BAB I PENDAHULUAN. berada di Selogiri, Wonogiri yaitu prospek Randu Kuning. Mineralisasi emas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

KARAKTERISTIK ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS PADA SISTEM EPITERMAL PROSPEK RANDU KUNING, KECAMATAN SELOGIRI, KABUPATEN WONOGIRI, JAWA TENGAH

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR GAMBAR... vi. DAFTAR TABEL...

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum

BAB III LANDASAN TEORI

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia terhadap mineral logam semakin tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. administratif termasuk ke dalam provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Pulau

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan emas biasanya digunakan sebagai standar

STUDI UBAHAN HIDROTERMAL

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem bijih porfiri berasal dari fluida magmatik hidrotermal bertemperatur tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bijih besi, hal tersebut dikarenakan daerah Solok Selatan memiliki kondisi geologi

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

I.1 Latar Belakang Masalah I.4 Lokasi Daerah Penelitian I.6 Penelitian Terdahulu dan Keaslian Penelitian... 4

BAB V PENGOLAHAN DATA

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah

Bab I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM

Bab I : Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

II.3. Struktur Geologi Regional II.4. Mineralisasi Regional... 25

BAB I PENDAHULUAN I.1

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGANTAR... HALAMAN PERSEMBAHAN... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK...

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. Penambangan (mining) dapat dilakukan dengan menguntungkan bila sudah jelas

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL

SKRIPSI. Oleh : ARIE OCTAVIANUS RAHEL NIM

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

EKEPLORASI UMUM BESI PRIMER DI KECAMATAN RAO, KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015

BAB. I PENDAHULUAN. Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR

3.2. Mineralogi Bijih dan Gangue Endapan Mineral Tekstur Endapan Epitermal Karakteristik Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah...

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

BAB I PENDAHULUAN. curam, hanya beberapa tempat yang berupa dataran. Secara umum daerah Pacitan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sudah memproduksi timah sejak abad ke 18 (van Leeuwen, 1994) dan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

termineralisasi dan tanah, akan tetapi tidak semua unsur dibahas dalam makalah ini karena tidak menunjukkan hasil yang signifikan.

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH PENELITIAN

EKSPLORASI UMUM MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI DAERAH PERBATASAN MALAYSIA-KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar

HALAMAN PENGESAHAN...

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT

I. ALTERASI HIDROTERMAL

lajur Pegunungan Selatan Jawa yang berpotensi sebagai tempat pembentukan bahan galian mineral logam. Secara umum daerah Pegunungan Selatan ini

SURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

JENIS DAN TIPE ENDAPAN BAHAN GALIAN

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, 20 Desember Penyusun III

PROVINSI SULAWESI UTARA

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

Mineralisasi Logam Dasar di Daerah Cisungsang Kabupaten Lebak, Banten. (Hasil Penelitian yang didanai oleh HIBAH BERSAING DIKTI )

ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH GUNUNG BULEUD, DESA GARUMUKTI, KECAMATAN PAMULIHAN, KABUPATEN GARUT, PROVINSI JAWA BARAT

Sudarsono dan I. Setiawan

PARAGENESA MINERAL BIJIH SULFIDA DAERAH CINANGSI, KECAMATAN PEUNDEUY KABUPATEN GARUT JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI CONTO INTI PEMBORAN DAERAH ARINEM, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LEMBAR PETA...

