HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda (Dokumentasi)

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Berdasarkan Morfologi

PENGARUH INFESTASI PARASIT DARAH (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) PADA NILAI LEUKOSIT KUDA (Equus caballus) ERLY RIZKA ADISTYA

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

SISTEM PEREDARAN DARAH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

THEII..ERIOSIS PADA SAPI AKIBAT INFEKSI THEILERIA MUTANS

TINJAUAN PUSTAKA. Parasit

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

Bila Darah Disentifus

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ini tersebar di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH

BAB I PENDAHULUAN. domestikasi dari banteng (Bibos banteng). Karakteristik dari sapi bali bila

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

MATERI DAN METODE. Materi

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sel darah putih ( lekosit ) rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

I. PENDAHULUAN. masamo (Clarias gariepinus >< C. macrocephalus) merupakan lele varian baru.

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia.

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

Lampiran 1. Road-map Penelitian

TRYPANOSOMIASIS DAN THEILERIOSIS DI KENYA (Suatu tinjauan dari hasil kunjungan ke Kenya, 1983)

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

Lampiran 1a. Pengenceran konsentrasi bakteri dalam biakan murni dengan teknik pengenceran berseri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sel sel darah primitif dibentuk dalam saccus vitelinus. Sel sel darah disini masih

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan

Penyakit Leukimia TUGAS 1. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Browsing Informasi Ilmiah. Editor : LUPIYANAH G1C D4 ANALIS KESEHATAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN BEBERAPA KOMPONEN PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT MOSAIK BERGARIS (Sugarcane Streak Mosaic Virus) PADA TEBU

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk

Proses Penularan Penyakit

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

LAMPIRAN. : Penghilangan dengan jalan pembedahan jaringan atau organ. : Suatu kelenjar yang sejenis dengan amandel yang

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata persentase diferensiasi leukosit pasien anjing di RSH-IPB Momo. Kronis 1-8.

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di

BAB I PENDAHULUAN. yang mengalami proses penuaan yang terjadi secara bertahap dan. merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari (Astari, 2010).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda asing berupa antigen dan bibit penyakit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pendekatan post-test only control group design. Hewan uji dirandomisasi baik

MEKANISME PATOGENESIS PADA BABESIA CANIS. Vidya Irawan, DVM, M.Sc 1

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

Sistem Imun BIO 3 A. PENDAHULUAN SISTEM IMUN. materi78.co.nr

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

Pertemuan XI: Struktur dan Fungsi Hayati Hewan. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. penting dari sistem transport dan bagian penting

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi.

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

Makalah Sistem Hematologi

BAB I PENDAHULUAN. Demam dengue ataulebihsering di sebut sebagai penyakit dengan Demam

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Persentase Parasit Darah Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 1 Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda (Equus caballus) Kuda Parasit Darah A. centrale A. marginale Theileria sp. Babesia sp. 1 2 Kuda Parasit Darah A. centrale A. marginale Theileria sp. Babesia sp.

3 Gambar: 4 Gambar: 5 6 Anaplasma sp.

Parasit darah yang paling banyak ditemukan adalah Anaplasma sp.. Anaplasma sp. ditemukan di dalam preparat ulas darah memiliki gambaran morfologi berbentuk bulat yang terletak di tengah (Anaplasma centrale) dan di tepi (Anaplasma marginal) sel darah merah. Anaplasma sp. yang diwarnai dengan pewarnaan Giemsa terdiri atas massa globular yang padat dengan ukuran diameter 0.3 sampai 1.0 µm. Terlihat di bawah mikroskop elektron setiap Anaplasma sp. terdiri atas suatu koloni yang berisi sampai 8 sub unit atau initial bodies, setiap sub unit berukuran 0.16-0.27 µm x 0.24-0.52 µm. Anaplasma sp. di dalam eritrosit 65% terdapat di tepi dan sisanya pada lokasi sentral. Anaplasmosis merupakan suatu infestasi subakut dan tidak dapat menular lewat kontak langsung, ditandai dengan demam, anemia, lemah, dan ikhterus (Jensen 1974). Gambar 11 Gambaran mikroskopis Anaplasma sp. berdasarkan hasil pengamatan Theileria sp. Morfologi Theileria sp. yang ditemukan berbentuk koma atau batang. Theileria sp. sesuai dengan gambaran morfologinya menurut Soulsby (1982) yaitu berbentuk batang yang memiliki ukuran kira-kira 1.5-2.0 µm x 0.5-1.0 µm. Gejala klinis yang ditimbulkan akibat infestasi Theileria sp. di antaranya lakrimasi, gangguan saluran pencernaan, dispnea, serta pembengkakan limfoglandula.

