = 0,680 sig = 0,000 Gambar 4.6 Hubungan Antara Jumlah Pupa dengan Imago
50 Berdasarkan hasil analisis korelasi (Gambar 4.6) dapat diketahui bahwa didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05, yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Besar keeratan hubungan antara kedua variabel tersebut adalah sebesar 0,680. Dari hasil analisis korelasi diatas dapat dsimpulkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah telur, nimfa, pupa dan imago yang cukup erat. Jika jumlah telur banyak maka jumlah nimfa juga banyak. Dalam penelitian Suharsono (2006) Antixenosis Morfologis Salah Satu Faktor Ketahanan Kedelai Terhadap Hama Pemakan Polong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara karakteristik trikoma polong dengan peneluran hama penggerek polong Etiella zinckenella menunjukkan bahwa peletakan telur dipengaruhi oleh adanya trikoma. Pada varietas Wilis dengan kerapatan trikoma 5 11/ mm2, jumlah telur penggerek polong yang diletakkan/ tanaman mencapai 98,3 butir, sedangkan pada galur IAC-100 dan IAC-80-596-2 dengan kerapatan trikoma 15 20/mm2 telur yang diletakkan berkisar antara 3 5 telur/tanaman. 4.3 Hubungan Jumlah Kutu Kebul (B. tabaci) dengan Intensitas Serangan Hasil regresi linier dan koefisien korelasi (Gambar 4.7) didapatkan bahwa kenaikan jumlah telur berpengaruh terhadap intensitas serangan dengan persamaan regresi Y= 1, 0473+35,67 dan koefisien korelasi r = 0, 294
Intensitas Serangan Intensitas Serangan 51 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 y = 1,0473x + 35,678 R² = 0,294 0 10 20 30 40 Jumlah Telur Gambar 4.7 Grafik Hubungan Kerusakan Daun dengan Jumlah Telur Hasil analisis regresi dan korelasi menunjukkan bahwa hubungan antara populasi jumlah telur dengan intensitas serangan menunjukkan korelasi keeratan lemah r = 29%. 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 y = 0,6658x + 27,851 R² = 0,4033 0 20 40 60 80 Jumlah Nimfa Gambar 4.8 Grafik Hubungan Kerusakan Daun dengan Jumlah Nimfa Hasil regresi linier dan koefisien korelasi (Gambar 4.8) didapatkan bahwa kenaikan jumlah nimfa berpengaruh terhadap intensitas serangan dengan persamaan regresi Y= 0, 6658+27, 851 dan koefisien korelasi r = 0, 4033. Hasil analisis regresi dan korelasi menunjukkan bahwa hubungan antara populasi jumlah nimfa dengan intensitas serangan menunjukkan korelasi keeratan lemah r = 40%.
Intensitas Serangan Intensitas Serangan 52 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 y = 1,8577x + 37,544 R² = 0,2716 0 5 10 15 20 25 30 Jumlah Pupa Gambar 4.9 Grafik Hubungan Kerusakan Daun Dengan Jumlah Pupa Hasil regresi linier dan koefisien korelasi (Gambar 4.9) didapatkan bahwa kenaikan jumlah pupa berpengaruh terhadap intensitas serangan dengan persamaan regresi Y= 1,8577+37,5544 dan koefisien korelasi r = 0, 2716. Hasil analisis regresi dan korelasi menunjukkan bahwa hubungan antara populasi jumlah pupa dengan intensitas serangan menunjukkan korelasi keeratan lemah r = 27%. 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 y = 2,7492x + 39,284 R² = 0,4183 0 5 10 15 20 Jumlah Imago Gambar 4.10 Grafik Hubungan Antara Kerusakan Daun dengan Jumlah Imago
53 Hasil regresi linier dan koefisien korelasi (Gambar 4.10) didapatkan bahwa kenaikan jumlah imago berpengaruh terhadap intensitas serangan dengan persamaan regresi Y= 2,7492+39,284 dan koefisien korelasi r = 0, 4183. Hasil analisis regresi dan korelasi menunjukkan bahwa hubungan antara populasi kutu kebul dengan intensitas serangan menunjukkan korelasi keeratan kuat r = 41%. Berdasarkan data-data grafik hubungan antara tingkat kerusakan daun dengan jumlah butir kutu kebul di atas, menunjukkan bahwa ada perbedaan yang cukup signifikan antara intensitas kerusakan daun pada galur kedelai terhadap serangan kutu kebul sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kerusakan daun pada galur kedelai (Glycine max L.) dipengaruhi oleh intensitas serangan kutu kebul (B. tabaci G.) pada galur kedelai. 4.4 Tingkat Kepakaan atau Kerentanan Berdasarkan Stadia kutu kebul (B. tabaci) 4.4.1 Kategori kepekaan berdasarkan jumlah telur Berdasarkan data perhitungan intensitas kerusakan daun dapat diketahui bahwa tingkat kerusakan daun pada beberapa galur kedelai dapat dikategorikan sebagai berikut tahan sebanyak 2 galur, sebanyak 6 galur, Agak tahan sebanyak 12 galur, sebanyak 21 galur dan rentan sebanyak 3 galur. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 4.11 di bawah ini.