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2014

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi

BAB IV TEORI DASAR DAN METODE ANALISIS

GEOLOGI DAN STUDI UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PROSPEKSI AIR BUNGINAN, KECAMATAN AIR MURING, KABUPATEN KETAUN, BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

ALTERASI DAN MINERALISASI PADA BATUAN PORFIRI ANDESIT DAN PORFIRI GRANODIORIT DI DAERAH CIGABER DAN SEKITARNYA, KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN

STRUKTUR DAN TEKSTUR ENDAPAN MINERAL

Bateman (1956) dalam buku The Formation Mineral Deposits pengertian mineral bijih adalah mineral yang mengandung satu atau lebih jenis logam dan

PROSPEKSI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA. Wahyu Widodo Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi

ENDAPAN MINERAL. Panduan Kuliah dan Praktikum. Sutarto Hartosuwarno Laboratorium Petrologi dan Bahan Galian Teknik Geologi

EVALUASI SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN UNTUK PERTAMBANGAN SEKALA KECIL DI KABUPATEN BIMA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 IST AKPRIND Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Trenggalek didominasi oleh morfologi positif dimana morfologi ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Meilani Magdalena/

INVENTARISASI MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI KABUPATEN WONOGIRI PROPINSI JAWATENGAH. Oleh : Sukmana Sub Dit. Mineral Logam S A R I

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam mulia yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Keterdapatan mineralisasi emas di Indonesia terdapat salah satu nya berada di Selogiri, Wonogiri yaitu prospek Randu Kuning. Mineralisasi emas prospek Randu Kuning dipengaruhi oleh kondisi geologi Wonogiri yang termasuk dalam Zona Pegunungan Selatan bagian Timur yang merupakan daerah subduksi yang terjadi sejak Eosen yang menghasilkan magma bersifat kalk-alkalin (Katili, 1975; Hamilton, 1979; Rangin dkk, 1990, dalam Darman dan Sidi, 2000). Mineralisasi daerah penelitian diidentifikasikan terbentuk pada sistem endapan porfiri Cu-Au yang overprinted dengan endapan epitermal (Htun dkk, 2006; Imai dkk, 2007; Corbett, 2011; Suasta dan Sinugroho, 2011; Muthi dkk, 2012; Idrus dan Hakim, 2014). Hal ini didukung hasil eksplorasi yang dilakukan oleh PT. Oxindo dan beberapa peneliti terdahulu. Sistem endapan porfiri daerah penelitian terbentuk pada kedalaman yang dalam yang tidak memungkinkan untuk ditambang secara open pit, atau dapat dikatakan kualitas cadangan rendah (tipe marginal ore reserve) (Adibyo dkk, 1995 dalam Sugiyanto, 2003). Oleh karena itu hingga saat ini prospek Randu Kuning belum dilakukan eksploitasi skala industri. Namun telah dilakukan penambangan secara konvensional oleh masyarakat sekitar dengan menggunakan teknik penggalian yaitu membuat lubang 1

sumuran(shaft) dan lubang terowongan (adit) (Gambar 1.1). Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian yang membahas mengenai sistem endapan epitermal daerah penelitian mencakup karakteristik alterasi, mineralisasi emas dan fluida hidrotermal serta genesa sistem endapan epitermal pada prospek Randu Kuning, Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, masih sangat terbatas. Sehingga peneitian ini diharapkan dapat menjadi referensi ilmiah dan acuan dalam eksplorasi lanjutan yang lebih mendetail serta bermanfaat untuk ahli geometalurgi dalam menentukan metode pengolahan mineralisasi emas yang efektif untuk prospek Randu Kuning. Gambar 1.1. (a) Lubang sumuran (shaft) (b) Lubang terowongan (adit) (Foto oleh Idrus dkk (2014) I.2. Rumusan Masalah sebagai berikut : Penelitian ini dilakukan berdasarkan beberapa masalah yang dirumuskan 1. Bagaimanakah kondisi geologi dan kontrolnya terhadap proses mineralisasi pada daerah penelitian? 2. Apa tipe alterasi hidrotermal yang berkembang dan bagaimana penyebarannya pada daerah penelitian? 2