Gambar 12 Gambaran mikroskopis Theileria sp. berdasarkan hasil pengamatan Babesia sp. Morfologi Babesia sp. yang ditemukan berbentuk seperti buah pear, sepasang maupun tunggal. Babesia sp. sesuai dengan gambaran Babesia sp. menurut referensi, bentuknya menyerupai buah pear dan memiliki diameter 2.5-5.0 µm, meruncing pada salah satu ujungnya dan pada ujung lain tumpul dan berpasangan (Hunfeld et al. 2008). Babesia caballi merupakan spesies dari Babesia sp. yang menyerang kuda bertransisi melalui caplak genus Dermacentor, Hyalomma, dan Rhipicephalus (Uilenberg 2006) dan memiliki gejala klinis yaitu demam tinggi serta anemia. Gambar 13 Gambaran mikroskopis Babesia sp. berdasarkan hasil pengamatan Parasitemia, Status Present, Nilai Total Leukosit, serta Nilai Leukosit Selama Sembilan Minggu

Tabel 2 Persentase parasitemia (Anaplasma centrale, Anaplasma marginale, Theileria sp., dan Babesia sp.) pada kuda (Equus caballus) Jenis Parasit Minggu Ke- 1 3 5 7 9 A. centrale 1.23 ± 0.30 bc 1.22 ± 0.40 bcd 0.83 ± 0.10 cdef 0.75 ± 0.20 efg 0.70 ± 0.40 efg A. marginale 2.03 ± 0.70 a 1.22 ± 0.50 bcd 0.95 ± 0.20 cde 0.77 ± 0.10 defg 0.88 ± 0.20 cdef Theileria sp. 0.43 ± 0.20 fg 1.45 ± 0.60 b 1.28 ± 0.50 bc 0.97 ± 0.40 cde 0.92 ± 0.40 cde Babesia sp. 0.37 ± 0.40 g 0.87 ± 0.30 cdef 0.77 ± 0.40 defg 0.75 ± 0.20 efg 0.68 ± 0.30 efg Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata. Masing-masing parasit darah memiliki jumlah dan tingkat keparahan yang berbeda. Tingkat keparahan atau tingkat tingkat parasitemia dibagi menjadi tiga tingkatan berdasarkan penemuannya dalam satu lapang pandang, yaitu rendah (<1%), sedang (<3%), dan berat (5-9%) (Birkenheuer et al. 2003). Pengamatan infestasi Anaplasma sp. selama sembilan minggu (Tabel 2) menunjukkan adanya penurunan persentase parasitemia Anaplasma sp. yang tidak begitu nyata dari minggu ke minggu. Rata-rata persentase parasitemia Anaplasma sp. adalah 1.05% dan berada dalam tingkatan rendah (<1%)-sedang (<3%). Rendahnya infestasi Anaplasma sp. ini kemungkinan disebabkan Anaplasma sp. masuk dalam masa inkubasi, yaitu 2-12 minggu (Quinn et al. 2008). Pada stadium ini hewan terlihat sehat dan tidak menunjukkan gejala klinis. Namun demikian, selama sembilan minggu persentase Anaplasma sp. tidak menunjukkan peningkatan persentase parasitemia yang nyata dan kuda tidak menunjukkan gejala klinis akibat terdapat infestasi Anaplasma sp.. Berdasarkan Tabel 2, terlihat adanya peningkatan persentase parasitemia Theileria sp. yang tidak begitu nyata dari minggu ke-1 sebesar 0.43 ± 0.20 fg menjadi 0.92 ± 0.40 cde pada minggu ke-9. Rata-rata persentase parasitemia Theileria sp. adalah 1.01%. Tingkat rata-rata persentase parasitemia Theileria sp. ini berada dalam tingkatan rendah (<1%)-sedang (<3%). Infestasi Theileria sp. yang masih tergolong rendah kemungkinan disebabkan Theileria sp. masuk dalam

