BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Bab ini akan membahas mengenai kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian, diskusi mengenai hasil penelitian dan saran yang dapat mengembangkan dan membangun penelitian selanjutnya. 5.1 Simpulan Dari hasil perhitungan regresi linear sederhana dengan materialisme sebagai variabel predictor dan subjective well being sebagai variabel criterion didapatkan model yang signifikan F (1,98) = 7.402, p < 0.05. Model ini menjelaskan 8,5% varians dari subjective well being (R² = 0,085). Hasil regresi sederhana juga memperlihatkan koefisien sebesar B = -0.046, p < 0.05. Hal ini berarti setiap penambahan satu skor atau nilai materialisme akan memberikan penurunan skor subjective well being sebesar - 0,046. Jadi, semakin tinggi skor materialisme maka semakin rendah skor subjective well being pada anggota kelompok sosialita meskipun pengurangan tersebut dalam jumlah kecil. 5.2 Diskusi Hasil analisis memperlihatkan hasil bahwa materialisme memiliki pengaruh yang negatif terhadap subjective well being pada anggota kelompok arisan wanita dewasa muda (B = -0.046,p < 0.05). Hal ini terjadi karena ketika seseorang menjadikan tujuan kepemilikkan barang atau materi menjadi tujuan utamanya, ia akan melupakan tujuan-tujuan lain yang lebih penting seperti memiliki keluarga sehingga hal ini akan mengurangi kepuasan hidupnya artinya individu tersebut akan kehilangan banyak waktu untuk menikmati hidupnya. Selain itu, individu yang materialistik akan terus mengejar kepemilikan materi karena merasa harta yang dimiliki tidak pernah cukup sehingga ia akan menilai hidupnya kurang puas (Edding & Shuman, 2006). Kepemilikan akan tas bermerek dengan harga di atas 5 juta, merupakan salah satu harta yang tidak pernah cukup untuk anggota kelompok arisan wanita dewasa muda. Hal ini didukung dengan
hasil wawancara yang peneliti lakukan pada NN (wawancara, Januari, 24, 2015) salah satu anggota kelompok arisan wanita muda, mengatakan bahwa setiap anggota telah memiliki setidaknya lebih dari satu tas bermerek dengan harga di atas 5 juta, namun mereka akan terus mencari tas yang baru karena mereka merasa belum puas dengan tas yang telah dimilikinya. Menurut Shrum et al (2012), perilaku materialistik dengan motif eksternal seperti membeli barang untuk mamamerkan barang yang dimiliki kepada orang lain akan memberikan dampak negatif. Hal ini sesuai dengan perilaku anggota arisan yang sering memamerkan barang yang dimilikinya kepada anggota arisan yang lain untuk mendapatkan perhatian dari orang lain sehingga menimbulkan perasaan negatif terhadap hidupnya dan membuatnya semakin tidak puas dengan hidup yang dimiliki (Roesma & Mulya, 2013). Kemudian, hasil penelitian ini juga menunjukkan nilai mean alat ukur Satisaction with Life Scale (SWLS) responden adalah 23.95 sehingga mayoritas responden penelitian memiliki kepuasan hidup pada rentan skor rata-rata. Secara umum, responden pada rentang skor antara 20-24 merupakan orang-orang yang cukup puas terhadap hidupnya namun ada beberapa aspek yang ingin ditingkatkan lagi. Orangorang yang berada pada rentang skor ini ingin meningkatkan kepuasan hidupnya ke level yang lebih tinggi lagi. Sehingga mereka merasa membutuhkan aspek kehidupan yang lebih lagi untuk dapat meningkatkan kepuasan hidupnya. Sedangkan untuk alat ukur Scale of Positive and Negative Affect (SPANE), menunjukkan nilai mean sebesar 6.54. SPANE memiliki skor dari -24 (tidak bahagia) sampai 24 (sangat bahagia). Sehingga mayoritas responden memiliki tingkat kebahagiaan yang tidak terlalu tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yaitu materialisme dapat mengurangi subjective well being pada anggota kelompok arisan sosialita di Jakarta. Hal dikarenakan anggota arisan sosialita merasa tidak pernah cukup dengan barang yang telah dimiliki salah satunya adalah tas merek X sehingga ia menilai hidupnya kurang puas. Subjek penelitian ini adalah orang-orang yang memiliki pemasukkan di atas rata-rata pemasukan di Jakarta yang berarti setidaknya kebutuhan dasar atas makanan, tempat tinggal dan kesehatan telah terpenuhi tetapi subjek penelitian ini juga memiliki nilai materialisme yang tinggi sehingga dapat mengurangi subjective well being nya. Dalam penelitian ini, tidak ada perbedaan subjective well being yang signifikan (p >