3. Bagaimanakah karakteristik mineralisasi emas dan fluida hidrotermal yang membentuk endapan epitermal pada daerah penelitian? 4. Bagaimanakah genesa pembentukan endapan epitermal pada daerah penelitian? I.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan beberapa masalah yang telah dirumuskan pada sub bab rumusan masalah didapatkan tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kondisi geologi serta kontrolnya terhadap pembentukan mineralisasi emas pada daerah penelitian. 2. Mengetahui tipe dan karakteristik alterasi hidrotermal serta penyebarannya pada daerah penelitian. 3. Mengetahui karakteristik mineralisasi emas dan fluida hidrotermal yang membentuk endapan epitermal pada daerah penelitian. 4. Mengetahui genesa pembentukan endapan epitermal pada daerah penelitian. I.4. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan yang telah disampaikan maka diharapkan penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut : 1. Pengetahuan dan informasi geologi meliputi kondisi geomorfologi, litologi dan struktur geologi serta karakteristik mineralisasi emas daerah penelitian dalam bentuk karya tulis maupun peta. 3

2. Pembaharuan peta geologi dan peta alterasi daerah penelitian. 3. Sebagai acuan ahli geometalurgi dalam penentuan metode pengolahan emas secara efektif yang sesuai dengan karakteristik mineralisasi emas daerah penelitian. 4. Data hasil penelitian dapat digunakan untuk acuan dalam penentuan strategi eksplorasi lanjutan daerah penelitian. I.5. Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian Selogiri meliputi beberapa desa, yaitu Desa Jendi, Desa Kepatihan dan Desa Keloran, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Daerah ini terletak di sebelah barat laut dari Waduk Gajah Mungkur Wonogiri atau sekitar 30 km ke sebelah selatan dari Kota Solo atau secara luas terletak di bagian tenggara dari Provinsi Jawa Tengah. Untuk dapat sampai ke lokasi penelitian dapat dilakukan dengan kendaraan umum maupun kendaran pribadi dengan waktu tempuh kurang lebih 3 jam dengan rute Yogyakarta-Prambanan-Ceper - Sukoharjo-Selogiri (Gambar 1.2.). I.6. Batasan Penelitian Penelitian yang dilakukan dibatasi oleh batasan lokasi dan batasan pembahasan sebagai berikut : I.6.1. Batasan lokasi Lokasi penelitian difokuskan pada prospek Randu Kuning yang mencakup desa Jendi, sebagian wilayah desa Kepatihan dan desa Keloran, Kecamatan Selogiri (Gambar 1.3). Desa Jendi berada ± 6,5 km ke arah barat dari pusat kota 4

Wonogiri dengan koordinat 937050-9138700 dan 485625-487600 UTM. Luasan daerah penelitian adalah sekitar 2 x 1,5 km. Gambar 1.2. Peta kesampaian daerah Gambar 1.3. Peta lokasi penelitian (bertanda kotak hitam) I.6.2. Batasan pembahasan Pada penelitian pembahasan akan difokuskan pada : 5

1. Kondisi geologi dan kontrolnya terhadap mineralisasi emas di daerah penelitian berdasarkan hasil pemetaan geologi dilakukan secara langsung tanpa melakukan analisis citra. 2. Karakteristik alterasi hidrotermal dan penyebarannya berdasarkan data pemetaan alterasi, analisis petrografi dan XRD, karakteristik mineralisasi emas berdasarkan hasil analisis bijih menggunakan metode mikroskop bijih dan metode AAS, serta karakteristik fluida hidrotermal berdasarkan hasil analisis inklusi fluida. 3. Interpretasi genesa mineralisasi emas dan model genetik sistem endapan epitermal pada prospek Randu Kuning berdasarkan data kondisi geologi, karakteristik alterasi hidrotermal, mineralisasi dan fluida hidrotermal. I.7. Peneliti Pendahulu Pada daerah prospek Randu Kuning ini telah dilakukan penelitian oleh beberapa ahli peneliti pendahulu berikut ini : 1. Surono dkk (1992), Peta Geologi Lembar Surakarta-Giritontro, yang menampilkan penyebaran formasi khususnya zona Pegunungan Selatan dimana pada daerah penelitian tersusun oleh formasi Mandalika yang berumur Miosen dan endapan aluvial yang berumur holosen. 2. Suprapto (1998) dan Widagdo dan Pramumijoyo (2004), menyatakan bahwa pada daerah penelitian dikontrol oleh sesar geser dekstral yang berarah baralaut-tenggara yang memotong intrusi serta sesar geser sinistral yang berarah utara-selatan dan timurlaut-baratdaya. 6