masa inkubasi, yaitu 1-3 minggu (Soulsby 1982). Pada stadium ini hewan terlihat sehat dan tidak menunjukkan gejala klinis. Namun demikian, selama sembilan minggu persentase parasitemia Theileria sp. tidak menunjukkan peningkatan yang nyata dan kuda tidak menunjukkan gejala klinis akibat terdapat infestasi Theileria sp.. Tingkat infestasi Theileria sp. yang rendah juga kemungkinan disebabkan oleh sifat penyakit ini yaitu tidak menular melalui kontak langsung. Penularan antara hewan hanya terjadi melalui vektor secara stage to stage dimana partikel parasit yang infektif terdapat pada kelenjar ludah caplak. Sehingga bila populasi caplak berkurang maka infestasi juga akan menurun (Taylor et al. 2007). Persentase parasitemia Babesia sp. berada dalam tingkatan rendah (<1%) dengan rata-rata persentase parasitemia Babesia sp. yaitu 0.68%. Terlihat pada data statistik selama sembilan minggu infestasi Babesia sp. mengalami peningkatan yang tidak begitu nyata dari minggu ke-1 sebesar 0.37 ± 0.40 g menjadi 0.68 ± 0.30 efg pada minggu ke-9 (Tabel 2). Kemungkinan infestasi Babesia sp. yang masih tergolong rendah ini disebabkan Babesia sp. masuk dalam masa inkubasi, yaitu 1-2 minggu (Soulsby 1982). Pada stadium ini hewan akan terlihat sehat dan tidak menunjukkan gejala klinis. Namun demikian, selama sembilan minggu Babesia sp. tidak menunjukkan peningkatan persentase parasitemia yang nyata dan kuda tidak menunjukkan gejala klinis akibat terdapat infestasi Babesia sp.. Infestasi Babesia sp. bersifat self limiting disease, yang berarti infestasi parasit ini bersifat tidak fatal dan dapat terjadi persembuhan sendiri dengan jangka waktu yang panjang (Taylor et al. 2007). Persentase parasitemia yang masih rendah dapat disebabkan oleh ketidakrentanan hewan percobaan, infestasi telah berjalan kronis (Altay et al. 2008), atau telah mencapai stadium persembuhan (Bakken et al. 2006). Infestasi yang rendah juga bisa mengindikasikan bahwa kuda bertindak sebagai hewan pembawa. Hewan pembawa merupakan hewan yang pembawa penyakit dan hewan tersebut tidak menunjukkan gejala klinis. Jika hewan peka tertular hewan pembawa ini maka akan timbul gejala klinis yang akan berakibat kematian (Uilenberg 2006). Tabel 3 Status Present pada kuda (Equus caballus)

Kuda Minggu 3 Minggu 5 Minggu 7 Minggu 9 S N J S N J S N J S N J A 37,8 10 48 37,9 9 48 37,8 9 44 37,8 10 48 B 37,7 8 40 37,6 7 40 37,5 8 36 37,6 8 40 C 37,3 7 36 37,1 7 40 37,4 8 36 37.1 7 40 D 37,9 10 48 37,8 9 52 37,8 10 48 37,8 10 48 E 37,4 9 40 37,2 8 40 37,4 8 36 37,4 9 40 F 37,4 9 36 37,4 10 32 37,5 9 36 37,5 9 40 Keterangan : S = Suhu ( o C) ; N = Nafas / menit ; J = Denyut Jantung / menit Terlihat pada Tabel 3 tidak terjadi perubahan status present yang nyata. Status present diteliti sebagai parameter melihat gejala klinis. Menurut Simoes et al. (2011) dan Birkenheuer et al. (2003), gejala klinis dapat terjadi jika tingkatan tingkat parasitemia tinggi, kecuali jika infestasi parasit terjadi secara bersamaan dan saling mempengaruhi parasit dalam darah, tingkat parasitemia yang rendah dapat menimbulkan gejala klinis. Melihat dari tingkat parasitemia (Tabel 1) infestasi Anaplasma sp. memiliki persentase yang paling tinggi dibanding infestasi Theileria sp., dan Babesia sp.. Namun, hal ini bukan merupakan infestasi parasit darah yang terjadi bersamaan dan saling mempengaruhi, karena hewan tidak sampai menimbulkan gejala klinis. Vektor penyebar infestasi Anaplasma sp. yang lebih bervariasi dibandingkan vektor penyebar infestasi Theileria sp., dan Babesia sp. dapat menjadi alasan Anaplasma sp. memiliki persentase yang tinggi. Vektor utama Anaplasmosis adalah caplak famili Ixodidae (caplak keras) (Foley dan Biberstein 2004). Vektor dari Theileriosis dan Babesiosis adalah Rhipicephalus sp., dan Boophilus sp. (Levine 1995;Soulsby 1982). Tabel 4 Nilai Total Leukosit (per mm 3 ) pada kuda (Equus caballus) Kuda Total Leukosit (per mm 3 ) Minggu Ke- 1 3 5 7 9 A 6450 8150 7300 8000 8850 B 7500 9000 7450 8400 10450 C 11200 7900 7750 7250 8550