Frekuensi banyaknya galur 54 40 30 20 10 0 21 12 2 6 3 ST T AT R SR Kategori kepekaan daun Gambar 4.11 Diagram Jumlah Galur Kedelai pada beberapa Kelompok Kategori Kepekaan menurut jumlah telur Keterangan: ST = (<X-2SD) R = (X s/d X+2SD) T = (X-SD s/d X-2SD) SR = (>X+2SD) AT = Agak (X s/d X-SD) Hasil penelitian menúnjukkan bahwa beberapa galur kedelai memiliki kriteria ketahnan yang berbeda terhadap hama, berdasarkan intensitas kerusakan daunya kategori kepekaan tanaman kedelai dapat dilihat pada tabel 4.5 Tabel 4.5 Kategori Ketahanan 44 Galur Kedelai terhadap telur Nama Galur Anjasmoro/Malabar-8-3 Anjasmoro/Malabar-18-5 Malabar/Anjasmoro-145-1 Malabar/Anjasmoro-152-1 Malabar/Anjasmoro-154-3 Argomulyo/Anjasmoro-230-2 Sinabung/Anjasmoro-512-2 Sinabung/Malabar-559-3 Sinabung/Malabar-560-1 Sinabung/L. Jateng-582-1 Sinabung/L. Jateng-599-1 (Toleran) Kriteria Ketahanan Agak (Peka)
55 Sinabung/L. Jateng-608-1 Lanjutan tabel 4.5 Kategori Ketahanan 44 Galur Kedelai terhadap telur Anjasmoro Nama Galur Sinabung/L. Jateng-653-3 Argomulyo/Sinabung-708-1 Argomulyo/Sinabung-801-1 Kriteria Ketahanan Agak (Toleran) (Peka) Malabar/Sinabung-915-3 Malabar/Sinabung-916-1 L. Jateng/Sinabung-972 L. Jateng/Sinabung-987-1 L. Jateng/Sinabung-1000-9 Burangrang Wilis L. Jateng/Sinabung-1019-3 L. Jateng/Sinabung-1022-1 L. Jateng/Sinabung-1026-4 L. Jateng/Sinabung-1032-1 L. Jateng/Sinabung-1032-3 L. Jateng/Sinabung-1032-8 L. Jateng/Sinabung-1036-1 L. Jateng/Sinabung-1037-3 L. Jateng/Sinabung-1040-1 L. Jateng/Sinabung-1047 L. Jateng/Sinabung-1062-1 L. Jateng/Sinabung-1062-2 Baluran G 100 H/9305/IAC-100 G 100 H/9305/IAC-100 G 100 H/9305/IAC-100 Kaba/
Frekuensi banyaknya galur 56 4.4.2 Kategori kepekaan berdasarkan jumlah nimfa Berdasarkan data perhitungan intensitas kerusakan daun dapat diketahui bahwa tingkat kerusakan daun pada beberapa galur kedelai dapat dikategorikan sebagai berikut ST (2), T (6), AT (13), R (20) dan SR (3). Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 4.12 di bawah ini. 40 30 20 10 0 20 13 2 6 3 ST T AT R SR Kategori kepekaan daun Gambar 4.12 Diagram Jumlah Galur Kedelai pada beberapa Kelompok Kategori Kepekaan menurut jumlah nimfa Keterangan: ST = (<X-2SD) R = (X s/d X+2SD) T = (X-SD s/d X-2SD) SR = (>X+2SD) AT = Agak (X s/d X-SD) Hasil penelitian menúnjukkan bahwa beberapa galur kedelai memiliki kriteria ketahnan yang berbeda terhadap hama, berdasarkan intensitas kerusakan daunya kategori kepekaan tanaman kedelai dapat dilihat pada tabel 4.6
57 Tabel 4.6 Kategori Ketahanan 44 Galur Kedelai terhadap nimfa Nama Galur (Toleran) Kriteria Ketahanan Agak (Peka) Anjasmoro/Malabar-8-3 Anjasmoro/Malabar-18-5 Malabar/Anjasmoro-145-1 Malabar/Anjasmoro-152-1 Malabar/Anjasmoro-154-3 Argomulyo/Anjasmoro-230-2 Sinabung/Anjasmoro-512-2 Sinabung/Malabar-559-3 Sinabung/Malabar-560-1 Sinabung/L. Jateng-582-1 Sinabung/L. Jateng-599-1 Sinabung/L. Jateng-608-1 Anjasmoro Sinabung/L. Jateng-653-3 Argomulyo/Sinabung-708-1 Argomulyo/Sinabung-801-1 Malabar/Sinabung-915-3 Malabar/Sinabung-916-1 L. Jateng/Sinabung-972 L. Jateng/Sinabung-987-1 L. Jateng/Sinabung-1000-9 Burangrang Wilis L. Jateng/Sinabung-1019-3 L. Jateng/Sinabung-1022-1 L. Jateng/Sinabung-1026-4 L. Jateng/Sinabung-1032-1 L. Jateng/Sinabung-1032-3 L. Jateng/Sinabung-1032-8 L. Jateng/Sinabung-1036-1 L. Jateng/Sinabung-1037-3 L. Jateng/Sinabung-1040-1