3. Prihatmoko dkk (2005), menyatakan bahwa mineralisasi daerah Selogiri bertipe porfiri Cu-Au terbentuk di Bukit Petenongan, Bukit Tumbu, dan Bukit Randu Kuning dengan host-rock berupa batuan volkanik andesitik yang diterobos oleh intrusi diorit anggota Formasi Mandalika. Sedangkan alterasi yang berkembang adalah alterasi potasik (biotit-klorit) dan filik (kuarsa-serisit-pirit) dengan mineralisasi bijih yang terbentuk berupa mineral-mineral sulfida pirit, kovelit, bornit, galena dan sfalerit yang ditemukan pada urat kuarsa stockwork serta malakit pada zona potasik. 4. Sukmana (2005), meneliti inventarisasi logam mulia dan logam dasar di Wonogiri, Jawa Tengah, mengungkapkan mineralisasi emas terbentuk pada intrusi diorit anggota Formasi Mandalika. Mineralisasi tersebut ditandai oleh kehadiran urat-urat kuarsa yang terisi mineral sulfida berupa sfalerit, galena, kalkopirit, pirit dan arsenopirit pada zona sesar. Mineralisasi emas di Bukit Tumbu ditemukan berasosiasi dengan tembaga dengan mineral bijih yang menyertai yaitu kalkopirit dan malakit. Mineralisasi emas Bukit Jangglengan ditemukan berasosiasi dengan sfalerit(zn) dan galena (Pb). Mineralisasi emas juga ditemukan pada urat kuarsa intrusi mikrodiorit di Sungai Ketandan berasosiasi dengan galena(pb) dan sfalerit(zn) yang dominan. Sehingga semakin ke arah selatan (Keloran), mineralisasi semakin didominasi oleh logam dasar Pb dan Zn. Paragenesa mineral bijih tersebut dimulai dari pembentukan pirit kemudian diikuti pembentukan sfalerit, kalkopirit kemudian sfalerit dan yang terakhir adalah mineral oksida sebagai hasil pelapukan. 7

5. Htun dkk (2006), mengungkapkan tipe mineralisasi daerah penelitian dicirikan oleh kehadiran alterasi potasik (biotit-klorit) overprinting dengan alterasi filik (kuarsa-serisit-pirit) yang ditemukan pada host-rock andesit dengan struktur stockwork yang terisi kuarsa-kalsit dan diseminasi piritkalkopirit yang menunjukkan tipe mineralisasi Cu-Au. Sepanjang zona kuarsa stockwork ditemukan azurit dan malakit sekunder yang berasal dari ubahan kalkopirit dan urat kuarsa kaya Cu, serta ditemukan pula mineralisasi galena dan sfalerit. 6. Warmada dkk ( 2007), meneliti aspek petrologi dan geokimia batuan intrusif pada daerah penelitian yang terdiri dari intrusi andesit hornblende, mikrodiorit dan andesit basaltik. Mikrodiorit merupakan host-rock dari sistem porfiri Cu-Au pada prospek Randu Kuning yang dicirikan oleh kehadiran kuarsa stockwork dan diseminasi pirit. Secara umum, Selogiri dicirikan oleh variasi penyebaran kandungan SiO2 dengan kandungan Al2O3 yang tinggi 14-18 wt.%, serta kandungan TiO2, Na2O dan MgO yang rendah yang mengindikasikan magma kalk-alkalin hasil peleburan mantel. 7. Imai dkk (2007), menyatakan bahwa pada daerah Selogiri terdiri dari 3 tipe intrusi diorit-andesitik, yaitu andesit porfiri kaya hornblenda, diorit porfiri kaya hornblenda, dan diorit hornblenda yang mengintrusi breksi vulkanik dan tuff. Adanya urat kuarsa stockwork yang berasosiasi dengan malakit dan magnetit pada rekahan diorit hornblenda menunjukkan sistem endapan porfiri. Hal tersebut didukung data inklusi polyphase fluida hipersalin pada urat kuarsa stockwork. Mineralisasi tipe porfiri pada prospek Randu Kuning 8