0.05) antara pemasukan 6 juta, 10 juta, 20 juta, dan 40 juta karena subjek penelitian merupakan orang dengan pemasukan di atas rata-rata sehingga tidak terjadi perbedaan. Namun, jika penelitian dilakukan pada subjek yang memiliki perbedaan pemasukan yang cukup jauh seperti orang miskin dan orang kaya maka akan terdapat perbedaan subjective well being yang signifikan (Diener & Biswas, 2001). Selain itu, perbedaan pemasukkan juga tidak memberikan perbedaan yang signifikan (p > 0.05) pada materialisme. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Burchan (2014), yang menunjukkan bahwa pemasukan tidak mempengaruhi nilai materialisme seseorang. Kekuatan peranan materialisme dalam memprediksi subjective well being memiliki kekuatan prediksi yang tidak besar yaitu sebesar 8,5%. Hal ini karena materialisme merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi subjective well being namun bukan merupakan faktor utama. Menurut Eddington & Shuman (2006), faktor internal memiliki pengaruh yang lebih besar. Faktor internal yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap subjective well being adalah traits dan self efficacy. Traits dapat mempengaruhi tingkat subjective well being seseorang (Eddington & Shuman, 2008). Traits adalah respon perilaku yang cenderung menunjukkan tingkat konsistensi terhadap situasi dan stabilitas dari waktu ke waktu. Teori traits yang terkenal adalah Five Factor Model yaitu extroversion, neuroticism, conscientiousness, agreeableness dan openness. Extroversion dan neuroticism memiliki hubungan yang kuat dengan subjective well being dibandingkan dengan traits yang lainnya. Extroversion memiliki karakteristik yang hangat, mampu bersosialisasi sehingga individu yang memiliki extroversion yang tinggi akan memiliki tingkat subjective well being yang tinggi walaupun individu tersebut memiliki nilai materialisme yang tinggi. Sedangkan individu yang memiliki trait neuroticism memiliki karakter yang cepat cemas, pesimis dan sensitive sehingga individu yang traitnya neuroticism tinggi maka subjective well beingnya juga akan rendah walaupun individu materialisme yang tinggi. Self efficacy juga dapat mempengaruhi subjective well being (Feasel, 1995 dalam Eddington & Shuman, 2008). Keyakinan seseorang terhadap kemampuan diri untuk mencapai tujuan disebut sebagai self efficacy. Sehingga seseorang yang memiliki self efficacy yang tinggi dengan yakin akan mencapai tujuan-tujuan yang penting dalam
hidupnya dan mengesampingkan tujuan yang tidak penting sehingga individu tersebut semakin bahagia dengan hidupnya. Selain itu, nilai materialisme rendah karena subjek penelitian ini adalah orang yang memiliki pemasukan di atas rata-rata yang setidaknya kebutuhan dasarnya telah dipenuhi seperti makanan, tempat tinggal dan bidang kesehatan. Menurut Eddington & Shuman (2006), orang yang memiliki pemasukan di atas rata-rata akan lebih bahagia dibandingkan dengan orang berpemasukan di bawah rata-rata. Social support yang diterima oleh anggota arisan sosialita juga dapat menjadi salah satu alasan tidak terlalu besarnya peran materialisme dalam memprediksi SWB. Pertemuan rutin di arisan secara psikologis dapat dijadikan sebagai social support yang dibutuhkan oleh wanita dewasa muda (Sarafino & Smith, 2012). Arisan yang melakukan pertemuan rutin bisa membantu anggotanya ketika menghadapi masalah sehingga arisan dapat dijadikan sebagai salah satu wadah untuk mendapatkan dorongan atau semangat bahkan untuk melepaskan stress. Sehingga peneliti berasumsi peran materialisme dalam memprediksi subjective well being pada anggota kelompok arisan wanita muda tidak terlalu besar karena adanya faktor internal yaitu traits dan self efficacy, serta subjek penelitian ini yang memiliki pemasukan di atas rata-rata dan adanya social support yang di dapatkan anggotanya. Berdasarkan analisa tambahan, diketahui bahwa dimensi happiness memiliki peranan yang besar dibandingkan dimensi yang lain yaitu 10,1% terhadap subjective well being. Hal ini dikarenakan kepemilikan barang dan uang memiliki hubungan yang cukup besar dengan happiness (Jankovic & Dittmar, 2003). Harta dan uang dinilai dapat mempengaruhi happiness seseorang. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian Burroughs & Rindfleisch (2002) yang telah dilakukan pada 400 responden berusia 17-72 tahun dengan hasil yaitu materialisme menurunkan tingkat kepuasan hidup (Richins & Dawson, 1992 dalam Burroughs & Rindfleisch, 2002), materialisme menurunkan tingkat kebahagiaan (Belk,1985 dalam Burroughs & Rindfleisch, 2002), materialisme menambah tingkat depresi (Kasser & Ryan,1993 dalam Burroughs & Rindfleisch, 2002). Di dalam penelitian ini terdapat kelebihan dan kekurangan, kelebihan pada penelitian ini adalah penelitian ini khusus meneliti anggota kelompok arisan sosialita dimana sebelumnya penelitian terhadap anggota kelompok arisan belum pernah di teliti.
Peneliti juga menyadari bahwa masih terdapat kekurangan yaitu ketebatasan dalam jumlah sampel yang masih sedikit. Selain itu, hasil penelitian ini juga tidak dapat digeneralisasikan untuk populasi yang lain karena melihat subjek pada penelitian adalah anggota kelompok arisan sosialita dengan iuran di atas 2 juta. Kelemahan lain yaitu ditemukannya kesulitan dalam menemukan subjek penelitian karena banyak anggota kelompok arisan yang sulit untuk ditemui dan sulit untuk diajak bertemu sehingga membutuhkan jerih payah untuk mengumpulkan data. Pengumpulan data yang dilakukan juga cukup sulit dikarenakan beberapa sampel penelitian tidak bersedia untuk ikut serta dalam pengisian kuesioner atau mengisi kuesioner dengan tidak serius. Kemudian, dalam penelitian ini juga terdapat keterbatasan yaitu penelitian hanya melihat nilai materialisme dari anggota kelompok arisan. Selain itu, penelitian ini tidak membahas lebih lanjut makna dari arisan seperti bagaimana pengaruh social support terhadap anggota arisan dan bagaimana hubungan antaranggotanya. 5.3 Saran 5.3.1 Saran metodologis 1. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan agar memperluas penelitian dengan menambahkan jumlah responden agar hasilnya lebih repesentatif. 2. Untuk meningkatkan jumlah responden pada penelitian selanjutnya disarankan untuk meningkatkan motivasi calon responden untuk ikut serta dalam penelitian ini misalnya dengan memberikan hadiah kepada subjek yang membantu mengumpulkan data sehingga dapat meningkatkan minat responden untuk ikut berpartisipasi. 3. Untuk penelitian selanjutnya yang ingin meneliti materialisme pada anggota kelompok arisan dapat memperhitungkan faktor-faktor yang lain seperti traits dan self efficacy sehingga dapat meneliti lebih luas. 4. Untuk penelitian selanjutnya dapat menambahkan kriteria subjek berupa motif menerapkan nilai materialisme menggunakan motif intrinsik atau motif ekstrinsik.
5.3.2 Saran praktis 1. Untuk sosialita yang tergabung dalam kelompok arisan terutama arisan dengan iuran di atas 2 juta, penelitian ini diharapkan agar anggota arisan dapat lebih menyadari bahwa materialisme dapat mengurangi subjective well being. 2. Bagi arisan sosialita dianjurkan untuk meninjau kembali tujuan mengikuti arisan dan sebaiknya memiliki tujuan lain selain kepemilikan harta seperti tujuan untuk memiliki banyak teman atau tujuan meningkatkan hubungan sosial dengan sesama. 3. Untuk sosialita yang mengikuti arisan terutama arisan dengan iuran di atas 2 juta dapat mengrefleksikan dirinya untuk mengetahui alasan dirinya kurang bahagia, apakah karena memiliki nilai materialisme yang tinggi atau mungkin karena memiliki trait extraversion dan self efficacy yang rendah.