D 11300 7250 11600 9250 7050 E 8950 8600 8500 9000 9350 F 9100 8250 8500 8150 8000 Rata-Rata 9084 8192 8517 8342 8708 Tabel 5 Persentase nilai relatif leukosit pada kuda (Equus caballus) Minggu Jenis Leukosit (% Relatif) Ke- Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit Monosit 1 11.17 ± 4.70 c 7.50 ± 3.10 a 47.83 ± 6.40 a 21.33 ± 5.40 ab 12.17 ± 1.70 a 3 14.17 ± 5.70 bc 7.50 ± 2.20 a 39.00 ± 3.60 b 24.67 ± 4.70 a 11.67 ± 3.30 a 5 17.83 ± 6.30 ab 8.00 ± 0.90 a 39.00 ± 6.00 b 20.67 ± 3.20 ab 14.50 ± 3.70 a 7 20.00 ± 3.20 a 9.17 ± 1.00 a 39.00 ± 3.30 b 16.50 ± 1.90 b 15.33 ± 1.20 a 9 19.83 ± 2.80 a 8.50 ± 0.80 a 40.50 ± 3.80 b 16.17 ± 2.70 b 15.00 ± 2.10 a Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata. Leukopoisis atau proses pembentukan sel darah putih (leukosit) pada mammalia terjadi dari sistem stem cell di dalam sumsum tulang (Martini et al. 1992). Menurut Baldy (1984), terjadinya peningkatan leukosit merupakan respons fisiologis untuk melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme. Berdasarkan Tabel 4, terlihat adanya fluktuasi nilai leukosit. Normal keberadaan leukosit di dalam darah kuda sekitar 5000-9000 butir darah leukosit per mm 3 (Pinsent 1990). Menurut Baldy (1984), peningkatan leukosit merupakan salah satu respons fisiologis untuk melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme termasuk parasit darah. Pada Tabel 2 dan Tabel 5, dapat terlihat adanya korelasi positif antara persentase parsitemia Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. dengan persentase nilai leukosit pada kuda (Equus caballus). Setiap kuda mempunyai respons terhadap parasit darah yang berbeda, hal ini terlihat dari persentase nilai leukosit yang memiliki nilai standar deviasi cukup besar. Hasil dari persentase nilai relatif leukosit menunjukkan adanya peningkatan persentase eosinofil dan basofil serta penurunan persentase limfosit dari normal.

Eosinofil mengalami peningkatan persentase (Tabel 5) dari persentase normalnya dalam darah yaitu 0-14% (Douglas et al. 2010). Berdasarkan hasil statistik persentase eosinofil pada minggu ke-1 sebesar 11.17 ± 4.70 c dan terus mengalami peningkatan pada minggu-minggu selanjutnya. Eosinofil sangat berperan penting sebagai kontrol terhadap infestasi parasit (Mayer et al. 1992), ini berdasarkan nilai eosinofil (Tabel 5) yang mengalami peningkatan disertai dengan penurunan infestasi parasit darah (Tabel 2). Persentase basofil (Tabel 5) selama sembilan minggu pengamatan mengalami peningkatan dari persentase normalnya dalam darah yaitu 0-4% (Douglas et al. 2010). Selama sembilan minggu masa pengamatan, persentase basofil berada di atas selang normal dan berdasarkan data statistik tidak terdapat adanya perbedaan nyata pada setiap minggunya. Pada infestasi parasit darah Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. biasanya diikuti peningkatan persentase basofil dalam darah (Stockham dan Scott 2002). Basofil berperan penting dalam respon alergi yang ditimbulkan oleh antigen (Guyton dan Hall 2006). Neutrofil berada dalam selang normal 35-75% (Douglas et al. 2010). Sel neutrofil, sebagai garis pertama berperan penting dalam melakukan fagositosis dan mampu untuk membunuh mikroorganisme termasuk parasit darah. Apabila terjadi penurunan jumlah neutrofil dalam darah bisa menunjukkan bahwa suatu infeksi termasuk infestasi parasit darah mulai mereda (Baldy 1984). Berdasarkan Tabel 5 nilai limfosit terlihat sedikit mengalami penurunan dari persentase normalnya dalam darah yaitu 17-68% (Douglas et al. 2010), hal ini berarti produksi antibodi humoral dan pembentukan pertahanan selular oleh limfosit sedikit menurun (Jain 1993). Penurunan nilai persentase limfosit dari minggu ke-1 sebesar 21.33 ± 5.40 ab menjadi 16.17 ± 2.70 b pada minggu ke-9, disertai dengan peningkatan nilai persentase parasitemia Theileria sp. dari 0.43 ± 0.20 fg pada minggu ke-1 menjadi 0.92 ± 0.40 cde pada minggu ke-9. Hal ini terjadi karena pada infestasi Theileria sp. terjadi deplesi limfosit akibat kerusakan pada organ limfoid yang menyebabkan hilangnya sel-sel limfosit muda (Losos 1986). Monosit merupakan jenis sel darah putih yang berperan aktif terhadap adanya infestasi parasit darah di hewan. Monosit bertugas memfagosit eritrosit

yang rusak akibat terdapatnya infestasi parasit darah (Jain 1993). Terlihat pada Tabel 5 rata-rata nilai monosit berada dalam selang normal 0-14% (Douglas et al. 2010) ini kemungkinan disebabkan oleh jumlah eritrosit yang rusak akibat infestasi parasit darah hanya sedikit sehingga jumlah monosit dalam keadaan normal.