diduga merupakan hasil magmatisme silika hidrous yang terjadi pada Neogen. Penambangan pada urat kuarsa yang berasosisasi dengan logam dasar dengan orientasi utara-selatan diduga merupakan urat epitermal yang overprinted dengan tipe porfiri. Tipe epitermal tersebut diperkirakan merupakan epitermal sulfidasi rendah 8. Harijoko dkk (2010), melakukan penelitian mengenai kontaminasi merkuri dan arsenik di Selogiri. Adanya kandungan As merupakan bawaan dari mineral pirit yang berinteraksi dengan fluida yang asam. Secara umum, endapan emas Selogiri dicirikan oleh mineralisasi sistem porfiri yang overprinted dengan sistem epitermal. Mineral bijih yang terbentuk terdiri dari pirit, sfalerit, kalkopirit, galena, kalkosit dan arsenopirit. 9. Corbett ( 2011), melakukan penyelidikan dan penelitian mengenai prospek mineralisasi bijih Cu-Au pada sistem endapan porfiri yang overprinting dengan sistem epitermal pada prospek Randu Kuning. Mineralisasi tipe porfiri Cu-Au terbentuk oleh intrusi polyphasal yang dipisahkan oleh kontak sesar dengan trend mineralisasi yang berarah utara-selatan. Intrusi polyphasal tersebut diidentifikasi dari tekstur diorit porfiri yang memiliki fenokris mineral mafik yang menonjol dan terdapat beberapa tipe alterasi, potasik (magnetit-kfeldspar sekunder-biotit), propilitik dalam (epidot) dan propilitik luar (magnetit-klorit), serta alterasi filik (silika-serisit-pirit) yang terbentuk pada tahap akhir urat porfiri tipe B dan urat epitermal. Adanya epidote dan adularia mengindikasikan bahwa mineralisasi terbentuk pada suhu tinggi. Sehingga mineralisasi emas pada urat epitermal merupakan 9

tipe epitermal sulfidasi rendah yang terbentuk pada suhu tinggi yang ditandai oleh kehadiran mineral sfalerit. Adanya struktur mineralisasi berupa urat kuarsa sheeted pada sistem porfiri mengindikasikan bahwa mineralisasi terbentuk pada lingkungan struktur dilatasi yang berkembang akibat kompresi utara-selatan yang searah dengan subduksi Banda arc. Blok sesar barat-timur yang terbentuk setelah pembentukan porfiri yang juga merupakan host urat kuarsa diduga berkembang selama fase relaksasi pada saat kompresi. 10. Suasta dan Sinugroho (2011), melakukan pemetaan geologi, alterasi dan mineralisasi pada daerah penelitian, didapatkan alterasi propilitik pada batuan diorit berasosisasi dengan alterasi potasik pada batuan mikrodiorit. Sistem endapan hidrotermal yang terbentuk adalah tipe porfiri Cu-Au dengan manifestasi berupa sulfida/oksida kuarsa sheeted dan urat stockwork. Selain itu ditemukan pula diseminasi minor kalkopirit dan jejak bornit yang berasosiasi dengan alterasi potasik dan alterasi aktinolit. Sebagian besar urat bertipe B-veins dengan ketebalan <1cm dan mengandung sulfida tembaga dan sedikit oksida tembaga. Rekahan urat terisi oleh K-feldspar dan serisit. Selain tipe porfiri terbentuk pula tipe epitermal Au±logam dasar dengan manifestasi urat kuarsa-karbonat-logam dasar pada batuan intrusif dan batuan volkanik proksimal di Randu Kuning. Tekstur urat yang terbentuk adalah drushy, colloform banding dan cockade. Berdasarkan analisis urat pirit sampel permukaan didapatkan kadar emas yang terkandung adalah lebih dari 24.7 g/t Au. Struktur yang mengontrol 10