Frekuensi banyaknya galur 58 Lanjutan tabel 4.6 Kategori Ketahanan 44 Galur Kedelai terhadap nimfa Kriteria Ketahanan Nama Galur (Toleran) Agak (Peka) L. Jateng/Sinabung-1047 L. Jateng/Sinabung-1062-1 L. Jateng/Sinabung-1062-2 Baluran G 100 H/9305/IAC-100 G 100 H/9305/IAC-100 G 100 H/9305/IAC-100 Kaba/ 4.4.3 Kategori kepekaan berdasarkan jumlah pupa Berdasarkan data perhitungan intensitas kerusakan daun dapat diketahui bahwa tingkat kerusakan daun pada beberapa galur kedelai dapat dikategorikan sebagai berikut ST (0), T (9), AT (10), R (22) dan SR (3). Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 4.13 di bawah ini. 40 30 20 10 0 22 9 10 0 3 ST T AT R SR Kategori kepekaan daun Gambar 4.13 Diagram Jumlah Galur Kedelai pada beberapa Kelompok Kategori Kepekaan menurut jumlah pupa
59 Keterangan: ST = (<X-2SD) R = (X s/d X+2SD) T = (X-SD s/d X-2SD) SR = (>X+2SD) AT = Agak (X s/d X-SD) Hasil penelitian menúnjukkan bahwa beberapa galur kedelai memiliki kriteria ketahnan yang berbeda terhadap hama, berdasarkan intensitas kerusakan daunya kategori kepekaan tanaman kedelai dapat dilihat pada tabel 4.7 Tabel 4.7 Kategori Ketahanan 44 Galur Kedelai terhadap pupa Nama Galur Anjasmoro/Malabar-8-3 Anjasmoro/Malabar-18-5 Malabar/Anjasmoro-145-1 Malabar/Anjasmoro-152-1 Malabar/Anjasmoro-154-3 Argomulyo/Anjasmoro-230-2 Sinabung/Anjasmoro-512-2 Sinabung/Malabar-559-3 Sinabung/Malabar-560-1 Sinabung/L. Jateng-582-1 Sinabung/L. Jateng-599-1 Sinabung/L. Jateng-608-1 Anjasmoro Sinabung/L. Jateng-653-3 Argomulyo/Sinabung-708-1 (Toleran) Kriteria Ketahanan Agak (Peka) Argomulyo/Sinabung-801-1 Malabar/Sinabung-915-3 Malabar/Sinabung-916-1 L. Jateng/Sinabung-972 L. Jateng/Sinabung-987-1 L. Jateng/Sinabung-1000-9 Burangrang Wilis
60 Lanjutan tabel 4.7 Kategori Ketahanan 44 Galur Kedelai terhadap pupa Kriteria Ketahanan Nama Galur (Toleran) Agak (Peka) L. Jateng/Sinabung-1019-3 L. Jateng/Sinabung-1022-1 L. Jateng/Sinabung-1026-4 L. Jateng/Sinabung-1032-1 L. Jateng/Sinabung-1032-3 L. Jateng/Sinabung-1032-8 L. Jateng/Sinabung-1036-1 L. Jateng/Sinabung-1037-3 L. Jateng/Sinabung-1040-1 L. Jateng/Sinabung-1047 L. Jateng/Sinabung-1062-1 L. Jateng/Sinabung-1062-2 Baluran G 100 H/9305/IAC-100 G 100 H/9305/IAC-100 G 100 H/9305/IAC-100 Kaba/ 4.4.4 Kategori kepekaan berdasarkan jumlah imago Berdasarkan data perhitungan intensitas kerusakan daun dapat diketahui bahwa tingkat kerusakan daun pada beberapa galur kedelai dapat dikategorikan sebagai berikut ST (2), T (5), AT (9), R (24) dan SR (4). Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 4.14 di bawah ini.