kedua tipe endapan tersebut terindikasi secara jelas. Struktur breksi diatrem yang terdapat pada Randu Kuning sebelah selatan mengandung tipe epitermal dengan urat kuarsa dan pengkayaan emas secara lokal. 11. Muthi dkk (2012), menjelaskan bahwa Wonogiri tersusun oleh beberapa seri intrusi diorit yang mengintrusi batuan volkanik dengan struktur geologi yang mengontrol berupa sesar geser timurlaut-barat daya dan sesar naik barat-timur. Alterasi hidrotermal yang berkembang adalah alterasi propilitik yang mengalami overprinting dengan alterasi argilik-filik. Berdasarkan hasil pengeboran didapatkan bahwa tipe endapan hidrotermal yang terbentuk adalah tipe porfiri Cu-Au yang berkembang pada urat kuarsa sheeted dan stockwork pada mikrodiorit dan pada bagian tepian intrusi mikrodiorit. Sumberdaya pada prospek Randu Kuning yang dipublikasikan diperkirakan mencapai sebesar 90.9 Mt pada 0.53 g/t AuEq (0.35 g/t Au dan 0.10% Cu) pada potongan 0.2 g/t AuEq. 12. Idrus dan Hakim (2014), mengemukakan satuan geomorfologi pada daerah Selogiri terdiri dari perbukitan struktural, bukit intrusi dan dataran aluvial. Endapan Randu Kuning tersusun oleh rekahan breksia yang bertumpu pada intrusi polifase diorit/mikrodiorit. Struktur geologi yang berkembang berupa sesar geser normal dengan arah NNE-SSW dan terpotong oleh sesar arah NW-SE. Berdasarkan data permukaan, alterasi yang berkembang yaitu alterasi potasi-filik, argilik lanjut, argilik dan propilitik. Tipe mineralisasi Cu-Au yang terbentuk berupa tipe porfiri Cu-Au dan peripheral epitermal sulfidasi rendah. Pada tipe porfiri kadang-kadang ditemukan terpotong oleh 11

urat epitermal kuarsa±au tahap akhir. Tipe peripheral epitermal sulfidasi rendah umumnya berasosisasi dengan urat dominan pirit, dengan mineral minor sfalerit, galena, dan kalkopirit. Mineralisasi tipe epitermal sulfidasi rendah tersebar pada Bukit Tumbu, Bukit Geblak, Bukit Piti, Bukit Kepil, Bukit Tekil. Sebagian besar urat berorientasi utara-selatan, dengan tekstur masif dan crustiform disertai tekstur minor diseminasi dengan struktur urat stockwork. Berdasarkan hasil penelitian peneliti terdahulu diperoleh kesimpulan bahwa penelitian peneliti sebelumnya lebih difokuskan pada sistem endapan porfiri Au-Cu dengan pembahasan mengenai sistem endapan epitermal masih terbatas, termasuk pemetaan geologi dan pemetaan alterasi skala 1:25000, analisis pengaruh kondisi geologi terhadap mineralisasi, analisis fluida hidrotermal dengan metode inklusi fluida, serta penentuan tipe endapan epitermal berdasarkan mineral assemblages, data geokimia, dan data inklusi fluida belum dilakukan secara mendetil. Oleh karena itu, penelitian bertujuan untuk memperbaharui data hasil penelitian sebelumnya dan menambahkan data yang belum lengkap sebagai data pendukung untuk memperluas interpretasi genesa pembentukan endapan epitermal daerah penelitian sehingga interpretasi mejadi lebih logis mendekati kebenaran. 12