Frekuensi banyaknya galur 61 40 35 30 25 20 15 10 5 0 24 9 5 2 4 ST T AT R SR Kategori kepekaan daun Gambar 4.14 Diagram Jumlah Galur Kedelai pada beberapa Kelompok Kategori Kepekaan menurut jumlah imago Keterangan: ST = (<X-2SD) R = (X s/d X+2SD) T = (X-SD s/d X-2SD) SR = (>X+2SD) AT = Agak (X s/d X-SD) Hasil penelitian menúnjukkan bahwa beberapa galur kedelai memiliki kriteria ketahnan yang berbeda terhadap hama, berdasarkan intensitas kerusakan daunya kategori kepekaan tanaman kedelai dapat dilihat pada tabel 4.8 Tabel 4.8 Kategori Ketahanan 44 Galur Kedelai terhadap imago Nama Galur Anjasmoro/Malabar-8-3 Anjasmoro/Malabar-18-5 Malabar/Anjasmoro-145-1 Malabar/Anjasmoro-152-1 Argomulyo/Anjasmoro-221-1 Argomulyo/Anjasmoro-230-2 Sinabung/Anjasmoro-512-2 Sinabung/Malabar-559-3 Sinabung/Malabar-560-1 Sinabung/L. Jateng-582-1 Sinabung/L. Jateng-599-1 Sinabung/L. Jateng-608-1 (Toleran) Kriteria Ketahanan Agak (Peka)
62 Lanjutan tabel 4.8 Kategori Ketahanan 44 Galur Kedelai terhadap imago Anjasmoro Nama Galur Sinabung/L. Jateng-653-3 Argomulyo/Sinabung-708-1 (Toleran) Kriteria Ketahanan Agak (Peka) Argomulyo/Sinabung-801-1 Malabar/Sinabung-915-3 Malabar/Sinabung-916-1 L. Jateng/Sinabung-972 L. Jateng/Sinabung-987-1 L. Jateng/Sinabung-1000-9 Burangrang Wilis L. Jateng/Sinabung-1019-3 L. Jateng/Sinabung-1022-1 L. Jateng/Sinabung-1026-4 L. Jateng/Sinabung-1032-1 L. Jateng/Sinabung-1032-3 L. Jateng/Sinabung-1032-8 L. Jateng/Sinabung-1036-1 L. Jateng/Sinabung-1037-3 L. Jateng/Sinabung-1040-1 L. Jateng/Sinabung-1047 L. Jateng/Sinabung-1062-1 L. Jateng/Sinabung-1062-2 Baluran G 100 H/9305/IAC-100 G 100 H/9305/IAC-100 G 100 H/9305/IAC-100 Kaba/
63 Berdasarkan hasil pengamatan (30 HST), 44 galur kedelai menunjukkan respon ketahanan yang berbeda yaitu dari tahan (toleran) menjadi rentan (peka) atau sebaliknya dari rentan (peka) menjadi (toleran). Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor, menurut Painter (dalam untung, 2006) membagi mekanisme resistensi tanaman terhadap serangga hama ke dalam 3 bentuk, yaitu: (1) Ketidaksukaan (non preferences) yang kemudian oleh Kogan dan Ortman (1978), istilah tersebut diganti dengan antixenotis atau menolak kehadiran serangga pada tanaman, (2) Antibiotis yaitu semua pengaruh fisiologis pada serangga yang merugikan dan bersifat sementara atau yang tetap, yang merupakan akibat dari serangga yang makan dan mencerna jaringan atau cairan tanaman tertentu, (3) Toleran yang merupakan respon tanaman terhadap serangga Menurut Untung (2006) begitu serangga menemukan inangnya, rangsangan tanaman jarak pendek yang mendorong serangga menjadi menetap pada tanaman tersebut dan mencoba mencicipi ada tidaknya zat racun dijaringan tanaman sehingga dapat menentukan apakah tanaman tersebut cocok sebagai pakan dan perkembangbiakan serangga itu. Beberapa faktor yang mengakibatkan tanaman toleran terhadap serangan hama, adalah: kekuatan tanaman secara umum, pertumbuhan kembali jaringan tanaman yang rusak, ketegaran batang dan ketahanan terhadap rebah, produksi cabang tambahan, pemanfaatan lebih efisien oleh serangga dan kompensasi lateral oleh tanaman tetangganya (Samsudin, 2008). Menurut Oka (2005) toleransi suatu varietas tanaman juga mungkin ada hubunganya dengan kadar auksin bebas di
64 dalam tanaman itu. Kadar air tanah besar pengaruhnya dalam toleransi, khususnya terhadap serangga penghisap. 4.5 Hikmah Penciptaan Kutu Kebul Dalam firman Allah surat Al- A raf ayat 133 menjelaslkan bahwa Allah menurunkan azab yang lebih dahsyat kepada mereka berupa topan yang melanda rumah dan pohon-pohonan, sesudah itu datang pula hama belalang, kutu, katak yang merusak kebun dan sawah-sawah mereka, kemudian membinasakan tanamtanaman mereka. Kutu kebul (B. tabaci) adalah serangga hama yang dapat menyebabkan kerusakan langsung pada tanaman dan sebagai media penular (vektor) penyakit tanaman (Natawigera, 1990). Peranan kutu kebul dalam pertanian adalah sebagai hama polifag yang menyerang berbagai jenis tanaman, antara lain tanaman hias, sayuran, buah-buahan maupun tumbuhan liar dan merupakan vektor utama penyakit tanaman. Meskipun kutu kebul dikatakan sebagai perusak akan tetapi di sisi lain juga bermanfaat dalam ranah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan keseimbangan alam firman Allah dalam surat Al- Mulk ayat 3-4 yang berbunyi: Artinya: Yang Telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?. Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.
65 Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dalam keadaan seimbang. Kutu kebul yang merupakan hama tanaman akan tetapi dapat juga berperan dalam keseimbangan alam. Dalam rantai makanan kutu kebul menempati urutan konsumen I. Ini artinya kutu kebul memperoleh makanan langsung dari produsen yaitu tanaman kedelai, kemudian konsumen I akan dimakan oleh konsumen II yaitu kumbang koksi Rodolia cardinalis dan seterusnya. Jika kutu kebul tidak ada maka rantai makanan tersebut akan terputus, dengan adanya kutu kebul kumbang koksi Rodolia cardinalis akan terjaga kelestariannya dan terkendali perkembangannya. Maka dapat disimpulkan bahwa allah tidak menciptakan semuanya ini dengan sia-sia, tetapi dengan penuh kebenaran. Seperti firman Allah dalam (Q.S. Ali- Imron: 191). Artinya:...Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka (Q.S. Ali- Imron: 191) Peranan kutu kebul yang merugikan bagi pertanian ini ternyata bermanfaat juga dalam ranah ilmu pengetahuan. Dengan adanya kerugian yang disebabkan oleh kutu kebul membuat para ilmuwan meneliti tentang kehidupan kutu kebul. Hal ini dapat menjadi referensi dalam dunia pendidikan, misalnya terciptanya obat anti hama yang dapat membantu dalam bidang pertanian. Dalam lapangan ekonomi manusia yaitu adanya usaha menciptakan obat anti hama yang bisa diproduksi. jika obat itu dijual maka akan mendatangkan keuntungan sehingga dapat memberikan pemasukan.